Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Praktik Manjemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2012.

(1)

YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2010-1012 OLEH

Theresia J. Br Bukit 120522054

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Komite Audit Terhadap Praktik Manjemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2012 ”

adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik

guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,

dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau

dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika

penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam

skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2014

NIM.120522054 Theresia J Br Bukit


(3)

ABSTRAK

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2012

Komite audit memiliki peran yang sangat penting untuk

mengawasipelaporan keuangan suatu perusahaan karena salah satu informasi

penting yangtersedia untuk publik dan digunakan investor untuk menilai

perusahaan. Tujuanpenelitian ini adalah menguji praktik manajemen laba yang

diukur dengandiscretionary accrual dapat dipengaruhi oleh karakteristik yang ada

pada komiteaudit, yaitu independensi komite audit, ukuran komite audit,

kompetensi komite audit dan frekuensipertemuan komite audit.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,

yaitulaporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012

yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Sampel yang

digunakanberjumlah 21 perusahaan dengan observasi penelitian 182 perusahaan.

Metode pengolahanyang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Independensi Komite Audit, Ukuran Komite

Audit, Kompetensi Komite Audit, Frekuensi Pertemuan komite audit berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba dengan arah negatif.


(4)

ABSTRACT

The audit committee has a very important role to oversee the financial

reporting of a company because one of the important information available to the

public and used by investors to assess the company. The purpose of this study was

to examine the practice of earnings management as measured by discretionary

accruals can be influenced by characteristics of the audit committee, the

independence, size of the audit committee, competence and frequency of meetings.

The data used in this study is a secondary data, the annual financial

statements of a manufacturing company in the years 2010-2012 are listed in the

Indonesia Stock Exchange (www.idx.co.id). The sample used was 21 companies

with the observation 182 companies that reported the audit committee. The

treatment method used is multiple linear regression analysis.

The results showed that the frequency of audit committee meeting

significant effect on earnings management with the negative direction. Meanwhile,

other variables such as the independence of the audit committee, size of the audit

committee and competence have no influence on the practice of earnings

management..


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bapa yang

baik yang selalu menyertai penulis, yang memberikan segala berkatNya serta

kemudahan bagi penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Praktik Manjemen Laba

pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2010-2012”. Disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi

Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh

bimbingan, dukungan semangat, nasehat, dan bantuan lain baik secara moril

maupun materiil dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

berbagai pihak :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac., Ak., CA selaku dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, S.E., MAFIS., Ak. selaku Ketua

Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan

Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak. selaku Sekretaris Departemen S1

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi Akuntansi


(6)

Ak. selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si., Ak,CA selaku Dosen Pembimbing yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Chairul Nazwar, M.Si., Ak selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs.

Arifin Hamzah, M.Si., selaku dosen pembanding yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran untuk membaca skripsi ini.

6. Bapak dan Mamak : Pdt.Ir. D. Bukit (Alm) dan M. Br Bangun yang senantiasa

melimpahkan cinta kasih dan sayangnya serta selalu mendoakan penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada abangku Ferianta Silwanus Bukit, Amd dan adekku Yosua Andronikus

Bukit, Amd yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material

kepada penulis. Kepada sahabat-sahabat yang turut membantu Fauziah Ningsih,

Mutiara Ismi Zen, Liza Seftina, Cherry Masturi Prasat, Khairul Amri Hsb,

Hadi Wiyono, M.Risky, M. Athoi, Keriswan Husein(Kepompong Community).

Teman-teman sepelayanan KakVinny, Vani, Edis, Fely, Yudi, Ricky, Lasma,

Ezra, Novrida, Yenni,Estidan seluruh Mars.teman-teman seperjuangan

akuntansi FE USU serta berbagai pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian

skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kebersamaan suka dan

duka, doa, bantuan, motivasi, dukungan, maupun inspirasi yang telah diberikan


(7)

Usaha terbaik sudah peneliti berikan, namun skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis, Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan

skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para

pembaca dan dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan dan bahan

masukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014

Penulis

Theresia J. Br Bukit


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 PerumusanMasalah ... 6

1.3 TujuandanManfaatPenelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TinjauanTeoritis ... 9

2.1.1TeoriKeagenan ... 9

2.1.2Good Corporate Governance ... 11

2.1.3Komite Audit ... 13

2.1.4ManajemenLaba ... 17

2.1.5Discretionary Accrual ... 23

2.2 TinjauanPenelitianTerdahulu ... 24

2.3 KerangkaKonseptualdanHipotesisPenelitian ... 27

2.3.1 KerangkaKonseptual ... 27

2.4 PengembanganHipotesis... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 33

3.4 Populasi Penelitian ... 35

3.5 Sampel dan Teknik Penentuan Sampel ... 35

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 37


(9)

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1 Data Penelitian ... 42

4.2 Statistik Deskriptif ... 43

4.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 44

4.4 Analisis Regresi ... 52

4.5 Pengujian Hipotesis ... 54

4.6 Pembahasan Hasil Penlitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... 57

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 57

5.3 Saran... ... 58

DAFTAR PUSTAKA... ... LAMPIRAN... ...


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 TinjauanPenelitianTerdahulu ... 26

3.1 DefinisiOperasionaldanPengukuranVariabel ... 34

3.2 Sampel Perusahaan... 36

4.1 Statistik Deskriptif ... 43

4.2 Uji Hasil Kolmogorov ... 47

4.3 Hasil Uji Autokorelasi ... 50

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 51

4.5 Analisis Hasil Regresi ... 53

4.6 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 54


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 KerangkaKonseptual ... 27

4.1 Histogram... ... 45

4.2 Grafik Normal P-Plot ... 46


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan Lampiran 2 Uji Asumsi Klasik

Lampiran 3 Statistik Deskriptif Lampiran 4 Uji Hipotesis

Lampiran 5 Analisis Koefisien Determinasi Lampiran 6 Rencana Waktu Penelitian


(13)

ABSTRAK

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2012

Komite audit memiliki peran yang sangat penting untuk

mengawasipelaporan keuangan suatu perusahaan karena salah satu informasi

penting yangtersedia untuk publik dan digunakan investor untuk menilai

perusahaan. Tujuanpenelitian ini adalah menguji praktik manajemen laba yang

diukur dengandiscretionary accrual dapat dipengaruhi oleh karakteristik yang ada

pada komiteaudit, yaitu independensi komite audit, ukuran komite audit,

kompetensi komite audit dan frekuensipertemuan komite audit.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,

yaitulaporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur pada tahun 2010-2012

yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Sampel yang

digunakanberjumlah 21 perusahaan dengan observasi penelitian 182 perusahaan.

Metode pengolahanyang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Independensi Komite Audit, Ukuran Komite

Audit, Kompetensi Komite Audit, Frekuensi Pertemuan komite audit berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba dengan arah negatif.


(14)

ABSTRACT

The audit committee has a very important role to oversee the financial

reporting of a company because one of the important information available to the

public and used by investors to assess the company. The purpose of this study was

to examine the practice of earnings management as measured by discretionary

accruals can be influenced by characteristics of the audit committee, the

independence, size of the audit committee, competence and frequency of meetings.

The data used in this study is a secondary data, the annual financial

statements of a manufacturing company in the years 2010-2012 are listed in the

Indonesia Stock Exchange (www.idx.co.id). The sample used was 21 companies

with the observation 182 companies that reported the audit committee. The

treatment method used is multiple linear regression analysis.

The results showed that the frequency of audit committee meeting

significant effect on earnings management with the negative direction. Meanwhile,

other variables such as the independence of the audit committee, size of the audit

committee and competence have no influence on the practice of earnings

management..


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

pemberian pengelolaan kewenangan untuk mengelola perusahaan di Indonesia

dari pemilik (shareholders) kepada manajemen (manajer) menjadi salah satu

fenomena yang sangat menarik untuk dikaji, terlebih mengingat dampak yang

ditimbulkan dari pemberian wewenang tersebut.Pemilik (shareholders) tidak lagi

mampu mengelola usahanya secara langsung karena dampak dari semakin besar

dan luasnya usaha yang harus dikelola oleh pemilik. Pemberian wewenang

terhadap manajemen tersebut memberikan dampak dan konsekuensi seperti

pendapat yang dikemukan oleh Berle dan Means (1934), bahwa adanya

pemisahan kewenangan dan kepentingan antara pemilik (principal) dan

manajemen (agent) tersebut akan menimbulkan permasalahan keagenan (agency

problem).

Masalah keagenan tersebut timbul sebagai akibat dari sifat oportunistik

manajemen (agen) yang cenderung untuk lebih mengutamakan kesejahteraannya

yang bertentangan dengan tujuan principal (Jensen dan Meckling,

1976).Kesuksesan perusahaan dalam mencapai kinerja (performance) dianggap

manajemen (agen) sebagai hasil kinerja mereka sendiri tanpa melihat kontribusi

yang besar dari pihak lain yang salah satunya adalah pemilik (shareholders).


(16)

keberadaan agen dan prinsipal merupakan salah satu faktor yang menjadi dasar

timbulnya teori keagenan (agency theory).

Menurut Sulistianto dan Wibisono (2003), manipulasi atau rekayasa

kinerja yang dikenal dengan istilah earnings management ini sejalan dengan teori

agensi (agency theory) yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan

(principles) untuk menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada professional

(agents) yang lebih mengerti dan memahami cara untuk menjalankan suatu usaha.

Konsep earning management menurut Salno dan Baridwan (2000) yang juga

menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa

“praktek earnings management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan

management (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak

berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang

dikehendakinya”.

Pemisahan antara pemilik (principal) dan kepentingan management

(agent) memiliki sisi yang negeatif, dimana keluasan manajemen untuk

memaksimalkan laba akan mengarah kepada proses memaksimalkan kepentingan

manajemen sendiri dengan biaya yang akan ditanggung oleh pemilik perusahaan

(Sulistyanto dan Wibisono, 2003). Menurut DuCharme et al. (2000), dan Salno et

al. (2000), konflik kepentingan ini semakin meningkat terutama karena principal

tidak memiliki informasi mengenai aktivitas manajemen sehari-hari untuk


(17)

Tindakan manipulasi data tersebut telah menimbulkan beberapa kasus

skandal pelaporan akuntansi dalam bisnis internasional. Chairman SEC

(Securities Exchange Commision) Arthur levitt dalam Yullyan (2006) mengatakan

bahwa manajemen laba adalah salah satu penyebab runtuhnya

perusahaan-perusahaan terkemuka seperti Enron, Merck, Worldcom, dan mayoritas

perusahaan yang ada di Amerika Serikat. Contoh paling diingat adalah kasus

Enron. Sebelum tahun 2002 Enron adalah perusahaan dengan pertumbuhan

finansial yang pesat. Skandal mulai terungkap ketika pada awal 2002 perhitungan

atas total revenue Enron di tahun 2000 yang sebelumnya berjumlah 100.8 milyar

USD menjadi hanya sembilan milyar USD. Skandal finansial “mengadolar” yang

disebabkan adanya misleading financial statement membawa dampak yang luar

biasa antara lain: Enron pailit, kurangnya kepercayaan atas informasi keuangan,

rusaknya citra profesi akuntan di Amerika, dan hilangnya ratusan juta dolar uang

yang diinvestasikan di Enron (Arifin, 2005).

Laba memiliki potensi informasi yang sangat penting bagi pihak internal

maupun eksternal pada suatu perusahaan. Menurut Statement of

FinancialAccounting Concept (SFAC) No. 1, informasi laba merupakan

komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja

manajemen, memprediksi laba perusahaan untuk tahun yang akan datang, dan

menaksir resiko dalam investasi.

Laba merupakan indikator yang sering digunakan dalam menilai kinerja


(18)

menjadi perhatian oleh para stakeholder.Oleh sebab itu, informasi yang disajikan

harus sesuai dengan karakteristik laporan keuangan yaitu dapat dipahami, relevan,

handal, dan dapat dibandingkan.

Laba sering dimanipulasi dengan menggunakan komponen discretionary

accrual.Menurut Murhadi (2009) earning memiliki dua komponen utama yakni

kas dan accounting adjustment yang disebut accrual.Penentuan arah dan

pengukuran dari akrual sangat dipengaruhi oleh pertimbangan pihak manajemen,

sehingga akrual sangat mudah untuk di manipulasi.

Penelitian mengenai kualitas komite audit telah banyak dilakukan,

beberapa penelitian terdahulu telah berhasil membuktikan keterkaitan antara

kualitas audit dengan praktik manajemen laba. Lin (2006) memberikan bukti

empiris bahwa terdapat hubungan dalam karakteristik komite audit, yaitu besarnya

ukuran komite audit berpengaruh secara signifikan negatif pada praktik

manipulasi laba yang diukur dari apakah perusahaan melakukan restatement atau

tidak.

Penelitian oleh Putri (2011) memberikan bukti empiris bahwa ukuran

komite audit memberi pengaruh negatif yang signifikan terhadap manajemen laba.

Ini dapat memberi kontribusi dalam mengendalikan manajemen laba yang diukur

dengan discretionary accrual. Davis, Soo, Trompeter (2000) dikutip dari Priyanto

(2010) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara audit tenure dengan


(19)

Penelitian oleh Sharma et al. (2009) di New Zealand menemukan bahwa

semakin tinggi frekuensi pertemuan per tahunnya akan mengurangi independensi

audit komite dan komisaris independen. Bahkan, frekuensi pertemuan yang tinggi

dapat mengakibatkan kepemilikan atau stock ownership yang besar pada komite

audit. Selain itu, beliau juga menemukan bahwa semakin tinggi reputasi auditor

maka akan semakin sedikit jumlah pertemuan komite audit.

Hal tersebut didukung juga oleh penelitian Trihartati (2008) yang menguji

pengaruh karakteristik komite audit terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini

adalah bahwa independensi secara signifikan berpengaruh negative terhadap

manajemen laba.

Efektivitas kinerja dari komite audit dapat diukur melalui karakteristik

yang dimiliki antara lain, independensi, ukuran, kompetensi yang dimiliki komite

audit dan aktivitas dari komite audit. Independensi komite audit berhubungan

dengan seberapa besar keterlibatan anggota komite audit dengan aktivitas

perusahaan. Ukuran komite audit berhubungan dengan jumlah anggota komite

audit. Kompetensi berhubungan dengan pengetahuan akuntansi dan keuangan.

Sedangkan aktivitas komite audit diwujudkan melalui frekuensi pertemuan dalam

satu tahun.

Selain itu, masih sedikitnya penelitian yang mengu ji karakteristik komite

audit terhadap praktik manajemen laba yang dinilai dengan pengukuran

komponen discretionary accrual. Oleh karena itu penelitian ini akan mengacu


(20)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud

melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012”.

1.2 Rumusan Masalah

Hasil yang tidak konsisten dalam penelitian sebelumnya mendorong

perumusan masalah yang menarik bagi penulis untuk melakukan pengujian

kembali pengaruh karakteristik komite audit, yaitu: Independensi, Ukuran Komite

Audit, Kompetensi dan Frekue nsi Pertemuan terhadap Manajemen Laba. Dari

pernyataan tersebut, penelitian ini akan menjawab masalah yang dirumuskan

sebagai berikut :

1.Apakah Independensi Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah Kompetensi Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba?

4.ApakahFrekuensi Pertemuan Komite Audit berpengaruh terhadap

manajemenlaba?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris bahwa

karakteristik yang ada pada komite audit, yaitu independensi komite audit, ukuran


(21)

auditberpengaruh terhadapmanajemen laba yang diukur dengan discretionary

accrual yang digunakan untuk mengukur adanya penyimpangan dalam

manajemen laba.

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan diatas, maka manfaat

yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperdalam pemahaman

mengenai pengaruh karakteristik yang ada pada komite audit yang dapat

mempengaruhi manajemen laba.

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para pemakai laporan

keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan diharapkan dapat

memberikan manfaat dalam memahami karakteristik komite audit terhadap

praktik manajemen laba.

3. Bagi Penelitian Mendatang

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian

mendatangmengenai karakteristik komite audit dan pengaruhnya terhadap


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Keagenan

Penelitian mengenani komite audit ini dilandasi oleh agency theory (teori

agensi). Hal yang dibahas dalam teori ini adalah hubungan antara pemilik dan

pemegang saham (principal) dan manajemen (agent).Jensen dan Meckling (1976)

menggambarkan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai hubungan

yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara principal yang

menggunakan agent untuk melaksanakan jasa yang menjadi kepentingan principal

dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. Secara khusus

teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu

pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent)

yang melakukan perjanjian.

Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan

pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang

disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu principal (yang

memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan

yang mengelola dana prinsipal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan


(23)

Pemikiran bahwa manajemen dapat melakukan tindakan yang hanya

memberi keuntungan bagi dirinya sendiri didasarkan pada asumsi yang

menyatakan setiap orang mempunyai perilaku yang mementingkan diri sendiri

atau self-interested behavior.Keinginan, motivasi dan kepentingan yang tidak

sama antara manajemen dan pemegang saham menimbulkan kemungkinan

manajemen bertindak merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak

etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi (Rachmawati, 2007).

Perbedaan kepentingan inilah masing-masing pihak berusaha

memperbesar keuntungan bagi diri sendiri.Principalmenginginkan pengembalian

yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya

dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki.Agent

menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi yang

memadai dan sebesar-besarnya atas kinerjanya.Principalmenilai prestasi agent

berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada

pembagian deviden.Maka tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden,

maka agent dianggap berhasil dan berkinerja baik sehingga layak mendapat

insentif yang tinggi (Elqorni, 2009).

Sebaliknya agent pun memenuhi tuntutan principal agar mendapatkan

kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka

agent dapat memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah-olah target

tercapai (Watt and Zimmerman, 1986). Permainan tersebut bisa atas prakarsa dari


(24)

menyalahi aturan seperti adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak

dihapuskan, kapitalisasi biaya yang tidak semestinya atau pengakuan penjualan

yang tidak semestinya. Selin itu juga dapat dilakukan dengan melakukan income

smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan

perusahaan mearih keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun

(Elqorni, 2009).

2.1.2 Good Corporate Governance

Corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang

digunakan oleh organ perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan

akuntabilitas perusahaan.

Konsep good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh

Cadbury Committee pada tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai

Cadbury Report ( Tjager dkk., dalam Arifin, 2005). Menurut Cadbury Committee,

Corporate Governanceadalah :

“Corporate Governance is the system by which companies are directed and controlled. Boards of directors are responsible for the governance of their companies. The shareholders role in governance is to appoint the directors and the auditors and to satisfy themselves that an appropriate governance structure in place.”

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mendefinisikan good


(25)

organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara

berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap

memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan peraturan

perundangan dan norma yang berlaku.

Menurut KNKG dalam Pedoman Umum Good Governance, terdapat liama

asas dalam menerapkan Good Corporate Governance, yaitu :

1. Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalakn bisnis, perusahaan harus

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah

diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil

inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh

peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan

keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secar benar, terukur

dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas

merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

berkesinambungan.


(26)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga

dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat

pengakuan sebagai good corporate citizen.

4. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance,

perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ

perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegitannya, perusahaan harus senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepetingan lainnya

berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2.1.3 Komite Audit

2.1.3.1 Pengertian Komite Audit

Untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggungjawab dan

wewenang secara efektif maka pada umumnya dewan komisaris membentuk

komite-komite dibawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan

perundangan yang berlaku.Komite yang dibentuk oleh dewan komisaris tersebut

adalah komite audit, komite kebijakan resiko, komite remunerasi dan nominasi,

komite kebijakan good corporate governance.(Komite Nasional Kebijakan


(27)

Namun, menurut peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam

No:KEP-339/BEJ/2001, yang sifatnya wajib dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek hanya komite Audit.

Komite audit pada prinsipnya memiliki tugas pokok dalam membantu

dewan komisaris melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Sesuai

dengan keputusan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menyatakan

bahwa :

“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang

lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan

tugas-tugas khusus atau sejumlah dewan komisaris perusahaan klien yang

bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam memperthankan

independensinya dari manajemen.”

Keberadaan komie audit telah menjadi sangat penting sebagai salah satu

perangkat utama dalam penerapan good corporate governance. Komite audit erat

kaitannya dengan penelaahan terhadap resiko yang dihadapi perusahaan dan

ketaatan peraturan yang berlaku.

Keberadaan komite audit pada perusahaan publik di Indonesia secara

resmi dimulai sejak bulan Juni 2000 dengan adanya Keputusan Direksi BEJ No:

Ke-315/BEJ/06/2000 perihal: Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang

Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa. Pada hal ini

menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang


(28)

Indonesia wajib memiliki komisaris independen, komite audit, sekretaris

perusahaan, keterbukaan dan standar laporan keuangan per sektor. Pembentukan

komite audit dilakukan dengan dasar UU No.19 tahun 2003 pasal 70, yang

dijabarkan lebih lanjut dalam keputusan Bapepam No.29 tahun 2004 pasal 2.

Pembentukan tersebut berkaitan dengan review system pengendalian internal

perusahaan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas

fungsi audit.

2.1.3.2 Peran Komite Audit

Menurut Bradbury et al ., (dalam Suryana, 2005), komite audit bertugas

membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh

manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas komite

audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan,

menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan

kepatuhan terhadap peraturan (Suryana, 2005).

Didalam pelaksanaan tugasnya komite menyediakan komunikasi formal

antara dewan, manajemen, auditor eksternal dan auditor internal (Bradbury et al.,

2004). Adanya komunikasi formal antara komite audit, auditor internal dan

auditor eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit internal dan audit eksternal

yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan kemudian


(29)

2.1.3.3 Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit

Tujuan dan manfaat dibentuknya komite audit menurut Effendi (2002)

dalam Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif adalah :

1. Pelaporan Keuangan

Meskipun direksi dan dewan komisaris bertanggungjawab terutama atas

laporan keuangan dan auditor eksternal bertanggungjawab hanya atas laporan

keuangan audit ekstern, komite audit melaksanakan pengawasan independenatas

proses laporan keuangan dan audit ekstern.

2. Manajemen Resiko dan Kontrol

Direksi dan dewan komisaris utama bertanggungjawab atas manajemen

resiko dan kontrol, komite audit memberikan pengawasan independen atas proses

risiko dan kontrol.

3. Corporate Governance

Komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses tata

kelola perusahaan meskipun direksi dan dewan komisaris terutama

bertanggngjawab atas pelaksanaan corporate governance.

Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor

SE-03/PM/2002 bagi perusahaan publik dan Keputusan Menteri BUMN Nomor


(30)

sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua

orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang

akuntansi dan keuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya, komite audit mempunyai

fungsi sebagai berikut :

1. Membantu dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan.

2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi

kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan.

3. Meningkatkan efektifitas funsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit.

4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

Tugas dan tanggung jawab komite audit juga ditandai adanya Keputusan

Ketua BAPEPAMNomor : KEP-41/PM/2003 yang menyebutkan bahwa komite

audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap

laporan keuangan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan

komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris,

dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.

2.1.4 Manajemen Laba

2.1.4.1 Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba atau earning management adalah tindakan campur tangan


(31)

menguntungkan dirinya sendiri. Earning management merupakan salah satu

faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan (Setyawati, 2000).

Scott (2003:369) mendefinisikan earning management sebagai “the choice

by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objective”

yang kurang lebih memiliki arti pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam

menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu.

Konsep earning management menurut Salno dan Baridwan (2000)

menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan

bahwa “praktek manajemen laba dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan

manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak

berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang

dikehendakinya”.

Menurut Sugiri (1998), definisi menajemen laba dapat dibagi dalam dua

definisi, yaitu :

a. Definisi Sempit

Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode

akuntansi. Earning management dalam arti sempit ini di definisikan sebagai

perilaku manager untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals


(32)

b. Definisi Luas

Dalam pengertian luas ini, manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk

meningkatkan atau mengurangi laba saat ini, tanpa mengakibatkan peningkatan

atau penuruna profitabilitas ekonomi jangka panjang.

Jika Sugiri (1998) memberikan definisi earning management secara teknis,

maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak manajemen

laba terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999), earning

management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan

untuk pengambilan keputusan, karena earning management merupakan suatu

bentuk manipulasi laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara

manajer dan pihak eksternal perusahaan.

2.1.4.2 Motivasi dalam Manajemen Laba

Menurut Scott (2003) beberapa motivasi yang mendorong manajemen

melakukan earning management, antara lain sebagai berikut :

1. Motivasi Bonus

Motivasi bonus merupakan slaah satu dorongan bagi manajer dalam


(33)

kebijakan dalam pencapaian laba tertentu.

2. Motivasi Kontrak

Berkaitan dengan utang jangka panjang, yaitu manajer menaikkan laba

bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical

default.

3.Motivasi Politik

Aspek politik ini tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya

perusahaan besar dan industri strategis karena aktivitasnya melibatkan

hajat hidup orang banyak.

4.Motivasi Pajak

Pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan mengurangi laba

bersih yang dilaporkan.

5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer)

Banyak motivasi yang timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang

mendekati masa pension akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang

berhasil memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, dan


(34)

6. Penawaran Saham Perdana (IPO)

Manajer perusahaan go public melakukan earning management untuk

memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya dengan harapan

mendapatkan respon pasar yang positif terhadap peramalan laba sebagai

sinyal dari nilai perusahaan.

7. Motivasi Pasar Modal

Dalam hal ini untuk mengungkapkan informasi privat yang dimiliki

perusahaan kepada investor dan kreditor.

Manajemen laba juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang

lain, misalnya dalam rangka mendapatkan bonus berbasis laba, untuk menghindari

pelanggaran kontrak utang, dan menghindati biaya politis (political cost) pada

waktu perusahaan mendapat laba yang tinggi.

2.1.4.3 Pola Manajemen Laba

Menurut Scott (2003) berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam

earning managementadalah :

1. Taking a Bath

Terjadi apabila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi,


(35)

bisa dilakukan manajer adalah dengan menghapus aktiva dengan

harapan laba yanag akan datang meningkat.

2. Income Minimization

Bentuk ini mirip dengan “taking a bath”, tetapi lebih sedikit

ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang

tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak

berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya.Pada

saat profitabilitas sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat

perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa

penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan

dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi

untuk biaya eksplorasi.

3. Income Maximation

Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi

untuk tujuan bonus yang lebih besar.Perencanaan bonus yang

didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk

memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk

meningkatkan pembayaran bonus tahunan.Tindakan ini dilakukan pada

saat laba perusahaan menurun.


(36)

Bentuk ini dianggap bentuk yang paling menarik.Karena hal ini

dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan

pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya

investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.5 Discretionary Accrual

Manajemen laba dapat terjadi dengan cara penyusunan laporan keuangan

menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual yang terdapat pada prinsip

akuntansi yang berterima umum memberikan kesempatan bagi manajer untuk

membuat pertimbangan akuntansi yang akan memberi pengaruh kepada

pendapatan yang dilaporkan. Pada hal ini pendapatan dapat dimanipulasi melalui

discretionary accrual (Gumanti, 2001).

Menurut Healy (1985) dan DeAngelo (1986) yang dikutip oleh Primanita

dan Setiono (2006), konsep akrual memiliki dua komponen.Komponen

discretionary accrual dan non-discretionary accrual.Komponen discretionary

accrual merupakan bagian akrual yang dapat dimanipulasi oleh manajer.Hal

tersebut karena manajer memiliki kemampuan untuk mengontrol dalam jangka

pendek.Sedangkan komponen non-disretionary accrual ditentukan oleh

faktor-faktor luar seperti kondisi ekonomi atau permintaan terhadap penjualan serta

faktor-faktor lain yang tidak dapat dikontrol oleh pihak manajer.Discretionary

accruals diantaranya penilaian piutang, pengakuan biaya garansi (future warranty


(37)

manajemen laba dengan manipulasi akrual-akrual tersebut untuk mencapai tingkat

pendapatan yang dinginkannya.

Penentuan discretionary accrualsdiatas dengan maksud untuk menaikkan

atau menurunkan laba merupakan tindakan manajemen laba (earnings

management). Hasil penelitian Yoon et al. (2006) menunjukkan bahwa dalam

melakukan manajemen laba, perusahaan yang menaikkan laba cenderung

menggunakan untung dari penghentian aset, sedangkan perusahaan yang

menurunkan laba cenderung menggunakan biaya kerugian piutang dan rugi

penghentian aset.

Hasil penelitian Gumanti (2001) menunjukkan bahwa terdapat manajemen

laba dalam statement keuangan perusahaan sebelum go public dengan

menggunakan akrual yang menaikkan laba. Manajemen laba ini dilakukan dengan

tujuan tertentu. Dengan menggunakan akrual yang menaikkan laba, maka akan

didapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham.

Balsam et.al., (2003) menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh

auditor spesialis industri mempunyai discretionary accruals lebih rendah dan

koefisien respon laba lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit

oleh auditor non-spesialis. Temuan ini menunjukkan bahwa kompetensi auditor

yang tinggi dalam industri yang diaudit dapat mengurangi manajemen laba


(38)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai efektifitas komite audit telah banyak dilakukan

diseluruh dunia. Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan keterkaitan

antara karakteristik yang dimiliki oleh komite audit dengan kualitas laba pada

perusahaan. Suryana (2005) menguji pengaruh karakteristik komite audit terhadap

manajemen laba. Manajemen laba diukur dengan metode pengukuran “ koefisien

respon laba “ yang terdiri dari komponen capital adequency ratio dan unexpected

return. Hasil penelitian menunjukkan koefisien respon laba pada perusahaan yang

membentuk komite audit lebih besar daripada perusahaan yang tidak membentuk

komite audit.

Lin et al., (2006) yang bertujuan untuk mengetahui efek dari kinerja audit

komite terhadap kualitas laba. Kualitas laba diukur dari apakah perusahaan

melakukan restatement atau tidak, karena adnaya restatement menunjukkan

praktik manajemen laba yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Penelitian

ini menunjukkan semakin besar ukuran komite audit akan mengurangi terjadinya

restatementoleh perusahaan.

Penelitian juga dilakukan oleh Putri (2011) yang menguji pengaruh

karakterisktik komite audit terhadap manajemen laba. Kualitas laba disini dihitung

dengan cara mendeteksi adanya abnormal accruals atau discretionary

accruals.Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara ukuran


(39)

Siallagan et al. (2006), Rahman et al. (2006), dan Ebrahim (2007) menguji

pengaruh mekanisme corporate governanceyang dilakukan oleh perusahaan

terhadap manajemen laba. Kualitas laba disini dihitung dengan cara mendeteksi

adanya abnormal accrual atau yang biasa disebut dengan discretionary accrual.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara

keberadaan dan besarnya ukuran dewan direksi maupun komite audit dengan

kualitas laba.

Selain itu Sharma et al., (2009) meneliti hubungan antara jumlah

pertemuan auditor dengan independensi, reputasi auditor dan stock ownership.

Hasil peenelitian menunjukkan bahwa jumlah pertemuan auditor berhubungan

secara negatif dengan independensi dna reputasi auditor.

Berikut ringkasan peenlitian terdahulu disajikan pada tabel 2.1 :

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Peneliti Variabel Bebas Variabel Terikat Alat Analisis Hasil Penelitian Vineeta Sharma, Vic Naiker, Barry Lee. Determinants of audit committee meeting frequency: evidence from a voluntary governance system. Audit Quality Variabel Independen:-independensi, stock ownership, reputasi auditor. Audit Committee

Regresi Ukuran Komite Audit berpengaruh Secara negatif terhadap kualitas laba. Jerry W. Lin, June f. Li, Joon S.

The effects of audit committee performance -earnings Restatement Independen: -audit komite, Audit Committee

Regresi Hanya ukuran besarnya komite audit


(40)

Yang. on earnings quality. independensi, Ukuran,jumlah pertemuan, Kepemilikan saham. yang berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Destika Maharani Putri Pengaruh karakteristik komite audit terhadap manajemen laba -Earnings management variabel independen: independensi, Ukuran financial expertise, jumlah pertemuan. karakteristik Komite Audit

Regresi Ukuran Komite Audit berpengaruh secara negatif terhadap kualitas laba. Ahmed Ebrahim Earnings management and board activity : an additional evidence Earnings management variabel independen: independensi, Dewan direksi dan Komite Audit.

Board activity : an additional evidence

Regresi Hubungan negatif antara independesi komite audit dan dewan komisaris terhadap manajemen laba.

1.3Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang telah

dikemukakan diatas, maka dibuat kerangka konseptual dan hipotesis sebagai


(41)

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

ssss

2.4 Pengembangan Hipotesis

Efektifitas komite audit telah menjadi perhatian sehubungan dengan

kualitas dari proses pelaporan keuangan sebuah perusahaan dengan adanya

beberapa skandal akuntansi belakangan ini (Lin et al., 2006). Beberapa penelitian

telah dilakukan untuk menguji pengaruh dari karakteristik komite audit terhadap

adanya manajemen laba. Karakteristik pada penelitian ini berfokus pada

independensi, ukuran, kompetensi, dan frekuensi pertemuan pada komite audit.

2.4.1 Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

Salah satu karakteristik dari komite audit yang dapat meningkatkan fungsi

pengawasan adalah Independensi. Anggota komite audit independen adalah

anggota yang tidak memiliki hubungan langsung kepada perusahaan. Anggota Independensi

(X1)

Ukuran Komite Audit (X2)

Kompetensi (X3)

Frekuensi Pertemuan (X4)

Manajemen Laba (Y)


(42)

komite audit yang independen akan memastikan pelaporan keuangan yang lebih

berkualitas.

Ebrahim (2007) membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif antara

keterjadian manajemen laba dengan komite audit yang terdiri dari anggota yang

independen. Karena semakin independen anggota tersebut, maka kualitas

pelaporan keuangan oleh perusahaan dapat lebih dipercaya. Sehingga

independensi yang dimiliki oleh komite audit dapat meminimalisasi adanya

manajemen laba.

Untuk menguji hubungan antara independensi komite audit dan

manajemen laba melalui perhitungan discretionary accrual, penelitian ini akan

menguji H1 yang dirumuskan sebagai berikut :

H1: Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba.

2.4.2 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

Ukuran komite audit adalah salah satu karakteristik komite audit lainnya

yang mendukung fungsi pengawasan terhadap manajemen agar tidak merugikan

pihak pemilik perusahaan. Menurut KNKG, untuk membangun komite audit yang

efektif, rentan jumlah anggota yang diperlukan adalah 3-5 orang. Karena dengan

semakin besarnya ukuran komite audit akan meningkatkan fungsi pengawasan


(43)

Yang and Khrisnan (2005) berhasil membuktikan bahwa terdapat

hubungan negatif antara ukuran komite audit dengan manajemen laba

(discretionary accrual). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ukuran

komite audit maka kualitas pelaporan keuangan semakin terjamin. Besarnya

ukuran komite audit dapat meminimalisasi terjadinya manajemen laba.

Untuk menguji hubungan antara ukuran komite audit dan manajemen laba

melalui perhitungan discretionary accrual, penelitian ini menguji H2 yang

dirumuskan sebagai berikut:

H2: Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba

2.4.3 Pengaruh Kompetensi Komite Audit Terhadap Manajemen Laba

Kompetensi adalah kemampuan yang harus dimiliki mengenai

pemahaman yang memadai tentang akuntansi, audit dan sistem yang berlaku

dalam perusahaan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan

pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan

seorang komite audit untuk melaksanakan tugas dengan baik. Anggota komite

audit harus mampu dan mengerti serta menganalisa laporan keuangan.

Kompetensi audit diwujudkan oleh keahlian keuangan yang dimiliki anggota

komite (Anggarini, 2010).

Abbot et al. (2004) dan DeZoort et al. (2001) menyatakan bahwa terdapat

hubungan negatif antara financial expertiseakan mengurangi terjadinya


(44)

Untuk pengujian lebih jauhnya mengenai hubungan antara financial

expertise dan kualitas laba, maka penelitian ini akan menguji H3 yang dirumuskan

sebagai berikut :

H3: Kompetensi Komite Audit berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba

2.4.4 Pengaruh Frekuensi Pertemuan Audit Terhadap Manajemen Laba

Frekuensi pertemuan audit adalah karakteristik audit yang berikutnya.

Semakin tinggi frekuensi pertemuan yang diadakan akan meningkatkan efektifitas

komite audit dalam mengawasi manajemen (agen) agar tidak berusaha

mengoptimalkan kepentingannya sendiri.

Sharma et al. (2009) membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki

komite audit dengan tingkat frekuensi pertemuan yang kecil akan cenderung

menghasilkan laporan keuangan yang kurang berkualitas. Sehingga semakin

tinggi tingkat frekuensi pertemuan dapat meminimalisasi manajemen laba.

Untuk menguji hubungan antara frekuensi pertemuan audit dan kualitas

laba, penelitian ini menguji H4 yang dirumuskan sebagai berikut:

H4: Frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh negatif terhadap


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah assosiatif kausal. Menurut Erlina

(2008:34) “penelitian asosiatif adalah penelitian yang menghubungkan dua

variabel atau lebih. Desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu

variabel mempengaruhi yang lain”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu karakteristik komite audit; Independensi komite audit, Ukuran komite audit,

kompetensi komite audit dan Frekuensi pertemuan sebagai variabel bebas dan

Praktik manajemen labasebagai variabel terikat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan demikian

peneliti akan menggunakan data-data yang disediakan oleh Bursa Efek Indonesia

(BEI) dilihat melalui laporan keuangan perusahaan manufaktur selama periode

2010 sampai 2012 melalui website

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Menurut Erlina (2008) “definisi operasional adalah menjelaskan

karakteristik dari obyek kedalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang


(46)

Variabel yang digunakandalampenelitianiniadalahsebagaiberikut :

1. Varibelindependen (bebas), merupakanvariabel yang mempengaruhi variabel

lain (Erlina,2008). Variabelindependen (bebas) yang

digunakandalampenelitianiniadalahIndependensiKomite Audit, UkuranKomite

Audit, KompetensiKomite Audit, danFrekuensiPertemuan.

2. Variabeldependen (terikat), merupakanvariabel yang dijelaskanatau yang

dipengaruhioleh variable independen (Erlina, 2008).

VariabeldependendalampenelitianiniadalahManjemenLaba.

Definisioperasionalmerupakanpetunjuktentangbagaimanasuatuvariabel di

ukursehinggapenelitidapatmengetahuibaikatauburukpengukurantersebut.Definisio

perasionaldari variable terikatdan variable bebas yang dijadikan indicator

empirisdaripenelitianadalah :

a) IndependensiKomite Audit (X1)

VariabelIndependensiKomite Audit diukurdenganpresentase antar anggota

yang independenmenurutketentuan BAPEPAM

terhadapjumlahseluruhanggotakomite audit.DenganskalapengukuranRasio.

b) Ukuran Komite Audit (X2)

VariabelUkuranKomite Audit diukurdenganjumlah nominal anggota

audit.Denganskalapengukuran Nominal.


(47)

c) KompetensiKomite Audit (X3)

VariabelKompetensiKomite Audit

diukurdenganpresentasedarijumlahanggotakomite audit yang

mempunyaikeahlianakuntansidanataukeuanganterhadapjumlahanggotakomite

audit secarakeseluruhan. DenganskalapengukuranRasio.

d) FrekuensiPertemuan (X4)

VariabelFrekuensiPertemuandilihatdarijumlah nominal pertemuan yang

dilakukanolehkomite audit dalamtahunberjalan. Denganskalapengukuran Nominal.

FrekuensiPertemuan = Jumlahpertemuan yang dilakukankomite audit

e) ManajemenLaba (Y)

Manajemenlabadiukurdengan data fundamental perusahaanyaitu data yang

berasaldarilaporankeuangan.Manajemenlabadalampenelitianinidiukurdenganmeng

gunakanDiscretionary Accrual (DA).DenganskalaperusahaanRasio.

Tabel 3.1


(48)

Variabel yang diukur

Definisi Parameter Skala

VariabelIndependen: Independensi Komite Audit (Independensi) Anggota komite audit yang tidak memiliki hubungan langsung dengan perusahaan

Presentase antara anggota

yang independen menurut

ketentuan BAPEPAM

terhadap jumlah seluruh

anggota komite audit.

Rasio

VariabelIndependen:

Ukuran Komite Audit

(Ukuran_KA) Komite yang mendukung fungsi pengawasan terhadap manajemen.

Dilihat dari jumlah

nominal anggota audit

Nominal VariabelIndependen: Kompetensi Komite Audit (Kompetensi) Kemampuan yang harus dimiliki oleh komite audit.

Mencari presentase dari

jumlah anggota komite

audit yang mempunyai

keahlian akuntansi dan

atau keuangan terhadap Rasio


(49)

jumlah anggota komite

audit secara keseluruhan.

Variabel Independen: Frekuensi Pertemuan (Frekuensi) Jumlah Pertemuan yang dilakukan melalui RUPS

Dilihat dari jumlah

nominal pertemuan yang

dilakukan oleh komite

audit dalam tahun

berjalan.

Nominal

Variabel Dependen: Manjemen Laba (Man_Laba) Pengukuran manajemen laba menggunakan Discretionary Accrual (DA)

TAC = Nit – CFOit

Ln_ManLaba = Ln(

Rasio

3.4 Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2004, 72) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasidalampenelitianiniadalahperusahaanmanufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia padatahun 2010 sampai


(50)

3.5 Sampel dan Teknik Penentuan Sampel

Sampeladalahbagiandaripopulasi yang diambilmelaluicara-caratertentu,

jelas, danlengkap yang dianggap bias

mewakilipopulasi.Pengambilansampeldalampenelitianinidilakukandenganmenggu

nakanpurposive sampling method,

penentuansampelatasdasarkesesuaiankarakteristikdankriteriatertentu (Suryana,

2005).

Kriteria yang digunakandalampengambilansampeldenganteknikpurposive

sampling adalahsebagaiberikut:

a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI padatahun 2010-2012

dansudahterdaftarsebelum 01 Januari 2010

b. Perusahaan tidaksedangberadadalam proses delisting

padaperiodepengamatan.

c. Perusahaan tersebutmenerbitkanlaporankeuanganpadatahun 2010-2012.

Sampel perusahaan dalam penelitian ini berjumlah 21 perusahaan (Lamp.1).

berikut ini adalah perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian:


(51)

Sampel Perusahaan

NO NAMA PERUSAHAAN

1 Citra Turbindo Tbk

2 Jakarta Kyoei Steel Work Ltd Tbk 3 Pelangi Indah Canindo Tbk

4 Eterindo Wahanatama Tbk

5 Berlina Tbk

6 Trias Sentosa Tbk

7 Yana Prima Hasta Persada Tbk

8 Serasi Autoraya Tbk

9 Gajah Tunggal Tbk

10 Nipress Tbk

11 Selamat Sempurna Tbk

12 Pan Asia Indosyntec Tbk

13 Pan Brothers Tbk

14 Kabellindo Murni Tbk

15 Gudang Garam Tbk

16 Kimia Farma Tbk

17 Pyridam Farma Tbk

18 Tempo Scan Pasific Tbk

19 Mandom Indonesia Tbk

20 Langgeng Makmur Industry Tbk 21 PT.Astra Agro Lestari Tbk

3.6 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu

data yang diperoleh melalui sumber yang ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri

oleh peneliti. Data tersebut berupa laporan tahunan yang dikeluarkan oleh

perusahaan publik manufaktur tercatat periode 2010 – 2012 yang terdaftar di


(52)

3.7 Teknik Analisis Data

Teknikanalisis data dalampenelitianiniadalahmenggunakanbantuan

program computer yaitu program SPSS 16. Adapunanalisis yang

dilakukansebagaiberikut:

3.7.1 Pengujian Data

a. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahhui karakteristik

sampel yang digunakan dalam menggambarkan variabel-variabel dalam penelitian.

Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah, sampel, nilai minimum, nilai

maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi.

b. Uji Asumsi Klasik

Pengujian yang dilakukan adalah uji normalitas, uji multikolenieritas, uji

heteroskedastisitas, dan uji auto korelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui

bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk


(53)

Untuk menghindari adanya hasil yang menyesatkan menggunakan grafik,

maka uji grafik ini dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang digunakan

adalah dengan menggunakan uji non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji

K-S dilakukan dengan membuat hipotesis :

HO : data residual berdistribusi normal

HA : data residual tidak berdistribusi normal

Apabila nilai signifikansi lebih besar 5%, maka Ho diterima berarti data

residua l berdistribusi normal.

2.Uji Multikolenieritas

Uji ini digunakan untuk situasi dimana adanya korelasi variabel-variabel

independen antara yang satu dengan yang lainnya. Tujuannya adalah untuk

mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara

masing-masing variabel bebas (independen). Apabila terjadi korelasi antar

variabel-variabel tersebut, berarti terjadi problem multikolinearitas. Sedangkan

variabel yang baik adalah variabel yang tidak memiliki problem multikolinearitas.

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai kolerasi antar variabel

independen lebih besar dari 0.9 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat gejala


(54)

3.Uji Heteroskedastisitas

Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi tersebut

terjadi heteroskedastisitas yang bertujuan untuk mengethui terjadinya varian tidak

sama untuk variabel bebas yang berbeda (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik

adalah jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda

(heteroskedastisitas).

Untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada

atau tidaknya pola tertentu pada grafik Scatter Plot dengan ketentuan :

a. jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur maka menunjukkan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokesdastisitas.

4.Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada peroide t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi kolerasi maka dinamakan

ada problem autokolerasi. Autokolerasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena resedual

(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Run


(55)

bila hasil output SPSS menunjukkan probabilitas signifikansi dibawah 0.05

disimpulkan terdapat gejala autokorelasi pada model regresi tersebut.

3.7.2 Uji Hipotesis

3.7.2.1 Uji Koefisien Determinasi (goodness of fit test)

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana

kemampuan modal dalam menerapkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi menunjukkan persentase pengaruh dari variabel independen terhadap

variabel dependen yang dinyatakan dalam adjusted adjusted Rsquare (R2 ).

3.7.2.2 Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara

bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Apabila

nilai profitabilitas signifikansi < 0.05, maka variabel independen secara

bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

3.7.3Pengujian Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan untuk menguji


(56)

statistik untuk menguji hubungan antara beberapa variabel bebas terhadap satu

variabel terikat.

Model yang digunakan dalam regresi berganda untuk melihat pengaruh

Independensi Komite Audit, Ukuran Komite Audit, Kompetensi Komite audit dan

Frekuensi Pertemuan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dalam penelitian

ini adalah :

Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4

Keterangan: Y = Manajemen Laba

a = Konstanta

b1,b2,b3,b4 = Koefisien Regresi

X1 = Independensi Komite Audit

X2 = Ukuran Komite Audit

X3 = Kompetensi Komite Audit


(57)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1 Data Penelitian

Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik

dengan menggunakan analisi persamaan regresi berganda, yakni studi mengenai

ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

independen (bebas), yang bertujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi

rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel

independen yang diketahui (Gujarati, 2003).

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs Bursa Efek

Indonesia

keuangan publikasi pada peusahaan manufaktur yang sudah diaudit selama

periode 2010-2012. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, didapat 21

perusahaaan yang memiliki kriteria dan dijadikan sampel dalam penelitian ini dan

diamati selama periode 2010-2012. Analisis dimulai dengan mengolah mentah

dengan menggunakan Microsoft Excel. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi

klasik dan uji hipotesis dengan menggunakan regresi berganda. Pengujian asumsi

klasik dan uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 16.

Peosedur pengujian dimulai dengan memasukkan data yang akan diuji ke dalam

program SPSS, yang kemudian akan menghasilkan output-output sesuai dengan


(58)

4.2 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskriptif

suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), nilai minimum, nilai maksimum,

dan standar deviasi. Penelitian ini menggunakan manajemen laba sebagai variabel

dependen (terikat) dan menggunakan variabel independen (bebas) yaitu

karakteristik komite audit yang diproksikan ke dalam komponen-komponen

penyusunnya , yakni independensi komite audit, ukuran komite audit, kompetensi

komite audit, dan frekuensi pertemuan komite audit. Hasil analisis dengan

menggunakan statistik deskriptif menghasilkan data sebagai berikut :

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

INDEPENDENSI 63 .00 1.00 .4200 .34213

UKURAN_KA 63 0 1 .70 .463

KOMPETENSI 63 .33 .80 .6368 .11764

FREKUENSI 63 0 1 .27 .447

Ln_MANLABA

63 18.8093 29.2137 2.424677E

1 2.0172109

Valid N (listwise) 63

Dari hasil analisis statistik deskriptif tersebut diketahui bahwa jumlah observasi dalam penelitian (N) adalah 63.


(59)

1. Variabel Independensi (X1) memiliki nilai minimum (terkecil) adalah 0 dan nilai maksimum (terbesar) adalah 1 dengan mean (nilai rata-rata) independensi adalah 0.4200. Standar deviasi yang dihasilkan sebesar 0.34213 artinya standar penyimpangan dalam regresi sebesar 0.34213.

2. Variabel Ukuran_KA (X2) memiliki nilai minimum (terkecil) adalah 0 dan nilai maksimum (terbesar) adalah 1 dengan mean (nilai rata-rata) Ukuran_KA adalah 0.70. Standar deviasi yang dihasilkan sebesar 0.463 artinya standar penyimpangan dalam regresi sebesar 0.463.

3. Variabel Kompetensi (X3) memiliki nilai minimum (terkecil) adalah 0.33 dan nilai maksimum (terbesar) adalah 0.80 dengan mean (nilai rata-rata) Kompetensi adalah 0.6368. Standar deviasi yang dihasilkan sebesar 0.11674 artinya standar penyimpangan dalam regresi sebesar 0.11674.

4. Variabel Frekue nsi (X4) memiliki nilai minimum (terkecil) adalah 0 dan nilai maksimum (terbesar) adalah 1 dengan mean (nilai rata-rata) Frekuensi adalah 0.27. Standar deviasi yang dihasilkan sebesar 0.447 artinya standar penyimpangan dalam regresi sebesar 0.447.

5. Variabel Manjemen Laba/Ln_Manlaba (Y) memiliki nilai minimum (terkecil) adalah 18.8093 dan nilai maksimum (terbesar) adalah 29.2137 dengan mean (nilai rata-rata) Ln_MANLABA adalah 2.424677E1.Standar deviasi yang dihasilkan sebesar 2.0172109 artinya standar penyimpangan dalam regresi sebesar 2.0172109.

4.3 Pengujian Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.


(60)

Pengujian ini diperlukan karena melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal (Erlina, 2008).

Dasar pengambilan keputusannya, bila grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal dan grafik normal plot menyebar teratur mengikuti garis diagonal, maka data terdistribusi dengan normal.

Gambar 4.1 Histogram


(61)

Gambar 4.1 menyatakan bahwa data berditribusi normal karena grafik histogram menunjukkan distribusi data mengikuti garis diagonal yang tidak menceng (skewness) ke kiri maupun ke kanan.

Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot


(62)

Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot memperlihatkan titik-titik menyebar disekitar garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi normal.

Uji Normalitas juga dapat dilakukan dengan Kolmogrov Smirnov untuk mengetahui apakah Independensi Komite Audit, Ukuran Komite Audit, Kompetensi Komite Audit, Frekuensi Pertemuan Komite Audit dan Manajemen Laba berdistribusi normal atau tidak. Apabila nilai signifikannya lebih besar dari 0.05 maka data berdistribusi normal, sedangkan jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.2 berikut menyajikan tabel hasil uji Kolmogorov Smirnov :

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 63

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.90560633

Most Extreme Differences Absolute .076

Positive .076

Negative -.076

Kolmogorov-Smirnov Z .605

Asymp. Sig. (2-tailed) .858

a. Test distribution is Normal.

Hasil pengolahan data menunjukkan besar nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0.605 dan signifikansi pada 0.858 maka disimpulkan data terdistribusi secara normal karena asymp. Sig. adalah 0.858 berada diatas nilai signifikan 0.05.


(63)

4.3.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain (Ghozali, 2006). Jika variance dari suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedasitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.

Cara mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan

melihat grafik scatterplot yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan

program SPSS. Dasar pengambilan keputusan (Pratisto, 2009) adalah sebagai

berikut :

a. Jika terdapat pola tertentu,sepertititik-titik yang

adamembentukpolatertentu yang

teraturmakamenunjukkanterjadiheteroskedastisitas.

.

b. Jika tidak adapola yang jelas,

sertatitik-titikmenyebardiatasdandibawahangka 0 padasumbu Y,

makatidakterjadiheteroskedastisitas.

Berikut ini adalah grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi

gejala heteroskedastisitas atau tidak dengan mengamati penyebaran titik-titik pada


(64)

Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak

dengan tidak adanya pola yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah

angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi


(65)

4.3.3 Uji Autokorelasi

Uji autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).

Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokolerasi. Autokorelasi

muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama

lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan

menggunakan uji Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut (Sunyoto,

2009):

a. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

b. Angka D-W diantara -2 samapi +2 berarti tidak ada korelasi.

c. Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Hasil dari pengujian autokorelasi dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .328a .108 .046 1.9702214 1.857

a. Predictors: (Constant), FREKUENSI, INDEPENDENSI, KOMPETENSI, UKURAN_KA


(66)

Tabel 4.3 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1,857. Angka ini

terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.

4.3.4 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk

mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi dapat

dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cut off yang

umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance

< 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 28.029 1.522 18.415 .000

INDEPENDENSI -.048 .745 -.008 -.065 .948 .965 1.037

UKURAN_KA -.881 .563 -.202 -1.565 .123 .922 1.084

KOMPETENSI -4.919 2.164 -.287 -2.273 .027 .966 1.035


(67)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 28.029 1.522 18.415 .000

INDEPENDENSI -.048 .745 -.008 -.065 .948 .965 1.037

UKURAN_KA -.881 .563 -.202 -1.565 .123 .922 1.084

KOMPETENSI -4.919 2.164 -.287 -2.273 .027 .966 1.035

FREKUENSI -.051 .581 -.011 -.087 .931 .928 1.078

a. Dependent Variable: Ln_MANLABA

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam

model regresi yang digunakan. Hal ni terlihat dari nilai tolerance-nya yang kurang

dari 0,10. Nilai VIF juga menunjukkan hal tersebut, bahwa tidak ada satupun

variabel independennya yang memiliki nilai VIF yang lebih besar dari 10.

4.4 Analisis Regresi

Hasil pengujian asumsi klasik di atas menunjukkan bahwa model regresi

layak dilakukan analisis regresi. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan regresi linear berganda. Pengelolaan data dengan

menggunakan regresi liniar terlebih dulu dilakukan beberapa tahapan untuk

mengetahui hubungan antara variabel dependen, dalam hal ini kinerja perusahaan

dengan variabel independennya yakni karakterisik komite audit yang diproksikan

ke dalam komponen penyusunnya, yakni independensi komite audit, ukuran

komite audit, kompetensi komite audit, dan frekuensi komite audit. Hasil regresi


(68)

Tabel 4.5 Analisis Hasil Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 28.029 1.522 18.415 .000

INDEPENDENSI -.048 .745 -.008 -.065 .948

UKURAN_KA -.881 .563 -.202 -1.565 .123

KOMPETENSI -4.919 2.164 -.287 -2.273 .027

FREKUENSI -.051 .581 -.011 -.087 .931

a. Dependent Variable: Ln_MANLABA

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, diperoelh persamaan regresi

sebagai berikut :

Y = 28,029 - 0,048X1 -0,881X2 - 4,919X3- 0,051X4

Keterangan :

1. Konstanta sebesar 28,029 menunjukkan bahwa apabila tidak ada

variabelindependen (X1,X2,X3,X4=0) maka Mananjemen Laba sebesar 28,029.

2. Koefisien regresi independensi komite audit (X1) = - 0,048 artinya

setiappeningkatan independensi komite audit sebesar 1% akan di ikuti

penurunan tindakan manajemen laba sebesar 0,048 dengan asumsi variabel

lainnya tetap.


(69)

Ukuran komite audit sebesar 1% akan di ikuti penurunan tindakan manajemen

laba sebesar 0,881 dengan asumsi variabel lainnya tetap.

4. Koefisien regresi kompetensi komite audit (X3) = - 4,919 artinya setiap

peningkatan kompetensi komite audit sebesar 1% akan di ikuti penurunan

tindakan manajemen laba sebesar 4,919 dengan asumsi variabel lainnya tetap.

5. Koefisien regresi frekuensi pertemuan komite audit (X4) = - 0,051 artinya

setiap peningkatan frekuensi pertemuan komite audit sebesar 1% akan di ikuti

penurunan tindakan manajemen laba sebesar 0,051 dengan asumsi variabel

lainnya tetap.

4.5 Pengujian Hipotesis

4.5.1 Uji Pengaruh Simultan (F Test)

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6

Hasil Uji Simultan (Uji F)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 27.144 4 6.786 1.748 .152a

Residual 225.143 58 3.882

Total 252.287 62


(70)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 27.144 4 6.786 1.748 .152a

Residual 225.143 58 3.882

Total 252.287 62

a. Predictors: (Constant), FREKUENSI, INDEPENDENSI, KOMPETENSI, UKURAN_KA

b. Dependent Variable: Ln_MANLABA

Hasil Uji ANOVA atau F test menunjukkan Fhitung sebesar 1,748 dengan

tingkat signifikan 0,152, sedangkan Ftabel sebesar 2,320 dengan signifikan 0,05.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa independensi komite audit,

ukuran komite audit, kompetensi komite audit, dan frekuensi komite audit

berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap manjemen laba karena

Fhitung< Ftabel (1,748 < 2,320) dan signifikan penelitian lebih besar dari 0,05

( 0,152 > 0,05).

4.5.2 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Nilai R2yang kecil berarti kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Koefisien


(71)

Tabel 4.7

Analisis Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .328a .108 .046 1.9702214 1.857

a. Predictors: (Constant), FREKUENSI, INDEPENDENSI, KOMPETENSI, UKURAN_KA

b. Dependent Variable: Ln_MANLABA

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa nilai dari koefisien korelasi (R)

sebesar 0,328 yang berarti hubungan manajemen laba dengan variabel independen

yaitu independensi komite audit, ukuran komite audit, kompetensi komite audit,

dan frekuensi pertemuan komite audit kuat karena diatas 0,328. Nilai R Square

atau koefisien determinasi adalah 0,108 (diperoleh dari 0,328 x 0,328 ), yang

berarti bahwa manajemen laba hanya bisa diterangkan oleh independensi komite

audit, ukuran komite audit, kompetensi komite audit, frekuensi pertemuan komite

audit sebesar 10,8% saja sedangkan 89,2% dijelaskan oleh sebab-sebab lain yakni

pada variabel lain yang mempengaruhi manajemen laba.

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil pengujian yang dilakukan diperoleh bahwa variasi dari variabel

independen yang terdiri dari independensi komite audit, ukuran komite audit,

kompetensi komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, mampu menjelaskan


(72)

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini. Berdasarkan

hasil pengujian bahwa secara simultan variabel independen yang terdiri dari

independensi komite audit, ukuran komite audit, kompetensi komite audit ,

frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh signifikan secara bersama-sama


(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan,

maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji statistik secara simultan Independensi Komite Audit,

Ukuran Komite Audit, Kompetensi Komite Audit dan Frekuensi Jumlah

Pertemuan Komite Audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

Manajeman Laba.

2. Berdasarkan hasil uji statistik secara simultan Karakteristik Komite Adit

yangdi proksikan ke dalam Independensi Komite Audit,Ukuran Komite

Audit,Kompetensi Komite Audit, dan Frekuensi Pertemuan berpengaruh

sebesar10,8% dan 82,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

dilakukan dalampenelitian ini.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. Objek penelitian yang digunakan untuk dianalisis sebagai sampel terbatas

pada perusahaan-perusahaan manufaktur dengan jumlah 21 perusahaan


(74)

2. Periode penelitian yang diamati adalah tahun 2010 sampai dengan tahun

2012.

3. Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini ternyata hanya

mampu menjelaskan variasi variabel dependen (Manajemen Laba) sebesar

10,8 % selebihnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh

penelitian ini.

5.3 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menambah tahun pengamatan untuk hasil yang lebih akurat,

2. Mengganti perusahaan lain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ynag

belum pernah diambil oleh peneliti sebelumnya.

3. Menambah Variabel lain dalam penelitian selanjutnya untuk hasil yang


(1)

Lampiran 2

Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 63

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.90560633 Most Extreme Differences Absolute .076

Positive .076

Negative -.076

Kolmogorov-Smirnov Z .605

Asymp. Sig. (2-tailed) .858

a. Test distribution is Normal.


(2)

Lampiran 2

Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 28.029 1.522 18.415 .000

INDEPENDENSI -.048 .745 -.008 -.065 .948 .965 1.037 UKURAN_KA -.881 .563 -.202 -1.565 .123 .922 1.084 KOMPETENSI -4.919 2.164 -.287 -2.273 .027 .966 1.035 FREKUENSI -.051 .581 -.011 -.087 .931 .928 1.078 a. Dependent Variable: Ln_MANLABA


(3)

Lampiran 2

Uji Heterokedastisitas

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .328a .108 .046 1.9702214 1.857


(4)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .328a .108 .046 1.9702214 1.857

a. Predictors: (Constant), FREKUENSI, INDEPENDENSI, KOMPETENSI, UKURAN_KA b. Dependent Variable: Ln_MANLABA

Sumber : Output SPSS yang diolah penulis

(2014)

Lampiran 3

STATISTIK DESKRIPTIF

Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

INDEPENDENSI 63 .00 1.00 .4200 .34213

UKURAN_KA 63 0 1 .70 .463

KOMPETENSI 63 .33 .80 .6368 .11764

FREKUENSI 63 0 1 .27 .447

Ln_MANLABA

63 18.8093 29.2137 2.424677E

1 2.0172109 Valid N (listwise) 63


(5)

Lampiran 4

Uji Hipotesis

Hasil Uji Simultan (Uji F)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 27.144 4 6.786 1.748 .152a

Residual 225.143 58 3.882

Total 252.287 62

a. Predictors: (Constant), FREKUENSI, INDEPENDENSI, KOMPETENSI, UKURAN_KA b. Dependent Variable: Ln_MANLABA


(6)

Lampiran 5

Analisis Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .328a .108 .046 1.9702214 1.857

a. Predictors: (Constant), FREKUENSI, INDEPENDENSI, KOMPETENSI, UKURAN_KA b. Dependent Variable: Ln_MANLABA