Konteks Sejarah

1. Konteks Sejarah

1.1 Konteks Sosio-politis, dan Kehidupan Religius di Kota Maastricht Maastricht terletak di Belanda bagian paling selatan, dilintasi sungai Mas. Sejak abad pertengahan tingkat kemakmuran di kota ini naik-turun. Pada abad kedelapan belas, kesejahteraan rakyat semakin meningkat. Tetapi, peningkatan ini tidak cukup memberikan tingkat hidup yang wajar kepada rakyat yang semakin bertambah banyak. Jumlah penduduk miskin dan membutuhkan bertambah banyak. Tingkat pendidikan penduduk rendah. Kebanyakan dari mereka buta huruf. Setelah revolusi Perancis dan masa pemerintahan Kaisar Napoleon (1794-1814) keadaan bertambah buruk. 158

Pada tahun 1837, industri modern semakin berkembang di Maastricht. Pabrik-pabrik didirikan dengan waktu kerja siang dan malam. Para pekerja pabrik melibatkan juga perempuan dan anak-anak. Upah mereka rendah. Sebagian besar pekerja hidup di bawah ukuran kelayakan. Jika sebuah keluarga menginginkan untuk bisa bertahan hidup, ibu dan anak-anak mereka harus bekerja di luar rumah. Kondisi rumah mereka sangat buruk,

158 Bdk. P.J.H., U BACHS , “Masters from Maastricht. Historical Sketch of the Brothers of Maastricht 1840-2000”, Maastricht 2001, 20.

59 | Petrus Suparyanto

dan tidak higienis. Situasi ini memenderitakan anak-anak, secara fisik maupun secara psikologis. 159 Banyak anak berkeliaran di jalan-jalan, dari hari

ke hari mereka keluar dari rumah mereka sampai bapak dan ibu mereka pulang dari kerjanya.

Maastricht lebih merupakan suatu kota yang diawasi oleh pasukan- pasukan tentara penjaga kota. Banyak tentara dan pegawai pemerintah tidak memberikan dorongan untuk menciptakan kehidupan rohani. Sekolah- sekolah tidak memiliki perhatian dan malah mendukung “ketidak-acuhan religius”. 160 Buah-buah dari semuanya itu adalah banyak anak mengalami

kekosongan rohani.

1.2 Gerakan Gereja Katolik Pada tahun 1795, Belanda dijajah oleh Perancis. Kedatangan mereka disambut oleh banyak orang Belanda yang bosan dengan rezim pemerintah yang kolot. Dengan dukungan Perancis, kelompok ini memproklamasikan

“Rapublik Bataf”. 161 Suatu “Dewan Nasional” baru, yang dibentuk menurut model Perancis, menghapuskan segala undang-undang dan aturan-aturan

yang memungkinkan untuk merekrut lebih banyak orang Belanda. Tetapi, sepuluh tahun kemudian, Brabant disatukan ke dalam pemerintahan Perancis.

Gerakan Gereja Katolik Belanda berakar pada suatu model revolusi Perancis, kebangkitan religiusitas semi-klandestin di antara kaum awam dan kaum klerus lokal. Karena kiblat kuatnya kepada Paus, gerakan ini dan para pengikutnya dikenal sebagai ultramontanes. 162 Cara pikir dan wicara tentang

Bdk. P ATRICIO W INTERS , “Short History of the Congregation of the Brothers of the Immaculate Conception of the Holy Virgin Mary (F.I.C) part 1 1840- 1910”, Maastricht 1981, 5.

160 Istilah indifference (ketidak-acuhan religius) dapat diartikan sebagai suatu perendahan martabat ciptaan, buta terhadap atau bahkan menarik diri dari semua hal

rohani.

Bdk. J OOS VAN V UGT , “Brothers at Work. A History of five Dutch congregations of brothers and their activities in Catholic education, 1840-1970”, Nijmegen 1996, 15.

Ultramontanisme adalah suatu gerakan konservatif yang berkiblat kuat kepada otoritas dan pengaruh Paus Roma. Mereka mengarahkan pandangannya ke balik gunung Alpen: ultra montes . Pada abad kesembilan belas, gerakan ini memperluas aktivitasnya dari kegiatan gerejawi dan politik ke bidang sosial-karitatif.

BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI 60 |

Paus ini merupakan hal yang tidak biasa di Negara-negara utara gunung Alpen, khususnya Perancis. Kecenderungan untuk menghormati dan menerima supremasi pontifikal Roma merupakan hal baru di Perancis pada pertengahan pertama abad kesembilan belas, karena Gereja Katolik (Roma) di Perancis selama empat-lima abad melestarikan posisi eklesio-politis yang dikenal dengan Galikanisme. Sikap mental Galikan mewariskan kesadaran gereja-nasional tingkat tinggi dan terpisah dari subordinasi atas supremasi Kepausan. Hal-ha l seperti “cara berpikir dan berbicara”, dan “spirit baru”,

“mekanisme pikiran” merupakan frase-frase yang tepat untuk menerangkan fenomena Ultramontanisme pada abad kesembilan belas.

Setelah tahun 1800-an gerakan ultramontanes yang tersebar-luas di antara Gereja Katolik di Eropa Barat dan Amerika Utara, menjadi lebih kuat karena gerakan ini menjamin dukungan terhadap paus dan para uskup. 163

Di Perancis, gerakan ultramontanes sering menjadi keterlibatan yang dalam dengan pemerintah. Sejauh iklim politik tetap mendukung, para suster dan bruder terdaftar sebagai staf sekolah-sekolah milik pemerintah, rumah sakit, panti asuhan, penjara, dll. Di Jerman, kehidupan kaum religius mengalami kesulitan selama masa yang disebut Kulturkampf (budaya juang) dari tahun 1872 sampai dengan 1878. Pemerintahan Prusia mencoba untuk menarik semua religius dari sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit. Di Belanda situasinya cukup berbeda. Tidak pernah ada kerjasama antara gerakan ultramontanes dengan pemerintah. Orang-orang

Ultramontanisme yang memiliki akar pada reaksi terhadap kedudukan eklesio-politis Gereja Perancis diteruskan dari Regim lama ke dalam abad kesembilan belas.

C OSTIGAN menjelaskan gerakan ini dengan dua istilah pokok, yakni tentang ajaran atau doktrin dan ideologi .

Pertama , doktrin ultramontanisme atau kedudukan tertinggi paus mempertahankan bahwa jabatan paus tidak terbatas, bahkan lebih memiliki otoritas tertinggi yang ketat terhadap seluruh Gereja, termasuk sidang episkopat di dalam konsili ekumenis. Kedua , dalam konteks eklesiologi, ideologi ultramontanisme mencakup sesuatu yang lebih dari sekedar ajaran. Ultramontanisme meliputi gagasan-gagasan dan keyakinan yang lebih luas, dan cenderung melibatkan

sentimen dan aspirasi. Lihat R ICHARD F. C OSTIGAN , SJ., “Rohrbacher and the Ecclesiology of Ultramontanism”, Roma 1980, xviii.

EFFREY VON J A RX , SJ (editor), menyajikan hasil penelitiannya terhadap enam kardinal, mulai dari kardinal Johanes von Geissel dari Kohln (1845) sampai pada kardinal William O‟Connel (1944). Penelitian ini melibatkan para kardinal dari Jerman, Perancis, Irlandia, Inggris, Italia, dan kardinal Amerika. Semua kardinal ini memperoleh kedudukan tertinggi di dalam Gereja Katolik Roma. Lihat J EFFREY VON

A RX , SJ., “Varieties of Ultramontanism”, Washington D.C. 1998, viii-152. Lihat juga J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 25-30.

61 | Petrus Suparyanto

Katolik Ultramontanes menjunjung independensi mereka sementara Pemerintah bersikap netral terhadap urusan-urusan religiusitas. 164

Kaum hirarki pelan-pelan menyadari bahwa gerakan popular ini membentuk suatu instrument yang inspiratif bagi pembaruan Gereja dan iman Katolik menuju kemuliaan yang pernah ada sebelumnya.

Orang-orang katolik di Maastricht lamban melihat tanda-tanda pembaruan religius yang tersebar di Eropa Barat setelah tahun-tahun penjajahan Napoleon. Tetapi di Brabant, situasinya berbeda. Pengaruh gerakan ultramontanes dirasakan pertama kali di selatan provinsi Brabant, melalui kegiatan imam-imam yang melarikan diri dari penyiksaan oleh penindasan penjajah Perancis di Belgia.

Sejak pertengahan abad tujuhbelas, orang-orang katolik di Brabant hidup sebagai “Gereja bawah tanah”. Kaum protestan Kalvinis memiliki pengaruh kuat di kalangan orang-orang kaya dan lebih berkembang di provinsi-provinsi sebelah utara Belanda. Mereka menguasai Brabant sebagai daerah koloninya. Dalam wilayah keagamaan, hal itu berarti bahwa sebagai contoh, bangunan-bangunan gereja katolik diambil alih oleh kaum protestan. Hal ini bahkan terjadi di tempat- tempat dimana hanya ada seorang protestan yang menggunakannya. Pada tahun 1796, setelah Revolusi Perancis, Brabant menjadi bagian dari Republik Bataf yang baru saja didirikan. Kebebasan beragama diproklamirkan, dan Gereja katolik dapat dibangun kembali. Orang-orang katolik mendapatkan tempat kembali di dalam kehidupan sosial. 165

Pembaruan Gereja Katolik menonjolkan pentingnya menjadi aktif dalam pembangunan kehidupan spiritual. Desakan ini tampak di dalam macam- macam cara. Untuk memantapkan identitas kekatolikan, para pemimpin dan kaum intektual – kebanyakan dari mereka adalah para imam – menggunakan isu-isu umum yang kontroversial, majalah-majalah keagamaan dan apologi- apologi teologis seperti gaya bapa-bapa Gereja awal. Umat pelan-pelan mengagumi devosi-devosi, seperti devosi kepada Hati Kudus Yesus dan Maria. Umat menyukai pertobatan-pertobatan yang spektakuler, dengan cara itu mereka akan menangis bahagia. Sering kali mereka tertarik kepada mukjizat-mukjizat.

164 J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 29. 165 B ROTHER A NTHONY K ONING , CMM, “In a Worldwide Brotherhood Inspired

by Mercy. The Brothers CMM 1844-2002”, „s-Hertogenbosch 2004, 16.

BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI 62 |

Gerakan Gereja Katolik selalu menjadi suatu gerakan tandingan terhadap musuh-musuh riil maupun musuh-musuh imaginatif. Gerakan ini menolak baik rasionalisme yakni, cara-cara berpikir enlightment yang nonreligius pada

abad sembilan belas, maupun moralisme suram Jansenisme. 166 “Gerakan ini menyuguhkan suatu gaya hidup yang kaya akan atmosfir dan emosi,

menunjukkan suatu daya tarik kuat yang tidak dicurigai oleh Roma, dan menampakkan daya yang tak kunjung padam dalam memberikan bantuan

materiil, perawatan, dan pendidikan untuk kaum miskin.” 167 Konsepsi tentang kemiskinan bukanlah kemiskinan materiil itu sendiri, melainkan

dilihat sebagai suatu fenomena ketidakmampuan. Perhatian tidak dipusatkan kepada sebab-sebab materiil, tetapi kepada konsekuensi-konsekuensi moral dan religius: gaya hidup immoral, ketidakpedulian religius, kemalasan, kejahatan, pemberontakan. Seperti banyak di antara kaum modern Gereja, orang-orang katolik percaya bahwa kekurang hati-hatian dalam pembagian bantuan materiil hanya dapat melestrikan orang-orang miskin di dalam cara- cara buruk mereka. “Tidak ada cinta kasih tanpa pendidikan” merupakan motto praksis kaum humanis abad kesembilan belas, apapun akar ideologis mereka. 168

Ciri khas pembaruan iman yang lain adalah bahwa sejumlah imam ultramontanes menempatkan diri sebagai pemimpin dengan mendirikan seminari-seminari baru dengan spirit baru. Salah satunya adalah seminari di Kastil Herlaer, suatu kota dekat „s-Hertogenbosch, provinsi Belanda di Brabant tempat Rutten menyelesaikan pendidikan teologinya. 169 Pada tahun 1830-an, suatu generasi imam-imam muda, yang dididik di seminari Belanda ini, secara cepat memperluas wilayah gerakan pembaruan Gereja katolik, walaupun inisiatif para klerus ini kurang mendapat simpati dari pemerintah Belanda.

Jansenisme merupakan isme hangat di dalam Gereja Katolik abad ketujuhbelas, sesudah Uskup Ypres, Kornelius Jansen (1585-1638). Di antara hal lain, Jansenisme menyajikan suatu pandangan yang pesimistik tentang kondisi moral manusia. Meskipun ajaran ini dengan segera ditekan dan dituduh sebagai ajaran yang menyimpang dari ajaran resmi Gereja, toh mempunyai pengaruh yang dirasakan pada abad kesembilan belas akhir.

167 J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 16. 168 J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 16.

Bdk. P.J.H., U BACHS , “Masters ...“, 23. P ATRICIO W INTERS , “Projet and Autobiography Mgr. L.H. Rutten”, Maastricht 1980, 11.

63 | Petrus Suparyanto

Di wilayah ini, hidup sejumlah imam yang diusir dari Belgia karena penolakan mereka terhadap campur tangan pemerintah terhadap urusan- urusan Gereja. Rutten tersentuh oleh perjuangan mereka demi iman dan Gereja. Ia merasa senang dengan imam-imam ini, yang jauh lebih aktif dan militan serta kelompok ultramontanes yang lebih kuat, daripada kaum klerus yang ia ketahui di kota kelahirannya. Terinspirasi oleh sahabat-sahabatnya di Brabant dan dengan antusiasme segar, ia mencoba mewujudkan ide-

idenya ke dalam praksis di Maastricht. 170 Di Maastricht sebelum Pemerintahan Perancis, terdapat empat belas

biara untuk biarawan dan biarawati. Empat biara besar yang ada di sana adalah biara imam-imam Yesuit, Fransiskan, Dominikan, dan biara Agustinian. Revolusi Perancis membatasi ruang gerak semua biara.

Banyak komunitas religius ditekan atau dipaksa untuk melaksanakan reformasi secara radikal. Di Perancis selama Revolusi (Perancis), ketentuan Pemerintah untuk mereformasi hidup religius ditempatkan kembali dengan desakan untuk merusaknya bahkan, jika perlu dengan kekerasan. Sebagaimana semakin banyak negara ada di bawah kontrol Perancis, hidup religius di seluruh Eropa Barat dipengaruhi oleh undang-undang anti klerus Perancis. Di Belgia, hal itu terjadi di seluruh Negara, kecuali ketika undang-undang itu dihapuskan pada tahun-tahun gelap antara 1796 dan 1801. Demikian pula di Belanda, beberapa komunitas dibubarkan. 171

Kaisar Napoleon hanya mengijikan satu perkecualian, yakni komunitas- komunitas para suster yang terlibat dalam karya- karya cintakasih. “Dibawah Napoleon, yang mengejar otoritarian tetapi mengedepankan kebijakan- kebijakan yang pragmatis, komunitas-komunitas yang berguna – yang dipertentangkan dengan komunitas-komunitas yang tak berguna (useless) – diperbolehkan jika mereka siap sedia disupervisi oleh Pemerintah.” 172 Pada

tahun 1815, ketika kekuasaan Napoleon jatuh, kebijakan itu tidak memberi harapan akan perubahan dalam kebijakan pemerintah. Pada tahun 1800 tidak ada satu pun kapel dan biara-biara tetap berdiri. Kaum religius turun

170 B RO . J OHAN M UYTJENS , “Address at the translation of the mortal remains of Mgr. Rutten”, dalam Orientatie FIC

171 J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 25-26.

OOS VAN J V UGT , “Brothers …”, 26. Lihat juga B RO . R ENÉ S TOCKMAN , F.C., “Good Father Triest. A Biography on Canon Peter Joseph Triest”, Ghent 1998, 44.

BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI 64 |

ke jalan-jalan. Bangunan-bangunan biara digunakan untuk tujuan lain atau ditutup. Hanya Gereja-gereja Paroki tetap berfungsi, tetapi pengaruh kaum klerus menyusut drastis.

Setelah Revolusi Perancis dan kekaisaran Napoleon (1794-1814), William

I (1772-1843) menjadi Raja Kerajaan Belanda yang baru didirikan. Ia senang melihat kerajaannya dipenuhi oleh penduduk yang seiman. Simpatinya sepaham dengan kaum rasionalis abad kedelapan belas, yang dengan pandangan dunia pencerahan-nya mencela macam-macam konsep hidup religius sebagai suatu sisa-sisa masa lalu yang tersembunyi. Ia melanjutkan dekrit-penghentian (hidup religius) Perancis. Kaum religius diijinkan meneruskan hidup bersama, dan diharuskan untuk tidak memakai pakaian kebiaraan dan tidak menerima calon-calon baru. Dengan penyerangan terhadap hidup religius seperti itu, pemerintah berusaha untuk mempersempit pengaruh sosial dan politik kaum religius.

Pembaruan atau revitalisasi hidup religius menjadi lebih baik pada masa pemerintahan raja William II. Sejak awal masa pemerintahannya, ia lebih menghormati, baik kepada iman katolik maupun hidup religius. Salah satu sikap yang ia pilih setelah naik tahta kerajaan pada tahun 1840, adalah mengijinkan keberadaan biara-biara dan mereka diijinkan menerima calon- calon kembali.

Buah pendekatan yang baik hati ini mengantar kepada Dekrit Kerajaan pada tanggal 28 November 1840, dimana Raja baru, William II (1792-1849), menerima biara Redemptoris di dusun Limburg di Wittem. Tambahan lagi, perijinan untuk menerima calon-calon diberikan kepada sepuluh biara yang kemudian dipersedikit agar punah. Dekrit ini menandai berakhirnya campur tangan pemerintah terhadap tarekat-tarekat dan kongregasi-kongregasi religius. 173

Awalnya, tiap komunitas menjalaninya tanpa berhubungan dengan komunitas lain. Dalam perkembangan waktu kemudian, pada pertengahan abad kesembilan belas, pemerintah menyadari untuk mengontrol komunitas-komunitas religius, komunitas-komunitas dianjurkan untuk membangun biara induk bagi perluasan kongregasi.

173 J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 28-29.

65 | Petrus Suparyanto

1.3 Gerakan Vinsensian Santo Vinsensius hidup di Perancis, dua abad lebih awal daripada masa pendirian Kongregasi Para Bruder Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda tanggal 21 November 1840, di Maastricht. Seperti para pendiri tarekat atau kongregasi lain, Rutten terinspirasi oleh pendahulu- pendahulunya yang hidup pada abad ketujuh belas yang mencoba menciptakan bentuk-bentuk hidup religius dimana penghayatan karya cinta kasih di luar tembok biara diintegrasikan dengan devosi dan doa. Serikat Putri Kasih yang didirikan di Paris pada tahun 1633 oleh Luisa de Marillac (1591-1660) dan Vinsensius de Paul (1581-1660), merupakan kongregasi pertama yang memperoleh kebebasan. Contoh keberhasilannya menginspirasi banyak kongregasi biarawan dan biarawati. Kongregasi- kongregasi yang lahir di Belanda pada abad kesembilan belas, sebagai kongregasi aktif-apostolik, secara eksplisit didirikan bagi karya pelayanan. Garis penghubung antara hidup religius dan karya pelayanan berkait erat dengan Santo Vinsensius de Paul.

Bagi Vinsensius, Fransiskus de Sales (1567-1622) merupakan pribadi yang sangat berpengaruh. 174 Berikut ini adalah pemikiran singkat Fransiskus

de Sales tentang hidup religius. Fransiskus de Sales menjadi bapa rohani bagi komunitas Visitasi Kudus Maria dan bagi banyak orang untuk menyadarkan kehidupan kristiani yang otentik. Sebagai bapa rohani, ia melayani banyak orang dan bermacam-macam. Melalui surat-surat dan

Fransiskus de Sales dilahirkan di Sales, 31 Agustus 1567, anak pertama dari keluarga Fransiskus de Boisy. Ia ditahbiskan bulan Desember 1593 dan menjadi Uskup tahun 1602. Pada tahun 1610, bersama dengan Yohana de Chantal, ia mendirikan Serikat Visitasi Kudus Maria di Annecy, Savoy, suatu kongregasi bagi perempuan yang merasa dipanggil untuk membaktikan diri sebagai religius. Mereka tidak terlalu muda, tetapi masih kuat, dan bebas dari ikatan-ikatan keluarga demi bisa menjadi anggota komunitas-komunitas perempuan reformatif yang sederhana. Atau, mereka tidak terpikat pada kesederhanaan fisik dari komunitas-komunitas ini atau pada ketidakacuhan religiusitas hukum tarekat religius lama. Lembaga mereka didirikan untuk para janda, mereka yang lemah di hadapan hukum: setiap perempuan yang memiliki panggilan murni untuk mengundurkan diri demi hidup kontemplatif yang tidak menemukan standard yang tepat untuk masuk ke dalam salah satu komunitas religius, yang kemudian mengikatkan diri kepadanya di Perancis. Lihat

W ENDY M. W RIGHT -J OSEPH F. P OWER , ed., “Francis de Sales, Jane de Chantal. Letters of Spiritual Direction”, New Jersey 1988, 26&67. Bdk. J OSEPH F. P OWER , O.S.F.S., ed., “Francis de Sales. Finding God Wherever You Are: selected spiritual writings”, Hyde Park NY 2003, 7-26.

BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI 66 |

buku-bukunya, seperti Introduction to the Devout Life dan Treatise on the Love of God , ia membantu orang-orang untuk menemukan cara hidupnya. Santo

Vinsensius bertemu dengannya beberapa kali dan ia terkesan akan tulisan- tulisan Fransiskus. “Keunikannya terletak pada usahanya untuk mengajak

semua orang kristiani menemukan sentuhan Allah dalam kehidupan sehari- hari mereka.” 175 Hal ini baru pada waktu itu, karena kata spiritualitas

merujuk kepada suatu kehidupan yang tercerabut dari kehidupan umum yang biasa: spiritualitas padang gurun atau spiritualitas monastik.

Fransiskus dan Yohana menegaskan bahwa semua orang kristiani dipanggil untuk menemukan Allah. Para pencari Allah tidak harus meninggalkan kegiatan- kegiatan harian yang dijalankan oleh sebagian besar orang. Beberapa orang mungkin digerakkan oleh panggilan untuk hidup di padang gurun dan memeluk beberapa bentuk cara hidup alternatif. Tetapi, mayoritas orang-orang kristiani dipanggil untuk menemukan Allah secara lebih tepat di tengah-tengah pekerjaan dan situasi keberadaannya dari hari-ke-hari. Semua perjalanan hidup menyediakan arti yang pas bagi suatu model cara hidup orang kristiani yang otentik. 176

Allah dapat ditemukan di tengah-tengah semua urusan kehidupan duniawi. Demikian Fransiskus membesarkan hati M.me de Cornillon, adik perempuan yang sekaligus menjadi anak binanya, “Biarlah kita menjadi milik Allah … di tengah-tengah begitu banyak urusan duniawi kita.” 177

Spiritualitas Salesian 178 pertama-tama dan terutama adalah suatu spiritualitas hati, 179 karenanya spiritualitas ini dapat dihayati dimana pun

175 B ROTHER A NTHONY K ONING , CMM, “In a Worldwide …”, 17. 176 W ENDY M. W RIGHT -J OSEPH F. P OWER , ed., “Francis de Sales …”, 44-45. 177 W ENDY M. W RIGHT -J OSEPH F. P OWER , ed., “Francis de Sales …”, 45.

Istilah Salesian berasal dari nama keluarga Fransiskus (dari sales), jika diterapkan pada spiritualitas, dimengerti sebagai model ajaran spiritual yang khas yang memancar dari Fransiskus de Sales dan Yohana de Chantal, buah persahabatan dan

sharing-sharing rohani di antara mereka. Lihat W ENDY M. W RIGHT -J OSEPH F. P OWER , ed., “Francis de Sales …”, 11-13, 70- 86. Kata ini juga digunakan oleh Salesian Don Bosco, tarekat religius yang nama aslinya adalah “Serikat St. Fransiskus de Sales”.

179 Kata hati di dalam Spiritualitas Salesian berarti hati di sini menunjukkan kata seperti digunakan di dalam Kitab Suci, yakni sesuatu yang paling dalam, yang

tidak dapat dipindahtangankan kepada orang lain, yang paling pribadi, yang paling ilahi di dalam diri kita. Hati adalah titik yang paling misterius tempat tiap pribadi berjumpa dengan Allah, YA terhadap panggilan-Nya atau menolak terhadapnya. Lihat

J OSEPH F. P OWER , O.S.F.S., ed., “Francis de Sales…”, 16.

67 | Petrus Suparyanto

situasinya atau apapun gaya hidup, dan makin sesuai serta memperkembangkan lingkungan hidup itu. Lebih jauh, karena makna dan nilai dari tindakan kita keluar dari dalam hati, mereka tidak dapat dievaluasi dari luar juga tidak menuruti apa yang tampaknya penting. Pekerjaan- pekerjaan penting sering kali terletak pada cara laku kita; tetapi sepanjang hari hanya ada sedikit hal yang dapat kita lakukan dengan baik, jika kita mengerjakannya dengan penuh cinta. Dan kehidupan batin semestinya secara terus-menerus dipelihara dengan doa, saat-saat hening untuk bertolak kepada Allah di tengah-tengah aktifitas; dan semestinya menemukan wujud konkret dalam kehidupan dari hati dalam kehadiran Allah.

Sebagai konsekuensi praktis dari pemikirannya, kita menemukan suatu tipe baru hidup religius: Visitasi Kudus Maria yang didirikan oleh Fransiskus dan Yohana de Chantal pada tahun 1610 di Annecy, Savoy. Rencana asli mereka bagi para Visitandines melatihkan dua model cinta kasih yakni kasih kepada Allah dalam doa, dan pelayanan kepada sesama. Para suster Visitasi harus pergi keluar ke jalan-jalan kota untuk menemukan dan membantu orang-orang sakit di rumah-rumah mereka. Pada waktu yang sama, ia menginginkan mereka dikenali oleh Gereja sebagai benar-benar religius. Mengikuti anjuran Konsili Trente, Uskup setempat de Marquemont, tidak mengijinkan komunitas perempuan yang tidak mematuhi klausura ketat. 180

Dalam kasusnya St. Fransiskus dari Sales, ia memodifikasi struktur komunitas untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah. Kongregasi menjadi tarekat resmi yang taat mematuhi kaul yang permanen dan membatasi diri ke luar biara demi mempraktikan cinta kasih di dalam komunitas sendiri. Ia menarik kembali mereka ke dalam biara, tetapi benih telah disebar; orang-orang lain akan mengambil gagasan itu, dan St. Vinsensius satu di antara mereka.

Dekrit Konsili Trente tentang Aturan-aturan dan Biarawati, Bab 5 mengatakan, “Setelah profesi religius, seorang biarawati tidak diperkenankan keluar dari biara, dengan dalih apapun bahkan untuk waktu yang singkat pun, tanpa seizin dari uskup setempat, tanpa alasan dan previlese apapun. Dan tidak satu situasi atau kondisi, atau jenis kelamin atau usia pun bisa masuk ke dalam biara tanpa izin dari uskup atau izin tertulis dari pemimpin, jika melanggar dapat di-ekskomunikasi secara

otomatis.” Lihat N ORMAN P. T ANNER S.J., “Decrees of the Ecumenical Councils. Vol Two Trent to Vatican II”, London/Washington DC 1990, 778.

BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI 68 |

Sama seperti Fransiskus de Sales merupakan pribadi yang berpengaruh, demikian juga Kardinal de Bérulle dan sekolah spiritualnya. 181 Menurut

Cognet, Bérulle lebih berpengaruh pada St. Vinsensius daripada orang lain. Bagi Bérulle, Yesus Kristus adalah unik dan pewahyuan tertinggi Allah. Kristus dipandang sebagai Sabda yang menjelma, Dia yang memberikan suatu agama sempurna. Ia menekankan kodrat relasional manusia, yang selalu mengarah kepada Allah dan Yesus. Vinsensius nampaknya mentransposisi Bérulle ke dalam bentuk yang lebih sederhana, istilah-istilah pastoral, dengan menekankan kekhasan aksen Bérulian pada interioritas dan komitmen pribadi pada Yesus.

Vinsensius merefleksikan kedua pemikiran dan praksis hidup St. Fransiskus de Sales dan pemikiran serta praksis hidup Bérulian, yakni figur Yesus Kristus menjadi tampak di dalam kehidupan sosial. Keyakinannya bahwa orang yang miskin adalah Yesus Kristus, memberi dia ide bahwa ia semestinyalah mendirikan serikat-serikat religius, satu untuk kaum laki-laki yang menjadi kaum Vinsensian, juga disebut Lazaris, merawat kebutuhan-kebutuhan spiritual umat, dan satu untuk kaum perempuan, yang menjadi terkenal dengan Putri-putri Kasih, merawat kebutuhan- kebutuhan materiil umat. 182

Visensian dan Putri Kasih serta spiritualitas mereka tersebar luas di seluruh dunia. Pada tiga dekade pertama setelah abad kesembilan belas, ide- ide Vinsensian menjadi suatu kekuatan persuasif yang berkembang cepat. Bagaimana para Pendiri kita bersentuhan dengan spiritualitas ini? Dengan siapa dan dengan cara apa mereka berjumpa dengan Spiritualitas Vinsensian?

Pertama, Spiritualitas Vinsensian sampai di Belanda melalui Belgia. Ada sejumlah imam yang mendirikan kongregasi-kongregasi religius dimana mereka dipengaruhi oleh spirit St. Vinsensius. Pada tahun 1794 Yohanes Pembabtis Van Cauwenberghe mendirikan Suster-suster Karitas dari St.

181 Tentang Sekolah atau Sekolah Perancis di sini mengacu kepada sekelompok pemimpin dan pemikir spiritual, yang ide-idenya memiliki sumber inspirasi yang sama,

dan mengalirkan spiritualitas tertentu yang khas. Sebagai suatu istilah, Sekolah Perancis dapat digunakan secara lebih bebas untuk menunjuk mereka semua yang telah dipengaruhi secara mendalam oleh para mistikus dari sekolah itu. Para guru sekolah ini antara lain, Kardinal Pierre de Bérulle, Jean-Jacques Olier, John Eudes dan Ibu

Madeleine de Saint-Joseph. Lihat W ILLIAM M. T HOMSON , ed., “Bérulle and the French School. Selected Writings”, New York 1989, xx-1-188. 182 B ROTHER A NTHONY K ONING , CMM, “In a Worldwide …”, 18.

69 | Petrus Suparyanto

Vinsensius, dimana ia dibimbing oleh dua imam dari West Flanders, yakni Valcke dari Rumbeke and Kanon Van Roo dari Ypres. 183 Petrus Jozef Triest

(1760-1836) mendirikan empat kongregasi: Suster-suter Karitas (4 November 1803), Bruder Karitas (28 Desember 1807), Bruder-bruder dari Yohanes de Deo (5 November 1823), dan Suster-suster dari Kanak-kanak Yesus (15 Oktober 1835). 184 Pendiri yang lain adalah Stefaan Modest

Glorieux (1802-1872) yang mendirikan Bruder-bruder Pekerja yang Baik (1830), dan Suster-suster Belaskasih (1845).

Di komunitas Para Bruder Karitas di St. Truiden, Belgia, Yakobus Hoecken menerima pembinaan awal sebagai religius. Pada akhir Februari 1840, ia memulai masa novisiatnya. Pada tanggal 10 Agustus tahun yang sama, ia menjadi seorang novis, dan bulan November kembali ke Maastricht, Belanda dan tanggal 21 November, 1840 Kongregasi didirikan oleh Mgr. L.H. Rutten dan Br. Bernardus Hoecken. Pada waktu kemudian, Bernardus menyusun Peraturan Kongregasi sesemangat dengan Peraturan Bruder-bruder Karitas. 185

Kedua , Spiritualitas Vinsensian juga berkembang di Jerman bagian Barat. Clemens August Droste zu Vischering memulai dengan sekelompok suster yang diarahkan kepada pelayanan orang sakit di Münster, pada tahun 1808. Formasi bagi para suster ada di tangan Droste sendiri dan Bernardus Overberg. Mereka melaksanakannya di dalam spirit Putri-putri Kasih. Keinginan Droste untuk mendirikan sebuah Kongregasi Suster-suster Perawat diinspirasi oleh buku “Biography of St. Vincent de Paul” dan sebuah booklet karangan J. Ansard, “L‟esprit de St. Vincent de Paul”, kemudian mereka dipanggil Suster-suster Belaskasih 186

Bdk. B RO . R ENÉ S TOCKMAN , F.C., “Good Father Triest. A biography on Canon Peter Joseph Triest”, Ghent 1991, 14.

184 Seputar pendirian Kongregasi ini telah diteliti oleh L UCIENNE C NOCKAERT , “Pierre-Joseph Triest 1760-1836. Le Vincent de Paul Belge”, Louvain 1974. Juga B RO .

R ÉNE S TOCKMAN , F.C., “Good Father Triest …”, 128; B RO . O REST C LAEYS , “Petrus Jozef Triest”, Ghent 1996, 863.

Bdk. J OOS VAN V UGT , “Brothers …”, 43. Lihat juga P.J.H., U BACHS , “Masters ...”, 29- 31; P IERRE H UMBLET , “With a View to the Brothers: Rules Conduct for the Superiors: A Way for the Congregation”, Nijmegen 1994, 71.

Bdk. B R . A NTHONY K ONING , “St. Vincent de Paul‟s Influence on CMM”, SFP

3, Nairobi 1990, 57. Lihat juga B R . D OMITIANUS S IMONS , “From St. Vincent de

BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI 70 |

Pada tahun 1833 Droste memberikan kepada Suster-suster Peraturan Hidup tertulis, yang dikenal kemudian dengan “verhaltungsregeln”. Peraturan Droste sangat dipengaruhi oleh sebagian besar Peraturan Vinsensius. Tetapi, Peraturannya memiliki perbedaan bentuk dengan Peraturan Vinsensius. Ia mencantumkan teks-teks yang ekstensif tentang keutamaan-keutamaan dan mengutip Kitab Suci secara ajeg. Mgr. Yohanes Zwijsen mempelajari Peraturan Münster dan mengadaptasinya bagi Peraturan Hidup Suster-suster Karitas, Bunda yang Berbelaskasih tahun 1838. Zwijsen menjalin pembicaraan-pembicaraan dengan Rutten dan memperkenalkan Spiritualitas Vinsensian kepadanya. 187

Terakhir , penyebaran Spiritualitas Vinsensian juga mengambil tempat di seminari-seminari. Seperti telah kita bicarakan, salah satu di antara macam- macam bentuk pembaruan iman adalah sejumlah kecil imam yang menciptakan seminari-seminari baru dalam spirit yang baru. Pembaruan iman ini dalam konteks gerakan Gereja Katolik (Roma) di Belanda berakar dalam revolusi Perancis sebagai modelnya. Karenanya, kaum reformatores Gereja Perancis seperti Santo Fransiskus de Sales dan Santo Vinsensius beserta spiritualitasnya amat dikenal, dan bahkan menjadi contoh bagi para seminaris. Sekedar contoh, di Seminari Tinggi di Mechelen, provinsi Brabant, tempat Petrus Yosef Triest, pendiri Kongregasi Bruder Charitas menyelesaikan pendidikan teologinya selama empat tahun, presiden

seminari, Yohanes Huleu 188 mengutip banyak hal tentang St. Fransiskus de Sales dan St. Vinsensius dalam instruksi atau ceramah-ceramahnya. Hal yang

mirip terjadi di Kastil Herlaer tempat Rutten menyelesaikan studi

Paul to the Brothers CMM”, SHP 6, Nairobi 1995, 20-25; B ROTHER A NTHONY K ONING , CMM, “In a Worldwide …”, 19; B ROTHER H ARRIE VAN G EENE , “Joannes Zwijsen, A Founder in the Vincentian Movement of Mercy”, dalam A A . V V ., Forming merciful brothers , Mercy and Fraternity . Congregation Series 1996-2002, Tilburg 1998, 86-87.

Bdk. B ROTHER H ARRIE VAN G EENE , “Joannes Zwijsen, …”, 89; B RO . P ATRICIO W INTERS , “Projet and Autobiography Mgr. L.H. Rutten”, Maastricht 1980, 16-19.

John Huleu ditunjuk sebagai presiden seminari pada tahun 1775. Selama beberapa waktu, ia meninggalkan seminari, pada mulanya ingin mencoba menjadi seorang trapist di Perancis (1784) dan kemudian ingin menjadi seorang Karmelit (1785). Pada tanggal 7 November 1785, ia dipilih kembali sebagai presiden seminari

oleh J.H. De Lantsheere. Lihat B RO . R ENÉ S TOCKMAN , F.C., “Good Father Triest …”, 15- 16.

71 | Petrus Suparyanto

imamatnya. Jelaslah bahwa Vinsensius de Paul memiliki pengaruh besar di sana. Lebih lanjut, dalam suratnya kepada P.A. van Baer, 189 diakon di

Maastricht, van de Ven mendorong Rutten untuk memulai untuk mendidik anak-anak miskin tentang iman kristiani. Tambahan lagi, ia sangat mengharapkan Rutten menjadi Vinsensius yang lain.

Pada hematku pentinglah juga agar Rutten mulai menggunakan semangatnya, anugerah Allah, dan secara pelan-pelan mulai mengajar anak-anak. (Di pinggiran halaman tertulis: Dia sudah ditahbiskan imam.) Jasa-jasa usaha itu jelas: orang- orang lain akan mendukungnya, dan siapa tahu karya-karya yang bermanfaat manakah akan Paduka tinggalkan sebagai teladan bagi pengikutnya? Berkembanglah itu tak kelihatan seperti sebuah pohon. Dia seperti Vinsensius yang lain. 190