Kebermaknaan Penggunaan Unsur Semiotik (Ikon, Indeks, dan Simbol)

4. Kebermaknaan Penggunaan Unsur Semiotik (Ikon, Indeks, dan Simbol)

untuk Mendukung Keestetikan Karya

Agustien S., Sri Mulyani, dan Sulistiono (d alam Anis Handayani, 2009:

13) menguraikan b eberapa fungsi sastra yaitu:

a. Fungsi rekreatif, yaitu apabila sastra dap at memberikan hiburan yang menyenangkan b agi p embacanya

b. Fungsi did aktif, yaitu apabila sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena adanya nilai-nilai kebenaran d an kebaikan yang terkandu ng di dalam nya.

c. Fungsi estetis, yaitu apabila sastra mampu memb erikan keindahan bagi pembacan ya.

d. Fungsi moralitas, yaitu ap abila sastra mampu memb erikan pengetahuan kepad a pembacanya sehingga mengetahui moral yang baik dan buru k.

e. Fungsi religiu s, yaitu apabila sastra mengandung ajaran agama yang dap at ditelad ani para pembaca sastra. Sebuah kar ya sastra, termasuk cerpen dalam p enyampaian kisahnya pasti dilengkap i dengan unsur-unsur yang bersatu d an membentuk keestetikan karya. Unsur-unsur tersebut dapat berupa b ahasa yang indah, pemilihan kata yang menarik, penggunaan gaya baha sa, topologi kar ya sastra, dan sebagainya. Rachmat Djoko Pradopo (2002: 88) memap arkan bahwa ucapan atau eksp resi karya sastra sebagai karya seni berbeda dengan ucapan kar ya kebahasaan yang lain yang tidak mementingkan nilai seninya. Karya sastra sebagai karya seni mementingkan fungsi estetis bahasa sebagai sarana ekspresinya. Sastrawan berusaha memb uat kesan atau mendapatkan efek dari penggunaan bahasa nya. Sastrawan berusah menarik perhatian dengan ucapan b ahasanya dalam karya sastra. Hal yang kemudian akan disoroti peneliti adalah p enggunaan ikon, indeks, dan simbol yang telah diseb utkan sebelumnya dalam mend ukung keestetikan kumpulan cerpen Samin .

Tujuan utama penggu naan unsur semio tik dalam kumpu lan cerp en Samin oleh pengarang adalah untu k menyamarkan maksud asli yang ingin disamp aikan penulis. Namu n dalam penyajiannya, penggunaan unsur semiotik ini pu n dap at memberikan keindahan dalam setiap kisah dalam ku mpulan cerpen Samin .

Judul yang d igu nakan penulis merupakan salah satu sistem simb ol. Pemilihan ju du l ya ng dilakukan penulis sangat unik dengan menggunakan satu kata yang terdiri dari satu atau dua su ku kata saja. Hal ini justru menambah keindahan kumpulan cerpen Samin. Pemilihan ju dul yang sed erhana dan praktis tidak terkesan menjemukan dan merupakan sesuatu ya ng menarik u ntuk pembaca. Judu l yang disajikan penulis membuat membaca memiliki b anyak tafsir sebelum membaca cerpen-cerpen tersebut. Padahal judul yang d isajikan penulis tidak sesederhana yang tertulis.

Pemilihan simb ol yang digunakan penulis u ntuk menjad i judul juga menambah keindahan karya tersebu t. Pemilihan “warna biru” sebagai sindiran terhadap “warna kuning”, merupakan b entu k upaya pemikiran u nsu r keind ahan. Warna biru merupakan warna yang menggambarkan keindahan. W arna laut, warna gunu ng, dan warna langit yang biru biasan ya d igunakan untu k menunjukkan keindahan. Namun justru yang d itonjolka n dalam warna biru oleh pengarang bukan p ada penggambaran keindahan, tapi pad a warna biru yang dianggap semu . Untuk judul lain seperti Dom, pembaca akan mengarah pada jarum, benda kecil u ntuk menjahit. Pad ahal “dom” yang sebenarnya ingin disampaikan pengarang adalah Daerah Operasi Militer (DOM). Pemilihan kata “dom” merupakan sesuatu yang lucu namun membuat karya menjadi indah dan terkesan lu gu.

Pemilihan judul yang lain denga n menggunaka n nama to koh seperti “M un” dan “Patrem” merupakan hal yang sederhana, namun karena nama yang digunakan bersifat ndeso, justru membuat ini menjadi menarik. Untuk pemiliha n judul Samin yang juga merup akan ju dul kumpulan cerpen ini, memiliki sesuatu yang menarik. Pemahaman pembaca sebelum membaca cerpen Samin akan terarah pada Samin, masyarakat yang terkenal d engan kelugu an mereka dan sering dianggap bodoh. Namun “Samin” di sini merupakan simb ol yang Pemilihan judul yang lain denga n menggunaka n nama to koh seperti “M un” dan “Patrem” merupakan hal yang sederhana, namun karena nama yang digunakan bersifat ndeso, justru membuat ini menjadi menarik. Untuk pemiliha n judul Samin yang juga merup akan ju dul kumpulan cerpen ini, memiliki sesuatu yang menarik. Pemahaman pembaca sebelum membaca cerpen Samin akan terarah pada Samin, masyarakat yang terkenal d engan kelugu an mereka dan sering dianggap bodoh. Namun “Samin” di sini merupakan simb ol yang

Pemilihan simbol yang digunakan pengarang sebagai ju du l-judul inilah yang merupakan salah satu hal yang menghadirkan keindahan dalam kumpulan cerpen Samin. Pemilihan kata yang mampu membuat pembaca memiliki banyak tafsir inilah yang menjad ikan pemilihan judul ini menjadi ind ah dan menarik. Shklovsky dalam Rachmat Djoko Pradopo (2002 : 88 ) mengemuakan ciri empiris sastra, yaitu membu at aneh (making strange). Bahasa sastra membuat pembaca kecewa, frustasi terhadap harapannya yang sudah mempunyai ko nsep normatif terhadap b ahasa yang dikenal dan dapat diergunakannya. Pengecewaan terhadap harapan (frustrated expectation) tersebut merupakan salah satu ciri emp iris sifat estetik kar ya sastra. Selain itu, penggunaan simb ol dalam kumpulan cerpen Samin mampu memberikan efek halu s atau sopan untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat negatif, yaitu penggunaan kata “kurang ajar” atau “begituan” untu k mengungkapkan perbuatan mesum. Contoh yang lain ad alah “amplop”, “gerakan siluman”, dan “pihak ya ng berwajib”.

Penggunaan indeks yang digunakan pengara ng untu k menggambarkan keadaan tokoh juga menambah segi keestetikan dalam kumpu lan cerpen Samin. Pada beberapa judul cerpen, pengarang menunjukkan kemarahan to koh dengan menggunakan indeks, sep erti:

a. Petu gas ja ga mu kan ya merah p adam. Ia b egitu geram. Kemarahan si petugas ja ga itu diam-diam telah menulari teman-temannya. (hal. 15)

b. ”Kalau ada kepentingan dengan Bapak sebaiknya menemui di kantor saja!” pintu itu pun dibanting dengan keras. (hal. 25)

c. ”Ada keperlu an ap a? Bapak sedang tidak ada d i rumah!” suara itu sunggu h sengit. (hal. 25)

d. ”Pergi kalian. Tak ada tontonan d i sini!” bentak Emak yang mendadak muncul dengan kemaraha n. Matanya mencorong tajam. Mukanya merah padam. (hal. 50)

e. Emak sudah bangu n. Kemarahann ya yang sementara ditimbu n tidur; memuncak. Emak jad i betul-betul garang. Matanya melotot. Tangannya e. Emak sudah bangu n. Kemarahann ya yang sementara ditimbu n tidur; memuncak. Emak jad i betul-betul garang. Matanya melotot. Tangannya

Berdasarkan beb erapa kutipan di atas dapat ditangkap bahwa to koh sed ang marah. Pemilihan kata oleh pengarang untuk menggambarkan kemarahan tokoh seperti dalam ku tip an di atas memb eri keindahan dan memb uat p embaca seakan-akan dapat melihat atau merasakan sendiri kemarahan toko h.

Selain itu ada beberapa indeks yang digu nakan pengarang untu k menggambarkan keindahan desa seperti pad a kutipan berikut ini:

a. Agung tak menjawab. Tangannya menud ing kemb ang-kembang tebu yang melenggak-le nggok di atas kehijauan yang menghampar. Indah sekali. Di atas la ngit biru membentang. Di bawah, batang-batang coklat tebu dengan daunnya yang hijau. Kembang-kembang tebu menari di antara b entangan warna yang sama memikatnya. (hal. 18)

b. Kebun tebu telah habis ditebang. Kembang-kembang tebu tak lagi bisa dipand ang. Kini yang membentang, cu ma tongga k-tonggak tebu, menantang la ngit. Kelancipann ya menunjukkan kegersangan. (hal. 19)

c. Kampungku ad alah kampung yang tenang. Seperti telaga yang berada di sunyi pegunungan. Ketenangannya b ahkan tak pernah menghasilkan riak atau omb ak. Sesekali, memeng, dipecahkan cipak ikan. Atau selambar d aun yang jatuh karena tak sanggup menahan berat embun. Namun sesudah itu kembali sunyi. Kembali d ihuni su ara burung, cengkrik, lenguh kerbau, kokok ayam, penggeret, serta teriakan-teriakan p etani bekerja. (hal. 28)

d. ”Tanah ini sangat subur Guru. Sawah membentang, gunung menjulang di mana-mana. Kebun-kebun luas menghijau, hutan menghamp ar. Pohon-pohon rindang d i ped esaan. Mata air yang tak ada habis-habisnya. Guru, aku tak bisa menguraikan lebih jau h mengenai kesuburan tana h ini. Seandainya ada yang menanam batu, b atu itu akan tumbuh. Guru bisa melihat sendiri. Betapa damainya tanah ini. Gunung yang biru di kejauhan. Kehijauan yan g membentang. Sungai mengalir. Kicau burung. Gemersik hu tan. Suara satwa!” (hal. 35)

Pernyataa n-pernyataan di atas pengarang gunakan untu k menunjukkan keindahan d esa yang menjadi setting cerita. Melalui bahasa yang ind ah, dap at ditangkap bahwa penggunaan indeks terseb ut merupakan unsur keindahan kumpulan cerpen Samin. Pembaca diajak untuk melihat secara langsung kondisi desa yang menjadi setting cerita, lengkap dengan keindahan dan kondisi masyarakatnya.

Unsur semiotik yang paling b anyak memberikan keind ahan atau keestetikan dari kumpulan cerpen Samin adalah penggunaan ikon dalam menyampaikan ide cerita, teru tama dalam menambah keind ahan bahasa. Pengarang tidak menu liskan secara langsung ob jek yang dimaksud, tapi menyisip kan ciri dari objek lain yang memiliki kemiripan. Pengarang memilih kata atau diksi yang me narik dan pu itis sehingga menambah keindahan kumpulan cerpen Samin, teru tama dari segi keb ahasaan, misalnya dalam kalimat “P eluit petugas jaga melengking tajam. (hal. 15)”. Pengarang menggunakan kata “melengking” (suara tinggi) yang biasa digunakan untu k menggambarkan suara manusia atau binatang untuk menggamb arkan suara pelu it. Ini memb erikan kesa n puitis daripada diungkapkan secara langsu ng, misaln ya dengan kalimat “peluit yang ditiup p etugas jaga bersuara tinggi dan keras”.

Pada cerpen Kembang Tebu, pengarang men yisipkan unsur ikon untu k menunjukkan keindahan kebun tebu. Hal ini dapat d ilihat dalam kutip an:

Di samping suka bermain di areal tebu dan mengisap air manisnya, Agung juga suka memandang kembang-kembang tebu yang menyembul laksana mata tomb ak. Kembang-kembang ya ng keperak-perakkan itu, d i mata Agung tampak sangat ind ah. Apalagi bila angin berhembus sepoi, kembang-kembang itu seperti menari, tak henti-henti. Agung selalu berdecak kagum. (hal. 18)

Pada paragraf di atas terdapat unsur iko n yang digunakan pengarang, yaitu pada kalimat “Apalagi b ila angin behembus sepoi, kembang-kemba ng itu seperti menari, tak henti-henti”. Pad a kalimat tersebut, pengarang mengu mp amakan gerakan kembang tebu yang tertiu p angin b agaikan gerak menari yang biasa dilakukan oleh manusia. Penggunaan ikon dalam kalimat tersebut ju stru menambah keindahan bahasa.

Hal yang sama juga terdapat dalam cerpen Samin. Pengarang menggunakan unsur iko n dalam menyamp aikan keadaan desa yang menjadi setting cerita. Hal tersebu t dapat dilihat pada kutipan beriku t ini:

Kampungku ad alah kampung yang tenang. Seperti telaga yang berada di sunyi pegunungan. Ketenangannya bahkan tak pernah menghasilkan riak atau o mbak. Sesekali, memang, dipecahkan cipak ikan. Atau selemb ar daun yang jatu h karena tak sanggup menahan berat embun. Namu n sesudah itu kemb ali sunyi. Kembali dihuni suara bu rung, cengkrik, lenguh kerbau, koko k ayam, p enggeret, serta teriakan-teriakan petani b ekerja.(hal. 28)

Pengarang menggu nakan kata “riak atau ombak” untuk menunjukkan keributan atau keru suhan, dan menunju kkan keributan kecil dengan “cipak ikan atau selembar daun yang jatuh karena tak sanggup menahan berat embun”. Penggunaan diksi yang seperti itu memberikan keindahan bahasa dalam cerpen Samin .

Penggunaan ikon dan indeks d alam kumpu lan cerpen Samin yang tersusun atas bahasa yang indah d an puitis merupakan salah satu pendukung keindahan karya tersebut. Hal ini sejalan d engan yang d iungkapkan oleh Jakobson dalam Rachmat Djoko Pradopo (2002: 89) bahwa fungsi estetik itu mempro yeksikan prinsip eku ivalensi (persejajaran, persamaan nilai) d ari poros pemilihan ke p oros kombinasi. Penulis mem ilih kata-kata yang tepat, ekspresif, u ntuk melukiskan perasaan dan pikirannya. Pemilihan itu disesu aikan dengan kata-kata kombinasinya yang seharga atau senilai, b aik arti maupun bunyinya.

Penciptaan rasa aneh terhadap pembaca dan prinsip ekuivalensi mampu menimbulkan keb aruan ucapan dalam karya sastra sehingga menimbulkan d aya pesona dan kekaguman. Kebaruan d an kemampuan membuat pesona juga merupakan salah satu kriteria estetik. (W ellek dan W arren dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2002: 90).

Atar Semi (1993: 76) menyatakan bahwa pada umumnya karya fiksi harus memiliki tiga kriteria poko k, yaitu norma estetika, sastra, dan moral. Su atu karya sastra dikatakan memiliki norma estetika bila karya sastra itu mencakup hal-hal beriku t:

a. Mampu menghidupkan atau memperbaru i pengetahuan pembaca. M aksudnya dengan memb aca karya tersebut, pembaca ditu ntun untu k melihat berbagai ken yataan hidup. Bacaan terseb ut d ap at memberikan pandangan d an orientasi baru terhadap apa yang telah pembaca miliki dan mengajak pembaca melihat hubungan-hubungan baru di antara butir-butir yang terpisah dalam ingatan. Berdasarkan analisis ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam kumpulan cerpen Samin, dapat ditemukan makna semiotik yang terkandung dalam kumpulan cerpen tersebut. Secara garis besar, kumpu lan cerpen tersebut mengisahkan tentang p enyimpangan yang dilakukan oleh pemerintahan masa Orde Baru. Melalu i kumpu lan cerpen Samin, pengarang b erusaha menyampaikan kepad a pembaca bahwa keb ijakan yang diterap kan oleh pemerintahan Ord e Baru telah meru gikan rakyat. Pembaca diajak menilik kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi p ada masa pemerintahan Orde Baru.

b. Mampu membuat kehidupan p embaca menjadi lebih baik dan lebih kaya. Hal ini maksud nya karya tersebut memperlihatkan tata kehidupan yang lebih baik dan maju sebagai motivasi bagi pembaca u ntuk menu ju ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain, karya sastra tersebut mampu membangkitkan asp irasi- aspirasi pembaca untuk b erpikir dan berbuat lebih banyak dan lebih baik. Kumpulan cerpen Samin merup aka n u pa ya pengarang menunjukkan penyimpangan yang d ilakukan oleh p emerintahan Orde Baru. Setelah membaca kumpulan cerpen ini, p embaca d iharapkan dap at mengambil poin- poin penting d i d alamnya dan meresap inya untuk kemudian dap at direfleksikan dalam kehidupan. Pemb aca diajak berpikir lebih kritis dalam menyikapi berbagai permasalahan kehidupan, terutama yang b erkaitan d engan sosial dan politik. Kumpulan cerpen Samin dapat memotivasi pembaca untu k tid ak hanya pasrah p ad a hidup, terutama yang berkaitan dengan kebijaka n pemerintah. Masyarakat berhak mengeluarkan pendapat, sehingga tidak mud ah tertindas.

c. Mampu membawa p emb aca lebih akrab dengan keb ud ayaannya. M aksudnya karya sastra tersebut mengetengahkan keagungan bud aya sendiri dan dap at mengajak pemb aca untu k lebih dekat dengan kebudayaannya. Peristiwa-

peristiwa yang terjadi d alam karya sastra tersebut dap at dilihat sebagai suatu peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, d an politik masa lalu yan g mempunyai rangkaian yang erat dengan p eristiwa masa kini dan masa d epan. Kumpulan cerpen Samin merupakan bentuk kritik pengarang terhadap penyimpangan yang dilakukan o leh pemerintahan Orde Baru. Peristiwa- peristiwa yang dikisahkan dalam kumpulan cerpen ini merupakan gamb aran umu m keadaan masyarakat pada masa Orde Baru. Selain itu, kumpulan cerpen Samin ju ga mengetengahkan tentang kehidupan masyarakat Jawa le ngkap dengan keluguan d an adat istiadat mereka. Pengarang memang sengaja mengambil kehidupan masyarakat Jawa sebagai latar cerita. Hal tersebut dimaksudkan pengarang untuk menunjukkan budaya Jawa yang semp at terab aikan. Bukan hanya ad at-istiadat Jawa yang pengarang tampilkan dalam ku mpu lan cerpen Samin, ia juga memasukkan beberapa bahasa Jawa ke dalam tulisannya. Seorang ahli sastra yang menjadi narasumber dalam penelitian ini menyatakan bahwa kesed erhanaan d alam kumpu lan cerpen Samin itu lah yang menjadi segi keestetikan utama, baik dari segi bahasa maupun kisah yang diangkat. Penyisipan beberapa bahasa Jawa membu at kumpulan cerpen tersebut indah dan menarik. Jika diganti dengan bahasa Indonesia, justru tidak menjadi ind ah lagi. Hal ini disebab kan karena memang pad a dasarnya ada b eberapa bahasa Jawa yang tidak mampu dialihkan ke bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Jawa tersebut membuat kesan Jawanya sangat terasa.