Suatu Usulan kepada Kongregasi

4. Suatu Usulan kepada Kongregasi

Dengan mempertimbangkan bahwa St. Vinsensius de Paul dan spiritualitasnya menginspirasi dan diambil sebagai model imamat Rutten

327 Lih. B RO . P ATRICIO W INTERS , “Some Interesting Items …”, 8-13; lihat juga oleh pengarang yang sama, “Projet …”, 24-25.

Lih. P.J.H., U BACHS , “Masters ...”, 75-90; bdk. juga J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 40-43, 66-73.

129 | Petrus Suparyanto

serta dalam kerjasamanya dengan Hoecken sebagai Ko-pendiri, merumuskan spiritualitas itu ke dalam Konstitusi Kongregasi dan Petunjuk- petunjuk bagi Para Pemimpin dengan arahan Konstitusi Para Bruder St. Vinsensius

de Paul, dan merujuk cara mereka meng-ekspresikannya, kita sampai kepada apa yang disebut kualitas-kualitas kharismatik para Pendiri. Pada tataran ini, dalam terang kedua terminologi tentang “inspirasi” dan “kharisma” yang

telah kita teliti, inspirasi berarti kharisma pendirian. 329 Ditekankan pula oleh dokumen konsilier Perfectae Caritatis yang mengatakan, Roh Kudus telah

menggerakkan di dalam Gereja baik laki-laki maupun perempuan untuk mendirikan komunitas-komunitas religius. Roh yang memimpin Kristus adalah Roh yang sama yang memimpin mereka yang dipersekutukan dengan Kristus dan di dalam Dia, bagai suatu instrumen yang taat, ia semakin bebas membawa misi penyelamatan tentang warta kehidupan ilahi kepada Gereja- Nya dan kepada semua orang. 330 McCarty menjelaskan bahwa pendiri komunitas-komunitas religius, sebagai suatu alat penyelenggaraan ilahi dan dibawah inspirasi Roh Kudus, memikirkan visi-visi dan mewujudkannya

dalam realitas komunitas-komunitas religius. 331 Dengan kata lain, kharisma pendirian berarti, dari satu pihak, proyek-proyek ilahi yang diinspirasi oleh

Roh Kudus, dan di lain pihak, jawaban manusia terhadap panggilan Allah untuk mengikuti Anak-Nya dalam pelayanan Kerajaan-Nya lewat pendirian komunitas religius. 332

Dalam arti demikian, karena St. Vinsensius sebagai model dan pelindung “dicerabut” dari Regula/Konstitusi, kita kehilangan sumber spiritualitas asli Kongregasi. Berdasarkan penelitian-penelitian ini, saya mengusulkan untuk menempatkan kembali (baca: menghidupkan kembali) Spiritualitas Vinsensian ke dalam Konstitusi Kongregasi sebagaimana telah dirumuskan

329 Bdk. C UTHBERT M ICHAEL W HITLEY , O.S.B., “Revitalizing Religious Life: Some Operations of the Phenomenon of Charisma”, RR

Bdk. PC 1. Lihat juga P AUL M OLINARI , S.J., “Renewal of Religious Life according to the Founder‟s Spirit”, RR

27 (1968) 797-799.

331 Bdk. S HAUN M C C ARTY , S.T., “Touching Each Other at the Roots. …”, 202.

Bdk. J EAN G ALOT , S.J., “Il Carisma della vita religiosa e le sue note specifiche”, VitaCon

15 (1979) 501-504; M ARY M ILLIGAN , “Charism and Constitutions”, The Way

36 (1979) 45-46.

130 | BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI

sejak awal pendirian Kongregasi sampai Konsili Vatikan II sebagai sumber otentik spiritualitas Kongregasi. Sekarang kita berhadapan dengan pertanyaan, “Apa pentingnya Konstitusi Kongregasi?”

4.1 Konstitusi: Pelindung dan Ungkapan Spiritualitas Kongregasi Konstitusi dalam setiap lembaga hidup bakti merupakan pedoman yang jelas

bagi keberadaan dan penghayatan hidup bagi seluruh kongregasi dan tiap anggotanya. Maka, Konstitusi mampu membentuk suatu instrumen yang

efektif bagi revitalisasi kongregasi. 333 Umumnya, kata “konstitusi” merujuk kepada suatu naskah tertulis yang berisi seperangkat norma yang kompleks

yang mengatur kehidupan pribadi dan komunitas yang dihormati kongregasi. 334 Isi konstitusi lembaga-lembaga hidup bakti hendaknya

memiliki muatan yuridis untuk melestarikan nilai-nilai dan mempertahankan hak-hak serta mewajibkan di dalam diri anggota-anggotanya, 335 tetapi tidak

dapat menjamin kesempurnaan pencapaian nilai-nilai tersebut atau pemenuhan hak-hak dan kewajiban mereka. Hanya para anggotalah yang memiliki tanggung jawab pribadi untuk menggenapi janji mereka untuk mengikuti dan hidup dalam Kristus sebagai aturan hidup tertinggi mereka

seperti dimaksudkan oleh Injil dan dirumuskan dalam konstitusi. 336 Tiap pribadi merupakan unsur dasar dalam tarekat hidup bakti untuk mengubah

diri sendiri dan masing-masing lembaga hidup bakti. Untuk memahami betapa pentingnya konstitusi, perlulah kembali kepada pengalaman bagaimana konstitusi dilahirkan. 337 Pengetahuan tentang proses

333 Bdk. M. C OSTA , “Le Costituzioni degli Istituti Religiosi come espressione del carisma”, La Civiltà Cattolica 4 (2001) 449. 334 Bdk. M. C OSTA , “Le Costituzioni degli Istituti Religiosi ...”, 449.

335 Bdk. E. DE M ONTE BELLO , “Le costituzioni di un Istituto religioso”, 219-220. Pentingnya konstitusi adalah terungkap dalam rumusan tentang kewajiban-kewajiban

para religius, kehidupan doa, penghayatan sakramental, hidup berkomunitas, relasi dengan dunia luar, perhatian kepada kemiskinan, dan kondisi karya kerasulan.

Bdk. E. M C D ONOUGH , “constitutions”, dalam RR 50 (1991) 456-457; E. DE M ONTE BELLO , “Le costituzioni ...”, 220. “Setiap religius, sesuai tata laku tertentu merupakan garansi terhadap kharisma Pendiri, harta warisan tarekat.”

Bdk. M. C OSTA , “Le Costituzioni dell‟ Istituto come verbalizzazione del proprio carisma”, Roma 17 Febbraio 2001, 1-14. Artikel ini diambil dari Association Members of General Curia (AMCG), Inter-Congregational Seminar on Formation, Rome

2001-2002.

131 | Petrus Suparyanto

konstitusi disusun dan corak-khasnya membantu untuk memahami lebih baik kodratnya, dan konsekuensi untuk memahami bagaimana hendaknya konstitusi digunakan. Menurut P. V. Pinto, konstitusi merupakan pernyataan yang jelas suatu tarekat, bentuk yang tepat tiap lembaga hidup bakti. 338 Bagi

Costa, konstitusi lembaga hidu p bakti merupakan suatu “ungkapan tentang kharisma” atau suatu “verbalisasi dari kharisma itu sendiri”. Verbalisasi dari pengalaman spiritual dan inspiratif para Pendiri merupakan terang untuk “menemukan”. Terang “untuk menemukan” menjadi kharisma atau kharisma pendirian dari para Pendiri atau kharisma para Pendiri yang telah secara terus-menerus mencari kehendak Allah. Kharisma Pendiri atau kharisma pendirian merupakan suatu refleksi tentang pengalaman spiritual yang merupakan dasar bagi hidup mereka. Pengalaman itu dibahasakan dalam rupa kata-kata seperti terdapat di dalam naskah konstitusi.

Senyatanya, konstitusi lahir dari proses discernment para Pendiri, dalam terang Roh Kudus. Menyadari hal itu, konstitusi hendaknya dipahami sebagai dokumen kunci, sarana dan kriteria penegasan rohani untuk mempromosikan pembaruan, revitalisasi (“iman yang kreatif” bdk. VC 37) dan perkembangan kerasulan kongregasi serta anggota-anggotanya. Karena konstitusi merupakan buah-buah dari penegasan rohani para pendiri yang berakar pada pengalaman spiritual hidup mereka, menjadi jelaslah perlunya desakan untuk kembali ke warisan masing-masing tarekat dan melindunginya melalui konstitusi.

Pentinglah mengungkapkan warisan tarekat ke dalam konstitusi, tetapi di lain pihak, ungkapan-ungkapan kharisma asli ini hidup dalam anggota- anggotanya, bukan di dalam dokumen-dokumen. 339 McDonough

menegaskan:

Konstitusi hendaknya, sejauh mungkin, mewakili atau membahasakan atau menyatu-tubuhkan kharisma tarekat, tetapi ini bukan untuk menunjukkan,

338 Bdk. M. C OSTA , “Le Costituzioni degli Istituti ...”, 449-461.

Bdk. E. M C D ONOUGH , “Charisms and Religious Life”, 648- 649. Kharisma terungkap dalam seluruh gaya hidup, budaya, dan bukan pertama-tama dalam macam- macam aturan dan latihan-latihan tertentu. […] Unsur penting lain kharisma hidup bakti yang otentik adalah bahwa kharisma-kharisma itu hidup di dalam para anggotanya, bukan di dalam dokumen-dokumen.”

132 | BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI

bahwa kharisma tarekat dapat ditangkap dalam dokumen-dokumen yang yuridis, bukan soal bagaimana secara kanonis tepat atau diungkapkan seindah mungkin. Ungkapan kharisma-kharisma asli yang khas hanya timbul dari kesaksian hidup dan kenangan-kenangan kehidupan para anggota suatu tarekat; dan ungkapan-ungkapan asli yang khas, kharisma-kharisma kehidupan yang riil selalu entah tumbuh dan berkembang atau mandek dan mati. Apa yang dapat – dan sungguh-sungguh, hendaknya – ditangkap dalam hukum yang fundamental atau konstitusi suatu lembaga adalah, sekurang- kurangnya, beberapa hal konkret dan spesifikasi yuridis tentang bagaimana pendiri tarekat ini memilih cara meng-ekspresikan gaya hidupnya yang diakui oleh otoritas Gereja yang syah sebagai suatu visi otentik Injili yang bagi orang-orang lain memungkinkan untuk mempraktikkan kepengikutan

Kristus dalam Gereja dan di dalam pelayanan umat Allah. 340 Tujuan konstitusi yang sesungguhnya adalah melindungi panggilan dan

identitas tarekat. De Montebello menjelaskan kata “melindungi” berarti membela dari kemungkinan- 341 kemungkinan musnah.” Akibatnya, wajah

tarekat sesungguhnya dapat di-disfigurasi. Bisa jadi, identitas pribadi yuridis ini tidak dihargai, tidak hanya oleh anggota-anggota tarekat, melainkan juga oleh orang-orang di luar tarekat, contohnya pengrusakan dari pemimpin atau sekelompok awam yang berpengaruh. Jadi, kesinambungan akan membantu para religius untuk menemukan makna panggilan mereka sendiri. De Montebello menyarankan bahwa religius hendaknya semakin memahami konstitusi mereka melalui doa dan refleksi, sebab dengan mempelajari dan bermeditasi tentang konstitusi seorang religius semakin menghargai panggilan khasnya.

Corak atau sifat dasar, tujuan, spirit, kharakter, dan tradisi yang baik suatu tarekat – yakni warisan yang khas – merupakan “unsur-unsur yuridis dasar dari suatu tarekat”. Karena itulah unsur-unsur ini hendaknya diartikulasikan sejelas mungkin di dalam dokumen utama tarekat atau konstitusi.

Terkait dengan tujuan konstitusi, unsur-unsur ini bukanlah dokumen yang benar- benar “memberdayakan” melainkan dokumen yang “membatasi”. McDonough lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menghayati itu semua, anggota-anggota tarekat tidak diberdayakan oleh konstitusi mereka untuk hidup dan melayani, tetapi jika konstitusi ditulis

340 E. M C D ONOUGH , “constitutions”, 458-459. 341 E. DE M ONTE BELLO , “Le costituzioni ...”, 219.

133 | Petrus Suparyanto

dengan baik, para anggota sungguh-sungguh dibatasi oleh spesifikasi konstitusi untuk menghayati Injil dan melayani Gereja dalam “cara tertentu” di dalam “tarekat tertentu” melalui “profesi kekal”. Oleh sebab itu, konstitusi hendaknya diakui oleh otoritas Gereja yang syah. Sebagai konsekuensi, dokumen fundamental bagi tarekat hidup bakti tidak memenuhi tujuan mereka jika tidak sempurna, lengkap dan cukup spesifik dikenali sebagai suatu ungkapan kharisma yang partikular. Konstitusi mengantarkan kepada kesucian dan bantuan khusus untuk menghayati relasi kita dengan Tuhan. Konstitusi merupakan suatu cara mengikuti Kristus dan mewartakan Injilnya dalam kesetiaan kepada kharisma tarekat. Dengan kata lain, Konstitusi memaparkan spiritualitas Kongregasi.

4.2 Perumusan Spiritualitas Vinsensian Kongregasi: dengan Model Komparatif Sampai sekarang kita telah memperoleh dasar berpijak untuk merekonstruksi suatu Spiritualitas Vinsensian Kongregasi. Rekonstruksi ini memiliki kesulitan-kesulitan riil yang tidak dapat dipisahkan dengan upaya untuk memverifikasi otentisitas spirit awal para Pendiri. Kita menghadapi kesulitan ganda. Dari satu pihak, kita harus mempertimbangkan unsur-unsur yang kita temukan dalam kehidupan para Pendiri, Regula/Konstitusi lama, dan dokumen-dokumen spiritual awali. Dari lain pihak, kita harus memperjumpakan antara unsur-unsur ini dengan Spiritualitas Vinsensian untuk menangkap kembali keotentikan spiritualitas asali Kongregasi. Tambahan lagi, kita juga berhadapan dengan kesulitan-kesulitan linguistik. Tidak mudahlah merumuskan kekayaan spiritual mereka dalam satu kata atau sepenggal frase. Seperti mutiara dengan banyak seginya, kehidupan mereka menyinarkan kepada kita dalam bermacam-macam gaya. Demikian juga, apa yang kita tulis berikut merupakan upaya yang parsial dan tidak adekuat. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha sejauh mungkin untuk meminimalisasi batas-batas yang tak terpisahkan di dalam pertanyaan itu sendiri dengan menggunakan, apa pun yang mungkin, sumber-sumber utama; dengan menyeleksi macam-macam sumber yang independen; dan khususnya dengan kehidupan Rutten dan Hoecken serta tulisan-tulisan mereka atau kata-kata dan gaya hidup mereka. Pada waktu yang sama, kita akan bersentuhan dengan sumber-sumber asli Spiritualitas Vinsensian

134 | BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI

sebagai kerangka acuan. Oleh sebab itu, pendekatan komparatif akan membantu untuk merekonstruksi Spiritualitas Vinsensian Kongregasi.

Dalam merekonstruksi spiritualitas para Pendiri berdasarkan unsur-unsur kharisma pendirian agar lebih mendekati, Mary Milligan mencatat tiga unsur esensial tentang inspirasi asli yakni: (i) suatu visi imani yang khusus, (ii) sensitifitas terhadap kebutuhan khusus pada zamannya, dan (iii)

dinamika kasih. 342 Dengan membandingkan dengan Spiritualitas Vinsensian, marilah kita sajikan skema singkat tentang Spiritualitas Vinsensian

Kongregasi:

Spiritualitas Vinsensian 3 unsur Spiritualitas Vinsensian Bruder- esensial bruder FIC

Kristus Pewarta Kabar

Roh Kristus demi kemuliaan Gembira bagi Orang Miskin

(i)

lebih besar Allah Bapa dan kerajaan-Nya

Dikonkretkan secara khusus

(ii)

Dikonkretkan secara khusus melalui: melalui:

Cinta dan ketaatan kepada Percaya kepada Bapa

Penyelenggaraan Ilahi dan Berbelaskasih dan cinta yang

perlindungan Santa Perawan efektif kepada orang miskin

Maria yang Terkandung Tak Ketaatan pada

Bernoda

Penyelenggaraan Ilahi Cinta kasih yang afektif dan efektif bagi kaum muda terutama yang miskin

kesederhanaan

Keredah-hatian kerendah-hatian

(iii)

Teladan Baik kelembutan hati

Mencintai para Bruder matigara

Saleh

penyelamatan bagi jiwa-jiwa

Bijaksana Lembut hati

342 Lih. M ARY M ILLIGAN , “Charism and Constitutions”, 46-48. 343 R OBERT P. M ALONEY , C.M., “The Way of Vincent de Paul….”, 15.

135 | Petrus Suparyanto

Tabah hati Kebijaksanaan & berpengetahuan Semangat dan keteguhan hati Percaya kepada Tuhan

Unsur pertama adalah suatu visi imani yang partikular. Visi-imani merupakan pemahaman Injili dari pribadi pendiri. Seperti bagi Vinsensius, ia memiliki visi-imani yang jelas, yakni Kristus sebagai Pewarta Kabar Gembira bagi orang miskin. Vinsen menjelaskan dirinya sendiri sebagai pewarta Kabar Gembira dengan menekankan kekhasan ala Lukas. Bagi Rutten dan Hoecken, visinya tentang Kristus tidak begitu jelas. Dalam Project and Autobiography , Some Interesting Items in Connection with Bro. Bernard Hoecken,

parafrase “penyelenggaraan Ilahi”, “karya Ilahi”, dan “bimbingan Allah”, 344 dominan. Mirip dengan kata-kata itu, sering kali Rutten dan

Hoecken menggunakan ungkapan- ungkapan “kasih karunia Allah”, “bantuan Allah”, dan ungkapan “perlindungan ” baik dari Allah maupun dari Santa Perawan Maria yang Kudus dan Terkandung Tanpa Noda. Ungkapan-ungkapan ini lebih datang dari pengalaman mereka akan Allah yang Baik yang membimbing mereka dalam pendirian Kongregasi daripada visi teologis mereka. Satu hal kurang lebih jelas bahwa tujuan pendirian Kongregasi adalah untuk mengikuti Yesus Kristus demi kemuliaan yang

lebih besar Allah Bapa dan Kerajaan-Nya. 345 Berdasarkan observasi ini, sulitlah untuk menangkap visi khusus mereka tentang misteri Kristus.

Persepsi mereka tentang Allah sangatlah umum. Kita menyadari bahwa

Rutten menggunakan kata “Penyelenggaraan Ilahi empat kali”: 7, 13, 31, dan 35; kata “pertolongan” tiga kali: 16, 27&31. Lihat B RO . P ATRICIO W INTERS , “Projet …”, Maastricht 1980. Hoecken menggunakan kata “penyelenggaraan” empat kali: 8, 11, 20, dan 22; kata “pertolongan” satu kali: 61. Lih. B RO . P ATRICIO W INTERS , “Some Interesting Items …”, Maastricht 1980. Nomor-nomor menunjukkan nomor halaman. Lihat juga hasil analisis tentang Rules of Conduct for Superiors oleh Pierre Humblet. Analisisnya bertitik-tolak dari kata-kata “percaya, kepercayaan, dan iman”. P IERRE

H UMBLET , “With a View to the Brothers: …”, 21-51.

Rutten memulai proyeknya dengan ungkapan: AMDG, suatu ungkapan khas milik para Yesuit. Lih. B RO . P ATRICIO W INTERS , “Projet …”, 7, 18, 27, 29, and 37; W ALTER J. O NG , S.J., “A.M.D.G.: Dedication or Directive?”, RR

50 (1991) 35-42.

136 | BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI

para Pendiri tidak membangun suatu spiritualitas tertentu, tetapi terinspirasi oleh Spiritualitas Vinsensian yang telah dipengaruhi oleh aliran spiritualitas dari sekolah spiritual di Perancis. Dari sudut pandang ini, sensitifitas mereka terhadap kebutuhan khusus di sekitar mereka pada zamannya membantu kita untuk menangkap visinya tentang Allah dalam Yesus Kristus.

Unsur kedua adalah sensitifitas terhadap kebutuhan khusus pada zamannya. Jawaban mereka terhadap kebutuhan konkret gereja dan masyarakat, keluar dari visi partikular dan pemahaman pribadi tentang Kristus. Karenanya, kualitas kehidupan dan relasi mereka mendorong para Pendiri untuk mewujudkan pelayanan yang konkret sebaik mungkin. Dalam perspektif ini, apa yang mereka lakukan menampakkan perhatian khusus, penekanan dan bentuk-bentuk misteri Kristus. Bagi Vinsensius, Yesus Kristus ialah satu-satunya daya kekuatan batin yang menggerakkan. Dari visi Vinsensius tentang Yesus yang mencintai dan ketaatannya kepada Bapa mengalirlah belaskasih dan cinta yang efektif bagi orang-orang miskin. Dalam kerjasamanya dengan Kelompok Perempuan-perempuan Cintakasih, Paguyuban Persaudaraan Cintakasih, dan Serikat Putri-putri Kasih jawabannya terhadap kebutuhan-kebutuhan konkret menjadi efektif. Ia mendorong para imam untuk berkotbah kepada orang-orang miskin dengan sabda dan karya. Pada mulanya, hal itu memberi kesan bahwa Kongregasi Misi lebih berkotbah dengan kata-kata daripada dengan perbuatan. Sebaliknya Putri- putri Kasih “berkotbah” lebih dengan perbuatan daripada dengan kata-kata. Dalam perkembangannya, mereka menghayati kedua unsur dalam kesatuan integral.

Dalam konteks para Pendiri, pada masa awal Kongregasi, Rutten mengajarkan pendidikan iman kristiani kepada anak-anak miskin, tetapi kemudian ia melaksanakan banyak macam karya cintakasih. Meskipun Rutten telah mendirikan Kongregasi, ia melanjutkan bekerjasama dengan kongregasi-kongregasi lain dan lembaga-lembaga lain untuk menjawab kebutuhan orang-orang miskin di Maastricht. Dalam perkembangan selanjutnya, Hoecken dan bruder-bruder pertama memutuskan bahwa pendidikan untuk kaum muda merupakan karya utama kongregasi dengan mengutamakan yang miskin, sementara terbuka bagi karya-karya cintakasih yang lain, dan sedikit demi sedikit mereka memberi perhatian kepada sekolah untuk kelas-menengah, karena mereka amat membutuhkan

137 | Petrus Suparyanto

pendidikan religiusitas. 346 Pada tahun-tahun pertama pendirian, mereka berjuang untuk menghadapi pendirian kongregasi dan karya-karya kerasulan.

Pengalaman ini membangun sensitifitas kehidupan religius mereka, tidak hanya bagaimana mereka makin efektif dalam melayani anak-anak miskin, orang sakit, lemah mental, dan yang membutuhkan, tetapi terutama keintiman mereka dengan Allah dan Bunda Maria sebagai Pelindung.

Unsur terakhir adalah dinamika cinta kasih. Bagi Vinsensius, dinamika cinta k asihnya terletak dalam “suatu bentuk baru karya cintakasih dalam cara melibatkan orang miskin dan dalam mengenali peran mereka serta bagaimana mereka mengantarkan kepada Misteri Yesus. Orang miskin, yang dikatakan Yesus terberkati dan yang digelari Vinsen tuan dan guru, didekati sebagai sarana khusus bagi karunia penebusan.“ Jelaslah kesatuan visi dan pelayanan, relasi antara pelayanan dan kesucian: karya-karya cintakasih dapat menyumbangkan penyelamatan jiwa-jiwa. Partisipasi dalam misi Yesus Kristus membutuhkan hidup beriman yang dalam, suatu kehidupan yang menyatu dengan Allah. Dari keintiman relasi ini mengalirlah pelayanan kepada orang-orang miskin. Lebih lagi, Vinsensius menunjukkan hidup dan karyanya yang didayai oleh dinamika relasi dengan Tuhannya mengalirlah lima keutamaan: kesederhanaan, kerendah-hatian, kelembutan hati, matiraga, dan penyelamatan jiwa-jiwa.

Sama halnya dengan para Pendiri, mereka memahami bahwa tujuan pendirikan Kongregasi adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa baik mereka yang dilayani maupun jiwa anggota-anggota Kongregasi. Jelaslah motivasi yang dipilih Rutten di dalam proyeknya. Marilah kita kutipkan di sini:

Melalui lembaga demikian, semoga jiwa-jiwa diselamatkan, karena untuk mewujudkan suatu karya kerasulan yang Tuhan mungkin butuhkan dari seseorang yang memiliki semua hal yang berarti bagi karya itu, siap untuk melayani, banyak orang-orang muda akan lari kepada bahaya dan menjadi korban ketidak-pedulian religius. Dan bahwa karena orang-orang di kota di tempat lembaga akan didirikan, didukung oleh monopoli-pendidikan pemerintah yang pada waktu- waktu lalu sampai sekarang secara serius lebih memperhatikan

346 Lih. B RO . P ATRICIO W INTERS , “Some Interesting Items …”, 43-44.

138 | BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI

kegiatan-kegiatan daripada menanamkan religiusitas kepada orang- orang muda yang tidak menghiraukan nilai-nilai kristiani. 347

Lebih lanjut, menyadari bahwa kehidupan para bruder sebagai religius masih pada tingkat rendah, Hoecken mengubah dan memodifikasi Regula lama ke dalam bentuk yang baru. Ia percaya bahwa Regula merupakan sarana terbaik untuk memperdalam hidup religius. Marilah kita simak catatan pada laporan tahunan berikut, “Jika kita percaya kepada Regula Suci, kita tidak akan memiliki suatu ketakutan apapun.” 348 Beberapa waktu kemudian, ia menulis

Petunjuk-petunjuk bagi para Pemimpin sebagai instrumen untuk formasio bagi para bruder berdasarkan sepuluh keutamaan: kerendah-hatian, teladan baik, mencintai para bruder, saleh, bijaksana, lembut hati, tabah hati, kebijaksanaan & berpengetahuan, semangat dan keteguhan hati, percaya

kepada Tuhan. 349