Jenis-Jenis Larva Nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Woo Xin Zhe

Tempat/tanggal lahir : Malaysia/ 10 September 1991

Agama : Buddha

Alamat : Kompleks Tasbi Blok I 57 Nomor Telepon : 087766407336

Email : xinzhe91@gmail.com Riwayat Pendidikan : SJK(C) Sg Jan (1997-2003)

SMK Padang Saujana (2004-2008)

Fakultas Kedokteraan Universitas Sumatera Utara (2012-sekarang)


(2)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Yth. Bapak/ibu,

Saya Woo Xin Zhe, mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melaksanakan penelitian

mengenai “Jenis-Jenis Larva Nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo,

Kecamatan Medan Sunggal, Medan”. Penelitian ini dilakukan sebagai

tahap akhir dalam menyelesaikan proses belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Saya berharap kesediaan Anda sebagai pemilik rumah untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, saya akan mengambil sampel air yang terdapat larva nyamuk/jentik nyamuk yang berada didalam/diluar rumah. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan Anda sebagai responden. Kerahsiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika Anda bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan informed consent dengan sukarela dan tanpa paksaan.

Atas perhatian dan kesediaan Anda menjadi responden dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Hormat saya Peneliti,


(3)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Umur : Alamat :

Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pengambilan sampel air yang terdapat larva nyamuk/jentik nyamuk di dalam dan diluar rumah saya.

Saya telah menerima dan mengerti penjelasan tentang penelitian “Jenis -Jenis Larva Nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan

Sunggal, Medan” dan dengan penuh kesadaran serta tanpa paksaan,

saya sebagai pemilik rumah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Demikianlah surah persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2015 Responden,


(4)

Lampiran 3

RENCANA TABEL PENENTUAN MORFOLOGI LARVA NYAMUK

NO Rumah ke

Tempat Wadah Cuaca CS ST SF PC SD MF IF

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Dst.

Keterangan :

CS : Comb scale ST : Siphonic Tufts SF :Sifon

PC :Pecten SD : Saddle

MF : Midfrontal Hairs IF : Innerfrontal Hair


(5)

Lampiran 4

RENCANA TABEL HASIL PENELITIAN

Tabel Persentase Jumlah Rumah yang Ditemukan Larva di Lokasi Penelitian

No Rumah Jumlah Persentase (%)

1 Ada larva

2 Tidak ada larva

Total

Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Wadah

No Jenis Wadah Jumlah(Ekor) Persentase (%)

1 Wadah alami 2 Wadah artifisial 3 Genangan air tanah

Total

Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Larva

No Jenis Larva Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 Aedes sp

2 Anopheles sp

3 Culex sp

4 Mansonia sp


(6)

Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan pH Air

No pH Air Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 pH < 6

2 pH 6-9

3 pH > 9

Total

Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Cuaca Penelitian

No Cuaca Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 Cuaca hujan 2 Tidak hujan

Total

Tabel Persentase Indeks Kepadatan Larva Nyamuk di Lokasi Penelitian

No Indeks Larva Persentase (%)

1 Angka Bebas Larva (ABL)

2 House Index (HI)

3 Container Index (CI)


(7)

Lampiran 5

TABEL FREKUENSI Posisi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Permukaan air 59 100.0 100.0 100.0

Wadah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Artifisial 53 89.8 89.8 89.8

Selokan 6 10.2 10.2 100.0

Total 59 100.0 100.0

Cuaca

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Hujan 23 39.0 39.0 39.0

Tidak Hujan 36 61.0 61.0 100.0

Total 59 100.0 100.0

Comb Scale

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 deret 17 28.8 28.8 28.8

3 deret 36 61.0 61.0 89.8

4 deret 6 10.2 10.2 100.0


(8)

Siphonic Tuft

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 pasang 53 89.8 89.8 89.8

4 pasang 4 6.8 6.8 96.6

5 pasang 2 3.4 3.4 100.0

Total 59 100.0 100.0

Sifon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4x lebar basal 53 89.8 89.8 89.8

5-6x lebar basal 6 10.2 10.2 100.0

Total 59 100.0 100.0

Pecten

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <4 6 10.2 10.2 10.2

>4 53 89.8 89.8 100.0

Total 59 100.0 100.0

Saddle

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(9)

Midfrontal hair

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2-4 53 89.8 89.8 89.8

5-7 6 10.2 10.2 100.0

Total 59 100.0 100.0

Innerfrontal hair

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2-4 53 89.8 89.8 89.8

5-8 6 10.2 10.2 100.0

Total 59 100.0 100.0

Spesies

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Culex sp 6 10.2 10.2 10.2

A. aegypti 53 89.8 89.8 100.0

Total 59 100.0 100.0

pH

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 6 9 15.3 15.3 15.3

7 50 84.7 84.7 100.0


(10)

Lampiran 6

TABEL CROSS TABS Comb Scale * Wadah Crosstabulation

Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Comb Scale 2 deret 17 0 17

3 deret 36 0 36

4 deret 0 6 6

Total 53 6 59

Siphonic Tuft * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Siphonic Tuft 1 pasang 53 0 53

4 pasang 0 4 4

5 pasang 0 2 2

Total 53 6 59

Sifon * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Sifon 4x lebar basal 53 0 53

5-6x lebar basal 0 6 6


(11)

Pecten * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Pecten <4 0 6 6

>4 53 0 53

Total 53 6 59

Saddle * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Saddle Ada 53 6 59

Total 53 6 59

Midfrontal hair * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Midfrontal hair 2-4 53 0 53

5-7 0 6 6


(12)

Innerfrontal hair * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Innerfrontal hair 2-4 53 0 53

5-8 0 6 6

Total 53 6 59

Spesies * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Spesies Culex sp 0 6 6

A. aegypti 53 0 53

Total 53 6 59

Cuaca * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

Cuaca Hujan 23 0 23

Tidak Hujan 30 6 36

Total 53 6 59

pH * Wadah Crosstabulation Count

Wadah

Total Artifisial Selokan

pH 6 8 1 9

7 45 5 50


(13)

Comb Scale * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Comb Scale 2 deret 7 10 17

3 deret 16 20 36

4 deret 0 6 6

Total 23 36 59

Siphonic Tuft * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Siphonic Tuft 1 pasang 23 30 53

4 pasang 0 4 4

5 pasang 0 2 2

Total 23 36 59

Sifon * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Sifon 4x lebar basal 23 30 53

5-6x lebar basal 0 6 6


(14)

Pecten * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Pecten <4 0 6 6

>4 23 30 53

Total 23 36 59

Saddle * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Saddle Ada 23 36 59

Total 23 36 59

Midfrontal hair * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Midfrontal hair 2-4 23 30 53

5-7 0 6 6

Total 23 36 59

Innerfrontal hair * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Innerfrontal hair 2-4 23 30 53

5-8 0 6 6


(15)

Spesies * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Spesies Culex sp 0 6 6

A. aegypti 23 30 53

Total 23 36 59

pH * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

pH 6 0 9 9

7 23 27 50

Total 23 36 59

Wadah * Cuaca Crosstabulation Count

Cuaca

Total Hujan Tidak Hujan

Wadah Artifisial 23 30 53

Selokan 0 6 6


(16)

Lampiran 7

FOTO-FOTO


(17)

Segmen VIII Kepala Gambar 2. Larva Culex sp

Larva Secara Keseluruhan Segmen VIII Gambar 3. Larva Aedes sp


(18)

Tempat Pembiakan Nyamuk

Gambar 4. Wadah Artifisial Gambar 5. Wadah Artifisial


(19)

No Posisi Tempat Wadah Cuaca CS ST SF PC SD MF IF Spesies pH 1 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 2 Permukaan air Aquarium Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 3 Permukaan air Selokan Selokan Tidak hujan 4 deret 4 5-6x lebar basal <4 Ada 6 6 Culex sp 7 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 4 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 5 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 6 Permukaan air Selokan Selokan Tidak hujan 4 deret 4 5-6x lebar basal <4 Ada 6 6 Culex sp 6 7 Permukaan air Kaleng Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 8 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 9 Permukaan air Selokan Selokan Tidak hujan 4 deret 5 5-6x lebar basal <4 Ada 6 6 Culex sp 7 Permukaan air Aquarium Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 10 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 11 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 12 Permukaan air Ban Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 13 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 14 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 15 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 16 Permukaan air Kaleng Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 17 Permukaan air Selokan Selokan Tidak hujan 4 deret 4 5-6x lebar basal <4 Ada 6 6 Culex sp 7 Permukaan air Botol plastik Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 18 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 6 19 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 20 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 21 Permukaan air Ban Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 22 Permukaan air Plastik Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 23 Permukaan air Kaleng Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 24 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 25 Permukaan air Aquarium Artifisial Hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7


(20)

30 Permukaan air Bak mandi Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 31 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 32 Permukaan air Plastik Artifisial Hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 33 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 34 Permukaan air Kaleng Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 35 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 36 Permukaan air Botol plastik Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 37 Permukaan air Kaleng Artifisial Hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 38 Permukaan air Ember Artifisial Hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 39 Permukaan air Ember Artifisial hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 40 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 41 Permukaan air Plastik Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 42 Permukaan air Selokan Selokan Tidak hujan 4 deret 5 5-6x lebar basal <4 Ada 6 6 Culex sp 7 43 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 44 Permukaan air Selokan Selokan Tidak hujan 4 deret 4 5-6x lebar basal <4 Ada 6 6 Culex sp 7 45 Permukaan air Bak mandi Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 46 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 47 Permukaan air Plastik Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 48 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 49 Permukaan air Botol Plastik Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 50 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 51 Permukaan air Plastik Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 Permukaan air Ban Artifisial Tidak hujan 3 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7 52 Permukaan air Ember Artifisial Tidak hujan 2 deret 1 4x lebar basal >4 Ada 3 3 A.aegypti 7

Keterangan :

CS : Comb scale ST : Siphonic Tufts SF :Sifon

PC :Pecten SD : Saddle

MF : Midfrontal Hairs IF : Innerfrontal Hair


(21)

Lampiran 9

Perhitungan Indeks Larva

A. Angka Bebas Larva (ABL)

Angka bebas larva adalah persentase jumlah rumah bebas larva antara rumah yang diperiksa secara acak (Zulkarnani dan Dameria, 2009)

ABL = ×100% = 48/100 x 100% = 48%

>50% resiko penular penyakit rendah <50% resiko penular penakit tinggi

B. House index (HI)

House Index adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan larva dengan rumah yang diperiksa secara acak (Zulkarnani dan Dameria, 2009).

HI = ×100% = 52/100 x 100% = 52%

>50% resiko penular penyakit tinggi <50% resiko penular penakit rendah

C. Container Index (CI)

Container Index adalah persentase jumlah wadah yang ditemukan larva pada jumlah wadah yang diperiksa yang dipilih secara acak (Zulkarnani dan Dameria, 2009).

CI = ×100% = 59/327 x 100% = 18.04% >50% resiko penular penyakit tinggi <50% resiko penular penakit rendah


(22)

D. Breteau Index (BI)

Breteau Index adalah jumlah persentase wadah yang terdapat larva dengan rumah yang diperiksa (Zulkarnaini dan Dameria, 2009).

BI = ×100% = 59/100 x 100% = 59%

>50% resiko penular penyakit tinggi <50% resiko penular penakit rendah


(23)

41

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, R. 2009. Peran nyamuk dalam ilmu kedokteran. Dalam : natasdisastra. D., agoes,R., 2009. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang. JakatarL EGC, 302-319.

American Mosquito Control Association(AMCA), 2014. Control. [Online] Available at: http://www.mosquito.org/control [Accessed 11 May 2015]. American Mosquito Control Association (AMCA). 2015. Life Cycle. Available

from http://www.mosquito.org/life-cycle [Acessed 11 May 2015].

Antonelli, A., Murray, T. & Daniels, C., 2007. Pest Management for Prevention and Control of Mosquitoes. [Online] Available at:

http://pep.wsu.edu/pdf/PLS121mosquito.pdf [Accessed 11 May 2015]. Artha, E. 2011. Pengaruh Faktor Fisika, Kimia, Biologi Air Dengan Keberadaan

Tumbuhan Enceng Gondok terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles sp di Perairan Danau Toba Tahun 2010. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31014/7/Cover.pdf [Accessed 11 May 2015].

Aynsley, C. T., Fiona, F. H. 2007. A Photographic Key to Adult Female Mosquito Species of Canada (Diptera: Culicidae).

Anonimus. 2015. Central Mass. Mossquito Control Project. [Online] Available at: http://www.cmmcp.org/ [Accessed 11 May 2015]. Brattsten, L. B. and Hamilton, G. C., 2012. Insecticides Recommended For

Mosquito Control In New Jersey In 2012. [Online]

Available at: http://www.rci.rutgers.edu/~insects/bmpmcnj.pdf [Accessed 11 May 2015].


(24)

42

Breeland, S.G and Loyless, T.M. 1982. Journal of the Florida Anti-Mosquito Association. Illustrares Keys to the Mosquitoes of the Florida adult Females and Fourth Stage Larvae. Volume 58, Number 2, 1982. Florida

Breisch, N. L. and Thorne, B. L., 2003. Protecting Yourself from Mosquito Bites. [Online] Available at:

https://extension.umd.edu/sites/default/files/_images/programs/hgic/Publicati ons/non_HGIC_FS/FS811.pdf [Accessed 11 May 2015].

Centre of Disease Control and Prevention (CDC). 2010. Malaria : Disease. Available from http://www.cdc.gov/malaria/about/disease.html [Accessed 11 May 2015].

Centre of Disease Control and Prevention (CDC (a)). 2012. Malaria : Biology. Available from http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html [Accessed 11 May 2015].

Centre of Disease Control and Prevention (CDC(b)). 2012. Dengue Homepage : Symptoms and What To Do If You Think You Have Dengue. Available from http://www.cdc.gov/Dengue/symptoms/ [Accessed 11 May 2015].

Centre of Disease Control and Prevention (CDC). 2013. Parasites - Lymphatic Filariasis. Available from

http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/disease.html [Accessed 11 May 2015].

Centre of Disease Control and Prevention (CDC). 2014. Dengue Homepage : Entomology & Ecology. Available from

http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/index.html [Accessed 11 May 2015].


(25)

43

Clement, A. N. 2013. The Physiology of Mosquitoes: International Series of Monographs on Pure and Applied Biology: Zoology, Volume 17 (Google Ebook). Available from

https://books.google.co.id/books?id=I8zYBAAAQBAJ&printsec=frontcover &hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

[Acessed 10 May 2015].

Cutwa, M. M. and O'meara, G. F., 2015. Photographic Guide To Common

Mosquitoes Of Florida. [Online] Available at: fmel.ifas.ufl.edu [Accessed 11 May 2015].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES). 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Denggi dan Demam Berdarah Denggi. http://www.depkes.go.id.pdf. [Accessed 23 April 2013].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES). 2012. Profil Kesihatan Indonesia Tahun 2011. [Online] Available at:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2011.pdf [Accessed 11 May 2015]. Joharina, A.S., Widiarti, 2014. Kepadatan Larva Nyamuk Vektor sebagai

Indikator Penularan Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis di Jawa Timur,Vol. 8 No. 2: 33 – 40 (2014). Indonesia.

Mike, W. 2003. Medical Entomology for Students, Third Edition. Available from http://www.cambridge.org/052154775X [Acessed 20 April 2015].

Mosquito World, 2015. Mosquito Habitats. Available from

http://www.mosquitoworld.net/about-mosquitoes/habitats/ [Accessed 21 April 2015].

Ralph, H. Culicidae Classification, Culicidae Meigen, 1818. Available from http://mosquito-taxonomic-inventory.info/simpletaxonomy/term/6045 [Accessed 10 May 2015].


(26)

44

Rattanarithikul R dan Harrison B. 2005. Illustrated Keys to the Mosquitoes of Thailand I. Background; Geographic Distribution; Lists of Genera, Subgenera, dan Species; dan a Key to the Genera. The southeast Asian journal of Tropical Medicine, Volume 36 Supplement 1, 2005, Bangkok. Salit, M. A., Al-Tubaiakh, S. S., El-Fiki, S. A. & Enan, O. H., 1996. Physical

And Chemical Properties Of Different Types Of Mosquito Aquatic Breeding Place In Kuwasit State. [Online] Available at:

www.icup.org.uk/reports/icup725.pdf [Accessed 11 May 2015].

Sembel, D. 2009. Entomologi kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Andi: 49-105. Shujuan, L., Dawn, G., Al, F., Shaku, N., Paul, B., Carl, O. 2013. Mosquitoes.

Available from http://cals.arizona.edu/pubs/insects/az1221.pdf [Accessed 20 April 2015].

Stanley, 2014. Jenis-jenis Larva Nyamuk Di Kelurahan Padang Bulan,

Kecamatan Medan Baru, Kota Medaya Medan, Medan: Falkutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Susanti, D.T. 2013. Jenis-jenis Larva Nyamuk di Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kotamadya Medan. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Available from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41397/3/Chapter%20III-VI.pdf [Accessed 24 November, 2014].

Thomas. M. C., Benjamin. J. F., Susanna. K. R. 2004. pH Tolerances and Regulatory Abilities of Freshwater and Euryhaline Aedine Mosquito Larvae. Available from

http://jeb.biologists.org/content/jexbio/207/13/2297.full.pdf. [Accessed 11 May 2015].

Utrio, P. 1976. Annales Agriculture Fenniae. Identification Key to Finnish Larvae (Diptera, Culllicidae), Volume 15: 128-136 (1976). Helsinki.


(27)

45

West Umatilla Mosquito Control District. 2015. Mosquito Life Cycle. Available from http://www.wumcd.org/mosquito/lifecycle.html [Accessed 11 May 2015].

World Health Organizations. 1997. Vector Control: Methods for Use by Indiividuals and Communities, prepared by Jan A. Rozeendal. Available from http://who.int/water_sanitation_health/resource/vector007to28.pdf. [Accessed 11 May 2015].

Zulkarnaini. S. dan Dameria. 2009. Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga Dengan Keberadaan Jentik Vektor Dengue di Daerah Rawan Deman Berdarah Dengue Kota Dumai Tahun 2008. Available from

http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIL/article/view/324/318. [Accessed 11 May 2015].


(28)

23

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERATIONAL 3.1 Kerangka Konsep

1-Lokasi larva yang dijumpai a) Dalam rumah

Wadah artifisial Wadah alami b) Luar rumah

Wadah artificial Wadah alami Genangan air tanah 2-Cuaca saat larva dijumpai 3-pH air pada tempat diambilnya larva

3.2 DEFINISI OPERATIONAL

3.2.1 Larva nyamuk

Merupakan salah satu bentuk metamorfosa dalam siklus hidup nyamuk. Nyamuk mengalami metamorfosa sempurna dengan siklus hidup berupa telur, larva, pupa, dan dewasa. Larva nyamuk dapat ditemukan dengan mudah karena memiliki perilaku mendekat pada permukaan air. Karena tidak motil dan senang ditemukan, tahap larva merupakan tahapan yang paling gampang untuk dieliminasi. Jenis-jenis larva nyamuk adalah seperti larva Culex sp, Anopheles sp dan Aedes sp (Agoes, 2009).

1-Identifikasi jenis-jenis larva nyamuk 2-Menghitung kepadatan larva nyamuk

1) Culex sp

2) Aedes sp


(29)

24

3.2.2 Wadah Artifisial

Merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk buatan (tidak berasal dari alam). Contohnya berupa bekas di bawah kulkas, bak mandi, kantung plastik, dan vas bunga.

3.2.3 Wadah Alami

Merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk yang terjadi berasal dari alam. Contohnya berupa lubang pohon, daun, ruas banbu, dan lain sebagainya.

3.2.4 Genangan Air Tanah

Merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk yang ada pada permukaannya tanah. Contohnya sumur, rawa, kolam, dan lain sebagainya.

3.2.5 Cuaca Saat Larva Dijumpai

Merupakan cuaca yang diamati kira-kira 2-3 hari sebelum hingga saat pengambilan larva. Cuaca yang dimaksudkan berupa hujan atau tidak hujan.

3.2.6 pH Air Pada Tempat Diambilnya Larva

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter.

3.2.7 Identifikasi Larva Nyamuk

Identifikasi larva nyamuk dilakukan dengan melihat morfologi larva nyamuk di bawah mikroskop. Morfologi yang diamati disesuai dengan morfologi larva nyamuk pada buku / jurnal identifikasi.

3.2.8 Menghitung Kepadatan Larva Nyamuk

Kepadatan larva nyamuk dihitung berdasarkan indeks yang terdapat pada metodologi penelitian. Indeks-indeksnya adalah Angka bebas larva (ABL), House


(30)

25

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kepadatan larva nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu pengumpulan sampel dan data dilaksanakan mulai Maret 2015 hingga Desember 2015 yaitu selama 9 bulan. Pengumpulan sampel akan dilakukan pada siang hari dan akan diidentifikasikan pada keesokan harinya.

4.3 Populasi dan Sample Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah larva yang berada di keseluruhan daerah (dalam rumah dan sekitar rumah) di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.

Kriteria Inklusi

Larva nyamuk sebagai sampel yang berada di genangan air di dalam dan di luar sekitar rumah penduduk yang meliputi halaman dan selokan di sekitar rumah penduduk Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.


(31)

26

Kriteria Eksklusi

Sampel yang berada di dalam rumah yang terkunci atau pemilik rumah tidak mengizinkan pengambilan sampel. Sampel yang berada di luar halaman dan bukan di selokan sekitar rumah penduduk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah larva nyamuk di dalam dan di sekitar rumah penduduk di kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.

4.4 Teknik Pengambilan Sample

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode “cluster sampling” dimana semua sampel yang dimasukan ke dalam penelitian ini memenuhi kriteria pemilihan sampel. Hasil survei awal, jumlah rumah penduduk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal adalah 3593. Menurut Notoatmojo, bila populasi kurang dari 10,000 maka digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (10% = 0.1)

Dari rumus di atas, maka sekurang-kurangnya 100 rumah perlu diperiksa untuk penelitian ini.


(32)

27

4.5 Cara Identifikasi Jenis Larva 4.5.1 Di Lapangan

Lokasi pencarian larva nyamuk mencakup genangan air yang ditemui pada wadah artifisial (bekas kulkas, bak mandi, kantung plastic, vas bunga), wadah alami (lubang pohon, daun, ruas bambu) dab genangan air tanah (sumur, rawa, kolam). Larva diambil dengan menggunakan pipet ketika larva ditemukan di tempat yang kecil, atau diambil menggunakan gayung untuk larva yang dijumpai pada tempat yang luas. Larva yang berada di air yang keruh diambil dengan bantuan lampu senter. Larva yang sudah diambil dipindahkan ke dalam plastik dan plastic tersebut diberi label, dicatat lokasi pengambilan larva, dan dicatat juga cuaca serta pH air tempat pengambilan larva. Larva kemudiann diidenfikasi di bawah mikriskop dengan panduan buku identifikasi.

4.5.2 Di laboratorium

Larva diambil dengan menggunakan pipet dan ditempatkan di plastik. Kemudian larva dimatikan dengan menggunakan air bertemperature 60oC. Larva nyamuk ditempatkan pada kaca objek dan kemudian diamati di bawah mikroskop. Larva diidentifikasi berdasarkan buku dan jurnal. Kunci identifikasi seperti bentuk kepala, segmen abdomen akhir akan diamati.

4.6 Metode Analisa Data

Teknik analisis univariat akan digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik dari setiap variable penelitian. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan persentase dari tiap variable, kemudian dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada. Selain itu, data yang diperoleh akan dihitung kepadatannya dengan menggunakan indeks larba berupa Angka Bebas Larva (ABL), House Index(HI), Container Index(CI), dan Breateau Index(BI)


(33)

28

A. Angka Bebas Larva (ABL)

Angka bebas larva adalah persentase jumlah rumah bebas larva antara rumah yang diperiksa secara acak (Zulkarnani dan Dameria, 2009)

ABL = ×100%

>50% resiko penular penyakit rendah <50% resiko penular penakit tinggi

B. House index (HI)

House Index adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan larva dengan rumah yang diperiksa secara acak (Zulkarnani dan Dameria, 2009).

HI = ×100%

>50% resiko penular penyakit tinggi <50% resiko penular penakit rendah

C. Container Index (CI)

Container Index adalah persentase jumlah wadah yang ditemukan larva pada jumlah wadah yang diperiksa yang dipilih secara acak (Zulkarnani dan Dameria, 2009).

CI = ×100%

>50% resiko penular penyakit tinggi <50% resiko penular penakit rendah

D. Breteau Index (BI)

Breteau Index adalah jumlah persentase wadah yang terdapat larva dengan rumah yang diperiksa (Zulkarnaini dan Dameria, 2009).


(34)

29

>50% resiko penular penyakit tinggi <50% resiko penular penakit rendah


(35)

30

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Sunggal. Secara geografis, Kelurahan Tanjung Rejo mempunyai area seluas 3,50 km2. Di sebelah utara Tanjung Rejo berbatas dengan Kelurahan Desa Barbura Kecamatan Medan Baru, di sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan Tanjung Rejo. Kecamatan ini memiliki 3593 rumah dan terbagi ke dalam 24 lingkungan.

5.1.2 Karakteristik Sampel

Dari 3593 rumah, sebanyak 100 rumah diikutsertakan dalam penelitian. Dari 100 rumah, didapati 52 rumah terdapat larva nyamuk.

5.1.3 Distribusi Karakteristik Sampel

Dari keseluruhan sampel, dapat diperoleh gambaran mengenai karakteristik larva nyamuk berdasarkan jenis larva nyamuk yang ditemui, cuaca saat ditemukan larva nyamuk, jenis wadah tempat larva nyamuk ditemukan dan indeks indeks larva nyamuk.


(36)

31

Tabel 5.1 Persentase Jumlah Rumah yang Ditemukan Larva di Lokasi Penelitian

No Rumah Jumlah Persentase (%)

1 Ada larva 52 52

2 Tidak ada larva 48 48

Total 100 100

Dari tabel 5.1, rumah yang ditemukan larva nyamuk adalah 52% dan yang tidak ada larva nyamuk adalah 48%.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Wadah

No Jenis Wadah Jumlah(Ekor) Persentase (%)

1 Wadah alami 0 0

2 Wadah artifisial 53 89.8

3 Selokan 6 10.2

Total 59 100

Dari tabel 5.2, terdapat 89.8% larva nyamuk yang dijumpai pada wadah artifisial dan 10.2% larva nyamuk dijumpai pada selokan.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Cuaca Penelitian

No Cuaca Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 Cuaca hujan 23 39

2 Tidak hujan 36 61

Total 59 100

Dari tabel 5.3, 39% ditemukan larva nyamuk pada cuaca hujan dan 61% larva nyamuk pada cuaca tidak hujan.


(37)

32

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan pH Air

No pH Air Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 pH < 6 0 0

2 pH 6-7 59 100

3 pH > 7 0 0

Total 59 100

Dari tabel 5.4, semua larva nyamuk (100%) dijumpai di air yang mempunyai pH antara 6-7.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Larva

No Jenis Larva Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 Aedes sp 53 89.8

2 Anopheles sp 0 0

3 Culex sp 6 10.2

4 Mansonia sp 0 0

Total 59 100

Dari tabel 5.5, terdapat 53 larva Aedes sp (89.9%) dan 6 Culex sp (10.2%) ditemukan dalam penelitian.

Tabel 5.6 Persentase Indeks Kepadatan Larva Nyamuk di Lokasi Penelitian

No Indeks Larva Persentase (%)

1 Angka Bebas Larva (ABL) 48

2 House Index (HI) 52

3 Container Index (CI) 18


(38)

33

Tabel 5.7 Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Morfologi

Morfologi

Organ Jumlah N Persentase

2 baris 17 28.8 Combs scale 3 baris 36 61

4 baris 6 10.2

1 pasang 53 89.8

2 pasang 0 0

Segmen Siphonic tufts 3 pasang 0 0

VIII 4 pasang 4 6.8

5 pasang 2 3.4

Siphon 4x lebar basal 53 89.8 5x lebar basal 6 10.2

Pecten <4 6 10.2

>4 53 89.8

Saddle Ada 59 100

Tidak Ada 0 0

Segmen Midfrontal 2-4 53 89.8

Kepala hair 5-7 6 10.2 Innerfrontal 2-4 53 89.8


(39)

34

Tabel 5.7 Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Morfologi

Morfologi

Organ Jumlah Wadah Wadah Genangan Total alami artifisial air tanah

2 baris 0 17 0 17 Combs scale 3 baris 0 36 0 36 4 baris 0 0 0 0

1 pasang 0 53 0 53 2 pasang 0 0 0 0 Segmen Siphonic tufts 3 pasang 0 0 0 0 VIII 4 pasang 0 0 4 4 5 pasang 0 0 2 2

Siphon 4x lebar basal 0 53 0 53 5-6x lebar basal 0 0 6 6

Pecten <4 0 0 6 6 >4 0 53 0 53

Saddle Ada 0 53 6 59 Tidak Ada 0 0 0 0 Segmen Midfrontal 2-4 0 53 0 53 Kepala hair 5-7 0 0 6 6

Innerfrontal 2-4 0 53 0 53 hair 5-8 0 0 6 6


(40)

35

5.2 Pembahasan

5.2.1 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk pada Kelurahan Tanjung Rejo

Pada penelitian ini, jumlah sampel seluruhnya adalah 100 rumah. Jumlah rumah yang ada larvanya adalah 52 rumah (52%) dan jumlah rumah yang tidak ada larva nyamuk adalah sebanyak 48 rumah (48%) sesuai hasil yang didapat pada tabel 5.1. Larva yang ditemukan di kelurahan ini berasal dari tempat penampungan air, ember yang tidak dikuras, dan juga di selokan yang airnya tenang. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Stanley (2014) di kecamatan Medan Baru, terdapat 44 rumah (44%) yang berlarva dari 100 rumah yang diperiksa. Larva dalam penelitian tersebut juga ditemukan pada tempat penampungan air seperti ember dan selokan yang airnya tergenang tenang.

5.2.2 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Jenis Wadah

Menurut hasil yang didapat dari tabel 5.2, ditemui larva nyamuk paling banyak pada wadah artifisial, yaitu sebanyak 53 wadah (89.8%), sedangkan pada selokan, hanya ditemui sebanyak 6 wadah (10.2%). Pada wadah alami, larva nyamuk tidak ditemukan. Wadah artifisial paling banyak ditemukan larva karena banyaknya barang bekas seperti ban, plastik, kaleng, dan tempat sampah yang dapat menampung air. Selain itu, ember yang tidak dikuras dan juga bak mandi sering dibiarkan tergenang berlama-lama. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tulungagung, Kota Malang, dan Kota Kediri, Indonesia di mana wadah aritifisial merupakan jenis wadah yang banyak ditemukan larva nyamuk (Joharina and Widiarti, 2014).

5.2.3 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Cuaca Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada musim hujan (Oktober dan Nopember 2015), selama 10 hari dalam masa 2 bulan. Sebanyak 23 larva (39%) ditemukan pada cuaca hujan dan 36 larva (61%) yang ditemukan pada cuaca tidak hujan (Tabel 5.3). Hanya 6 larva Culex sp ditemui dalam penelitian ini karena mereka hanya dapat berkembangbiakan di selokan ketika tidak berhujan. Hal ini karena pada


(41)

36

hari hujan, air yang tergenang di selokan akan terus mengalir sehingga larva nyamuk yang berada dalam air tersebut akan ikut mengalir.

5.2.4 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan pH Air

Hasil pH air tempat ditemukan larva nyamuk dapat dilihat dari tabel 5.4 yang berkisar antara 6-7. Larva nyamuk mungkin hanya bisa hidup dalam air yang berkisar antara pH 6-7. Penelitian Salit et al (1996) di Kuwait menunjukkan pH yang paling ideal untuk berkembangnya larva nyamuk adalah antara 6.27-9.78. Menurut Clark et al, nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang menjadi pupa pada pH antara 4-11. Perkembangannya lebih cepat ketika pada pH 7 daripada pH 4 dan pH 11.

5.2.5 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Jenis Larva

Species larva nyamuk yang ditemukan dalam penelitian ini adalah larva nyamuk Aedes sp sebanyak 53 ekor (89.8%) dan larva nyamuk Culex sp sebanyak 6 ekor (10.2%)(tabel 5.5). Larva nyamuk Aedes sp banyak ditemukan di ember yang tidak dikuras dan sampah seperti plastik, kaleng dan ban yang dibiarkan tergenang berlama-lama. Larva nyamuk Culex sp ditemukan di selokan.Hal ini sejalan dengan penelitian serupa pada Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kotamadya Medan, dimana larva nyamuk Aedes sp ditemukan paling banyak (69.6%), diikuti dengan larva nyamuk Culex sp (30.3%) (Susanti, 2013). Dalam penelitian Susanti, larva nyamuk Aedes sp ditemui pada wadah artifisial dan Culex sp ada pada genangan air tanah.

5.2.6 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Indeks Larva

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan persentase Angka Bebas Larva (ABL) 48%, persentase House Index (HI) 52%, persentase Container Index (CI) 18.04%, dan persentase Breteau Index (BI) 59% (Tabel 5.6). Untuk ABL, HI, dan BI menunjukkan angka penularan penyakit yang tinggi. CI menunjukkan angka penularan penyakit yang rendah karena sebanyak 327 wadah yang diperiksa hanya


(42)

37

terdapat 59 (18.04%) yang mempunyai larva nyamuk. Secara keseluruhannya, Kelurahan Tanjung Rejo mempunyai resiko penularan penyakit yang tinggi, karena ABL < 50% ; HI dan BI > 50%.

5.2.7 Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Morfologi

A. Comb Scale

Aedes sp memiliki 2-3 deret comb scale, sedangkan Culex sp memiliki 4 deret comb scale (Breeland and Loyless, 1982). Dari hasil penelitian, ditemukan sebanyak 53 larva (89.8%) memiliki 2-3 deret comb scale dan 6 larva (10.2%) memiliki 4 deret comb scale.

B. Siphonic tufts

Larva Culex sp mempunyai 4-5 pasang siphonic tufts, sedangkan Larva Aedes sp memilliki sepasang siphonic tuft (Utrio, 1976). Dari hasil penelitian, ditemukan sebanyak 53 larva (89.8%) memiliki sepasang siphonic tufts dan 6 larva (10.2%) memiliki 4-5 pasang siphonic tufts. C. Siphon

Larva Aedes sp mempunyai siphon dengan panjang 4x dari lebar sedangkan larva Culex sp mempunyai siphon dengan panjang 5-6x dari lebar (Breedland and Loyless, 1982). Dari hasil penelitian, ditemukan sebanyak 53 larva (89.8%) memiliki panjang siphon 4x lebar basal dan 6 larva (10.2%) memiliki panjang siphon 5-6x lebar basal.

D. Pecten

Larva Aedes sp memiliki >4 pecten sedangkan Culex sp memiliki <4 pecten (Utrio, 1976). Dari hasil penelitian, ditemukan 53 larva (89.8%) memiliki >4 pecten dan 6 larva (10.2%) memiliki <4 pecten.

E. Saddle

Larva Aedes sp dan Culex sp mempunyai saddle. Dari hasil penelitian, didapati 59 larva (100%) memiliki saddle.

F. Midfrontal hairs

Aedes sp memiliki 2-4 cabang midfrontal hair sedangkan larva Culex sp memiliki 5-7 cabang midfrontal hairs. Dari hasil penelitian, dijumpakan


(43)

38

53 larva (89.8%) yang memiliki 2-4 cabang midfrontal hairs, sedangkan 6 larva (10.2%) yang memiliki 5-7 cabang midfrontal hairs.

G. Innerfrontal hair

Larva Aedes sp memiliki 2-4 cabang innerfrontal hairs, sedangkan larva Culex sp memiliki 5-8 cabang innerfrontal hairs (Utrio, 1976). Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 53 larva (89.8%) yang memiliki 2-4 cabang innerfrontal hairs dan sebanyak 6 larva (10.2%) yang memiliki 5-8 cabang innerfrontal hairs.


(44)

39

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan spesies, ditemukan 53 larva Aedes aegypti (89.8%) dan 6 larva Culex sp (10.2%).

2. Wadah yang paling banyak ditemukan nyamuk adalah wadah artifisial yaitu sebanyak 53 wadah (89.8%), diikuti selokan sebanyak 6 wadah (10.2%).

3. Angka Bebas Larva (ABL) nyamuk adalah 48%, House Index (HI) adalah 52%, Container Index (CI) adalah 18% dan Breteau Index (BI) adalah 59%. Untuk ABL, HI dan BI menunjukkan resiko penularan penyakit oleh nyamuk yang tinggi.

4. Kepadatan larva nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo masih tinggi dan kelurahan ini mempunyai resiko penularan penyakit oleh nyamuk yang tinggi.

5. Penelitian ini dilakukan pada musim hujan (Oktober-Nopember 2015). Terdapat 23 larva nyamuk (39%) yang ditemukan pada cuaca hujan dan 36 larva nyamuk (61%) yang ditemukan pada cuaca tidak hujan.

6. Dalam penelitian ini, air yang ditemui dengan adanya larva nyamuk mempunyai pH yang berada di antara 6-7.


(45)

40

6.2 Saran

Dari penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah:

1. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa Kelurahan Tanjung Rejo mempunyai resiko tinggi untuk perkembangbiakan larva nyamuk. Hal ini karena dijumpai banyak sampah dan air yang dibiarkan tergenang di lingkungan rumah. Masyarakat di kelurahan ini harus lebih menjaga kebersihan dan tempat yang membolehkan air tergenang sebagai pencegahan perkembangbiakan nyamuk.

2. Tindakan PSN 3M (menguras, menimbun, dan mengubur) dan ditambah plus (bubuk larvasida, obat nyamuk, kelabu saat tidur, mengatur cahaya dan ventilasi, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk) haruslah diajari dan dilakukan oleh warga supaya resiko penularan penyakit oleh nyamuk dapat dikurangi. Oleh karena itu, dinas kesehatan setempat harus memberi penyuluhan untuk PSN 3M plus.

3. Penduduk di Kelurahan Tanjung Rejo haruslah melakukan pencegahan diri dengan menggunakan repellent atau cara lain-lain supaya dapat menghindari dari gigitan nyamuk.


(46)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan nyamuk

Nyamuk tergolong dalam ordo Diptera, famili Culicidae yang mempunyai jumlah spesies yang sebanyak 3546 (Ralph 2008). Famili nyamuk diklasifikasi kepada tiga subfamilies: Toxorhynchitinae, Anophelinae (anophelines) dan Culicinae (Culicines) (Mike 2003).

Distribusi nyamuk terdapat pada seluruh dunia, tapi lebih sering dijumpai pada daerah tropikal dibandingkan dengan daerah dingin. Tempat yang tanpa nyamuk hanya ada pada Antartika. Nyamuk bisa ditemui sampai pada ketinggian 5500 meter di atas permukaan laut dan sampai 1250 meter di bawah permukaan laut (Mike 2003).

Nyamuk yang sering diperhatikan adalah dari genera Anopheles, Culex, dan Aedes. Nyamuk dari genera tersebut merupakan vektor bagi penyakit malaria, filariasis, deman kuning, dengue, virus encephalitis dan banyak jenis arboviruses (Mike 2003).

Beberapa factor yang mempegaruh distribusi larva nyamuk, yaitu pergerakan air, kondisi air seperti air bersih atau air kotor, suhu air, pH air, sumber air, pengaruh binatang dan lainnya. Tempat untuk nyamuk bertelur juga dapat dibagi kepada beberapa katagori, “container habitats”(axil tanaman, lubang kayu, daun yang jatuh, bamboo natural), “artificial container”(roda ban, botol, cawan), dan “ground water habitats”(sungai, danau, rawa) (Rattanarithikul dan Harrison, 2005)

Nyamuk betina mempunyai jarak terbang yang berbeda dan sepsifik untuk spesiesnya. Ada spesies yang akan terbang pada jarak yang pendek dari habitat larvanya, (biasanya Aedes sp). Ada yang terbang beberapa kilometer dari habitat larvanya untuk mencari sumber darah seperti Anopheles sp dan Culex sp (Rattanarithikul dan Harrison, 2005). Kebanyakan spesies menunjukkan dua


(47)

6

aktivitas mengigit yang tinggi dalam 24 jam (jam 0800 dan jam 1700) (Clements 2013).

2.2 Siklus Hidup Nyamuk

Nyamuk mengalami empat tahap perkembangan yang terpisah dan berbeda dari siklus hidupnya : Telur, Larva, Pupa, dan Dewasa. Empat tahap tersebut mempunyai penampilan yang khusus (AMCA 2015).

2.2.1 Telur

Nyamuk betina akan bertelur setelah menghisap darah dan melakukan persetubuhan dengan nyamuk jantan. Kebanyakan nyamuk akan meletakkan telurnya di dalam air pada malam hari, kecuali pada beberapa spesies Aedes yang akan bertelur pada tempat yang kering dimana air akan terkumpul kemudian. Terdapat beberapa patrun telur akan diletakkan tergantung pada jenis spesies nyamuknya. Telur Culex adalah seperti rakit, dimana spesies Aedes dan Anopheles akan bertelur satu-bersatu pada permukaan air. Telur nyamuk akan menetas di dalam air sahaja, dan masa untuk perkembangan telur tergantung pada dua faktor, yaitu suhu dan jenis spesies. Kebanyakan telur akan berkembang dalam 3 hari jika berada pada suhu perkembangan yang optimum(Mike, 2003). Tergantung kepada spesiesnya, 30 hingga 300 telur dapat dihasilkan sekali nyamuk betina bertelur (WHO, 1997).

2.2.2 Larva

Larva nyamuk akan berkembang dengan melewati 4 tahapan (insta) yang berbeda setelah menetas. Pada instar pertama larva berukuran panjang sekitar 1,5 mm, sedangkan instar yang keempat berukuran sekitar 10 mm. Larva memiliki kepala dan tunuh yang dilapisi dengan ranbut tetapi tidak memiliki kaki. Pergerakaan ada seperti menyapu oleh tubuhnya. Sifon dapat ditemui pada ujung abdomen sebagai organ pernafasan kepada larva nyamuk. Ketika larva berada pada situasi yang bahaya atau sedang mencari makanan, mereka akan menyelam untuk masa yang singkat. Larva Mansonia dapat memasukkan sifon ke dalam


(48)

7

tumbuhan dan mendaoatkan oksigen tanpa keluar ke permukaan air. Larva Anopheles bernafas dan makan secara horizontal dengan permukaan air (WHO 1997).

Makanan larva di dalam air merupakan jamur, bakteri, dan organisme akuatik kecil (20-100 µm). Anopheline larva dan culicine larva mendapatkan makanan di bawah permukaan air dengan menyapu partikel dengan sikat mulut mereka (Agoes, 2009)

2.2.3 Pupa

Larva biasanya akan berlangsung sebanyak 4-7 hari jika pada iklim yang hangat dan sampai ke 6 bulan jika pada kondisi yang tidak ideal. Ketika kekurangan makanan, larva memerlukan masa yang lebih panjang untuk menjadi pupa. Larva instar 4 akan menjadi megalosephalik kurfa pupa yang seperti huruf koma. Pupa akan dihancurkan oleh kekeringan dan pembekuan. Tahap pupa yang tidak memerlukan makanan dapat berlangsung sebanyak 2-5 hari dan dapat diperpanjangkan ke 10 hari dengan suhu yang rendah. Tidak akan ada perkembangan pada pupa jika suhu berada di bawah 10 oC (Agoes, 2009).

2.2.4 Dewasa

Dalam proses pupa menetas, kulit pupal akan mengalami rupture yang disebabkan daripada vesikel udara supaya nyamuk dewasa dapat melepaskan diri (David, 1958). Nyamuk yang baru keluar akan mengeringkan tubuhnya dengan berhenti di atas permukaan air supaya sayapnya dapat dikembangkan (Sembel, 2009).


(49)

8

Gambar 2.1 Karakteristik untuk membedakan nyamuk (WHO, 1997)

2.3 Nyamuk dan Penyakit

Beberapa jenis penyakit seperti malaria, demam berdarah, filarasis dan demam kuning dapat ditular oleh nyamuk kepada manusia. Penyakit-penyakit tersubut dapat disebar dengan cepat dengan mempunyai lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan nyamuk. Berikut adalah beberapa jenis penyakit yang sering ditularkan oleh nyamuk kepada manusia.

2.3.1 Malaria

Parasit malaria dapat disebarkan hanya dengan nyamuk. Malaria sering ditular oleh nyamuk spesies Anopheles. Laju perkembangan plasmodium adalah sepadan dengan suhu dan kelembaban udara. Di bawah 15oC sporozoit tidak akan


(50)

9

dihasilkan. Manusia akan terinfeksi dengan malaria jika sporozoit diinjeksi daripada gigitan nyamuk (CDC, 2012(a)).

Infeksi malaria biasa ditandai dengan 3 tahap. Tahap yang merasakan kedinginan, tahap yang merasakan kepanasan dan tahap yang mengeluarkan keringant. Infeksi makaria yang parah akan menyebabkan kegagalan organ dan kelainan dalam darah dan metabolisme penderita (CDC, 2010).

2.3.2 Deman Darah Dengue

Demam darah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini biasanya ditular oleh nyamuk Aedes aegypti, tetapi juga bias ditular oleh A. albopoctus, A. pseudoscutelaris, A. scutellaris, A. hebrideus, A. taeniorhyncus, dan Armigeres obturbans. Virus dengue memerlukan masa sebanyak 8-10 hari sebelum nyamuk tersebut menjadi infektif (CDC, 2014).

Beberapa gejala dapat dijumpai pada penderita demam darah dengue. Penderita akan mengalami sakit pada kepala, mata(belakang mata), nyeri sendi, nyeri pada otot, ruam pada badan, perdarahan ringan (hidung, gusi), dan juga rendah jumlah sel darah putih (CDC, 2012(b)).

2.3.3 Filariasis

Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Wuchereria bancrofti dan Wuchereria malayi. Dijumpai 25 spesies dari Anopheles, 9 dari Aedes, 8 dari Culex, dan 6 dari Mansonia yang menunjukkan perkembangan W. bancrofti yang sempurna (Agoes, 2009).

Filariasis ini dapat menyebabkan lymphedema dan kaki gajah. Pembengkakann pada daerah kaki sering dijumpai kerana kegagalan fungsi sistem limpatik (CDC 2013).


(51)

10

2.3.4 Demam Kuning

Demam Kuning merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus demam kuning. Virus tersebut mempunyai ukuran 17 hinga 25 μm pada diameternya. Penyakit ini mempunyai periode incubasi yang asimptomatik selama 3 hingga 6 hari. Setelah itu penderita akan mengalami malaise parah, nyeri kepala yang parah, nyeri otot, dan peningkatan suhu badan sehingga 39-40 oC. Albumine dalam urin dapat dijumpai pada hari yang kedua dan perdarahan gusi juga mungkin ditemui. Pada hari yang ke-2 hingga ke-4, suhu tubuh akan turun dan gejalah-gejalah tersebut akan berkurang tetapi demam tersebut akan kembali kemudian dan disertai dengan gejala jaundice, hemorrhage dan albumin dalam urin. Pulsasi juga akan turun hingga 40 per menit dan ekstensif hematemesis akan berlaku (Agoes, 2009).

2.3.5 Chikungunya

Chikungunya yang disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV) dapat ditransmisikan melalui gigitan nyamuk. CHIKV merupakan anggota dari family Togaviridae, genus Alphavirus .Vektor untuk penyakit ini adalah nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus (CDC 2015).

2.4 Identifikasi Larva Nyamuk

2.4.1 Survei Larva

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012), survei larva dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk di dalam dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya larva.

2. jika pada penglihatan pertama tidak menemukan larva, tunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada larva.

3. Gunakan senter untuk memeriksa larva di tempat gelap atau air keruh. Metode survei jentik:

1. Metode Single larva

Cara ini dilakukan dengan mengambil satu larva di setiap tempat genangan air yang ditemukan larva untuk diidentifikasi lebih lanjut.


(52)

11

2. Metode Visual

Dilakukan dengan melihat ada tidaknya larva di setiap genangan air tanpa melakukan pengambilan larva. Survei ini bertujuan untuk mengukur kepadatan larva.

Kemudian, survei larva dilakukan dengan mengukur indeks maupun skala berikut : 1. Angka Bebas Larva (ABL)

2. House Index (HI) 3. Container Index (CI) 4. Breteau Index (BI)

2.4.2 Morfologi Umum Larva Nyamuk

Larva nyamuk mempunyai empat tahap dalam perkembangannya. Waktu perkembangan larva tergantung pada ketersediaan makanan, suhu dan tempat larva itu tersebut. Waktu yang diperlukan oleh telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah kira-kira 7 hari sedangkan pada suhu yang rendah waktu yang dibutuhkan akan diperpanjangkan sehingga beberapa minggu. Larva nyamuk akan mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang terbentuk berturut-turut disubutkan instar I, II, III dan IV (Depkes RI, 2003)

a) Larva instar I

Tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri pada dada(thorax) belum begitu jelas dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam.

b) Larva instar II

Tubuhnya bertambah besar, ukuran 2,5-3.9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II mendapatkan oksigen dari udara, dengan meletakkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan suhu permukaan air sekitar 30oC, larva instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif. Khusus untuk larva Anopheles sp tidak mempunyai siphon.


(53)

12

c) Larva instar III

Tubuhnya lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif. d) Larva instar IV

Struktur anatominya telah lengkap dan tubuhnya dapat dibagi jelas kepada bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen). Larva ini berukuran paling besar 5 mm. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negative dan waktu. Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25oC – 30oC (Stanley, 2014)

Gambar 2.2 Siklus hidup nyamuk (West Umatilla Mosquito Control District 2015)


(54)

13

2.4.3 Morfologi Larva Nyamuk Berdasarkan Spesies Larva Anatomi

Gambar 2.3 Larva Nyamuk (Cutwa and O’meara 2015)

Gambar 2.4 Kepala Larva Nyamuk (Cutwa and O’meara 2015)

1

2

3

4

5

6

7


(55)

14

Gambar 2.5 Abdomen (Cutwa and O’meara 2015)

Gambar 2.6 Segmen terminal (Cutwa and O’meara 2015)

`


(56)

15

Gambar 2.8 Siphon (Cutwa and O’meara 2015)

Gambar 2.8 Siphon (Cutwa and O’meara 2015)


(57)

16

A. Aedes sp (Cutwa and O’meara 2015)

Segmen anal yang tidak semua dikelilingi oleh saddle

Siphon dengan adanya pecten

atu hair tuft di depan pectin


(58)

17

B. Anopheles sp (Cutwa and O’meara 2015)

Dijumpai plamate hairs pada sisi abdomen

Tanpa siphon


(59)

18

C. Culex sp (Cutwa and O’meara 2015)

Lebih dari 1 comb scale

Lebih dari satu hair tuft di depan pectin Siphon dengan

adanya pecten


(60)

19

2.5 Pengaruh pH Air Terhadap Perkembangbiakan Larva Nyamuk

pH air dapat menganggu perkembangbiakan nyamuk dengan menghambat pertimbuhan telur serta larva menjadi dewasa. Penurunan pH air dapat menyebabkan pembentukan enzim sitokrom oksidase di dalam tubuh larva. Sitokrom oksidase ini bertanggungjawab dalam proses metabolisme. Pada keadaan asam, kadar oksigen yang terlarut di dalam air akan lebih tinggi berbanding dengan keadaan basa. Pembentukan enzim tersebut akan dipengaruh oleh kadar oksigen yang terlarut di air tersebut. Sementara itu, dalam keadaan asam pertumbuhan mikroba akan menjadi makin cepat sehingga oksigen yang terlarut di dalam air berkurang. Keadaan ini diduga dapat menyebabkan pembendukan enzume sitokrom oksidase sehingga pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk terpengaruh (Artha, 2011).

Larva nyamuk yang berbeda spesies mempunyai torelansi dan regulatory pH yang berbeda. Ditemui adanya larva nyamuk di dalam air yang mempunyai pH antara 6.27 – 9.78 (Salit et al, 1996).

Gambar 2.14 pH dan salinitas air terhadap keberadaan larva nyamuk (Salit et al, 1996)


(61)

20

Gambar 2.15 Sifat kimiawi air di tempat-tempat keberadaan larva nyamuk (Salit et al, 1996)


(62)

21

2.6 Pencegahan Larva Nyamuk

Kontrol nyamuk memerlukan pengetahuan pada kebiasaan spesies yang tertentu, iklim di tempat tersebut, dan rasial serta status sosial ekonomi populasi di tempat itu. Nyamuk dapat dicegah dengam cara : (1) eliminasi atau pengurangan tempat perkembangbiakan. (2) Memusnahkan larva. (3) Menghancurkan nyamuk dewasa. (4) Melakukan proteksi pada manusia atau binatang daripada serangan nyamuk (Agoes, 2009).

2.6.1 Eliminasi atau Pengurangan Tempat Perkembangbiakan

Dapat dilakukan sebagi berikut

1. Menghapuskan genangan air yang disebabkan oleh : a. Pembangunan

b. Drainasi c. Rumput liar

d. Sampah (kaleng, ban mobil) e. Lubang pohon

f. Artificial water containers (Antonelli et al. 2007)

2.6.2 Memusnahkan Larva

Dapat dilakukan sebagi berikut 1. Secara biologi

 Menggunakan ikan yang makan larva seperti Gambusia affinis holbrooki

2. Mengunakan larvasida kimiawi

 Menggunakan BTI (Bacillus thuringiensis israelensis) – Bakteri yang menghasilkan toksin untuk membunuh nyamuk

 Methoprene – registerasi oleh EPA pada 1975 sebagai hormone regulator untuk menghambat pertumbuhan larva nyamuk.


(63)

22

 Minyak – Untuk merusakkan habitat larva dan pupa (CMMCP 2000)

2.6.3 Menghancurkan Nyamuk Dewasa

Dapat dilakukan sebagi berikut 1. Mosquito Traps

a) Menggunakan listrik untuk membunuh nyamuk dan menarik perhatian nyamuk dengan cahaya

b) Menggunakan karbon dioksida, kelembapan dan bahan-bahan seperti octenol untuk menarik perhatian nyamuk dan menggunakan alat vakum untuk menyesap nyamuk masuk ke dalam jaring atau silinder (AMCA 2015).

2. Kontrol luar rumah

a) Fogging – Bahan yang dianjurkan adalah dengan malathion, biasa

dilakukan jika populasi nyamuk mengancam kesehatan publik. Dilakukan pada awal pagi atau awal sore (Brattsten and Hamilton, 2012)

2.6.4 Melakukan Proteksi Pada manusia Daripada Serangan Nyamuk

Dapat dilakukan sebagi berikut

1. Menghambat nyamuk masuk ke rumah

2. Menggunakan pengusir nyamuk (repellent)- DEET 35% (N, N-dethyl-3-methylbenzamide), Permethrin (Breish and Thorne 2003)


(64)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Nyamuk adalah sejenis hewan yang termasuk ke dalam ordo Diptera, famili Culicidae. Hewan ini merupakan vektor dalam mentransmisikan berbagai jenis penyakit. Dalam dunia ini terdapat lebih dari 3000 spesies nyamuk, namun yang biasa dijumpai dan paling berbahaya adalah spesies nyamuk dalam Culex, Anopheles, Mansonia dan Aedes (Shujuan et al. 2013).

Nyamuk yang dewasa seperti serangga yang biasa, mempunyai tiga bagian dan enam kaki. Antara bagian badannya adalah kepala, thorax dan abdominal. Pada kepala mempunyai mata, antenna dan juga proboscis. Kaki dan sayapnya bersambung pada bagian thorax. Abdomen nyamuk mengandungi organ-organ dan juga untuk penyimpanan darah dalam proses fertilisasi telur pada nyamuk betina (Mike, 2003).

Nyamuk jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat pada bagian antenanya. Pada nyamuk jantan, dijumpai antena yang lebih berbulu dibandingkan dengan nyamuk betina. Selain itu, kebanyakan nyamuk jantan juga mempunyai palpi yang lebih panjang kecuali pada Anopheles betina yang mempunyai palpi yang sama panjang dengan nyamuk jantan. Secara umumnya, nyamuk jantan lebih berbulu pada bagian abdominal dan pada bagian antenanya (Aynsley and Fiona 2007).

Dalam proses reproduksi, nyamuk akan bertelur dan telur tersebut memerlukan habitat yang sesuai untuk berkembang. Air diperlukan dalam perkembangan tersebut. Sebagian spesies nyamuk harus bertelur pada air yang tidak bergerak. Tanpa air tersebut, telurnya akan kering dan tidak dapat berkembang menjadi larva lagi. Spesies tersebut digolongkan ke dalam

“Permanent Water Mosquitoes”. Pada spesies yang dimasukkan “Floodwater Mosquitoes”, nyamuk dapat bertelur pada tempat-tempat yang kering seperti tanah sebelum menjadi larva (Mosquito World, 2015).


(65)

2

Habitat yang sesuai untuk perkembangbiakan nyamuk tidak hanya terbentuk daripada alam sendiri, malah manusia sering menyediakan tempat yang ideal untuk mereka, misalnya urbanisasi yang tidak terencana, pengelolaan limbah padat yang kurang memadai dan juga kontrol yang kurang efektif. Hal-hal tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk secara tidak sengaja.

Dari 4 stadium perkembangan nyamuk (telur-larva-pupa-dewasa), stadium larva sangat penting terutama pada perencanaan program pengendalian yang efektif. Dalam pembantasan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk, pencegahan dapat dilakukan lebih efektif ketika pada stadium larva karena mereka belum dapat bergerak secara bebas dan memerlukan air untuk bertahan hidup (Mike, 2003).

Telah dilakukan penelitian oleh beberapa orang sebelum ini pada beberapa kelurahan yang berbeda di Kotamadya Medan, yaitu : a) Penelitian Logeshwaran di Kelurahan Ladang Bambu, Medan Selayang, 2012 b) Penelitian Dixie di Kelurahan Karang Berombak, Medan Barat, 2013 c) Penelitian Nivashini di Kelurahan Tanjung Sari, Medan Selayang, 2013 d) Penelitian Stanley di Kelurahan Padang Bulan, Medan Baru, 2014 e) Penelitian Bintang di Kelurahan Merdeka, Medan Baru, 2014

Dipilihnya kelurahan Tanjung Rejo untuk penelitian karena kelurahan tersebut merupakan daerah perumahan yang padat. Kejadian demam darah dengue pada tahun 2012 tercatat 4,367 kasus dengan angka kasus 33 per 100.000 penduduk (Depkes 2012). Peneliti ingin mengetahui jenis jenis larva nyamuk yang terdapat pada kelurahan ini untuk mengetahui penyakit yang dinularkan serta cara menghindarinya dari berkembangbiak.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah jenis-jenis larva nyamuk dan bagaimanakah kepadatan larva nyamuk yang terdapat pada Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal?


(66)

3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis larva nyamuk yang terdapat di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Baru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengatahui jenis larva nyamuk yang terbanyak dijumpai di kawasan tersebut

2. Mengetahui sarana-sarana apa saja yang bisa menjadi perkembangan nyamuk

3. Mengetahui kepadatan larva nyamuk dengan berbagai macam indeks 4. Mengetahui apakah hubungan cuaca dengan jenis larva nyamuk yang

dijumpai

5. Mengetahui apakah pH pada tempat perkembangan larva nyamuk

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi peneliti

Mendapatkan informasi jenis nyamuk, penyakit yang ditularkannya, perilaku perkembangbiakan dan mengetahui angka kepadatan larva nyamuk.

1.4.2 Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat supaya mengetahui tentang jenis nyamuk yang terdapat di kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Baru, memberikan informasi tentang penyakit-penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk dan mengetahui cara-cara untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk secara individual.


(67)

4

1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan

Memberikan infomasi tentang jenis nyamuk serta resiko penyebaran penyakit dalam menyusun program dan mencari cara pencegahan yang sesuai untuk mencegah penyakit ditularkan dan pengendalian larva nyamuk di kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal.


(68)

ii

ABSTRAK

Nyamuk merupakan sejenis hewan yang berperanan dalam mentranmisikan berbagai jenis penyakit. Dari 4 stadium perkembangan nyamuk (telur-larva-pupa-dewasa), pencegahan yang paling efektif adalah dari stadium larva nyamuk larva karena mereka belum dapat bergerak secara bebas dan memerlukan air untuk bertahan hidup. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis larva nyamuk dan apa saja yang bisa mendorong perkembangan nyamuk supaya upaya tindakan anti larva nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal dapat dilakukan dengan lebih efektif. Data yang diambil merupakan sampel larva nyamuk yang berada di air yang tergenang pada wadah buatan, wadah alami, dan genangan air tanah yang berada di dalam rumah dan luar rumah di lokasi penelitian. Larva yang ditemui akan diperiksa di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku dan jurnal identifikasi. Hasil penelitian menunjukkan jenis nyamuk yang terdapat di lokasi penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti sebanyak 53 ekor (89.8%) yang ditemukan di wadah artifisial dan nyamuk Culex sp sebanyak 6 ekor (10.2%) yang ditemukan di selokan dari 100 rumah yang diperiksa. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian ini masih mempunyai resiko yang tinggi untuk perkembangbiakan larva nyamuk terutama pada wadah artifisial seperti ember, plastik dan lain sebagainya.

Kata kunci : larva nyamuk, Angka Bebas Larva (ABL), House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI)


(69)

iii

ABSTRACT

Mosquitoe is a kind of animal that plays a role in transmitting various types of diseases. There are 4 stages of mosquito life cycle (egg-larva-pupa-adult) and the most effective prevention methode is from the larvae stage from mosquito because they have not been able to move freely and require water to survive. The present descriptive study was aimed to determine the types of mosquito larvae and what could promote the development of mosquito, thus mosquito control in Tanjung Rejo village, subdistrict of Medan Sunggal can be done more effectively. Data is taken from the sample of mosquito larvae in the stagnant water of artificial container, natural container and puddles that was found inside and outside of the house. Larvae that were found will be examined under a microscope to identify its species by using books and journals. The results showed that of 100 examined houses, there were 53 Aedes sp (89.8%) which were found in artificial containers and 6 Culex sp (10.2%) which were found in groundwater. The overall results of the study indicated that the research area still in high risk for the breeding of mosquito larvae, mainly in artificial containers such as buckets, plastic and others.

Keywords : mosquitoes larvae, Angka Bebas Larva (ABL), House Index (HI),


(70)

JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN.

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH: WOO XIN ZHE

120100420

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(71)

JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN.

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH: WOO XIN ZHE

120100420

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(72)

(73)

ii

ABSTRAK

Nyamuk merupakan sejenis hewan yang berperanan dalam mentranmisikan berbagai jenis penyakit. Dari 4 stadium perkembangan nyamuk (telur-larva-pupa-dewasa), pencegahan yang paling efektif adalah dari stadium larva nyamuk larva karena mereka belum dapat bergerak secara bebas dan memerlukan air untuk bertahan hidup. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis larva nyamuk dan apa saja yang bisa mendorong perkembangan nyamuk supaya upaya tindakan anti larva nyamuk di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal dapat dilakukan dengan lebih efektif. Data yang diambil merupakan sampel larva nyamuk yang berada di air yang tergenang pada wadah buatan, wadah alami, dan genangan air tanah yang berada di dalam rumah dan luar rumah di lokasi penelitian. Larva yang ditemui akan diperiksa di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku dan jurnal identifikasi. Hasil penelitian menunjukkan jenis nyamuk yang terdapat di lokasi penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti sebanyak 53 ekor (89.8%) yang ditemukan di wadah artifisial dan nyamuk Culex sp sebanyak 6 ekor (10.2%) yang ditemukan di selokan dari 100 rumah yang diperiksa. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian ini masih mempunyai resiko yang tinggi untuk perkembangbiakan larva nyamuk terutama pada wadah artifisial seperti ember, plastik dan lain sebagainya.

Kata kunci : larva nyamuk, Angka Bebas Larva (ABL), House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI)


(74)

iii

ABSTRACT

Mosquitoe is a kind of animal that plays a role in transmitting various types of diseases. There are 4 stages of mosquito life cycle (egg-larva-pupa-adult) and the most effective prevention methode is from the larvae stage from mosquito because they have not been able to move freely and require water to survive. The present descriptive study was aimed to determine the types of mosquito larvae and what could promote the development of mosquito, thus mosquito control in Tanjung Rejo village, subdistrict of Medan Sunggal can be done more effectively. Data is taken from the sample of mosquito larvae in the stagnant water of artificial container, natural container and puddles that was found inside and outside of the house. Larvae that were found will be examined under a microscope to identify its species by using books and journals. The results showed that of 100 examined houses, there were 53 Aedes sp (89.8%) which were found in artificial containers and 6 Culex sp (10.2%) which were found in groundwater. The overall results of the study indicated that the research area still in high risk for the breeding of mosquito larvae, mainly in artificial containers such as buckets, plastic and others.

Keywords : mosquitoes larvae, Angka Bebas Larva (ABL), House Index (HI),


(75)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan untuk melakukan penelitian nantinya.

Selama melakukan penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Merina Panggabean, M.Med.Sc selaku Dosen Pembimbing yang tulus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.

3. Dr. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A dan dr Yuneldi Anwar, Sp.S(K), selaku Dosen Penguji yang telah memberi saran serta nasihat dalam penyempurnaan penulisan Karya tulis ilmiah ini.

4. Orang tua yang sangat penulis sayangi Ayah Woo Swee Heng yang selalu memberikan motivasi dan nasihat-nasihat yang membangun semasa hidupnya dan Ibu Lim Yoke Gun yang selalu memberikan semangat sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat waktu.

5. Sahabat-sahabat baik penulis yang telah memberikan semangat serta bantuan dalam proses penelitian.

6. Teman bimbingan karya tulis ilmiah yang telah membantu penyelesaian karya tulis ilmiah ini Nadiah dan Yolanda serta semua teman setambuk 2012.

Demikian penelitian ini penulis buat, semoga penelitian ini dapat diterima dengan baik dan apabila ada kritik serta saran dapat disampaikan sebagai


(76)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Nyamuk... 5

2.2.Siklus Hidup Nyamuk ... 6

2.2.1. Telur ... 6

2.2.2. Larva ... 6

2.2.3. Pupa ... 7

2.2.4. Dewasa ... 7

2.3. Nyamuk dan Penyakit ... 8

2.3.1. Malaria ... 8

2.3.2. Demam Darah Dangue ... 9

2.3.3. Filariasis ... 9

2.3.4. Demam Kuning ... 10

2.3.5. Chikungunya ... 10

2.4. Identifikasi Larva Nyamuk ... 10

2.4.1. Survey Larva ... 10

2.4.2. Morfologi Umum Larva Nyamuk ... 11

2.4.3. Morfologi Larva Nyamuk Berdasarkan Spesies ... 13

2.5. Pengaruh pH Air Terhadap Perkembangbiakan Larva Nyamuk ... 19


(1)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Nyamuk... 5

2.2.Siklus Hidup Nyamuk ... 6

2.2.1. Telur ... 6

2.2.2. Larva ... 6

2.2.3. Pupa ... 7

2.2.4. Dewasa ... 7

2.3. Nyamuk dan Penyakit ... 8

2.3.1. Malaria ... 8

2.3.2. Demam Darah Dangue ... 9

2.3.3. Filariasis ... 9

2.3.4. Demam Kuning ... 10

2.3.5. Chikungunya ... 10

2.4. Identifikasi Larva Nyamuk ... 10

2.4.1. Survey Larva ... 10

2.4.2. Morfologi Umum Larva Nyamuk ... 11

2.4.3. Morfologi Larva Nyamuk Berdasarkan Spesies ... 13

2.5. Pengaruh pH Air Terhadap Perkembangbiakan Larva Nyamuk ... 19


(2)

vi

2.6.1. Eliminasi atau Pengurangan Tempat Perkembangbiakan .... 21

2.6.2. Memusnahkan Larva ... 21

2.6.3. Menghancurkan Nyamuk Dewasa ... 22

2.6.4. Melakukan Proteksi ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERATIONAL 3.1. Kerangka konsep ... 23

3.2. Definisi Operasional... 23

3.2.1. Larva Nyamuk ... 23

3.2.2. Wadah Artifisial ... 24

3.2.3. Wadah Alami ... 24

3.2.4. Genangan Air Tanah ... 24

3.2.5. Cuaca Saat Larva Dijumpai ... 24

3.2.6. pH Air Pada Tempat Diambilnya Larva ... 24

3.2.7. Identifikasi Larva Nyamuk ... 24

3.2.8. Menghitung Kepadatan Larva Nyamuk ... 24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ... 25

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 25

4.2.2. Waktu Penelitian ... 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3.1. Populasi ... 25

4.3.2. Sample Penelitian ... 26

4.4. Teknik Pengambilan Sampel... 26

4.5. Cara Identifikasi Jenis Larva ... 27

4.5.1. Di Lapangan ... 27

4.5.2. Di Laboratorium ... 27

4.6. Metode Analisa Data ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil penelitian... 30

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 30

5.1.2. Karakteristik Sampel ... 30

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel ... 30

5.2 Pembahasan ... 35

5.2.1. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk pada Kelurahan Tanjung Rejo ... 35

5.2.2. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Jenis Wadah ... 35 5.2.3. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Cuaca


(3)

vii

Penelitian ... 35 5.2.4. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan pH

Air ... 36 5.2.5. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan

Jenis Larva ... 36 5.2.6. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan

Indeks Larva ... 36 5.2.7. Gambaran Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan

Morfologi ... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 39 6.2. Saran ... 40


(4)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Karakteristik untuk membedakan nyamuk ... 8

Gambar 2.2 Siklus hidup nyamuk ... 12

Gambar 2.3 Larva Nyamuk ... 13

Gambar 2.4 Kepala Larva Nyamuk ... 13

Gambar 2.5 Abdomen ... 14

Gambar 2.6 Segmen terminal ... 14

Gambar 2.7 Siphon... 14

Gambar 2.8 Siphon... 15

Gambar 2.9 Segmen anal ... 15

Gambar 2.10 Segmen anal ... 15

Gambar 2.11 Larva Aedes ... 16

Gambar 2.12 Larva Anopheles ... 17

Gambar 2.13 Larva Culex ... 18

Gambar 2.14 pH dan salinitas air terhadap keberadaan larva nyamuk ... 19


(5)

ix

DAFTER TABEL

Tabel 5.1 Persentase Jumlah Rumah yang Ditemukan Larva di Lokasi

Penelitian ... 31 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Wadah ... 31 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Cuaca

Penelitian ... 31 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan pH Air ... 32 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Larva ... 32 Tabel 5.6 Persentase Indeks Kepadatan Larva Nyamuk di Lokasi

Penelitian ... 32 Tabel 5.7 Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Morfologi ... 34 Tabel 5.7 Distribusi Larva Nyamuk Berdasarkan Morfologi ... 35


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar penjelasan kepada subjek penelitian Lampiran 2 : Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 3 : Rencana table morfologi larva nyamuk Lampiran 4 : Rencana table hasil penelitian

Lampiran 5 : Tabel frekuensi Lampiran 6 :Tabel cross tabs Lampiran 7 : Foto-foto

Lampiran 8 : Tabel morfologi larva nyamuk Lampiran 9 : Perhitungan indeks larva