13
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan; 3
pengambilan keputusan
partisipatif yang
dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah karena tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
4 penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif apabila masyarakat turut serta
mengawasi; 5 keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat; 6 sekolah
bertanggung jawab
tentang mutu
pendidikan di sekolah kepada pemerintah, orang tua, peserta didik dan masyarakat; 7 sekolah
dapat bersaing dengan sehat untuk peningkatan mutu pendidikan; 8 sekolah dapat merespon
aspirasi masyarakat yang berubah dengan pendekatan yang tepat dan cepat.
2.3 Komite Sekolah
Komite sekolah
dibentuk berdasarkan
Kepmendiknas RI Nomor 044U2002 tanggal 2 April 2002, pasal 1 ayat 2 berbunyi:
”pada setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dibentuk komite sekolah atas
prakarsa masyarakat,
dewan pendidikan,
danatau pemerintah kabupatenkota. BP3, komite sekolah dan atau majelis sekolah yang
sudah ada dapat memperluas fungsi, peran dan keanggotaan sesuai dengan acuan ini”
Sebelum komite sekolah dibentuk, di setiap satuan pendidikan sudah terdapat BP3 Badan
Pembantu Penyelenggara
Pendidikan yang
anggotanya terdiri atas orang tua dan masyarakat disekitar sekolah. Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan BP3 yang ada dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1990 Pasal
14 10
ayat 2
dan Kepmen
Dikbud nomor
0490U1992, pasal 10 ayat 1 menegaskan, bahwa untuk
membantu penyelenggaraan
kegiatan pendidikan menengah pada setiap sekolah menengah
dibentuk Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan BP3. Pembentukan dan pelaksanaan organisasi
tersebut secara khusus diatur dalam Kepmen Dikbud nomor 0293U1993 tentang Pembentukan
Badan Pembantu
Penyelenggara Pendidikan,
pembentukan BP3 dimaksudkan sebagai upaya mewadahi dan meningkatkan peran serta orang tua
siswa khususnya, dan masyarakat pada umumnya secara nyata dan terus-menerus.
Menurut Fattah 2004 BP3 belum berjalan sesuai
harapan terutama
kelemahan dalam
implementasi peran
dan fungsinya,
hal ini
dibuktikan dengan kondisi umum yang terjadi antara lain :
1 BP3 dipersepsikan sebagian masyarakat sekolah terbatas pada pengumpulan dana
pendidikan dari orang tua siswa; 2 BP3 belum langsung
merumuskan, melaksanakan
dan mengevaluasi kebijakan sekolah; 3 sekolah dan
BP3 belum membangun budaya kemitraan yang khas untuk mencapai kualitas pelayanan PBM
kepada peserta didik yang bermuara pada kualitas hasil.
Seharusnya BP3 dapat dioptimalkan sebagai forum komunikasi antara sekolah dengan orang tua
siswa khususnya
dan masyarakat,
untuk menyampaikan gagasan dan keinginan masing-
15 masing, terutama dalam upaya menciptakan saling
pengertian semua pihak yang terkait. Kegiatan BP3 merupakan prakarsa murni orang tua siswa dan
masyarakat dalam
ikut serta
membantu terselenggaranya kegiatan pendidikan dan pelatihan.
Melalui lembaga BP3, sekolah dapat mengajukan kebutuhan bantuan kepada orang tua siswa dan
masyarakat pada
umumnya untuk
mengatasi masalah-masalah
yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dengan adanya Kepmendiknas RI Nomor 044U2002 tanggal 2 April 2002, maka disetiap
satuan pendidikan sudah tidak ada BP3 lagi dan sebagai gantinya dibentuklah komite sekolah.
Perbedaan yang prinsip antara BP3 dan komite sekolah adalah dalam peran dan fungsi, keanggotaan
serta pemilihan dan pembentukan kepengurusannya. Pengertian
Komite Sekolah
seperti yang
terdapat dalam
Kepmendiknas RI
Nomor 044U2002 tanggal 2 April 2002 adalah sebagai
berikut :
Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan,
baik pada
pendidikan pra
sekolah, jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
16 Komite sekolah merupakan penyempurnaan dan
perluasan badan kemitraan dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Badan ini bersifat
mandiri, tidak
mempunyai hubungan
hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintahan.
Sekolah dan komite sekolah memiliki kemandirian masing-masing, namun merupakan mitra yang harus
bekerja sama sejalan dengan konsep manajemen berbasis sekolah MBS. Hubungan antara komite
sekolah dengan
satuan pendidikan,
Dewan Pendidikan KabupatenKota dan institusi lainnya
yang bertanggungjawab
dalam pengelolaan
pendidikan bersifat koordinatif. Pembentukan Komite Sekolah sebagai suatu
organisasi masyarakat sekolah seperti yang tertuang dalam Kepmendiknas Nomor 044U2002 tanggal 2
April 2002 memiliki tujuan sebagai berikut :
1 Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa
masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan
di satuan
pendidikan; 2
Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; 3 Menciptakan suasana dan
kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan
pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
Keanggotaan komite sekolah seperti yang tertuang dalam Kepmendiknas Nomor 044U2002
terdiri atas:1unsur masyarakat yang dapat berasal dari orangtuawali murid, tokoh masyarakat, tokoh
17 pendidikan, dunia usahaindustri, organsasi profesi
tenaga kependidikan,wakil alumni dan wakil peserta didik; 2 unsur dewan guru, badan pertimbangan
desa maksimal 3 orang. Jumlah anggota komite sekolah sekurang-kurangnya 9 orang dan jumlahnya
ganjil. Komite sekolah wajib memiliki AD dan ART.
2.4 Peran komite sekolah dalam penyelenggaraan