serempak dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana.
150
Sementara tujuan yang telah disepakati selama ini masih bersifat umum makro sebagai tujuan politikkebijakan kriminal, yaitu “perlindungan
masyarakat” untuk mencapai “kebahagian warga masyarakatpenduduk” happiness of the citizens
,”kehidupan yang sehat dan menyegarkan” a
wholesome and cultural living , “kesejahteraan masyarakat”
social welfare atau
untuk mencapai “keseimbangan” equality
. Sedangkan tujuan operasional yang ingin dicapai dengan pidana dan hukum pidana belum pernah dinyatakan dan
dirumuskan secara formal dalam undang-undang, sehingga tujuan yang
dijadikan tolok ukur dasar pembenar pemidanaan lebih bersifat teoritis.
Dari kajian yang dilakukan oleh para sarjana dapat dikatakan bahwa perkembangan teori pemidanaan cenderung beranjak dari prinsip “menghukum”
yang berorientasi ke belakang backward-looking
ke arah gagasanide
“membina” yang berorientasi ke depan foward-looking
151
. Menurut Roeslan Saleh, pergeseran orientasi pemidanaan disebabkan oleh karena hukum pidana
berfungsi dalam masyarakat. Hukum pidana mencerminkan gambaran masanya dan bergantung pada pemikiran-pemikiran yang hidup dalam masyarakat
152
. Untuk memahami pergeseran orientasi pemidanaan yang terjadi dalam
hukum pidana, berikut ini akan dikemukakan secara singkat berbagai aliran yang berkembang dalam hukum pidana yang melandasi adanya pergeseran tersebut.
a. Aliran Klasik
150
Muladi , Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Op.cit. 1-2
151
Lihat antara lain : Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Op. Cit. hal. 16; Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, op.
cit hal. 73; S.R. Sianturi dan Mompang L. Pangabean, Hukum Penitesia Di Indonesia, Alumni AHAEM-PETEHAEM, Jakarta, 1996, hal 166; Tongat, Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem
Hukum Di Indonesia, U M M Press, Malang , 2004, hal. 61.
152
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Op.Cit. hal. 2
Aliran ini merupakan reaksi terhadap kesewenang-wenangan penguasa ancient regime
pada abad ke-18 di Perancis yang banyak menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan hukum dan ketidakadilan.
Adapun beberapa ciri khas yang terdapat pada aliran ini, di antaranya:
153
1 Menghendaki hukum pidana tertulis yang tersusun sistematik dan menjamin adanya kepastian hukum;
2 Membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis pidana dan ukuran pemidanaan, sehingga dikenal sistem
definite sentence
yang sangat kakurigit; 3 Menganut pandangan
indeterminisme yang berarti bahwa setiap
orangindividu bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukan kebebasan kehendak manusia;
4 Perumusan undang-undang bersifat melawan hukum, merupakan titik sentral. Tindakanperbuatan disini bersifat absrak dan dilihat secara
yuridik belaka, terlepas dari pelakunya, sehingga mengabaikan individualisasi dalam penerapan pidana.Karenanya dapat disebut
Hukum Pidana Tindakan Daad-Strafrecht
: 5 Berpatokan kepada
justice model , sebab sangat memperhatikan
aspek keadilan bagi masyarakat, sehingga tidak menilai keadaan diri pribadi pelaku;
6 Pidana bersifat pembalasan punishment should fit the crime
dan dilaksanakan dalam
equal justice; 7 Dengan perhatian terhadap hak asasi manusia yang demikian, aliran
ini mengutamakan perlindunganjaminan terhadap kepentingan individu yang sudah banyak dikorbankan.
b. Aliran Modern Aliran ini timbul pada abad ke-19 dan dikenal sebagai Aliran Positif,
karena dalam mencari kausa sebab kejahatan dipergunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat
secara positif sejauh ia masih dapat diperbaiki. Adapun beberapa ciri aliran ini ialah
154
: 1 Dipengaruhi oleh perkembangan ilmu-ilmu kemasyarakatan seperti
sosiolagi, antropologi dan kriminologi;
153
Lihat : Muladi , Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, op.cit. 25- 26; Lihat pula S.R. Sianturi dan Mompang L. Panggabean, Hukum Penintensia Di Indonesia;
Op.Cit. hal.14
154
Ibid. 32
2 Mengakui bahwa perbuatan seseorang dipengaruhi watak dan pribadinya, faktor-faktor biologis maupun lingkungan
kemasyarakatannya sosiologis; 3 Berpandangan determinisme karena manusia dipandang tidak
mempunyai kebebasan kehendak, tetapi dipengaruhi oleh watak dan lingkungannya sehingga tidak dapat dipersalahkan atau
dipertanggungjawabkan; 4 Memberikan keleluasaan bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi
pidana indeterminate sentence
, sebab bertolak dari pandangan punishment should fit the criminal;
5 Menolak adanya pembalasan berdasarkan kesalahan yang subjektif. Pertanggungjawaban seseorang berdasarkan kesalahan harus
diganti dengan sifat berbahayanya si pelaku etat dangereux
; 6 Bentuk pertanggungjawaban kepada si pelaku lebih bersifat tindakan
untuk perlindungan masyarakat. Kalau toh pidana digunakan istilah pidana, maka harus tetap diorientasikan pada sifat-sifat si pelaku. Jadi
aliran ini menghendaki adanya individualisasi pidana yang bertujuan untuk mengadakan resosialisasi si pelaku.
Setelah Perang Dunia II Aliran Modern berkembang menjadi Aliran Social Defence Gerakan Perlindungan Masyarakat dengan pelopor Filippo Gramatica
dan Marc Ancel. Selanjutnya aliran ini terbagi menjadi dua kelompok setelah diadakan The
Second International Social Defence pada tahun 1949, yaitu kelompokkonsepsi radikal ekstrim dan moderat reformist.
a Konsepsi Radikal ekstrim
155
Tokohnya adalah Fillipo Gramatica; Salah satu tulisannya yang mengandung kontraversi berjudul “
La lotta contra pena” The fight against punishment
. Ia berpandangan bahwa hukum perlindungan sosial harus menggantikan hukum pidana yang ada sekarang, menghapus konsep
pertanggungjawaban pidana kesalahan dan menggantinya dengan pandangan tentang anti sosial. Tujuan dari Hukum perlindungan sosial
ialah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan
155
Ibid. hal. 35-36
pemidanaan terhadap perbuatannya. Pada prinsipnya ia menolak konsepsi mengenau pidana, penjahat dan pidana.
b Konsepsi Moderat reformist Konsepsi ini dipelopori oleh Marc Ancel, dengan menamakan
alirannya “Defence Social Nouvelle” New Social Defence
dengan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut :
156
a Perlindungan individu dan masyarakat tergantung pada perumuan yang tepat mengenai hukum pidana, karena itu sistem hukum pidana,
tindak pidana, penilaian hakim terhadap pelaku serta pidana merupakan institusi yang harus tetap dipertahankan, namun tidak
digunakan dengan fiksi-fiksi dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial;
b Kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial a human and social problem
yang tidak begitu saja mudah dipaksa untuk dimasukkan ke dalam perumusan suatu perundang-undangan;
c Kebijaksanaan pidana bertolak pada konsepsi pertanggungjawaban pribadi
individual responsibility yang menjadi kekuatan penggerak
utama dari proses penyesuaian sosial. Pertanggungjawaban pribadi ini menekankan pada kewajiban moral individu ke arah timbulnya
moralitas sosial.
c. Aliran Neo Klasik