10
kemudian hadirin menyantap beberapa suap nasi, lalu sisanya dibawa ke rumah supaya istri dan anak pun memperoleh bagiannya. Slametan dapat dimengerti
sebagai ritus pemulihan keadaan slamet karena semua tetangga ikut, maka slametan mengungkapkan di hadapan hadirin bahwa diantara para tetangga
terdapat kerukunan dan keselarasan; dan dengan demikian keadaan ketentraman masyarakat dibaharui dan kekuatan-keuatan yang berbahaya
dinetralisirkan. Sekaligus, karena doa yang diucapkan, roh-roh lokal
dimasukkan ke dalam lingkup slametan dan mereka senang mencium sari makanan itu. Dengan demikian slametan merupakan ritus yang mengembalikan
kerukunan dalam masyarakat dan dengan alam rohani, dan yang dengan demikian mencegah gangguan-gangguan terhadap keselarasan kosmis Frans
Magnis Suseno, 1991:89.
5. Merti DusunBersih Dusun
Bersih dusun merupakan salah satu kearifan lokal yang masih lestari sampai saat ini. Kearifan lokal yang merupakan warisan baik para leluhur kini
menambah khazanah kebudayaan bangsa. Bersih Dusun memiliki penanaman berbeda-beda tergantung lokasi pelaksanaannya. Di daerah pegunungan sering
dinamakan labuhan gunung yang bisa dilihat di Gunung Merapi. Di daerah pantai sering dinamakan labuhan laut atau sedekah laut. Sedangkan daerah
pertanian, dinamakan Merti Dusun atau Rasulan atau Sedekah Bumi atau Bersih Dusun. Setiap penamaan di daerah pertanian ini memiliki makna dan
harapan tersendiri. Di pedesaan Jawa yang bercorak pertanian Bersih Dusun dapat dikatakan
sebagai upacara wajib. Sebelum masuknya agama Islam, Bersih Dusun digunakan sebagai sarana untuk memuja Dewi Sri “Dewi Pangan” dan Dewa
Sadana “Dewa Sandang”. Selain itu juga digunakan sebagai penghormatan kepada Para Leluhur dan Para Dayang agar tidak marah. Kemarahan mereka
mampu mendatangkan
pagebluk yang
menyengsarakan masyarakat
www.aktual.combersih-dusun-mitos-atau-modal-sosial, Diakses: Kamis, 9 Juni 2016, 14:31.
11
Merti Desa atau bersih desa pada hakikatnya merupakan sebuah kegiatan yang menjadi simbol rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa atas segala karunia yang diberikan-Nya. Karunia tersebut bisa berupa apa saja seperti rezeki, keselamatan atau juga kesalarasan dan ketentraman.
Lebih dari itu, merti desa juga merupakan sebuah wadah di mana para penduduk bisa membina tali silaturahmi, saling menghormati, serta saling
tepa selira. Seperti diketahui bersama bahwa ketiga hal tersebut sudah mulai jarang terkespresikan di dalam masyarakat. Padahal terlepas dari berbagai
kemudahan teknologi yang bisa mempermudah tali silaturahmi misalnya, sebagai makhluk sosial sejatinya kita perlu berinterksi dan bertemu
langsung dengan masyarakat lainnya. Selain sebagai manifestasi rasa syukur kepada Yang Maha Esa, Merti
Desa juga merupakan sebuah perwujudan keselarasan hubungan manusia dengan alam. Selama hidupnya manusia telah hidup berdampingan dengan
alam dan mengambil banyak materi dari alam. Namun demikian, pemanfaatan itu tidak boleh terlepas dari tata cara sehingga bisa menimbulkan eksploitasi
berlebihan terhadap alam. Padahal dalam haki- katnya manusia dan alam saling melengkapi Pratoyo, 2013:37.
Di Jawa pada waktu tertentu, lazimnya setahun sekali, dirayakan upacara Merti Desa, yang juga disebut Bersih Desa, Memetri, Nyadranan, Suran,
Selikuran, Majemukan, Memuli, Angrowakake para leluhur. Rachmat Subagya, 1981: 131. Menurut Clifford Geertz dalam bukunya yang berjudul
Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa 1981: 110 slametan bersih desa berhubungan dengan pengudusan perhubungan dalm ruang, dengan
merayakan dan memberikan batas-batas kepada salah satu dasar kesatuan territorial struktur sosial orang Jawa – desa. Apa yang ingin dibersihkan dari
desa itu tentu saja adalah roh-roh yang berbahaya. Ini dilakukan dengan mengadakan slametan, dimana hidangan dipersembahkan kepada danyang desa
roh penjaga desa di tempat pemakamannya. Di desa yang kuat santrinya slametan bersih desa itu bisa berlangsung di masjid dan seluruhnya terdiri dari
para pembaca doa Muslimin. Di desa-desa yang tak bermakam danyang, atau
12
letaknya tidak baik letaknya, upacara itu bisa diselenggarakan di rumah kepala desa. Setiap keluarga di desa itu diharuskan menyumbangkan makanan dan
setiap kepala keluarga yang sudah dewasa harus ikut serta dalam slametan ini. Bersih desa selalu diadakan pada bulan Sela, bulan kesebelas Tahun
Kamariah, tetapi masing-masing desa mengambil hari yang berbeda-beda sesuai dengan tradisi setempat. Perayaan itu agak berbeda-beda tergantung ada
anggapan orang tentang karakteristik pribadi danyang desanya.
6. Nilai-nilai Pendidikan