50 bahwa hujan yang diharapkannya akan turun ketika mereka mau berkorban mengeluarkan
darahnya. Untuk itulah, mereka melakukan permainan “perisaian” hingga salah satu diantara mereka mengeluarkan darah akibat cambukan lawan.
2.10. Manfaat Olahraga Tradisional
Olahraga tradisional sebagai hasil budaya merupakan wujud dan jati diri bangsa. Olahraga tradisional dalam kemunculannya dapat menjadi terapi atas krisis jati diri bangsa.
Dwi Arbaningsih 2003 menyebutnya dengan istilah pada saat bangsa Indonesia mengidap amnesia sosial, lupa akan jati dirinya. Dalam statusnya sebagai sebuah permainan, olahraga
tradisional dapat mengembangkan intelegensia praktis, pendidikan budaya
culture education,
dan keterampilan psikososial.
a. Pengembangan intelegensia praktis
Sebagai suatu permainan, olahnaga tradisional menuntut adanya kemampuan teknik, strategi dan taktik. Teknik, strategi, dan taktik dapat dilakukan dengan baik manakala
tersedia kemampuan intelegensia praktis yang memadai, atau sebaliknya kemampuan intelegensia menjadi berkembang manakala dirangsang oleh tuntutan kemampuan teknik,
strategi, dan taktik dalam suatu permainan. Arbiningsih mencontohkan, bahwa di dalam permainan gobak sodor hadang terdapat pola pikir mempertahankan wilayah dari serangan
musuh. Didalam upaya mempertahankan wilayah, maka perlu memiliki jiwa patriotisme, nasionalis, dan keberanian untuk membela tanah air. Karakter ini tidak bisa datang begitu
saja, tetapi harus ditanamkan dididik melalui sistem pendidikan yang tepat guna. Nilai-nilai nasionalis, keberanian dan patriotisme serta semangat untuk membela wilayah ini tidak
sekedar dihafal, tetapi harus dipraktekkan melalui latihan dan simulasi pada hari-hari tertentu. b. Pendidikan Budaya
culture education
Sebagai permainan tradisional yang diwariskan secara turun temurun, olahraga tradisional dapat dijadikan sebagai alat pendidikan dalam menanamkan budaya kepada
masyarakat. Selain itu, olahraga tradisional yang di dalamnya mengandung unsur menang dan kalah dapat dijadikan alat dalam menanamkan
budaya sportivitas atau “ksatria”, yaitu siap menerima kemenangan tanpa rasa sombong dan menerima kekalahan tanpa rasa sakit
hati dan mencari-cari alasan. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan
belief
manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan
alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem
pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam
interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan yang telah dihasilkannya.
c. Pengembangan Keterampilan Psikososial
Sebagai suatu permainan, olahraga tradisional melibatkan orang lain dalam pelaksanaannya. Keterlibatan orang lain dapat terjadi proses sosialisasi dan komunikasi
antara sesama di sinilah dapat berkembang-nya keterampilan psikososial seperti: komunikasi, asertivitas, dan empati. Adanya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, olahraga tradisional
sangat tepat untuk dijadikan bahan ajar dalam pendidikan jasmani. Dalam fungsinya sebagai bahan ajar, olahraga tradisional juga dapat dijadikan bentuk permainan bagi anak-anak dan
masyarakat dalam mengisi waktu luang atau kegiatan rekreasi. Permainan rakyat yang telah dibakukan sebagai olahraga tradisional tentu telah dikaji kandungan nilai gerak dan
fisiologisnya. Dengan demikian olahraga tradisional dapat dijadikan bentuk latihan untuk meningkatkan kemampuan gerak dan kebugaran jasmani.
Manfaat lain dan olahraga tradisional adalah dan segi ekonomi. Banyaknya jenis
51 olahraga tradisional di Indonesia dapat dijadikan salah satu sajian yang menghibur bagi para
wisatawan. Hal mi mengandung makna bahwa olahraga tradisional dapat menyuburkan industri pariwisata yang akan berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat dan bangsa
Indonesia. 2.11. Perspektif Sistem Teknologi Tradisional
Tentang sistem teknologi tradisional tersebut tokoh budaya Indonesia Koentjaraningrat menjelaskan bahwa terdapat 8 macam sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik digunakan oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat petani di daerah pedesaan. Ke delapan sistem peralatan
tersebut adalah : 1 alat-alat produksi; 2 senjata; 3 wadah; 4 alat untuk membuat api; 5 makanan, minuman, bahan pembangkit gairah dan jamu; 6 pakaian dan perhiasan; 7
tempat berlindung dan rumah; 8 alat-alat trasnportasi 2005: 23.
Suatu deskripsi etnografi sudah memadai apabila ke delapan unsur kebudayaan fisik itu tercantum di dalamnya. Ahli budaya lain JJ. Honigmann dalam bukunya
The world Of Man
1959: 290 menjelaskan bahwa teknologi adalah “.....segala tindakan baku ang digunakan manusa untuk mengubah aloam, termasuk tubuhnya sendiri atau tubuh orang
lain.” Oleh karena itu teknologi adalah cara manusia membuat, memakai dan memelihara seluruh peralatannya, dan bahkan bertindak selama hidupnya. Teknologi tradisional adalah
teknologi yang dihasilkan manusia adalah teknologi yang sederhana, baik itu bersifat tunggal, misalnya kalau di Pulau Kalimantan dikenal dengan sumpit
sipet
mupun yang dibuat secara massal alat tenun bukan mesin.
Berdasarkan pada penggunaannya, alat-alat produksi dalam budaya tradisional dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1 alat potong; 2 alat tusuk; 3 alat untuk melubangi; 4
alat pukul; 5 alat giling; 6 alat peraga; 7 alat untuk membuat api; 8 alat untuk meniup api; 9 alat pertanian; 10 alat penangkapan ikan dan lain sebagainya. Alat-alat produksi
tersebut di atas sampai sekarang masih kita gunakan dan diproduksi terus, hakekatnya tetap yaitu sebagai alat-alkat produksi, peralatan kerja yang membantu pekerjaan manusia, namun
bentuknya atau desainnya yang berbeda.
Sumpit di Kalimantan bagi suku Dayak sebagai teknologi tradisional yang berfungsi sebagai senjata dan alat bekerja yaitu untuk berburu menangkap burung, kera, babi
hutan, kijang dan lain sebagainya. Namun dewasa ini sumpit sudah tidak sepopuler dulu sebagai alat berburu sebab sudah ada senjata. Penggunaan sumpit dalam berburu adalah
dengan ditiup dan ujung dari anak sumpit sudah dibubuhi racan, jadi kekuatan sumpit terletak pada kemampuan manusia meniupnya.
2.12. Kegiatan Olahraga Tradisional