Analisis dan Pembahasan

C. Analisis dan Pembahasan

1. Analisis statistik deskriptif

Dalam penelitian ini penulis menggunakan enam variabel independen dan satu variabel dependen. Dalam variabel indenpen ini penulis menggunakan Financial Ratio Analysis Method, yaitu metode perhitungan interpretasi rasio-rasio keuangan. Adapun rasio yang digunakan terdiri dari Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas, Rasio Solvabilitas atau Leverage, Rasio Aktivitas, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio Penilaian Pasar. Dalam rasio likuiditas menggunakan current ratio (CR), rasio profitabilitas menggunakan net profit margin (NPM), rasio solvabilitas menggunakan total debt to total assets ratio (DAR), rasio aktivitas menggunakan total assets turnover (TATO), rasio pertumbuhan menggunakan earning per share (EPS), dan rasio penilaian pasar menggunakan price earning ratio (PER). Untuk melihat data masing-masing variabel dapat dilihat pada lampiran 1 sampai dengan 5.

Dari data tersebut penulis memasukkan ke program pengolah data SPSS 17 dan di dapatkan hasil statistik deskriptif. Statistik Dari data tersebut penulis memasukkan ke program pengolah data SPSS 17 dan di dapatkan hasil statistik deskriptif. Statistik

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

Minimum Maximum Mean Std. Deviation CR

63.34071 Harga Saham

90 -430.85

439.54871 Valid N (listwise)

Sumber: Data yang diolah dengan SPSS 17

Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui beberapa hal, yaitu:

1) N atau jumlah data pada setiap variabel yang valid adalah 90 data, data hilang (missing) adalah nol dan berarti semua data siap diproses ke tahap pengujian selanjutnya.

2) Current ratio perusahaan mempunyai nilai mean sebesar 1.33 kali berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perbandingan Aktiva lancar terhadap utang lancar sebesar

1.33 kali. Dengan standar deviasi 1.05 kali, data minimum 0.07 kali dan data maksimum 4.19 kali.

3) Net profit margin perusahaan mempunyai nilai mean sebesar 3.87% berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perbandingan laba bersih terhadap penjualan sebesar 3.87%. Dengan standar deviasi 36.93%, data minimum -197.71% dan data maksimum 55.78%.

4) Total debt to total assets ratio perusahaan mempunyai nilai mean sebesar 50.91% berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perbandingan total hutang terhadap total aktiva sebesar 50.91%. Dengan standar deviasi 19.10%, data minimum 7.35% dan data maksimum 95.24%.

5) Total assets turnover perusahaan mempunyai nilai mean sebesar

0.20 kali berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perputaran aktiva per tahun sebesar 0.20 kali, dengan kata lain setiap Rp 1 dari penjualan mewakili 0.20 kali. Dengan standar deviasi 0.09 kali, data minimum 0.00 kali dan data maksimum 0.50 kali.

6) Earning per share perusahaan mempunyai nilai mean sebesar Rp37.83 berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perbandingan laba bersih perusahaan 6) Earning per share perusahaan mempunyai nilai mean sebesar Rp37.83 berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perbandingan laba bersih perusahaan

51.71) dan data maksimum Rp271.55.

7) Price earning ratio perusahaan mempunyai nilai mean sebesar 11.11 kali berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki perbandingan harga pasar saham terhadap laba per saham dasar sebesar 11.11 kali. Dengan standar deviasi 63.34 kali, data minimum -430.85 kali dan data maksimum 223.30 kali

8) Harga saham perusahaan mempunyai nilai mean sebesar Rp491.39 berarti rata-rata perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia dapat menghasilkan harga saham sebesar Rp491.39 per tahun. Dengan standar deviasi Rp439.55, data minimum Rp45.00 dan data maksimum Rp2,100.00.

2. Uji normalitas data

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Sebelum dilakukan pengujian lanjutan, dilakukan terlebih dahulu Uji Normalitas Data dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov test. Pengujian dilakukan terhadap semua variabel penelitian, variabel independen yaitu Current ratio (CR), Net profit margin (NPM), Total debt to total assets ratio (DAR), Total assets turnover (TATO), Earning per share (EPS), dan Price earning ratio (PER) terhadap variabel dependen yaitu Harga saham.

Tabel 4.3

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Harga

PER Saham N

3.8696 50.9057 .2031 37.8288 11.1116 491.3889 Parameters a,,b Std. Deviation 1.04656 36.93052 19.09832 .09349 50.95245 63.34071 439.54871

Most Extreme Absolute

-.278 -.155 Kolmogorov-Smirnov Z

2.641 1.470 Asymp. Sig. (2-tailed)

.000 .027 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS 17

Berdasarkan hasil penghitungan uji normalitas dengan menggunakan One sample Kolmogorov-Smirnov, diperoleh nilai sig untuk current ratio 0.089, total debt to total assets 0.609, total assets turnover 0.613, dan earning per share 0.150 lebih besar dari nilai signifikansi 5% (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Sedangkan, untuk nilai sig net profit margin 0.000, harga saham 0.027 dan price earning ratio 0.000 lebih kecil dari nilai signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah tidak normal. Dilihat dari hasil uji normalitas data dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test masih ditemukan distribusi data yang tidak normal, maka data variabel yang Berdasarkan hasil penghitungan uji normalitas dengan menggunakan One sample Kolmogorov-Smirnov, diperoleh nilai sig untuk current ratio 0.089, total debt to total assets 0.609, total assets turnover 0.613, dan earning per share 0.150 lebih besar dari nilai signifikansi 5% (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Sedangkan, untuk nilai sig net profit margin 0.000, harga saham 0.027 dan price earning ratio 0.000 lebih kecil dari nilai signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah tidak normal. Dilihat dari hasil uji normalitas data dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test masih ditemukan distribusi data yang tidak normal, maka data variabel yang

Tabel 4.4

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test setelah data

ditransformasi

Harga Saham N

8.80182 Most Extreme

Parameters a,,b Std. Deviation

-.052 Kolmogorov-Smirnov Z

.655 Asymp. Sig. (2-tailed)

.784 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS 17 Berdasarkan tabel 4.4 diatas, diperoleh nilai sig untuk net profit

margin 0.980, price earning ratio 0.371, dan harga saham 0.784 lebih besar dari nilai signifikansi 5% (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal.

Untuk lebih meyakinkan, maka uji normalitas akan dilakukan pengujian lanjutan. Hal ini dikarenakan uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual, mengikuti distribusi normal, maka jika asumsi ini dilanggar uji statistik menjadi tidak valid.

Untuk melakukan uji ini penulis menggunakan analisis grafik, namun demikian dengan hanya melihat histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah data yang kecil. Metode yang lebih handal adalah melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar pengambilan keputusan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas adalah jika pada grafik probability plot data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau pada grafik histogram tidak miring ke kiri maupun ke kanan.

Gambar 4.1

Hasil Uji Asumsi Normalitas

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS 17

Pada gambar 4.1 Grafik Histogram memberikan pola distribusi normal, hal ini dapat dilihat dari bentuk grafik histogram yang tidak miring ke kiri maupun ke kanan.

Gambar 4.2

Hasil Uji Asumsi Normalitas

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS 17

Sedangkan pada gambar 4.2 terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti garis diagonal yang menandakan distribusi data adalah normal.

Berdasarkan hasil grafik histogram dan Normality probability plot tersebut diatas dapat diasumsikan bahwa model regresi layak digunakan karena telah memenuhi uji asumsi normalitas.

3. Uji asumsi klasik

Data yang ada akan diolah menggunakan aplikasi pengolah data SPSS 17 dan hasil untuk uji asumsi klasik yang didapat adalah sebagai berikut:

a. Uji multikolonieritas

Dasar pengambilan keputusan adalah apabila nilai variance inflation factor (VIF) lebih besar dari 10 (VIF > 10), maka model regresi memiliki gejala multikolonieritas. Kemudian apabila nilai tolerance lebih kecil dari 0.10 (tolerance < 0.10), maka model regresi memiliki gejala multikolonieritas.

Tabel 4.5

Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolonieritas

Coefficients a Collinearity

1 (Constant) CR

a. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS 17

Dari tabel 4.5 didapatkan nilai VIF ke enam variabel independen tersebut kurang dari 10 (VIF < 10), dimana CR memiliki nilai VIF 1.29, NPM 1.64, DAR 1.28, TATO 1.40, EPS 1.54 dan PER 1.05. Dan ke enam variabel independen tersebut memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0.10 (tolerance > 0.10), dimana CR memiliki nilai tolerance 0.78, NPM 0.61, DAR 0.78, TATO 0.72, EPS 0.65 dan PER 0.96. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang diolah tidak memiliki korelasi antar variabel independen satu dengan yang lainnya, atau tidak terdapat gejala multikolonieritas.

b. Uji heteroskedastisitas

Dasar analisis:

1) Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),

telah terjadi heteroskedastisitas.

maka

mengidentifikasikan

2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil Uji Heteroskedastisitas disajikan pada gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data yang diolah dengan SPSS 17

Dari gambar scatterplot diatas dapat dilihat bahwa terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Dari gambar scatterplot diatas dapat dilihat bahwa terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

c. Uji autokorelasi

Untuk melakukan uji autokorelasi maka akan menggunakan alat bantu berupa tabel Durbin-Watson d statistic dengan tingkat signifikansi 5% (0.05), untuk melihat angka dari tabel tersebut maka akan dilihat dari nilai Durbin-Watson hasil dari pengolahan data dengan menggunakan SPSS 17. Dengan menggunakan rumus jika du<d<4-du maka tidak terdapat autokorelasi. Dan hasil dari data yang diolah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6

Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi

Model Summary b

Model Durbin-Watson

a. Predictors: (Constant), PER, EPS, CR, TATO, DAR, NPM

b. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS 17

Hasil pengolahan data melalui penghitungan SPSS untuk uji Durbin-Watson adalah sebesar 2.168. Adapun hasil pengujian Durbin-Watson berdasarkan tabel dengan nilai signifikansi 5% (0.05), Hasil pengolahan data melalui penghitungan SPSS untuk uji Durbin-Watson adalah sebesar 2.168. Adapun hasil pengujian Durbin-Watson berdasarkan tabel dengan nilai signifikansi 5% (0.05),

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Durbin-Watson 2.168 lebih besar dari batas atas (du) 1.801 dan kurang dari 4-1.801 (4-du). Sesuai dengan rumus du < d < 4-du (1.801 < 2.168 < 2.199) maka model regresi tidak terdapat asumsi autokorelasi.

4. Model analisis data

a. Analisis regresi berganda

Analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh dari Current ratio, Net profit margin, Total debt to total assets ratio, Total aktiva turnover, Earning per share, dan Price earning ratio terhadap Harga saham.

Analisis regresi berganda ini juga digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi dari tiap-tiap variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Hasil penghitungan nilai t (koefisien regresi) yang menggunakan program SPSS 17 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini:

Tabel 4.7

Koefisien Regresi Berganda dari persamaan

Y=a+b 1 CR + b 2 NPM + b 3 DAR + b 4 TATO + b 5 EPS + b 6 PER +

Coefficients a Unstandardized

B Std. Error

Beta

t Sig.

-.038 -.370 .712 TATO

a. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Data yang diolah dengan SPSS 17

Dari hasil penghitungan di atas dapat diperoleh rumusan persamaan regresi untuk variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio terhadap harga saham) sebagai berikut :

Y= 15.31+81.69X 1 +1.32X 2 -0.88X 3 +1,774.04X 4 +1.11X 5 +0.41X 6

Dari hasil penghitungan analisis tersebut mengidentifikasi bahwa nilai a (Konstan) sebesar 15.31 yang berarti jika tidak ada variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets Dari hasil penghitungan analisis tersebut mengidentifikasi bahwa nilai a (Konstan) sebesar 15.31 yang berarti jika tidak ada variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets

Nilai X 1 sebesar 81.69 menunjukkan adanya pengaruh positif antara current ratio terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikan current ratio sebesar Rp1,- akan menaikkan harga saham sebesar Rp81.69 dengan asumsi perusahaan melakukan kebijakan terhadap current ratio.

Nilai X 2 sebesar 1.32 menunjukkan adanya pengaruh positif antara net profit margin terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikan net profit margin sebesar Rp1,- akan menaikkan harga saham sebesar Rp1.32 dengan asumsi perusahaan melakukan kebijakan terhadap net profit margin.

Nilai X 3 sebesar -0.88 mengidentifikasikan adanya pengaruh negatif antara total debt to total assets ratio terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikan total debt to total assets ratio sebesar Rp1,- akan mengakibatkan penurunan harga saham sebesar Rp0.88 dengan asumsi perusahaan tidak melakukan kebijakan terhadap total debt to total assets ratio.

Nilai X 4 sebesar 1,774.04 menunjukkan adanya pengaruh positif antara total assets turnover terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikan total assets turnover sebesar Rp1,- akan menaikkan Nilai X 4 sebesar 1,774.04 menunjukkan adanya pengaruh positif antara total assets turnover terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikan total assets turnover sebesar Rp1,- akan menaikkan

Nilai X 5 sebesar 1.11 menunjukkan adanya pengaruh positif antara earning per share terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikan earning per share sebesar Rp1,- akan menaikkan harga saham sebesar Rp1.11 dengan asumsi perusahaan melakukan kebijakan earning per share.

Nilai X 6 sebesar 0.41 menunjukkan adanya pengaruh positif antara price earning ratio terhadap harga saham, yang berarti setiap kenaikkan price earning ratio sebesar Rp1,- akan menaikkan harga saham sebesar Rp0.41 dengan asumsi perusahaan melakukan kebijakan price earning ratio.

b. Analisis koefisien determinasi berganda

Koefisien Determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka

R 2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh

karena itu banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R 2 pada saat mengevaluasi mana model regresi

terbaik. Tidak seperti R 2 , nilai Adjusted R 2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2011:97).

Berdasakan hal tersebut, maka pada penelitian ini menggunakan data Adjusted R 2 dalam menjelaskan apakah kemampuan variabel-

variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio) terhadap variabel dependen (harga saham) terbatas atau variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio) memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (harga saham). Berikut ini hasil koefisien determinasi:

Tabel 4.8

Model summary b koefisien determinasi (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan

price earning ratio terhadap harga saham)

Model Summary b

Std. Error of the Model

Adjusted R

R Square

a. Predictors: (Constant), PER, EPS, CR, TATO, DAR, NPM

b. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Data yang diolah dengan SPSS 17

Berdasarkan hasil penghitungan di atas, persentase besarnya pengaruh variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio) terhadap variabel dependen (harga saham) ditunjukkan oleh besarnya nilai Adjusted R Square. Hasil Adjusted R Square yang diperoleh dari penghitungan di atas adalah sebesar 0.262. Hal ini berarti 26.20% variasi harga saham dapat dijelaskan oleh variasi dari ke enam variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio), sedangkan sisanya (100%-26.20% = 73.80%) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Besarnya Standard Error of Estimate (SEE) adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y. Dari hasil regresi di dapat nilai SEE sebesar 377.61 atau Rp377.61 (satuan harga saham), hal ini berarti banyaknya kesalahan dalam prediksi harga saham sebesar Rp377.61. Sebagai pedoman jika SEE kurang dari standar deviasi Y (377.61<439.55), maka model regresi semakin baik dalam memprediksi nilai Y.

5. Uji hipotesis

a. Uji signifikan parameter individual (uji statistik t)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (harga saham).

Dalam uji ini akan membandingkan antara t hitung dengan t tabel, tabel distribusi t dicari pada = 5% (0,05) dengan derajat kebebasan (df) n-k atau 90-6 = 84 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel independen). Dari penghitungan di atas maka didapat hasil untuk t tabel sebesar 1.6632 (lihat pada lampiran tabel t). Dan hasil penghitungan dengan tingkat kepercayaan sebesar 5%, apabila nilai sig lebih kecil dari tingkat kepercayaan = 0.05 (sig < 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Kriteria pengujiannya adalah:

H o diterima jika - t tabel < t hitung < t tabel

H o ditolak jika - t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel

Berdasarkan penghitungan uji statistik pada tabel 4.7, maka pengaruh variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio) terhadap harga saham dapat dijelaskan dari uji statistik t adalah sebagai berikut:

a) Current Ratio Hasil penghitungan uji statistik t pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa current ratio memiliki nilai t hitung sebesar 1.883. H o dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut:

Gambar 4.4

Daerah Penentuan H o CR

H o ditolak o H ditolak

H o diterima

Berdasarkan gambar 4.4 di atas terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung > t tabel = 1.883 > 1.6632) maka

H o ditolak dan menerima H a . Hasil penghitungan ini diartikan bahwa terdapat pengaruh antara current ratio terhadap harga H o ditolak dan menerima H a . Hasil penghitungan ini diartikan bahwa terdapat pengaruh antara current ratio terhadap harga

Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa Current Ratio (CR) tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak tertarik untuk melihat rasio likuiditas dalam menentukan keputusan membeli atau menjual saham karena dalam penelitian ini diperoleh rata-rata current ratio pada perusahaan properti sebesar 1,33 kali. Jika dibandingkan dengan rata-rata industri current ratio sebesar 2 kali (Kasmir, 2011). Hal ini dapat diartikan kemampuan perusahaan dalam menyediakan uang tunai untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek perusahaan dibawah rata-rata industri lain.

Sehingga tidak sejalan dengan teori fundamental menurut Ross, et.al yang menyatakan bahwa ketersediaan aliran dana tunai akan menjadi pertimbangan oleh investor untuk melakukan pembelian saham emiten yang bersangkutan karena memiliki prospek masa depan dan diharapkan memiliki hasil operasional yang lebih baik di masa yang akan datang (Alam, 2007).

Kecilnya nilai current ratio pada perusahaan properti dikarenakan besarnya utang lancar yang dimilki perusahaan- perusahaan properti. Sektor industri properti bergerak pada bidang pengembangan tempat tinggal, perkantoran, dll yang Kecilnya nilai current ratio pada perusahaan properti dikarenakan besarnya utang lancar yang dimilki perusahaan- perusahaan properti. Sektor industri properti bergerak pada bidang pengembangan tempat tinggal, perkantoran, dll yang

setiap proyek pembangunannya dan membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dalam menyelesaikan setiap proyek. Sehingga dalam setiap proyek sebagian besar dibiayai dengan pinjaman, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

b) Net Profit Margin Hasil penghitungan uji statistik t pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa net profit margin memiliki nilai t hitung sebesar 0.951. H o dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut ini

Gambar 4.5

Daerah Penentuan H o NPM

H o ditolak o H ditolak

H o diterima

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (t hitung < t tabel = 0.951 < 1.6632) maka

H o diterima. Hasil penghitungan ini diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh antara net profit margin terhadap harga saham perusahaan properti yang listing di Bursa Efek Indonesia

(BEI). Dan nilai signifikansi 0.344 (0.344 > 0.05) menandakan bahwa net profit margin tidak signifikan terhadap harga saham.

Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa Net Profit Margin (NPM) tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak tertarik untuk melihat rasio profitabilitas dalam menentukan keputusan membeli atau menjual saham karena sektor industri properti setiap proyek sebagian besar dibiayai dengan pinjaman, baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang sehingga menghasilkan beban bunga yang harus dibayar perusahaan cukup tinggi, perusahaan juga harus membeli bahan baku pembuatan bangunan yang harganya berfluktuatif (naik-turun) mengikuti harga pasar. Industri properti yang sifatnya investasi jangka panjang berisiko menghasilkan volume penjualan yang rendah setiap tahun. Hal ini dapat mengakibatkan kecilnya laba bersih (net income) yang dihasilkan perusahaan karena volume penjualan rendah dan perusahaan dibebankan dengan biaya yang cukup besar.

Selain itu, fenomena yang terjadi di pasar modal untuk melihat baik atau tidaknya suatu emiten, investor menilai dari jumlah besar atau kecilnya deviden yang dibagikan kepada masing-masing pemegang saham. Untuk menilai deviden tidak hanya berdasarkan dari laba bersih perusahaan yang dihasilkan tetapi ada faktor-faktor lain dalam menentukan deviden yaitu Selain itu, fenomena yang terjadi di pasar modal untuk melihat baik atau tidaknya suatu emiten, investor menilai dari jumlah besar atau kecilnya deviden yang dibagikan kepada masing-masing pemegang saham. Untuk menilai deviden tidak hanya berdasarkan dari laba bersih perusahaan yang dihasilkan tetapi ada faktor-faktor lain dalam menentukan deviden yaitu

Dibutuhkannya banyak dana dalam setiap pembangunan proyek, maka perusahaan mengeluarkan kebijakan laba bersih perusahaan dialihkan menjadi laba ditahan (retained earning), sehingga deviden yang dibagikan kepada pemegang saham menjadi kecil.

c) Total Debt to Total Assets Ratio Hasil penghitungan uji statistik t pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa Total debt to total assets ratio memiliki nilai t hitung sebesar -0.370. H o dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut ini:

Gambar 4.6

Daerah Penentuan H 0 DAR

H o ditolak o H ditolak

H o diterima

-1.6632 -0.370 +1.6632

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai -t hitung lebih besar dari –t tabel dan lebih kecil dari t tabel (-t tabel < -t hitung < t tabel = -1.6632 < -0.370 < 1.6632) maka Ho diterima. Hasil penghitungan ini diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai -t hitung lebih besar dari –t tabel dan lebih kecil dari t tabel (-t tabel < -t hitung < t tabel = -1.6632 < -0.370 < 1.6632) maka Ho diterima. Hasil penghitungan ini diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh

Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa Total Debt to Total Assets Ratio (DAR) tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak tertarik untuk melihat rasio solvabilitas dalam menentukan keputusan membeli atau menjual saham karena sektor industri properti setiap proyek sebagian besar dibiayai dengan pinjaman, baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini ditambah dengan data penelitian diambil dari perusahaan-perusahaan yang telah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 90-an dan periode penelitian berlangsung tahun 2005 sampai tahun 2010 yang berarti perusahaan-perusahaan tersebut ikut merasakan dampak krisis ekonomi moneter yang dialami Indonesia sejak akhir tahun 1997 dan dampaknya masih dapat dirasakan pada beberapa tahun periode penelitian. Pengaruh krisis moneter yang disebabkan oleh naiknya nilai tukar US Dollar terhadap rupiah sangat dirasakan bagi sejumlah emiten sehingga posisi hutang perusahaan menjadi lebih besar.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Dipo Satria Alam (2007), tentang Pengaruh Rasio Keuangan (likuiditas, solvabilitas, aktivitas, profitabilitas, dan pasar) terhadap Harga saham Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang menyimpulkan bahwa Total debt to total assets ratio memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap harga saham.

Jadi, hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa total debt to total assets ratio berpengaruh negatif terhadap harga saham (Miller, M.H, 1985).

d) Total Assets Turnover Hasil penghitungan uji statistik pada tabel 4.7, menunjukkan bahwa total assets turnover memiliki nilai t hitung sebesar 3.506. Ho dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut ini:

Gambar 4.7

Daerah Penentuan H 0 TATO

H o ditolak o H ditolak

H o diterima

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel (3.506 > 1.6632) maka H o ditolak dan menerima H a . Hasil penghitungan ini diartikan bahwa ada pengaruh antara total assets turnover terhadap harga saham pada perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia. Dan nilai signifikansi sebesar 0.001 (0.001 < 0,05) menandakan bahwa total assets turnover signifikan terhadap harga saham.

Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa Total Assets Turnover (TATO) signifikan terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempergunakan aset yang dimiliki secara maksimal, sehingga investor akan tertarik untuk melihat rasio aktivitas dalam menentukan keputusan membeli atau menjual saham.

e) Earning per Share Hasil penghitungan uji statistik pada tabel 4.7, menunjukkan bahwa earning per share memiliki nilai t hitung sebesar 1.134. Ho dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut ini:

Gambar 4.8

Daerah Penentuan H 0 EPS

H o ditolak o H ditolak

H o diterima

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (t hitung < t tabel = 1.134 < 1.6632) maka

H o diterima. Hasil penghitungan ini diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh antara earning per share terhadap harga saham perusahaan properti yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan nilai signifikansi 0.260 (0.260 > 0.05) menandakan bahwa earning per share tidak signifikan terhadap harga saham.

Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa Earning per Share (EPS) tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak tertarik untuk melihat rasio pertumbuhan dalam menentukan keputusan membeli atau menjual saham karena kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba akan membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan, karena hal itu mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memberikan keuntungan kepada pemegang saham yang dapat dilihat dari nilai earning per share. Nilai earning per share tergantung pada Dilihat dari hasil penelitian ini bahwa Earning per Share (EPS) tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak tertarik untuk melihat rasio pertumbuhan dalam menentukan keputusan membeli atau menjual saham karena kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba akan membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan, karena hal itu mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memberikan keuntungan kepada pemegang saham yang dapat dilihat dari nilai earning per share. Nilai earning per share tergantung pada

Industri properti merupakan industri yang bersifat investasi jangka panjang karena setiap proyek membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga berisiko setiap tahun menghasilkan volume penjualan yang rendah. Setiap tahun perusahaan dibebankan dengan biaya operasional, beban bunga pinjaman, biaya bahan baku yang fluktuatif (naik-turun) mengikuti harga pasar membuat harga pokok penjualan menjadi lebih besar ataupun dapat lebih kecil, maupun pajak yang ditanggung perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan laba bersih (net income) yang diterima perusahaan menjadi kecil, sehingga perusahaan berisiko menghasilkan nilai per lembar saham dasar (earning per share) yang tidak sesuai dengan keinginan para pemegang saham atau calon investor.

f) Price Earning Ratio Hasil penghitungan uji statistik pada tabel 4.7, menunjukkan bahwa price earning ratio memiliki nilai t hitung sebesar 0.630. Ho dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut ini:

Gambar 4.9

Daerah Penentuan H 0 PER

H o ditolak o H ditolak

H o diterima

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (t hitung < t tabel = 0.630 < 1.6632) maka

H o diterima. Hasil penghitungan ini diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh antara price earning ratio terhadap harga saham perusahaan properti yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan nilai signifikansi 0.530 (0.530 > 0.05) menandakan bahwa price earning ratio tidak signifikan terhadap harga saham.

Hasil penelitian menunjukkan variabel price earning ratio tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan price earning ratio sejalan dengan nilai EPS yang dihasilkan. Earning per share memberikan informasi seberapa besar laba yang diperoleh pemegang saham atas setiap lembar saham yang dimiliki (Ciaran Walsh, 2003), maka menyebabkan variabel price earning ratio tidak signifikan terhadap harga saham.

. Hal ini menyebabkan investor tidak tertarik untuk melihat rasio penilaian pasar dalam menentukan keputusan membeli . Hal ini menyebabkan investor tidak tertarik untuk melihat rasio penilaian pasar dalam menentukan keputusan membeli

b. Uji statistik F

Pada model regresi uji F (ANOVA) ini pada dasarnya digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen (current ratio, net profit margin, total debt to total assets ratio, total assets turnover, earning per share dan price earning ratio) yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (harga saham).

adalah dengan membandingkan nilai sig dengan nilai tingkat kepercayaan = 0.05. Apabila nilai sig lebih kecil dari nilai tingkat kepercayaan (sig < 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel dependen.

Hasil penghitungan uji hipotesis F dengan menggunakan Anova pada SPSS 17 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9

Uji ANOVA b

Model

Sum of Squares df Mean Square

F Sig.

1 a Regression 5360245.622 6 893374.270 6.265 .000 Residual

1.183E7 83 142588.286

Total 1.720E7 89

a. Predictors: (Constant), PER, EPS, CR, TATO, DAR, NPM

b. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Data yang diolah dengan SPSS 17

Berdasarkan hasil uji hipotesis F, diperoleh nilai sig sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai tingkat kepercayaan sebesar = 5% (0.000 < 0.05). Sama seperti uji t sebelumnya, maka pada uji F juga diperlukan alat bantu F tabel. F tabel dapat ditentukan dengan cara menentukan nilai df 1 (jumlah variabel – 1 = 7 – 1) sebesar 6, dan df

2 (n-k-1) atau 90-6-1 = 83 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel independen). Hasil yang diperoleh dari F tabel (df 1 = 6 dan

df 2 = 83) sebesar 2.21.

Adapun kriteria pengujiannya adalah H o diterima jika F hitung lebih kecil dari F tabel (F hitung < F tabel) dan H o ditolak jika F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung > F tabel).

Hasil penghitungan uji statistik F pada tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 6.265. H o dapat ditentukan dengan melihat gambar berikut ini:

Gambar 4.10