29 kemampuan berbahasa anak tunagrahita dengan menggunakan ITPA
Illinoins Test of Psycholinguistic Abilities
oleh Robert Ingall pada
tahun 1987 dalam Endang Rochyadi, 2005: 23 menunjukkan bahwa:
1 Anak tunagrahita memperoleh keterampilan berbahasa pada
dasarnya sama seperti anak normal 2
Kecepatan anak tunagrahita dalam memperoleh jauh lebih rendah dari pada anak normal
3 Kebanyakan anak tunagrahita tidak dapat mencapai
keterampilan bahasa yang sempurna 4
Perkembangan bahasa anak tunagrahita sangat terhambat dibandingkan anak normal, sekalipun pada MA yang sama.
Dengan kata lain anak tunagrahita mengalami defisit dalam keterampilan bahasa
5 Anak tunagrahita mengalami kesulitan tertentu dalam
menguasai gramatikal 6
Bahasa anak tunagrahita bersifat konkrit 7
Anak tunagrahita tidak dapat menggunakan kalimat majemuk, ia akan banyak menggunakan kalimat tunggal.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa
sesungguhnya keterampilan berbahasa yang diperoleh tunagrahita memiliki proses
yang sama dengan anak normal. Tapi dengan kemampuan intelektual yang terbatas, membuat perkembangannya juga tidak dapat seoptimal
anak normal. Dalam pembelajaran harusnya penggunaan bahasa sangatlah diperhatikan oleh guru. Guru harus menggunakan kalimat-
kalimat tunggal sederhana yang memudahkan siswa dalam menyerap pelajaran.
d. Masalah kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita sangat berbeda dengan anak pada umumnya. Faktor kepribadian ini disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal antara lain hambatan intelektual, keterbatasan fungsi fisik, dsb. Sedangkan faktor eksternal seperti
30 pengalaman, pandangan masyarakat, dsb. Alasan tersebut antara lain
Endang Rochyadi, 2005: 24-29:
1 Isolasi dan penolakan, perilaku ganjil yang ditunjukkan oleh anak
tunagrahita membuat mereka dijauhi dalam pergaulan. Penolakan yang diterima oleh tunagrahita sering membuat mereka berperilaku
menyimpang sebagai akibat dari perasaan frustasi mereka. 2
Labeling dan stigma, pemberian label negatif pada tunagrahita yang berlangsung sepanjang hayat tunagrahita tersebut, hingga
menimbulkan persepsi masyarakat dapat dianggap sebagai salah satu bentuk diskriminasi yang harus dijalani oleh penyandang
tunagrahita. 3
Setres keluarga, sikap orang tua ketika menyadari anak mereka tunagrahita cenderung memberikan penolakan terhadap anak. Akan
tetapi, yang timbul adalah hal lain, seperti perasaan terlalu melindungi akibat dari perasaan bersalah yang muncul.
4 Frustasi dan kegagalan, kegagalan yang sering dialami oleh
tunagrahita sering
menimbulkan perasaan
frustasi yang
berkepanjangan, sehingga berpengaruh buruk pada perkembangan emosinya.
5 Difungsi otak, karena otak tidak dapat berfungsi dengan baik maka
pengelolaan emosi mereka ikut terhambat. 6
Kesadaran rendah, rendahnya kemampuan intelegensi pada anak tunagrahita membuat mereka mengalami kesulitan dalam berpikir
31 rasional. Itulah mengapa, dalam pengendalian
impuls
mereka mengalami kesulitan. Anak tunagrahita cenderung selalu menuruti
keinginanhasrat sesaatnya tanpa memikirkan akibatresiko yang harus ditanggung kemudian.
Reiss, et. al Tin Suharmini, 2009: 88 mengatakan pada anak tunagrahita sering mengalami gangguan emosi dan masalah-masalah
perkembangan emosi sehubungan dengan kemampuannya yang rendah. Perilaku emosi yang sering dinampakkan seperti agresif, baik
verbal maupun
performance
, marah kadang meledak-ledak,
withdrawl
, takut, cemas, dingin, impulsif, lancang dan merusak. Emosi anak tunagrahita tidak matang, kadang masih nampak seperti
emosi pada kanak-kanak, nampak dengan jelas, mudah dipengaruhi, sensitif, dan kadang meledak-ledak Tin Suharmini, 2009: 88
Dapat disimpulkan bahwa masalah kepribadian yang dialami oleh tunagrahita akibat rendahnya kemampuan intelektuan yang
menyebabkan pengelolaan emosi pada tunagrahita mengalami gangguan. Mereka tidak dapat mengontrol emosi, sehingga
perkembangan kepribadian mereka ikut terhambat. Implikasi dalam pembelajran adalah dengan guru menciptakan lingkungan yang dapat
menerima anak tunagrahita layaknya anak normal yang lain. Guru juga dapat membentuk kepribadian siswa dengan mengajarkan cara
untuk mengelola emosi.
32
B. Pembelajaran bagi Siswa Tunagrahita