49 adalah agar semua penduduk di dunia ini, tanpa membedakan usia, jenis kelamin, status kaya
atau miskin bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Suatu tujuan yang amat mulia akan tetapi hasilnya pun masih jauh dari harapan,
karena beragamnya masyarakat dimana mereka tinggal, masih terdapatnya perbedaan menyolok antara Negara kaya dan miskin serta perbedaan status kaya miskin pada suatu
masyarakat dalam satu Negara. Pendek kata Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bergerak di bidang kesehatan pun masih belum mampu untuk mengatasi sepenuhnya kendala
untuk merealisasikan gerakan
health for all
. Demikian pula gerakan dalam merealisasikan sport for all. Meskipun telah banyak organisasi olahraga masyarakat yang terlibat dan
bertujuan untuk merealisasikannya, namun hasilnya juga masih belum memuaskan. Adapun konsep yang mendasari mengapa orang berpaling pada olahraga
masyarakat atau
sport for all
sebagai salah satu pilihan untuk dikembangkan, dapat di inventarisasi sebagai berikut : berkurangnya gerakan fisik manusia dalam kehidupan modern
dewasa ini, sebagai akibat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga kehidupan manusia dimudahkan dengan memencet tombol untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini
dapat diberikan contoh tersedianya lift dalam gedung bertingkat, tombol remote control untuk tidak perlu berjalan mendekati pesawat televise untuk memindah channel ataupun mengatur
volume suara, tersedianya telepon selular sebagai pilihan untuk tidak selalu tergantung pada telepon rumah, dan masih banyak contoh yang lain lagi.
Olahraga masyarakat sudah merupakan kebutuhan masyarakat banyak, selain sangat bermanfaat untuk masyarakat banyak guna memelihara dan meningkatkan kesehatan
dan kebugaran, sehingga banyak Negara telah meyakini bahwa dengan memasyarakatkan olahraga akan, dapat menekan atau mengurangi anggaran di bidang kesehatan suatu Negara.
Sebagai reaksi atas gerakan olimpic. Sebagaimana diketahui gerakan olimpik telah berangsur-angsur mendapatkan pupularitasnya, sejak pad tahun 1886 olympiade modern yang
pertama diadakan di kota Athena, Yunani. Sejak tahun 1984, yaitu pada olympiade ke 23 di Los Angeles, Amerika Serikat, ollympiade telah dikelola secara kodern management, yang
dapat menghasilkan untung besar bagi panitia sampai ratusan Juta U.S. Dollar. Sejak itu Negara-negara berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah olympiade, bahkan sudah
cenderung kearah komersialisasi. Pada dasarnya ollympiade yang hanya mempertandingkan 28 cabang olahraga itu, irengetrapkan seleksi yang ketat bagi atlet yang akan berlaga d i
kancah olympiade yang diikuti hanya kurang lebih 10.000 orang dari hampir 200 negara. Seleksi yang ketat dan inemprioritaskan atlit-atlit muda yang punya bakat tinggi, pada cabang
olahraga yang hanya 28 cabang itu dirasakan sangat membatasi keikutsertaan masyarakat banyak. Oleh karena itu sebagai reaksi atas berkembangnya gerakan olimpik tersebut di
ciptakan olahraga masyarakat, yang tidak membatasi peserta, baik dari segi umur, jenis kelamin, keanggotaan pada organisasi nasionalinternasional tertentu, dan lain-lain.
2.8. Pengertian Olahraga Tradisional
Olahraga tradisional merupakan bagian dan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat yang disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan sendiri pada dasarnya merupakan kemampuan
manusia untuk menyesuaikan din secara aktif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kebudayaan merupakan pola bagi tingkah laku yang nyata maupun yang abstrak, dan
diperoleh serta diwariskan melalui proses belajar dengan menggunakan lambang-lambang.
Olahraga tradisional Indonesia yang berupa permainan pada dasarnya merupakan perwujudan dan proses adaptasi masyarakat Indonesia dalam menghadapi lingkungannya
dalam bentuk permainan. Realita proses kemunculan suatu jenis olahraga tradisional atau permainan rakyat adalah sebagai ekspresi diri dan adaptasi atas apa yang mereka alami dan
rasakan. Sebagai misal adalah permainan “perisaian” di Nusa Tenggara Barat; permainan ini muncul sebagai proses adaptasi dan penalaran atas apa yang mereka alami, mereka berpikir
50 bahwa hujan yang diharapkannya akan turun ketika mereka mau berkorban mengeluarkan
darahnya. Untuk itulah, mereka melakukan permainan “perisaian” hingga salah satu diantara mereka mengeluarkan darah akibat cambukan lawan.
2.10. Manfaat Olahraga Tradisional
Olahraga tradisional sebagai hasil budaya merupakan wujud dan jati diri bangsa. Olahraga tradisional dalam kemunculannya dapat menjadi terapi atas krisis jati diri bangsa.
Dwi Arbaningsih 2003 menyebutnya dengan istilah pada saat bangsa Indonesia mengidap amnesia sosial, lupa akan jati dirinya. Dalam statusnya sebagai sebuah permainan, olahraga
tradisional dapat mengembangkan intelegensia praktis, pendidikan budaya
culture education,
dan keterampilan psikososial.
a. Pengembangan intelegensia praktis
Sebagai suatu permainan, olahnaga tradisional menuntut adanya kemampuan teknik, strategi dan taktik. Teknik, strategi, dan taktik dapat dilakukan dengan baik manakala
tersedia kemampuan intelegensia praktis yang memadai, atau sebaliknya kemampuan intelegensia menjadi berkembang manakala dirangsang oleh tuntutan kemampuan teknik,
strategi, dan taktik dalam suatu permainan. Arbiningsih mencontohkan, bahwa di dalam permainan gobak sodor hadang terdapat pola pikir mempertahankan wilayah dari serangan
musuh. Didalam upaya mempertahankan wilayah, maka perlu memiliki jiwa patriotisme, nasionalis, dan keberanian untuk membela tanah air. Karakter ini tidak bisa datang begitu
saja, tetapi harus ditanamkan dididik melalui sistem pendidikan yang tepat guna. Nilai-nilai nasionalis, keberanian dan patriotisme serta semangat untuk membela wilayah ini tidak
sekedar dihafal, tetapi harus dipraktekkan melalui latihan dan simulasi pada hari-hari tertentu. b. Pendidikan Budaya
culture education
Sebagai permainan tradisional yang diwariskan secara turun temurun, olahraga tradisional dapat dijadikan sebagai alat pendidikan dalam menanamkan budaya kepada
masyarakat. Selain itu, olahraga tradisional yang di dalamnya mengandung unsur menang dan kalah dapat dijadikan alat dalam menanamkan
budaya sportivitas atau “ksatria”, yaitu siap menerima kemenangan tanpa rasa sombong dan menerima kekalahan tanpa rasa sakit
hati dan mencari-cari alasan. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan
belief
manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan
alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem
pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam
interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan yang telah dihasilkannya.
c. Pengembangan Keterampilan Psikososial