Logo Balogo Bermain Logo

54 bahasa Dayak Ngaju mata tombak itu disebut ‘sangguh’ sipet jika pada jaman dahulu berfungsi untuk menombak binatang buruan. Dahulu ‘sangguh sipet’ ini terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah dianyam, ‘simpei sipet’. Kelengkapan lain pada sumpitan ini yaitu disebut ‘ telep ’ menyimpan ‘ ipu ’ ipuh atau racun damak . Dahulu dalam proses pembuatan sumpit atau sipet dilakukan dengan dua cara yaitu pertama keterampilan tangan dari sang pembuat. Cara kedua, yaitu dengan menggunakan tenaga dari alam dengan memanfaatkan kekuatan arus air riam air jeram yang dibuat menjadi semacam kincir penumpuk padi. Harga jual sumpit atau sipet telah ditentukan oleh hukum adat, yaitu sebesar ‘ jipen ije atau due halamaung taheta’ senilai satu buah atau dua buah guci antik yang baru. Menurut kepercayaan suku Dayak sumpit atau sipet ini tidak boleh digunakan untuk membunuh sesama. Sumpit atau sipet hanya dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti berburu. Sipet ini tidak diperkenankan atau pantang diinjak-injak apalagi dipotong dengan parang karena jika hal tersebut dilakukan artinya melanggar hukum adat, yang dapat meng akibatkan pelakunya akan ‘impautang’ dituntut didenda dalam rapat adat dari segi penggunaannya sumpit atau sipet ini memiliki keunggulan tersendiri karena dapat digunakan sebagai senjata jarak jauh dan tidak merusak alam karena bahan pembuatannya yang alami.

2.15.2. Logo Balogo Bermain Logo

Permainan Balogo ini mengandung mitos sekaligus filosofi yang luhur sebagai tradisi permainan yang diwariskan nenek moyang Suku Dayak Kalimantan Tengah. Pada kehidupan masa lalu Suku Dayak di Kalimantan Tengah, permainan balogo itu merupakan permainan yang dipercaya bisa mengukur tingkat kesuburan keberuntungan kehidupan mereka. Tradisi permainan balogo ini memang ada hampir di seluruh wilayah Kalimantan Tengah kendati tidak diketahui jelas sejak kapan tradisi itu mulai berjalan. Dimasyarakat setempat, permainan ini bersifat musiman. Biasanya digelar setelah masa panen padi dan upacara Tiwah. Usai upacara Tiwah di mana para pesertanya dianggap telah banyak ‘membuang’ harta, masyarakat lantas mencoba mereka-reka tingkat keberuntungannya di kemudian hari. Setelah menggelar upacara Tiwah, sama artinya itu, telah membuang harta. Guna mengukur apakah kita masih punya rejeki setelah upacara Tiwah itu, dipermainkan permainan balogo. Balogo itu, pada awalnya merupakan permainan orang per orang. Sifatnya permainan coba-coba bagi setiap orang yang ikut bermain. Jika pada suatu pertandingan ternyata hasilnya seseorang menang., berarti seseorang itu akan lebih dulu sukses, gampang rejekinya disbanding peserta yang lain. Demikianlah tentang mtosnya. Nama permainan balogo diambil dari kata logo, yaitu bermain dengan menggunakan alat logo. Logo terbuat dari bahan tempurung kelapa dengan ukuran garis tengah sekitar 5-7 cm dn tebal antara 1-2 cm dan kebanyakan dibuat berlapis dua yang direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Gambar 2.3. Macam-macam bentuk Logo Gambar 2.4. stick sebagai alat pemukul 55 Gambar 2.4. Struktur permainan Balogo Bentuk alat logo ini bermacam-macam, ada yang berbentuk bere labi- labibulus , bajuku penyu, sagitelo segitiga, bentuk kaliangan layang-layang, dan dawen sirih daun sirih bundar. Dalam permainnya harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut ‘ungkang’ panapak atau kadang-kadang beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan campa yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm terbuat dari bilah bambu atau bilah kayu. Fungsi ‘ ungkang’ panapak atau campa ini adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain. Permainan balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yaitu “naik” yang melakukan permainan harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang” pemain yang logonya dipasang untuk dirobohkan. Jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan. Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Karena inti dari permainan balogo ini adalah keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan lawan, mereka itulah pemenangnya. 2.16.1.Teori Tindakan Sosial Dalam rngka membedah permasalahan dalam penelitian ini, maka diperlukan teori-teori sosial, dalam hal ini teori tindakan sosial Parsons menjadi teori utama. Dalam teori tindakan sosial terdapat beberapa pemikiran Parson dalam menganalisis fenomena sosial Johnson Doyle, 1981; Priyono. H. 2002, antara lain : Pertama, elemen dasar untuk suatu tindakan sosial adalah bersifat voluntaristik tindakan sosial yang berdasarkan nilai-nilai sosial yang dianut bersama secara sukarela dan diterima atau diakui oleh anggota masyarakat. Kedua, Kerangka tujuan mens-ends framework sebagai alat analisis yang terdiri dari 1 setiap tindakan itu memiliki tujuan, 2 tindakan terjadi dalam suatu situasi, dan 3 secara normatif tindakan itu diatur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan. Jadi, tindakan itu dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang paling kecil dan paling fundamental Johnson, D. 1981; Abraham, 1982. Ketiga, Terdapat empat komponen dasar, yaitu : a alat untuk mendukung terlaksananya kegiatan; b kondisi atau lingkungan yang ikut mewarnai suatu tindakan; c Tujuan sebagai dasar orientasi individu dalam bertindak; d norma sosial yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat yang bersifat kompleks Johnson, D. 1982; Hamilton, 1990. 56 Kelima, ada tiga parameter teoritis tentang tindakan individu dalam tindakan sosial, yaitu : a individu benar-benar memiliki kebebasan untuk memilih alat dan tujuan yang akan dicapai dan lebih mementingkan keuntungan paham kaum ulititarism ; b pilihan-pilihan individu dalam bertindak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya paham positive anti intelektual; c pilihan-pilihan individu dalam bertindak diatur dan dipengaruhi oleh norma dan nilai-nilai bersama yang telah disepakati bersama paham kaum idealisme. Posisi pemikiran Parsons tentang tindakan sosial adalah memadukan ketiga paham tersebut Hamilton, 1990. 2.16.2.Teori Kebudayaan a. Kebudayaan Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi tersebut jika ditelusuri lebih jauh mempertimbangkan arah-arahan yang disampaikan Kroeber dan Talcott Parson yang menginginkan pembedaan secara tegas antara sisi gagasan dan sisi tindakan dalam kebudayaan. Terdapat tiga gejala kebudayaan yakni ideas, activities dan artifact. Ketiga gejala kebudayaan ini jika diperhatikan sejajar dengan tiga wujud kebudayaan sebagaimana tercantum dalam definisi kebudayaan Koentjaraningrat. Ideas gagasan-gagasan sejajar dengan sistem gagasan, activities aktivitas sejajar dengan tindakan, dan terakhir artifact yang seanalog dengan hasil karya manusia. Dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Koentjaraningrat membuat tipe-tipe masyarakat atau dalam istilahnya tipe-tipe sosial-budaya yang mengklasifikasikan masyarakat Indonesia ke dalam kelompok-kelompok tersebut. Koentjaraningrat menyebut adanya 6 tipe mulai dari masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang sederhana, bercocok tanam di sawah, bercocok tanam di sawah tetapi dengan diferensiasi dan stratifikasi yang sedang, hingga masyarakat perkotaan bahkan metropolitan dengan ciri-ciri yang kompleks. b. Adat- Istiadat Sistim Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem nilai budaya. merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat, karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah pada warga masyarakat. Pandangan hidup, biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang dianut oleh sebagian individu dan golongan-golongan dalam masyarakat.Konsep ideologi. Konsep ini juga merupakan suatu sistem hidup atau cita-cita, yang ingin sekali dicapai oleh banyak individu dalam masyarakat. Adat Istiadat, Norma dan Hukum, Telah dipelajari bahwa nilai budaya sebagai pedoman yang member arah dan orientasi terhadap hidup bersifat amat umum. 2.16.3.Teori Interaksionisme Simbolik Gagasan-gagasan tentang interaksi sosial bisa dirujukkan dengan baik dalam teori interaksionisme simbolik. Teori ini unik dalam sosiologi yang sering dilihat sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat secara umum. Sementar teori interaksionisme simbolik mempelajari mengenai individu. Namun demikian pengertian individu di sini adalah mereka yang membentuk masyarakat. Ada tiga ilmuwan sosiologi dalam konteks teori interaksionisme simbolik ini yakni George H. Mead, Erving Goffman dan George Homans. Dalam kajian sosiologis dalam kaitannya dengan teori interaksionisme simbolik ini, maka kunci utama kehidupan sosial adalah interaksi sosial. Kimball Young menyatakan bahwa interaksi sosial adalah inti dari 57 kehidupan sosial. Artinya, dengan melihat, menggambarkan, serta menganalisis hubungan sosial antar manusia berarti bisa dilihat tingkatan kehidupan sosial yang lebih luas. Dalam perkembangan sosiologi, obyek perhatian hubungan sosial adalah kajian yang termasuk baru. Oleh karena itu, setelah mempelajari skup makro masyarakat, para sosiolog mengalihkan perhatian pada wilayah mikro. Keadaan ini dipelopori dengan menguatnya perspektif interaksionisme simbolik. Dengan tokoh seperti George H. Mead, Herbert Blumer, Erving Goffman dan Howard Becker. Di sini ditegaskan bahwa hubungan sosial bukanlah barang yang sekali jadi, melainkan dibentuk dengan interpretasi para aktor yang mengambil makna di dalamnya. Interaksi bermakna aktor saling mengambil catatan, saling mengkomunikasikan dan saling menginterpretasikan sepanjang terus berjalan. Oleh karena itu, hampir semua bentuk interaksi sosial adalah simbolik. Proses interaksi simbolik berarti bahwa dalam membuat keputusan dan berkaitan langsung dengan aliran tindakan yang terus menerus. Dalam hal ini Blumer menyatakan: Symbolic interaction involves interpretation, or ascertaining the meaning of actions or remarks of the other person, and definition, or conveying indications to another person as to how he is to act. Human association consist of process of such interpretation and definition. Through this process the participants fit their own acts to the ongoing acts of one another and guide others in doing so.Artinya: interaksicnisme simbolik terdiri atas interpretasi, atau memastikan arti-arti tindakan atau perkataan orang lain dan definisi atau menyampaikan petunjuk pada orang lain seperti bagaimana ia berlaku. Kumpulan manusia terdiri atas proses seperti interpretasi dan definisi. Lewat proses ini para partisipan menjadikan tindakan mereka pada aktivitas yang tidak pernah henti satu dengan lain dui memberikan petunjuk pasangannya itu untuk melakukan sebagaimana yang dikehendaki. Gambar 1 Simbol dan Pengambilan Peran dalam Teori Interaksionisme Simbolik Sumber: Wallme dan Alison, 1980 Goffman menjelaskan bahwa dalam melakukan hubungan sosial bisa dikaji beberapa hal sebagai berikut. a. Ungkapan-ungkapan yang tersirat, yaitu ungkapan, baik direkayasa atau tidak yang menunjukkan teateris, jenis-jenis kontekstual dan non verbal, baik direkayasa ataukah tidak. Dalam interaksi sosial bukan saja yang dilihat apa katakalimat dalam interaksi Interaksi Aksi Obyek Sosial Simbol sebagai- sebagai ciri khusus Bahasa sebagai ciri khusus dari simbol Penafsiran atas situasi Obyek Sosial 58 tersebut. Melainkan, perasaan yang kuat dimainkan. Maka ungkapan-ungkapan mimik wajah, syarat, kualitas tindakan dapat menunjukkan maksud. Hubungan sosial bisa dikatakan terdiri atas komunikasi non-verbal dan verbal. b. Setiap aktor yang sedang berpartisipasi akan mengatur perasaan-perasaan yang sebenarnya dari mengkomunikasikan pandangan situasi tersebut. Sehingga orang lain akan menerimanya. Jadi demi keberlangsungan, hubungan sosial ada semacam konsensus pura-pura, di mana setiap partisipan menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. c. Dalam penampilan hubungan sosial seorang aktor dapat membohongi dirinya sendiri sebagaimana motif-motif dia yang sebenarnya, dan ia juga dapat membohongi orang lain. Dalam penampilan aktor akan selalu menyesuaikan dan memisah-misahkan penonton yang dilihatnya. Dalam hubungan sosial aktor akan memisah-misahkan penonton agar, ia bisa berlaku tepat. d. Ketika individu bekerjasama untuk menyusun penampilan secara rutin, maka mereka membuat team pertunjukan. Penampilan ini bisa dibuat dengan status silang antar pemain. Goffman menjelaskan agar fakta-fakta bisa disembunyikan, maka penampilan kita membutuhkan wilayah-wilayah yang terpisah. Wilayah depan adalah suatu wilayah dimana team tersebut menghadirkan penampilan mereka, sebagaimana dikehendaki para penonton. Sedangkan wilayah belakang adalah suatu tempat di mana kesan-kesan yang dibentuk melalui penampilan berbeda dengan permasalahan yang sebenarnya. Impression manajemen pengaturan kesan-kesan adalah pada saat para aktor kembali ke daerah panggung belakang, karena pada saat itulah seseorang akan mendeteksi karakter yang mengesankan dan tersembunyi. 2.16.4. Teori Fenomenologi Fenomenologi Inggris: Phenomenology berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan logos . Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl 1859 – 1938, untuk mematok suatu dasar yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Namun istilah fenomenologi itu sendiri sudah ada sebelum Husserl. Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H. Lambert 1764. Dia memasukkan dalam kebenaran alethiologia , ajaran mengenai gejala fenomenologia. Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman inderawi fenomen. 59

2.17. Kerangka Konseptual Kerangka Konseptual Penelitian