KAJIAN SIFAT ORGANOLEPTIK MIE BERBAHAN DASAR TEPUNG JAGUNG (Zea mays l.) TERNIKSTAMALISASI

(1)

KAJIAN SIFAT ORGANOLEPTIK MIE BERBAHAN DASAR TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) TERNIKSTAMALISASI

Oleh

NASTRI DILA SANIATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

KAJIAN SIFAT ORGANOLEPTIK MIE BERBAHAN DASAR TEPUNG JAGUNG (Zea mays l.) TERNIKSTAMALISASI

Oleh

NASTRI DILA SANIATI

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sifat organoleptik mie berbahan dasar tepung jagung ternikstamalisasi dan untuk mengetahui perlakuan lama perendaman nikstamalisasi terbaik (0, 8, 16, 24, dan 32 jam). Penelitian ini menggunakan faktor tunggal, disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan lima kali ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan diuji lanjut dengan uji BNT pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman nikstamalisasi berpengaruh nyata terhadap warna dan penerimaan keseluruhan mie dalam bentuk mie kering, dan juga warna mie dalam bentuk mie basah. Hasil terbaik dimiliki oleh perlakuan lama perendaman nikstamalisasi 8 jam. Mie memiliki kadar air 10.79% dalam bentuk mie kering dan 62.10% dalam bentuk mie basah. Mie juga mengandung 1.70% abu, 1.05% lemak, 3.71% protein, 82.76% karbohidrat, 9.74% polisakarida non pati, dan skor kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) 3.54%.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ……… . 1

1.1. Latar Belakang ……….………. .. 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Kerangka Pemikiran ... 2

1.4. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Jagung ... 5

2.1.1. Klasifikasi dan Struktur Biji Jagung ... 5

2.1.2. Komposisi Kimia Jagung ... 6

2.1.3. Potensi Produksi Jagung di Provinsi Lampung ... 8

2.2. Tepung Jagung ... 8

2.3. Nikstamalisasi ... 10

2.4. Mie ... 12

2.4.1. Mie Kering ... 14

2.4.2. Mie Jagung ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 19

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Metode Penelitian ... 20

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1. Pembuatan Tepung Jagung ... 20

3.4.2. Pembuatan Mie Jagung ... 22

3.5. Pengamatan ... 24

3.5.1. Uji Organoleptik ... 24

3.5.2. Analisis Proksimat ... 27

3.5.2.1. Kadar Air ... 27

3.5.2.2. Kadar Abu ... 27

3.5.2.3. Kadar Lemak ... 28

3.5.2.4. Kadar Protein ... 28

3.5.2.5. Kadar Karbohidrat ... 29

3.5.3. Polisakarida Non Pati ... 29


(7)

4.1.2. Penerimaan Keseluruhan ... 33

4.2. Uji Organoleptik Mie Jagung Basah ... 34

4.2.1. Warna ... 34

4.2.2. Elastisitas ... 35

4.2.3. Elongasi ... 37

4.2.4. Rasa ... 37

4.2.5. Penerimaan Keseluruhan ... 38

4.3. Penentuan Perlakuan Terbaik ... 38

4.4. Analisis Proksimat Komponen Kimia ... 40

4.5. Polisakarida Non Pati ... 40

4.6. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi yang banyak terdapat di Indonesia dan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber karbohidrat berupa tepung dan pati jagung yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk pangan baru. Produk pangan yang menggunakan tepung jagung sebagai bahan baku salah satunya adalah mie jagung. Namun, aplikasi tepung jagung pada pembuatan mie memiliki hasil yang kurang baik disebabkan karena tepung jagung tidak memiliki protein gluten seperti halnya tepung terigu. Usaha untuk memperbaiki karakteristik mie jagung adalah dengan memodifikasi tepung jagung terlebih dahulu sebelum dibuat menjadi mie. Salah satu cara modifikasi tepung jagung yang dapat dilakukan adalah nikstamalisasi, yaitu pemasakan dan perendaman jagung dalam larutan alkali

Nikstamalisasi merupakan proses tradisional Meksiko yang terdiri dari pemasakan dan perendaman dalam larutan alkali (kalsium hidroksida). Tujuannya adalah untuk melonggarkan jaringan sel dan menggelatinisasi sebagian granula pati sehingga jagung nikstamal akan membentuk pasta yang homogen dan elastis pada saat digiling atau dihancurkan dengan grinder (Moreira et al., 1997; Mendez et al., 2006). Nikstamalisasi diharapkan dapat meningkatkan kestabilan tepung jagung


(9)

terhadap pemanasan dan pengadukan sehingga dapat memperbaiki karakteristik mie yang dihasilkan. Lama perendaman merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam nikstamalisasi, karena pada tahap ini terjadi proses penyerapan kalsium. Perbedaan lama perendaman nikstamalisasi akan mempengaruhi karakteristik tepung jagung yang dihasilkan.

Penelitian mengenai nikstamalisasi sudah banyak dilakukan dan sebagian besar aplikasinya adalah untuk produk tortilla chips, tetapi aplikasinya untuk produk mie belum pernah dilakukan dan diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dikaji pengaruh nikstamalisasi jagung untuk diaplikasikan pada produk mie, terutama pengaruh lama perendaman nikstamalisasi.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama perendaman nikstamalisasi terbaik untuk menghasilkan tepung jagung yang dapat dibuat menjadi mie dengan sifat organoleptik terbaik.

1.3. Kerangka Pemikiran

Perendaman jagung pada proses nikstamalisasi merupakan tahapan penting, karena pada tahapan ini terjadi penyerapan kalsium ( Ca(OH)2 ) oleh biji jagung. Lamanya waktu perendaman tersebut akan mempengaruhi jumlah kalsium yang terserap ke dalam biji jagung dan akan mempengaruhi karakteristik dari nikstamal yang dihasilkan. Karakteristik tersebut akan menentukan produk olahan yang cocok untuk tepung jagung nikstamal, oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian lama perendaman nikstamalisasi dalam aplikasinya pada produk olahan baru,


(10)

3

seperti pengkajian lama perendaman nikstamalisasi untuk aplikasi tepung jagung nikstamal sebagai bahan baku mie.

Kajian terhadap pengaruh lama waktu perendaman nikstamalisasi terhadap tepung jagung nikstamal yang dihasilkan telah dilakukan oleh beberapa penelitian. Penelitian Palacios-Fonseca et al. (2009) membandingkan tepung jagung dari proses nikstamalisasi secara komersial dengan tepung jagung dari proses nikstamalisasi secara tradisional yang menggunakan lama perendaman bervariasi yaitu 0, 1, 3, dan 7 jam. Penelitian tersebut melaporkan bahwa pada tepung jagung dari proses nikstamalisasi tradisional terjadi penurunan ukuran partikel, peningkatan jumlah kalsium yang terserap, serta peningkatan nilai puncak viskositas, seiring dengan semakin lama perendaman, yang artinya lama perendaman 7 jam memberikan hasil yang terbaik. Penelitian Fernandez-Munoz et al. (2011) mempelajari tentang pengaruh dari kandungan kalsium di dalam tepung jagung yang dibuat melalui proses nikstamalisasi dengan lama perendaman 0, 1,5, 6, 10, 13, dan 24 jam yang diperlihatkan pada profil dari Rapid Visco Analyzer (RVA). Penelitian ini melaporkan bahwa terjadi peningkatan kalsium yang ditandai oleh peningkatan titik puncak viskositas pada RVA seiring dengan meningkatnya lama perendaman. Penelitian Putri (2011) mengkaji tentang sifat fisikokimia tepung jagung nikstamal yang dibuat melalui proses nikstamalisasi dengan lama perendaman 0, 8, 16, dan 24 jam, yang kemudian digunakan sebagai bahan baku pembuatan tortilla chips. Penelitian Putri (2011) melaporkan bahwa lama perendaman dapat meningkatkan kandungan kalsium, kadar amilosa, dan daya serap air dari nikstamal, selain itu dilaporkan juga bahwa tepung jagung


(11)

yang dinikstamalisasi dengan lama perendaman 24 jam menghasilkan tepung jagung terbaik untuk aplikasinya pada tortilla chips.

Penelitian ini melakukan nikstamalisasi jagung dengan lama waktu perendaman yang bervariasi. Lama perendaman yang digunakan mengacu pada penelitian Putri (2011), yaitu 0, 8, 16, 24, dan 32 jam. Tepung jagung nikstamal yang dihasilkan, digunakan sebagai bahan baku mie. Mie kemudian dianalisis sifat organoleptiknya untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Mie dari perlakuan terbaik dianalisis lebih lanjut komponen kimianya, yang meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat, serta kandungan polisakarida non pati dan nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP).

1.4. Hipotesis

Terdapat lama perendaman terbaik pada proses nikstamalisasi yang menghasilkan tepung jagung yang dapat dibuat produk mie dengan sifat organoleptik terbaik


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung

2.1.1. Klasifikasi dan Struktur Biji Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang termasuk ke dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan (Graminae). Diklasifikasikan kedalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Poaceae, dan Genus Zea (Wikipedia, 2007). Jagung merupakan salah satu sumber pangan dunia selain gandum dan padi. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, pakan ternak, dapat diambil minyaknya, serta dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai macam industri. Jagung yang telah direkayasa genetika juga dapat digunakan untuk bahan farmasi (Azra, 2012).

Secara umum biji jagung terdiri dari endosperma, lembaga, perikarp, dan tipcap (tudung pangkal biji). Bagian utama yaitu endosperma yang merupakan bagian terbesar dari biji jagung dengan hampir seluruh bagiannya terdiri dari karbohidrat baik pada bagian lunak (fluory endosperm) maupun pada bagian yang keras (horny endosperm). Pati pada endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang terdiri dari dua molekul utama yaitu amilosa dan amilopektin (White, 2001). Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian dari biji jagung menurut Subekti et al. (2007). Gambar 1 menunjukkan bagian terluar biji jagung adalah kulit biji atau


(13)

perikarp. Bagian terbesar dari biji jagung adalah adalah Endosperma yang berhubungan langsung dengan Lembaga. Lembaga pada Gambar 1, tersusun atas skutelum, koleoptil, pumula daun, meristem apikal tajuk, meristem apikal akar, dan koleoriza, selain itu juga terdapat lapisan pati yang aleuron.

Gambar 1. Bagian-bagian Biji Jagung Sumber: Subekti et al., 2007.

2.1.2. Komposisi Kimia Jagung

Komponen kimia terbesar dalam jagung adalah karbohidrat, yaitu sekitar 72% dari berat biji yang sebagian besar berupa pati, yang secara umum mengandung amilosa 25-30 % dan amilopektin sekitar 70-75 % (Boyer dan Shannon, 2003). Biji jagung mengandung lipid yang terdiri dari triasilgliserol (TAGs) yaitu sekitar 95%, fosfolipid, glikolipid, hidrokarbon, fitosterol (sterol dan stanol), asam lemak bebas, karotenoid (vitamin A), tocol (vitamin E), dan waxes. Asam lemak yang terkandung pada minyak jagung antara lain asam linoleat (59,7%), asam oleat (25,2%), asam palmitat (11,6%), asam stearat (1,8%), dan asam linolenat (0,8%).

Kulit Biji (Perikarp) Kotiledon (Skutelum) Pati (Aleuron)

Koleoptil Pumula Daun Meristem Apikal Tajuk Meristem Apikal Akar Koleoriza


(14)

7

Kandungan asam lemak tersebut sebenarnya memiliki efek fungsional, namun kandungan ini akan menghasilkan produk dari jagung memiliki tekstur yang kurang baik serta mudah sekali mengalami ketengikan (Lawton dan Wilson, 2003).

Komposisi kimia pada biji jagung menurut Watson (2003) dapat dilihat pada Tabel 1, selain itu biji jagung juga mengandung beberapa vitamin seperti kolin 57 mg/kg, niasin 28 mg/kg, asam pantotenat 6,6 mg/kg, piridoksin 5,3 mg/kg, tiamin 3,8 mg/kg, riboflavin 1,4 mg/kg, asam folat 0,3 mg/kg, biotin 0,08 mg/kg, vitamin A (karoten) 2,5 mg/kg, dan vitamin E (tokoferol) 30 IU/kg (Watson, 2003).

Tabel 1. Komposisi Kimia Biji Jagung Komponen Pati

(%) Protein (%) Lipid (%) Gula (%) Abu (%) Serat (%) Biji Utuh Endosperma Lembaga Perikarp Tip Cap 73,4 87,6 8,3 7,3 6,3 9,1 8,0 18,4 3,7 9,1 4,4 0,8 33,2 1,0 3,8 1,9 0,62 10,8 0,34 1,6 1,4 0,3 10,5 0,8 1,6 9,5 1,5 14 90,7 95 Sumber: Watson (2003)

Karatenoid umumnya terdapat pada biji jagung kuning, sedangkan jagung putih mengandung karatenoid sangat sedikit bahkan tidak ada. Biji tua jagung mengandung sangat sedikit asam askorbat (Vitamin C), dan piridoksin (Vitamin B6) (Suarni dan Widowati, 2007).


(15)

2.1.3. Potensi Produksi Jagung di Provinsi Lampung

Jagung adalah salah satu komoditas yang produksinya terus ditingkatkan untuk mendukung peningkatan pangan nasional. Jagung menempati urutan kedua di Indonesia sebagai makanan pokok penyedia karbohidrat setelah beras, sedangkan di dunia, jagung menempati urutan ketiga setelah gandum dan padi (BPS, 2007). Provinsi Lampung memiliki tiga wilayah sentra produksi jagung yaitu Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Lampung Tengah. Diantara ketiga wilayah tersebut, Kabupaten Lampung Selatan memiliki prouktivitas jagung paling tinggi. Pada tahun 2011, produktivitas Lampung Selatan mampu mencapai angka 599.609 ton, dengan luas tanam bagi perkebunan mencapai 116.431 hektare. Jagung sendiri merupakan kamoditi pertanian kedua terbesar di Kabupaten Lampung Selatan setelah padi (Tribun, 2012). Tahun 2011 produksi jagung di provinsi Lampung mengalami penurunan 12,54 % dibandingkan pada tahun 2010. Angka Ramalan III produksi jagung yang dikemukakan pada Berita Resmi Statistik Provinsi Lampung mencapai 1,86 juta ton (Kompas, 2011).

2.2. Tepung Jagung

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Secara umum, terdapat dua metode pembuatan tepung jagung yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan dan diproses menjadi tepung menggunakan mesin penepung.


(16)

9

Sedangkan pada metode kering, biji jagung yang telah disosoh ditepungkan, artinya tanpa perendaman (Suarni, 2009).

Pada prinsipnya, penggilingan biji jagung adalah proses pemisahan perikarp, endosperma dan lembaga, kemudian dilanjutkan dengan proses pengecilan ukuran. Perikarp harus dipisahkan pada proses pembuatan tepung karena kandungan seratnya yang cukup tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Pada pembuatan tepung, dilakukan pemisahan lembaga karena tanpa pemisahan lembaga tepung akan mudah mengalami ketengikan. Tip cap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Pada pembuatan tepung, endosperma merupakan bagian yang digiling menjadi tepung (Suarni et al., 2001).

Tepung jagung memiliki kandungan lemak dan kandungan amilosa yang tinggi sehingga sulit untuk mengikat air selama proses pemasakan. Kandungan lemak pada tepung jagung menyebabkan terhalangnya kontak antara air dengan protein dalam jagung. Sedangkan kandungan amilosa pada jagung memiliki struktur yang kompak sehingga sulit untuk ditembus oleh air. Rendahnya tingkat kemampuan mengikat air inilah yang menyebabkan kemampuan granula pati untuk menggelembung pada gelatinisasi menjadi rendah (Alam, 2010). Tepung jagung juga memiliki mutu yang bervariasi, tergantung dari jenis jagungnya. Oleh karena itu, ditentukan kriteria mutu tepung jagung berdasarkan SNI yang disajikan pada Tabel 2 agar aplikasi dari tepung jagung tersebut memiliki kualitas yang baik.


(17)

Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Jagung berdasarkan SNI

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Bau Rasa Warna Benda asing Serangga

Pati lain selain jagung Kehalusan

Lolos 80 mesh Lolos 60 mesh Air Abu Silikat Serat kasar Derajat asam Timbal Tembaga Seng Raksa Cemaran arsen Angka lempeng total E.coli Kapang - - - - - - % % % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) ml N NaOH/100 g

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g koloni/g Normal Normal Normal Tidak boleh Tidak boleh Tidak boleh Minimum 70 Maksimum 99 Maksimum 10 Maksimum 1,50 Maksimum 0,10 Maksimum 1,50 Maksimum 4 Maksimum 1 Maksimum 10 Maksimum 40 Maksimum 0,05 Maksimum 0,50 Maksimum 5 x 106 Maksimum 10 Maksimum 104 Sumber: Badan Standar Nasional (1993)

2.3. Nikstamalisasi

Nikstamalisasi adalah proses tradisional penduduk Meksiko yang terdiri dari pemasakan dan perendaman jagung dengan menggunakan kalsium hidroksida. Pada nikstamalisasi secara tradisional, jagung dimasak dengan larutan kalsium hidroksida, lalu direndam dalam larutan rebusan tersebut, kemudian dicuci sedikitnya 2 kali untuk menghilangkan sisa komponen organik (kulit ari, lembaga, dan pecahan endosperm) dan kelebihan kalsium (Fernandez-Munoz et al., 2004). Mekanisme kerja proses nikstamalisasi ini meliputi penyerapan dan pendistribusian air yang lebih cepat dan memodifikasi lapisan luar biji jagung. Hal


(18)

11

inilah yang menyebabkan pecahan perikarp menjadi rapuh dan jaringan dalam biji jagung menjadi longgar (Rosentrater, 2005).

Perlakuan kalsium hidroksida pada nikstamalisasi dapat memperbaiki nilai gizi dari jagung dengan meningkatkan dan menyediakan lisin dalam fraksi glutelin dan gelatinisasi pati (Fernandez-Munoz et al., 2004). Selain itu, perlakuan alkali-panas yang digunakan dalam proses nikstamalisasi dapat mempengaruhi komponen dinding sel yaitu merubah hemiselulosa menjadi gums yang larut. Perlakuan ini memiliki beberapa fungsi seperti untuk menggelatinisasi pati, saponifikasi bagian lipid, dan juga untuk melarutkan beberapa protein yang terdapat di sekitar granula pati sehinga mempengaruhi sifat reologi dan tekstur produk yang dihasilkan (Rooney & Serna-Saldivar 2003).

Keuntungan proses nikstamalisasi dalam pengolahan jagung diantaranya dapat memudahkan proses pelepasan perikarp dan lembaga, meningkatkan gelatinisasi granula pati, serta memberikan flavor dan tekstur khas yang diinginkan (Rooney & Serna-Saldivar 2003; Johnson 2000). Menurut Rooney dan Suhendro (1999), proses nikstamalisasi juga berfungsi untuk memperlambat proses retrogradasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa nikstamalisasi sangat baik untuk dilakukan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum jagung diolah menjadi produk pangan jadi.

Pemasakan merupakan tahapan yang kritis pada proses nikstamalisasi. Selama pemasakan, ion Ca2+ dibawa oleh air melalui tip cap, lembaga, perikarp, dan sebagian besar kalsium disimpan/tertahan dalam lembaga (Milan-Carillo et al. 2004). Indikator yang baik untuk pemasakan ini meliputi penyerapan air oleh biji, kemudahan melepas kulit ari, dan keempukan biji. Brioness-Caballero et al. (2000), melaporkan bahwa penggunaan Ca(OH)2 dalam proses nikstamalisasi jagung dapat


(19)

merubah komposisi kimia dan memperbaiki sifat-sifat fisik serta struktur kristal dari jagung nikstamal. Pengaruh penggunaan larutan alkali telah diteliti oleh Bryant & Hamaker (1997) pada pati dan tepung jagung. Dilaporkan bahwa pada pH larutan yang tinggi, Ca(OH)2 akan terionisasi menjadi Ca2+dan OH-, kemudian membentuk

ikatan silang dengan pati. Interaksi Ca2+ dengan pati akan menstabilkan dinding granula pati sehingga granula pati akan lebih kuat dan keras. Rodriguez et al. (1996) menjelaskan lebih lanjut dengan adanya Ca2+dalam pati akan merusak ikatan antara pati dengan molekul air dan membentuk ikatan silang dengan molekul amilosa dan amilopektin yang ada dalam pati yang juga dinamakan jembatan kalsium. Fernández-Muñoz et al. (2001) menambahkan bahwa terbentuknya ikatan silang pada rantai polimer pati ini memberi kontribusi pada konduktivitas panas yang lebih baik, sifat-sifat fisik, struktur, serta flavor dan aroma yang lebih baik.

2.4. Mie

Mie merupakan produk makanan yang pertama kali dibuat dan dikembangkan di daratan Cina. Bahan baku utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Mie merupakan makanan yang cukup populer di Indonesia, bahkan mie ditempatkan sebagai bahan pangan alternatif setelah nasi. Meningkatnya konsumsi mie di Indonesia menunjukkan bahw mie sesuai dengan preferensi konsumen Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai macam jenis mie, namun jenis mie yang paling populer adalah mie instan.

Meningkatnya konsumsi mie mengakibatkan meningkatnya kebutuhan terhadap tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan mie. Seiring dengan perkembangan teknologi pertanian, kini mulai dikembangkan mie berbahan baku non terigu


(20)

13

seperti mie dari tepung beras, sorgum, kasava, jagung, dan lain sebagainya. Pembuatan mie baerbahan baku non terigu tidak hanya dilakukan untuk mengurangi konsumsi terigu, tetapi juga untuk mendapatkan pangan alternatif baru. Awalnya teknologi pembuatan mie dilakukan secara sederhana, yaitu dengan cara diuleni, ditarik, diayun, dan diguncang-guncang, tetapi sekarang pembuatan mie sudah dilakukan dengan menggunakan teknologi modern yaitu dengan menggunakan mesin pengaduk dan alat pencetak mie.

Pembuatan mie berbahan terigu harus mempertimbangkan pemilihan tepung terigu yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie. Kandungan dalam tepung terigu yang harus diperhatikan adalah kadar protein dan kadar abu. Kadar prtein berkorelasi dengan jumlah gluten dan kadar abu berkorelasi dengan kualitas mie yang dihasilkan. Ciri-ciri mie basah berbahan baku terigu yang baik adalah berwarna putih atau kuning terang, memiliki tekstur agak kenyal, dan tidak mudah putus-putus. Bentuk khas mie berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lentur, serta tidak banyak padatan yang hilang ketika dilakukan perebusan (Widianingsih dan Murtini, 2006., dalam Rizkina, 2011).

Berdasarkan tahap pengolahan dan kadar airnya, mie dibagi menjadi 5, yaitu: 1. Mie mentah/ segar, adalah mie produk langsung dari proses pemotongan

lembaran adonan dengan kadar air 35%.

2. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu dengan kadar air sekitar 52%.


(21)

3. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan dengan kadar air sekitar 10%.

4. Mie goreng, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami proses penggorengan.

5. Mie instan (mie siap hidang), adalah mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng menjadi mie instan goreng (Winarno, 2002).

Berdasarkan komposisi bahannya, terdapat juga mie yang dikenal sebagai mie telur. Mie telur adalah mie yang dibuat dengan penambahan telur segar atau tepung telur. Mie telur biasanya dipasarkan dalam bentuk mie kering. Mie berbahan baku non terigu yang sudah dikenal dipasaran antara lain, kwetiau, bihun dan sohun. Kwetiau dan bihun merupakan mie yang menggunakan tepung beras sebagai bahan baku utamanya, hanya saja kwetiau seringkali dicampur dengan terigu. Sohun merupakan mie yang dibuat dari pati kacang hijau.

2.4.1. Mie Kering

Menurut SNI 01-2974-1996, mie kering merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, serta berbentuk khas mie. Mie dalam bentuk kering harus mempunyai minimal padatan 87% yang artinya kandungan airnya maksimal 13%. Karakteristik yang disukai dari mie kering adalah memiliki penampilan putih, hanya sedikit yang terpecah-pecah selam pemasakan, memiliki permukaan yang lembut, dan tidak ditumbuhi oleh mikroba (Oh et al., 1985). Syarat mutu Mie kering dapat diihat pada Tabel .


(22)

15

Proses pengolahan mie kering sebenarnya hampir sama dengan pengolahan mie instan. Pada mie kering terjadi proses pengeringan untuk mengurangi kadar air mie 10-12 %. Sedangkan pengolahan mie instan umumnya dengan digoreng dan dilengkapi dengan bahan tambahan seperti bumbu, cabe, kecap, minyak, dan sayuran kering sehingga mudah dihidangkan dengan segera (Intan, 1997., dalam Merdiyanti, 2008).

Tabel 3. Syarat Mutu Mie Kering menurut SNI 01-2974-1996 No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I

Persyaratan Mutu II 1 Keadaan:

1.1Bau 1.2Warna 1.3Rasa

- Normal

Normal Normal

Normal Normal Normal

2 Air % b/b Maks. 8 Maks.10

3 Protein (N x 6,25) % b/b Min.11 Min. 8 4 Bahan Tambahan

Makanan: 4.1 Boraks

4.2 Pewarna Tambahan

Tidak boleh ada sesuai dengan SNI 01-0222-1995

5 Cemaran Logam: 5.1 Timbal (Pb) 5.2 Tembaga (Cu) 5.3 Seng (Zn) 5.4 Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05

6 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5

7 Cemaran Mikroba: 7.1 Angka lempeng total 7.2 E.coli

7.3 Kapang

koloni/g APM/g koloni/g

Maks 1,0 x 106 Maks. 10 Maks. 1,0 x 104

Maks 1,0 x 106 Maks. 10 Maks. 1,0 x 104 Sumber: Badan Standar Nasional (1996)


(23)

2.4.2. Mie Jagung

Mie jagung merupakan mie yang dibuat dengan bahan baku tepung jagung atau pati jagung dengan ditambahkan bahan-bahan lain. Mie jagung dapat dibuat dalam bentuk mie instan, mie kering, ataupun mie basah. Menurut Juniawati (2003), pembuatan mie jagung instan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pembentukan lembaran, pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan. Sedangkan pembuatan mie basah dilakukan melalui tahapan pencampuran bahan, pengukusan, pembentukan lembaran, pencetakan, perebusan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran dengan minyak (Rianto, 2006).

Proses pengolahan mie jagung berbeda dengan proses pegolahan mie terigu karena 60% protein endosperma jagung terdiri dari zein yang tidak dapat membentuk massa yang elastic-cohessive bila hanya ditambahkan air dan diuleni tanpa proses pemanasan, seperti halnya gliadin dan glutelin pada gandum (Soraya, 2006), oleh karena itu pada pembuatan mie jagung dilakukan proses pengukusan. Proses pengukusan pada pembuatan mie jagung bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian pati (sekitar 70%) sehingga dapat berperan sebagai pengikat adonan. Lama dan waktu pengukusan bervariasi tergantung dari jumlah adonan yang dimasak. Namun, tingkat gelatinisasi atau pemasakan diharapkan hampir sama (Juniawati, 2003).

Mie jagung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk pangan lainnya. Mie jagung instan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi yaitu sekitar 360 kalori/kemasan bila dibandingkan dengan nasi yang mengandung 178


(24)

17

kalori, singkong yang mengandung 146 kalori, dan ubi jalar yang mengandung 123 kalori. Namun, nilai gizi mie jagung masih lebih rendah dibandingkan dengan mie terigu instan yang memiliki kandungan gizi sebesar 471 kalori. Tingginya nilai gizi pada mie jagung instan menunjukkan bahwa mie jagung instan dapat dijadikan pangan alternatif pengganti nasi. Selain memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, mie jagung instan memiliki kandungan lemak yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mie instan terigu. Mie jagung instan juga tidak mengunakan pewarna tambahan seperti halnya pada mie terigu instan karena warna kuning pada mie jagung instan berasal dari pigmen alami yang terkandung dalam jagung, yaitu karoten, lutein, dan zeaxanthin (Juniawati, 2003).

Kurniawati (2006) telah membuat mie jagung berbahan baku pati jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Corn Gluten Meal (CGM) adalah produk sampingan utama dari penggilingan basah jagung. Mie yang dihasilkan memiliki masih memiliki karakteristik elongasi yang kurang baik, sehingga ditambahkan pati kacang hijau sebanyak 5 % untuk memperbaiki karakteristik tersebut, selain itu dilakukan juga penambahan CMC ke dalam formulasi untuk menurunkan nilai KPAP. Bahan tambahan lain yang juga digunakan adalah garam dan baking powder. Hasil analisis menunjukkan bahwa mie basah yang dihasilkan memiliki kadar air sebesar 63,71 %, kadar abu sebesar 0,41 %, kadar protein sebesar 7, 14 %, kadar lemak sebesar 4,49 %, serta kadar karbohidrat sebesar 87,99 %.

Arvie (2009) membuat mie jagung berbahan pati jagung yang dimodifikasi dengan cara fermentasi spontan selama 1, 3, 5, dan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi spontan berpengaruh terhadap sifat


(25)

organoleptik mie jagung basah yang dihasilkan. Sifat organoleptik tersebut meliputi elastisitas, elongasi, warna, dan penerimaan keseluruhan. Mie jagung yang dihasilkan memiliki kadar air antara 71,685-75,720 %, kadar abu antara 0,035-0,067 %, kadar protein antara 0,995-1,315 %, kadar lemak antara 0,025-0,105 %, dan kadar karbohidrat antara 23,225-26,879 %. Mie yang dibuat dari pati fermentasi selama 7 hari memiliki tingkat hidrolisis oleh enzim α-amilase sebesar 51,49 %, elongasi sebesar 15,12 %, dan kekuatan tarik sebesar 11,41 gF, sedangkan mie dari pati yang difermentasi selama 5 hari memiliki nilai elongasi sebesar 16,9 %, kekuatan tarik 12,004 gF dan nilai KPAP terendah yaitu 1,7 %.


(26)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2012.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas hibrida DK yang diperoleh dari petani di daerah Pringsewu, aquades, Ca(OH)2, CMC,garam, serta bahan-bahan kimia untuk analisis kimia, kandungan polisakarida non pati, dan kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP). Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah baskom, hammermill, kompor, loyang, mincer, mixer, panci, pengukus, pencetak mie, timbangan, serta alat uji organoleptik, alat analisis proksimat komponen kimia, alat analisis polisakarida non pati, dan alat analisis kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP).


(27)

3.3. Metode Penelitian

Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan lima kali ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah perlakuan tunggal yaitu lama perendaman jagung pada proses nikstamalisasi pembuatan tepung jagung yang terdiri dari kontrol (0 jam), 8 jam, 16 jam, 24 jam, dan 32 jam. Tepung jagung dari setiap perlakuan dibuat menjadi produk mie kering dan mie basah kemudian dilakukan uji organoleptik. Data organoleptik kemudian diuji kesamaan ragam datanya dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Selanjutnya, data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT dengan taraf nyata 1% atau 5%. Hasil terbaik dari uji organoleptik mie kering selanjutnya dianalisis kadar proksimat, kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), kandungan serat pangan, serta kandungan poliskarida non pati.

3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Pembuatan Tepung Jagung

Pembuatan tepung jagung melalui proses nikstamalisasi dilakukan menurut Moriera et al. (1997) dengan modifikasi. Sebanyak 2 kg jagung pipil kering dimasukkan ke dalam panci berisi 6 liter air dan 20 g Ca(OH)2 mendidih selama 30 menit. Proses pemasakan akan melunakkan biji jagung dan melepaskan perikarp jagung. Tahap selanjutnya adalah perendaman dalam air perebus sesuai dengan perlakuan yaitu 8, 16, 24, dan 32 jam. Perlakuan kontrol atau 0 jam


(28)

21

dilakukan dengan merendam biji jagung dalam air selama 4 jam sebelum dibuat menjadi tepung. Perendaman akan membuat biji jagung menjadi lunak dan terjadi penyerapan air dan kalsium ke dalam biji jagung. Proses dilanjutkan dengan mencuci biji jagung hingga bersih untuk menghilangkan sisa kapur dan perikarp yang terlepas, selanjutnya biji jagung ditiriskan. Jagung yang telah dicuci kemudian digiling kasar dengan menggunakan mincer (kecepatan ± 50g/menit) agar ukurannya menjadi lebih kecil sehingga dapat memudahkan proses pengeringan. Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 600C selama 24 jam. Jagung digiling kembali dengan menggunakan hammermill (kecepatan ± 100g/0,2 menit) untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil, kemudian diayak dengan saringan berukuran 80 mesh untuk memperoleh tepung dengan ukuran yang seragam.. Diagram alir proses pembuatan tepung kontrol dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan digram alir proses pembuatan tepung jagung nikstamalisasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung jagung perlakuan 0 jam Jagung pipil 2 kg

Tepung Jagung

Perendaman dengan air selama 4 jam

Penggilingan dengan mincer (± 50g/menit)

Pengeringan oven 600C 24 jam

Pengayakan dengan saringan 80 mesh Penggilingan dengan hammermill (± 100g/0,2 menit)


(29)

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung jagung perlakuan 8, 16, 24, dan 32 jam

Sumber: Moriera et al. (1997)

3.4.2. Pembuatan Mie Jagung

Pembuatan mie jagung dibuat dengan formulasi berdasarkan pembuatan mie jagung instan oleh Juniawati (2003) yaitu perbandingan antara tepung jagung dengan air adalah 1:1. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mie adalah garam dan CMC dengan konsentrasi masing-masing sebesar 2 %. Penambahan garam dilakukan untuk memberikan rasa pada mie, memperkuat tekstur mie, dan mengikat air. Sedangkan, penambahan CMC dilakukan untuk dapat meningkatkan kehalusan dan kekenyalan mie.

Jagung pipil 2 kg

Tepung Jagung Nikstamal

Pemasakan dengan 6 L air dan 20 g Ca(OH)2 mendidih selama 30 menit

Perendaman dengan air rebusan selama 8, 16, 24, dan 32 jam

Pencucian sampai bersih

Pengeringan

Pengayakan dengan saringan 80 mesh Penggilingan dengan mincer (± 50g/menit)


(30)

23

Tahapan pembuatan mie yang pertama ialah tahapan pencampuran bahan. Pencampuran bahan dilakukan dengan menambahkan setengah bagian air yaitu 50 ml ke dalam 100 g tepung jagung yang telah ditambahkan garam dan CMC. Bahan dicampurkan dengan menggunakan mixer selama 5 menit, agar air dapat tercampur rata. Kemudian, dilakukan pengukusan pertama pada suhu 90-100 0C selama selama 15 menit. Pengukusan pertama dilakukan untuk menggelatinisasi sebagian pati sehingga dapat membentuk masa adonan yang lunak, kohesif cukup elastis namun tidak lengket sehingga mudah dibentuk menjadi lembaran mie.

Hasil pengukusan pertama selanjutnya diuleni dengan ditambahkan setengah bagian air yaitu 50 ml yang tersisa. Adonan yang telah terbentuk, dipressing sampai membentuk lembaran kemudian dicetak menjadi untaian mie. Mie hasil pengukusan pertama tidak dapat langsung dikeringkan, karena mie dapat hancur ketika dimasak. Untaian mie dikukus kembali pada suhu 90-100 0C selama 30 menit untuk melanjutkan proses gelatinisasi dan mematangkan mie. Mie hasil pengukusan kedua, direndam dalam air dingin dengan perbandingan mie dan air 1: ¾ selama 1 menit agar mie tidak lengket, kemudian ditiriskan. Mie selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 55 0C selama 24 jam. Pengeringan mie dilakukan agar mie lebih tahan lama disimpan sehingga memudahkan dalam melakukan analisis. Mie dalam bentuk basah dapat diperoleh langsung setelah pengukusan kedua dan perendaman dalam air dingin dan tidak perlu dilakukan pengeringan. Diagram alir pembuatan mie jagung kering dapat dilihat pada Gambar 4.


(31)

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Mie Jagung

3.5. Pengamatan 3.5.1. Uji Organoleptik

Pengamatan mengenai sifat organoleptik meliputi tingkat elatisitas, rasa, warna, elongasi, dan penerimaan keseluruhan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan

Pencampuran 100 g tepung jagung, 2% garam, 2% CMC, dan 50ml air

Pencampuran selama 5 menit

Pengukusan I

Suhu 1000C selama 15 menit

Pengukusan II

Suhu 1000C selama 15 menit

Pengadonan dengan penambahan 50 ml air sampai kalis

Pengepresan dan pencetakan menjadi mie

Perendaman dalam air dingin selama 1 menit (1: ¾)

Pengeringan dengan oven suhu 500C selama 24 jam

Mie Kering (ka ± 13-14%)

Mie Basah (ka ± 60%


(32)

25

20 orang panelis. Pengujian dibagi menjadi dua berdasarkan sampel yang disajikan. Sampel pertama, yaitu mie kering dari tepung jagung sesuai perlakuan yang akan diuji dengan uji skoring untuk warna, dan uji hedonik untuk penerimaan keseluruhan. Sampel kedua, yaitu mie basah, yaitu mie jagung tanpa melalui proses pengeringan yang akan diuji dengan uji skoring untuk elastisitas, rasa, serta warna, dan uji hedonik untuk elongasi, dan penerimaan keseluruhan. Kuesioner penilaian sampel mie kering dan mie kering yang telah dimasak dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6,

Gambar 5. Petunjuk penilaian sampel mie kering Nama :

Tanggal:

Dihadapan Anda disajikan 5 sampel mie jagung kering berkode. Anda diminta untuk memberi respon berupa skor pada setiap sampel sesuai dengan respon yang anda rasakan.

Kode Sampel

Warna Penerimaan Keseluruhan

Keterangan

743 712 983 679 349

Keterangan untuk penilaian:

Warna: Penerimaan Keseluruhan:

5. Putih kekuningan 5. Sangat suka

4. Agak kuning 4. Suka

3. Kuning 3. Agak suka

2. Agak kecoklatan 2. Tidak suka


(33)

Gambar 6. Petunjuk penilaian sampel mie basah Nama :

Tanggal:

Dihadapan Anda disajikan 5 sampel mie jagung basah berkode. Anda diminta untuk memberi respon berupa skor pada setiap sampel sesuai dengan respon yang anda rasakan.

Kode Elastisitas Rasa Elongasi Warna Penerimaan Keseluruhan

Keterangan 743

712 983 679 349

Keterangan Penilaian:

Elastisitas (dilihat dari tingkat kemudahan mie digulung dan kemudahan patahnya):

5. Sangat elastis 4. Elastis 3. Agak elastis 2. Tidak Elastis 1. Sangat tidak elastis Warna:

5. Putih kekuningan

4. Agak kuning 3. Kuning

2. Agak Kecoklatan

1.Coklat

Elongasi (penambahan panjang), penerimaan keseluruhan, dan rasa: 5. Sangat suka

4. Suka 3. Agak suka 2. Tidak suka 1. Sangat tidak suka


(34)

27

3.5.2. Analisis Kimia dan Proksimat 3.5.2.1. Kadar Air

Penentuan kadar air dilakukan dengan cara sebanyak 5 g sampel yang telah dihaluskan, ditimbang, dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 0C selama 5 jam. Selanjutnya didinginkan kembali dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,02 mg) (AOAC, 1995).

Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

A = Berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) B = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) C = Berat sampel sebelum dikeringkan

3.5.2.2. Kadar Abu

Prosedur penentuan kadar abu dilakukan terlebih dahulu mengeringkan cawan porselin di dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Cawan ditimbang dan dicatat berat kosongnya. Sampel ditimbang sebanyak 5 g, lalu ditempatkan pada cawan. Kemudian cawan berisi sampel diabukan pada tanur bersuhu 700-800 0C selama 2-3 jam atau sampai abu berwarna putih. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu timbang dan catat beratnya (AOAC, 1995).


(35)

Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

3.5.2.3. Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak diawali dengan mengeringkan labu dalam oven bersuhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya beserta beberapa labu didih di dalamnya. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 10 g, lalu ditempatkan pada kertas pembungkus. Sampel yang telah dibungkus kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi yang telah dipasang bersama labu yang telah berisi pelarut heksana dan direfluks selama 2-3 jam kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi untuk memisahkan pelarut heksana. Labu berisi lemak kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 1050C selama 1 jam dan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang dan catat beratnya (AOAC, 1995).

Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

3.5.2.4. Kadar Protein

Penentuan kadar protein diawali dengan menimbang sampel sebanyak 0,2 g dan diletakkan dalam labu dekstruksi. Selanjutnya ditambahkan 1 g selenium dan 12 ml H2SO4 pekat. Sampel didekstruksi dengan alat dekstruksi pada suhu 4000C selama 1 jam. Sampel didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar, lalu ditambahkan aquades sampai volume menjadi 100 ml. Sebanyak 10 ml


(36)

29

sampel dari labu takar diambil dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Kemudian ditambahkan H3BO4 4% sebanyak 25 ml ke dalam labu takar berisi sampel dan ke dalam erlenmeyer serta diteteskan indikator ke dalam masing-masing labu, kemudian dipasang pada alat destilasi. Proses destilasi dilakukan dengan menggunakan NaOH 40%. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,0968 N (AOAC, 1995).

Rumus perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

3.5.2.5. Kadar Karbohidrat

Perhitungan kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan rumus:

Keterangan:

P = kadar protein KA = kadar air A = kadar abu L = kadar lemak

3.5.3. Analisis Polisakarida Non Pati

Analisis diawali dengan menimbang sampel sebanyak 10 g, kemudian disuspensikan dalam 200 ml aquades. Selanjutnya, suspensi sampel dipanaskan pada suhu 1000C selama 20 menit. Sampel didinginkan sampai suhu 600C kemudian ditambahkan enzim α-amilase sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya, sampel yang telah ditambahkan enzim diinkubasi pada shaker waterbath dengan suhu


(37)

600C selama 30 menit. Kemudian sampel disaring dengan kain saring. Residu dicuci berturut-turut dengan metanol dan aseton. Residu sampel dibiarkan mengering dan kemudian ditimbang (Noda et al., 1994 ).

Rumus Perhitungan Polisaarida Non Pati:

3.5.4. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi direndam air dingin dan kemudian ditiriskan. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali (Oh et al., 1985).


(38)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil uji organoleptik serta pertimbangan efisiensi waktu perendaman nikstamalisasi dalam pembuatan tepung jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie, maka perlakuan lama perendaman nikstamalisasi 8 jam adalah perlakuan terbaik.

2. Mie kering tepung jagung dari perlakuan lama perendaman nikstamalisasi 8 jam memiliki kadar air sebesar 10,79 %, sedangkan mie dalam bentuk basah memiliki kadar air sebesar 62,10. Mie tersebut juga memiliki kadar abu sebesar 1,70 %, kadar lemak sebesar 1,05 %, kadar protein sebesar 3,71 %, kadar karbohidrat sebesar 82,76 %, polisakarida non pati sebesar 9,74 %, dan nilai KPAP 3,54 %.

3. Tepung jagung nikstamalisasi kurang cocok diaplikasikan dalam pembuatan mie, karena mie yang dihasilkan memiliki sifat kurang elastis dan penerimaan keseluruhan yang kurang disukai.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi tepung jagung nikstamalisasi terhadap produk pangan baru lainnya.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Alam. 2010. Potensi Jagung di Indonesia. http://alambenzosnesia.blogspot.com. Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.

AOAC. 1995. Official Methods Of Analysis Of The Association Of Analytical Chemist. Washington D.C.

Arvie, Y. 2009. Kajian Sifat Organoleptik dan Reologi Mie Pati Jagung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 53-54.

Azra, S. R. M. 2012. Makalah Biologi Penelitian Jagung. http://rheskyemhordiank. blogspot.com/2012/04/makalah-biologi-penelitian-jagung.html. Diakses tanggal 21 April 2012.

Boyer, C.D., and J.C. Shannon. 2003. Carbohydrates of the kernel. In: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed. Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA. 289-312.

BPS. 2007. Harvested Area, Yield Rate, and Production Of Maize by Province. http://bps.go.id/sector/agri/pangan/table4.shtml. Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.

Brioness-Caballero, F., A. Iribarren, J.L. Pena, and R. Rodriguez-Castro. 2000. Recent advances on the understanding of the nixtamalization process. Sociedad Mexicana den Ciencia de Superficies y de Vacio. Superficies y Vacio. 10: 20-24.

Bryant, C.M., and B.R Hamaker. 1997. Effect of lime gelatinization of corn flour and starch. Journal Cereal Chem. 74 (2): 171-175.

BSN. 1993. Standar Nasional Indonesia. Syarat Mutu Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

BSN. 1996. Standar Nasional Indonesia, SNI 01-2974-1996, Syarat Mutu Mie Kering. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Milan-Carillo, J., R. Gutierrez-Dorado, E.O. Cuevas-Rodriguez, J.A. Garzon-Tiznado, and C. Raves-Moreno. 2004. Nixtamalized flour from quality


(40)

45

protein maize (Zea mays L.) Optimization Of Alkaline Processing. Plant Foods For Human Nutrition. 59: 35-44.

Fernandez-Munoz J.L., O. Zelaya-Angel, A. Cruz-Orea, and F. Sanchez-Sinencio. 2001. Phase transitions in amylose and amylopectin under the influence of Ca(OH)2 in aqueous solution. Analytical Sci. 17: 338-341.

Fernandez-Munoz, J.L., I. Rojas-Molina, M.L. Gonzales-Davalos, and M. Leal. 2004. Study of calsium ion diffusion components of maize kernel during traditional nixtamalization and tortilla baking. Journal Food Sciences. 54:330-336.

Fernandez-Munoz J.L., A.A. Acosta-Osorio, O. Zelaya-Angel, and M.E. Rodriguez-Garcia.2011. Effect of Calcium Content In The Corn Flour on RVA Profiles. Journal of Food Engineering. 102: 100-103.

Johnson, L.A. 2000. Corn: the major cereal of the americas. In: Kulp K., Ponte Jr. JG, editor. Handbook Of Cereal Sciences an Technology. Ed ke-2. New York: Marcell Dekker Inc.

Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan Preferensi Konsumen. (Skripsi). IPB. Bogor. 34-67.

Kurniawati, R.D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). (Skripsi). IPB. Bogor. 46-76.

Kompas.com. 2011. Produktivitas Jagung Turun. http://www.regional.kompas. com/read/2011/11/17/22190684/produktivitas.jagung.turun. Diakses tanggal 10 April 2012. Bandar Lampung

Lawton J.W., and C.M. Wilson. 2003. Proteins of the kernel. In: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. Ed ke-2. Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA. 313-354.

Mendez-Montealvo, G. Shanchez-Rivera, M.M., Paredes Lopez, O., and Bello Perez, L.A. 2006. Thermal and rheological properties of nixtamalized maize starch. International Journal Of Biological Macromolecules. 40: 59-63. Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan

Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. (Skripsi). IPB. Bogor. 17-18; 40-41.

Moreira, R.G., X. Sun., and Y. Chen, . 1997. Factors affecting oil uptake in tortilla chips in deep fat frying. Journal Of Food Engineering. 31: 485-498.


(41)

Muhandri, T., dan Subarna. 2009. Pengaruh kadar air, NaCl dan jumlah passing terhadap karakteritik reologi mi jagung. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 10 (1): 71-77.

Noda, T., Y. Takahata, Kumamoto, T. Nagata, N. Shibuya, and Ibaraki. 1994. Chemical composition of cell wall material from sweet potato starch residue. Starch/Starke. 44:232-236.

Oh N.H., P.A. Seib, C.W. Deyoe, and A.B. Word. 1985. Noodles II, the surface firmness of cooked noodles from soft and hard wheat flours. Journal Cereal Chem. 62: 431.

Palacios-Fonseca, A.J., C. Vazquez-Ramos, and M.E. Rodriguez-Garcia. 2009. Physicochemical characterizing of industrial and traditional nixtamalized corn flours. Journal of Food Engineering. 93: 45-51.

Pratama, S. 2011. Bio Nutrisi. http://sabaruddin-pratama.blogspot.com/2011/01/ bio-nutrisi.html. Bandar Lampung. Diakses pada tanggal 10 April 2013.

Bandar Lampung

Putri, S. 2011. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Jagung Nikstamal dan Aplikasinya Sebagai Bahan Baku Tortilla Chips. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 50-94.

Rianto, B.F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. (Skripsi). IPB. Bogor. 25-26

Richana N., dan Suarni. 2007. Teknologi Pengolahan Jagung. http://balitsereal. litbang. deptan.go.id/ind/bjagung/empat.pdf. Diakses tanggal 16 Maret 2012. Bandar Lampung.

Rizkina, F. 2011. Pembuatan Mie Basah. http://berkarya-prestasi.blogspot.com/ 2011/12/acara-iii-pembuatan-mie-basah.html. Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.

Rodriguez, M.E., J.M. Yanez-Limon, J. Alvarado-Gil, M.D. Silva, and L.C.M. Miranda. 1996. Influence of the structural changes during alkaline cooking on the thermal, rh eological and dielectric properties of maize tortillas. Journal Cereal Chem. 73: 593-600.

Rooney, L.W., and E.L. Suhendro. 1999. Perspective on nixtamalization (alkaline cooking) of maize tortillas and snacks. Cereal Foods World. 44: 466-470. Rooney L.W., and Serna-Saldivar. 2003. food use of whole corn and dry milled

fraction. Didalam: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed . Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. Hlm: 495-536.


(42)

47

Rosentrater, K.A. 2005. A review of corn massa processing residues: generation, properties, and potential utiization. Journal Of Food Sciences. 26: 284-292. Sardesai, V. 2003. Introduction to clinical nutrition. New York: Marcel Dekker

Inc. 339-354.

Silmi, H. A. As. 2011. Reaksi Maillard dalam Kecap. http://hurulsilmi.blogspot. com/2011/11/tugas-kimia-pangan-fmipa-ugm-reaksi.html. Diakses tanggal 30 Juli 2013. Bandar Lampung.

Setiawan, I. 2009. Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Sifat Fisikokimia Pati Jagung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 32-36.

Soraya, A. 2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi Kuning Kering Panen. (Skripsi). IPB. Bogor. 94-98.

Suarni, O. Komalasari, dan Suwardi. 2001. Karakteristik tepung jagung. Beberapa Varietas/ Galur. Prosiding Seminar Regional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palu. Hlm 157-164.

Suarni. 2009. Prospek pemanfaatan tepung jagung untuk kue kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian. 28 (2): 63-71.

Subekti, N.A., Syafrudin, R. Effendi, dan S. Sunarti .2007. Morfologi tanaman dan fase pertumbuhan jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind// bjagung/duatiga.pdf. Diakses tanggal 16 Maret 2012. Bandar Lampung Tribun. 2012. 2011, Lampung Produksi 599.609 ton Jagung. http://Lampung.

tribunnews.com/2012/12/22/2011-lampung-produksi-599609-ton-jagung. Diakses tanggal 10 April 2012. Bandar Lampung

Watson, S.A. 2003. Description, development, structure, and composition of the corn kernel. Di dalam: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed. Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA. 69-101.

Widianti, G.G. 2010. Pengaruh Lama Nikstamalisasi Terhadap Kualitas Tortilla Chips.(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33-34.

White, P.J. 2001. Properties Of corn starch. Di dalam: Hallquer A.R., editor. Specialty Corns. Ed ke-2. Florida: CRC Press. 33-62.

Wikipedia. 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/jagung. Diakses tanggal 16 Maret 2012

Winarno, F.G. 2002. Buku Putih Panduan Tanya Jawab Tentang MI Instan untuk Kalangan Akademik. M-Brio Press. Bogor. 89:2.


(1)

30

600C selama 30 menit. Kemudian sampel disaring dengan kain saring. Residu dicuci berturut-turut dengan metanol dan aseton. Residu sampel dibiarkan mengering dan kemudian ditimbang (Noda et al., 1994 ).

Rumus Perhitungan Polisaarida Non Pati:

3.5.4. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi direndam air dingin dan kemudian ditiriskan. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali (Oh et al., 1985).


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil uji organoleptik serta pertimbangan efisiensi waktu perendaman nikstamalisasi dalam pembuatan tepung jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie, maka perlakuan lama perendaman nikstamalisasi 8 jam adalah perlakuan terbaik.

2. Mie kering tepung jagung dari perlakuan lama perendaman nikstamalisasi 8 jam memiliki kadar air sebesar 10,79 %, sedangkan mie dalam bentuk basah memiliki kadar air sebesar 62,10. Mie tersebut juga memiliki kadar abu sebesar 1,70 %, kadar lemak sebesar 1,05 %, kadar protein sebesar 3,71 %, kadar karbohidrat sebesar 82,76 %, polisakarida non pati sebesar 9,74 %, dan nilai KPAP 3,54 %.

3. Tepung jagung nikstamalisasi kurang cocok diaplikasikan dalam pembuatan mie, karena mie yang dihasilkan memiliki sifat kurang elastis dan penerimaan keseluruhan yang kurang disukai.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi tepung jagung nikstamalisasi terhadap produk pangan baru lainnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alam. 2010. Potensi Jagung di Indonesia. http://alambenzosnesia.blogspot.com. Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.

AOAC. 1995. Official Methods Of Analysis Of The Association Of Analytical Chemist. Washington D.C.

Arvie, Y. 2009. Kajian Sifat Organoleptik dan Reologi Mie Pati Jagung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 53-54.

Azra, S. R. M. 2012. Makalah Biologi Penelitian Jagung. http://rheskyemhordiank. blogspot.com/2012/04/makalah-biologi-penelitian-jagung.html. Diakses tanggal 21 April 2012.

Boyer, C.D., and J.C. Shannon. 2003. Carbohydrates of the kernel. In: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed. Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA. 289-312.

BPS. 2007. Harvested Area, Yield Rate, and Production Of Maize by Province. http://bps.go.id/sector/agri/pangan/table4.shtml. Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.

Brioness-Caballero, F., A. Iribarren, J.L. Pena, and R. Rodriguez-Castro. 2000. Recent advances on the understanding of the nixtamalization process. Sociedad Mexicana den Ciencia de Superficies y de Vacio. Superficies y Vacio. 10: 20-24.

Bryant, C.M., and B.R Hamaker. 1997. Effect of lime gelatinization of corn flour and starch. JournalCereal Chem. 74 (2): 171-175.

BSN. 1993. Standar Nasional Indonesia. Syarat Mutu Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

BSN. 1996. Standar Nasional Indonesia, SNI 01-2974-1996, Syarat Mutu Mie Kering. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Milan-Carillo, J., R. Gutierrez-Dorado, E.O. Cuevas-Rodriguez, J.A. Garzon-Tiznado, and C. Raves-Moreno. 2004. Nixtamalized flour from quality


(4)

protein maize (Zea mays L.) Optimization Of Alkaline Processing. Plant Foods For Human Nutrition. 59: 35-44.

Fernandez-Munoz J.L., O. Zelaya-Angel, A. Cruz-Orea, and F. Sanchez-Sinencio. 2001. Phase transitions in amylose and amylopectin under the influence of Ca(OH)2 in aqueous solution. Analytical Sci. 17: 338-341.

Fernandez-Munoz, J.L., I. Rojas-Molina, M.L. Gonzales-Davalos, and M. Leal. 2004. Study of calsium ion diffusion components of maize kernel during traditional nixtamalization and tortilla baking. Journal Food Sciences. 54:330-336.

Fernandez-Munoz J.L., A.A. Acosta-Osorio, O. Zelaya-Angel, and M.E. Rodriguez-Garcia.2011. Effect of Calcium Content In The Corn Flour on RVA Profiles. Journal of Food Engineering. 102: 100-103.

Johnson, L.A. 2000. Corn: the major cereal of the americas. In: Kulp K., Ponte Jr. JG, editor. Handbook Of Cereal Sciences an Technology. Ed ke-2. New York: Marcell Dekker Inc.

Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan Preferensi Konsumen. (Skripsi). IPB. Bogor. 34-67.

Kurniawati, R.D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). (Skripsi). IPB. Bogor. 46-76.

Kompas.com. 2011. Produktivitas Jagung Turun. http://www.regional.kompas. com/read/2011/11/17/22190684/produktivitas.jagung.turun. Diakses tanggal 10 April 2012. Bandar Lampung

Lawton J.W., and C.M. Wilson. 2003. Proteins of the kernel. In: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. Ed ke-2. Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA. 313-354.

Mendez-Montealvo, G. Shanchez-Rivera, M.M., Paredes Lopez, O., and Bello Perez, L.A. 2006. Thermal and rheological properties of nixtamalized maize starch. International Journal Of Biological Macromolecules. 40: 59-63. Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan

Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. (Skripsi). IPB. Bogor. 17-18; 40-41.

Moreira, R.G., X. Sun., and Y. Chen, . 1997. Factors affecting oil uptake in tortilla chips in deep fat frying. Journal Of Food Engineering. 31: 485-498.


(5)

46

Muhandri, T., dan Subarna. 2009. Pengaruh kadar air, NaCl dan jumlah passing terhadap karakteritik reologi mi jagung. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 10 (1): 71-77.

Noda, T., Y. Takahata, Kumamoto, T. Nagata, N. Shibuya, and Ibaraki. 1994. Chemical composition of cell wall material from sweet potato starch residue. Starch/Starke. 44:232-236.

Oh N.H., P.A. Seib, C.W. Deyoe, and A.B. Word. 1985. Noodles II, the surface firmness of cooked noodles from soft and hard wheat flours. Journal Cereal Chem. 62: 431.

Palacios-Fonseca, A.J., C. Vazquez-Ramos, and M.E. Rodriguez-Garcia. 2009. Physicochemical characterizing of industrial and traditional nixtamalized corn flours. Journal of Food Engineering. 93: 45-51.

Pratama, S. 2011. Bio Nutrisi. http://sabaruddin-pratama.blogspot.com/2011/01/ bio-nutrisi.html. Bandar Lampung. Diakses pada tanggal 10 April 2013.

Bandar Lampung

Putri, S. 2011. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Jagung Nikstamal dan Aplikasinya Sebagai Bahan Baku Tortilla Chips. (Tesis). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 50-94.

Rianto, B.F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. (Skripsi). IPB. Bogor. 25-26

Richana N., dan Suarni. 2007. Teknologi Pengolahan Jagung. http://balitsereal. litbang. deptan.go.id/ind/bjagung/empat.pdf. Diakses tanggal 16 Maret 2012. Bandar Lampung.

Rizkina, F. 2011. Pembuatan Mie Basah. http://berkarya-prestasi.blogspot.com/ 2011/12/acara-iii-pembuatan-mie-basah.html. Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.

Rodriguez, M.E., J.M. Yanez-Limon, J. Alvarado-Gil, M.D. Silva, and L.C.M. Miranda. 1996. Influence of the structural changes during alkaline cooking on the thermal, rh eological and dielectric properties of maize tortillas. Journal Cereal Chem. 73: 593-600.

Rooney, L.W., and E.L. Suhendro. 1999. Perspective on nixtamalization (alkaline cooking) of maize tortillas and snacks. Cereal Foods World. 44: 466-470. Rooney L.W., and Serna-Saldivar. 2003. food use of whole corn and dry milled

fraction. Didalam: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed . Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. Hlm: 495-536.


(6)

Rosentrater, K.A. 2005. A review of corn massa processing residues: generation, properties, and potential utiization. Journal Of Food Sciences. 26: 284-292. Sardesai, V. 2003. Introduction to clinical nutrition. New York: Marcel Dekker

Inc. 339-354.

Silmi, H. A. As. 2011. Reaksi Maillard dalam Kecap. http://hurulsilmi.blogspot. com/2011/11/tugas-kimia-pangan-fmipa-ugm-reaksi.html. Diakses tanggal 30 Juli 2013. Bandar Lampung.

Setiawan, I. 2009. Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Sifat Fisikokimia Pati Jagung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 32-36.

Soraya, A. 2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi Kuning Kering Panen. (Skripsi). IPB. Bogor. 94-98.

Suarni, O. Komalasari, dan Suwardi. 2001. Karakteristik tepung jagung. Beberapa Varietas/ Galur. Prosiding Seminar Regional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palu. Hlm 157-164.

Suarni. 2009. Prospek pemanfaatan tepung jagung untuk kue kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian. 28 (2): 63-71.

Subekti, N.A., Syafrudin, R. Effendi, dan S. Sunarti .2007. Morfologi tanaman dan fase pertumbuhan jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind// bjagung/duatiga.pdf. Diakses tanggal 16 Maret 2012. Bandar Lampung Tribun. 2012. 2011, Lampung Produksi 599.609 ton Jagung. http://Lampung.

tribunnews.com/2012/12/22/2011-lampung-produksi-599609-ton-jagung. Diakses tanggal 10 April 2012. Bandar Lampung

Watson, S.A. 2003. Description, development, structure, and composition of the corn kernel. Di dalam: White PJ., Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed. Minnesota: American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA. 69-101.

Widianti, G.G. 2010. Pengaruh Lama Nikstamalisasi Terhadap Kualitas Tortilla Chips.(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33-34.

White, P.J. 2001. Properties Of corn starch. Di dalam: Hallquer A.R., editor. Specialty Corns. Ed ke-2. Florida: CRC Press. 33-62.

Wikipedia. 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/jagung. Diakses tanggal 16 Maret 2012

Winarno, F.G. 2002. Buku Putih Panduan Tanya Jawab Tentang MI Instan untuk Kalangan Akademik. M-Brio Press. Bogor. 89:2.