Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran Guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

(1)

ABSTRACT

The correlation Principal Leadership, School Culture, and Learning Source with Learning Teachers Quality

in Vocational High School Natar District South Lampung

By ANGGUN

This study aimed to determine the relationship between: (1) Leadership principals with the quality of teaching, (2) the school culture with the quality of learning, (3) Learning resources with the quality of learning, (4) the school culture, leadership principals and learning resources together with quality of learning.

The method used ex post facto. The population in this study are all vocational High School teachers in the Natar District of South Lampung consist of 251 people. Collecting data using questionnaires and analysis of data, the sample take from 72 respondents. Based on the study concluded that: (1) Leadership principals positively and significantly related to the quality of teacher learning at 5.34, (2) school culture positively and significantly related to the quality of teacher learning at 5.34, (3) Learning resources are positively related and significantly to the quality of learning for teachers 7,37 and (4) Leadership principals, school culture and learning resources related positively and significantly with the quality of teaching large double correlation values obtained 0.058.

Keywords: Leadership principals, School Culture, LearningResources, Learning Quality.


(2)

ABSTRAK

Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran Guru

SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

Oleh ANGGUN

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara: (1) Kepemimpinan kepala sekolah dengan mutu pembelajaran, (2) Budaya sekolah dengan mutu pembelajaran, (3) Sumber belajar dengan mutu pembelajaran, (4) Budaya sekolah, Kepemimpinan kepala sekolah dan sumber belajar secara bersama-sama dengan mutu pembelajaran. Metode yang digunakan ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 251 orang dan diambil sampel 72 responden. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan analisis data dengan uji korelasi. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa: (1) Kepemimpinan kepala sekolah berhubungan positif dan signifikan dengan mutu pembelajaran guru sebesar 5,34, (2) Budaya sekolah berhubungan positif dan signifikan dengan mutu pembelajaran guru sebesar 5,34, (3) Sumber belajar berhubungan positif dan signifikan dengan mutu pembelajaran guru sebesar 7,37dan (4) Kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah dan sumber belajar berhubungan positif dan signifikan dengan mutu pembelajaran besar korelasi ganda diperoleh nilai 0,058.

Kata Kunci: Kepemimpinan kepala sekolah, Budaya Sekolah, Sumber Belajar, Mutu Pembelajaran.


(3)

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, BUDAYA SEKOLAH, DAN SUMBER BELAJAR DENGAN MUTU

PEMBELAJARAN GURU SMK DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh ANGGUN

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO

“Jika Anda Tidak Unggul Karena Bakat, Menangkan Dengan Usaha” (Dave Weinbaum)

“Kemampuan Adalah Apa Yang Bisa Anda Kerjakan, Motivasi Menentukan Apa Yang Anda Kerjakan, Sikap Menentukan Seberapa Baik Anda

Mengerjakannya”


(8)

LEMBAR PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya kecilku kepada :

1. Bapak dan Mamak yang senantiasa berjuang, membimbing dan mendoakan demi keberhasilanku.

2. Suamiku tercinta Edi Maryanto yang telah memberikan doa, dukungan dan dorongan moril demi keberhasilan kami.

3. Kakak Drs. Asropi dan Mbak Viyanti. S.Pd, M.Pd yang senantiasa membantu penulis dari awal sampai akhir pendidikan.

4. Teh Ida, Kak Andi, Kak Ludi, Kak Iwan, Teh Nisa, Kak Rojik, Chairil, Afni, keponakanku tersayang dan sanak saudara yang senantiasa mendoakan dan menantikan keberhasilan cita-cita penulis.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang tanggal 25 Januari 1984, Penulis merupakan anak kesembilan dari sebelas bersaudara dari pasangan Bapak Gunadi dan Ibu Djuminah.

Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar di SDN 3 Sukajawa Tanjung Karang Barat pada tahun 1997, dilanjutkan ke SLTP Negeri 16 Bandar Lampung pada tahun 2000, pada tahun 2003 penulis lulus dari pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Bandar Lampung, serta Pendidikan Sarjana pada program studi Bimbingan Konseling FKIP Unila diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2009, penulis diangkat sebagai PNS dan bertugas di SMK Negeri 1 Natar Kabupaten Lampung Selatan hingga sekarang.

Pada tahun 2013 penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

ABSTRAK ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 12

1.4 Rumusan Masalah ... 13

1.5 Tujuan Penelitian ... 13

1.6 Kegunaan Penelitian ... 14

1.6.1 Secara Teoritis... 14

1.6.2 Secara Praktis ... 14

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Mutu Pembelajaran ... 16

2.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 20

2.3 Budaya Sekolah ... 29

2.4 Sumber Belajar ... 35

2.5 Hasil Penelitian Yang Relevan ... 40

2.6 Kerangka Pikir ... 41

2.6.1 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Mutu Pembelajaran ... 41 2.6.2 Hubungan Budaya Sekolah Dengan Mutu Pembelajaran 42 2.6.3 Hubungan Sumber Belajar Dengan Mutu Pembelajaran 43 2.6.4 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya

Sekolah, dan Sumber Belajar Dengan Mutu Pembelajaran SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan 43


(11)

2.7 Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Metode Penelitian ... 47

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 47

3.2.1 Populasi ... 48

3.2.2 Sampel ... 48

3.3 Variabel Penelitian ... 50

3.4 Devinisi Konseptual Variabel Penelitian... 50

3.4.1 Mutu pembelajaran ... 50

3.4.2 Kepemimpinan kepala sekolah ... 50

3.4.3 Budaya sekolah ... 51

3.4.4 Sumber belajar ... 51

3.5 Devinisi Operasional Variabel ... 51

3.5.1 Mutu pembelajaran ... 51

3.5.2 Kepemimpinan kepala sekolah ... 52

3.5.3 Budaya sekolah ... 52

3.5.4 Sumber belajar ... 53

3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 54

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.7.1 Teknik Dokumentasi ... 57

3.7.2 Teknik Angket (Kuesioner) ... 57

3.8 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 58

3.8.1 Validitas Instrumen ... 58

3.8.1.1 Hasil Uji Validitas Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 59

3.8.1.2 Hasil Uji Validitas Budaya Sekolah ... 60

3.8.1.3 Hasil Uji Validitas Sumber Belajar ... 61

3.8.1.4 Hasil Uji Validitas Mutu Pembelajaran ... 61

3.8.2 Uji Reliabilitas ... 62

3.8.2.1 Hasil Uji Reliabilitas Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 63

3.8.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Budaya Sekolah ... 64

3.8.2.3 Hasil Uji Reliabilitas Sumber Belajar ... 64

3.8.2.4 Hasil Uji Reliabilitas Mutu Pembelajaran ... 64

3.9 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 65

3.9.1 Uji Prasyarat Analisis Data ... 65

3.9.2.1 Uji Normalitas ... 65

3.9.2.2 Uji Homogenitas ... 66

3.9.2.3 Uji Linieritas ... 67

3.9.2 Teknik Analisis Data ... 68

3.9.2.1 Uji Korelasi Parsial ... 69

3.9.2.2 Uji Korelasi Ganda ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 72

4.1.1 Deskripsi Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 74

4.1.2 Deskripsi Budaya Sekolah ... 75


(12)

4.1.4 Deskripsi Mutu Pembelajaran Guru ... 78

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 79

4.2.1 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Mutu Pembelajaran ... 80

4.2.2 Hubungan Budaya Sekolah dengan Mutu Pembelajaran ... 80

4.2.3 Hubungan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran 81 4.2.4 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran ... 82

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

4.3.1 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Pertama ... 83

4.3.2 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Kedua... 84

4.3.3 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Ketiga ... 85

4.3.4 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Keempat ... 87

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 88

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Implikasi ... 91

5.2.1 Upaya Untuk Meningkatkan Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 91

5.2.2 Upaya Untuk Meningkatkan Budaya Sekolah ... 92

5.2.3 Upaya Untuk Meningkatkan Sumber Belajar ... 93

5.3 Saran ... 94

5.3.1 Saran Untuk Guru ... 94

5.3.2 Saran Untuk Kepala Sekolah ... 94

5.3.3 Saran Untuk Dinas Pendidikan ... 94

5.3.4 Manfaat Untuk Penulis... 95


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka pikir hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, dan sumber belajar terhadap mutu pembelajaran guru SMK di

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 45

4.1 Histrogram Skor Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 74

4.2 Histrogram Skor Budaya Sekolah ... 76

4.3 Histrogram Skor Sumber Belajar ... 77


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Daya Serap Dunia Kerja Lulusan SMK Bidang Keahlian TKR ... 4

2.1 Jenis Sumber Belajar Menurut AECT ... 38

3.1 Jumlah Populasi SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 48

3.2 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Mutu Pembelajaran Guru ... 54

3.4 Kisi-Kisi Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 55

3.5 Kisi-Kisi Instrumen Budaya Sekolah... 56

3.6 Kisi-Kisi Instrumen Sumber Belajar ... 56

3.7 Daftar Insterpretasi Nilai r (validitas instrumen) ... 59

3.8 Hasil Perhitungan Validitas Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 60

3.9 Hasil Perhitungan Validitas Budaya Sekolah ... 60

3.10 Hasil Perhitungan Validitas Sumber Belajar ... 61

3.11 Hasil Perhitungan Validitas Mutu Pembelajaran ... 62

3.12 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 65

3.13 Rangkuman Uji Normalitas ... 66

3.14 Analisis Test Of Homogeneity Of Variances ... 66

3.15 Rangkuman Uji Homogenitas ... 67

3.16 Rangkuman Hasil Uji Linieritas ... 79

4.1 Data Statistik Variabel Penelitian ... 73

4.2 Distribusi Skor Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah... 74

4.3 Distribusi Skor Variabel Budaya Sekolah ... 75

4.4 Distribusi Skor Variabel Sumber Belajar ... 77

4.5 Distribusi Skor Variabel Mutu Pembelajaran Guru ... 78

4.6 Koefisien Determinan Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Mutu Pembelajaran Guru ... 80

4.7 Koefisien Determinan Hubungan Budaya Sekolah dengan Mutu Pembelajaran ... 81

4.8 Koefisien Determinan Hubungan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran ... 81

4.9 Koefisien Determinan HubunganKepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah dan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran .... 82


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

lampiran Halaman

1. Kuesioner untuk Guru ... 98

2. Skor Kepemimpinan Kepala Sekolah... 107

3. Skor Budaya Sekolah ... 108

4. Skor Sumber Belajar ... 110

5. Skor Mutu Pembelajaran Guru ... 111

6. Validitas Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 113

7. Validitas Budaya Sekolah ... 114

8. Validitas Sumber Belajar... 116

9. Validitas Mutu Pembelajaran Guru ... 117

10.Hasil Uji Coba Instrumen Reliabilitas Angket Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 119

11.Hasil Uji Coba Instrumen Reliabilitas Angket Budaya Sekolah ... 120

12.Hasil Uji Coba Instrumen Reliabilitas Angket Sumber Belajar ... 121

13.Hasil Uji Coba Instrumen Reliabilitas Angket Mutu Pembelajaran ... 122

14.Uji Normalitas ... 123

15.Uji Homogenitas... 124

16.Uji Linier ... 125

17.Tabel Frequencies... 129

18.Uji Korelasi Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Mutu Pembelajaran Guru ... 129

19.Uji Korelasi Budaya Sekolah dengan Mutu Pembelajaran Guru ... 130

20.Uji Korelasi Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran Guru ... 131

21.Uji Korelasi Ganda Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Sumber belajar dengan Mutu Pembelajaran Guru ... 132


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur pendidikan formal, informal, maupun nonformal, sejak mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan sumber daya sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa proses pengembangan sistem pendidikan dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas.

Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


(17)

Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan mengisyaratkan bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Paparan tersebut mengarahkan bahwa pendidikan dalam hal ini pendidikan kejuruan merupakan hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan. Dengan pendidikan dapat membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism) (Permen No 70 tahun 2013).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan kejuruan yang mempunyai tujuan untuk mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang berkompetensi dan mandiri dengan mengutamakan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengan jurusannya. Menurut Syaodih (2012:40), pendidikan kejuruan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang produktif, yakni manusia kerja, bukan manusia beban bagi keluarga, masyarakat, dan bangsanya. SMK merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan keterampilan siswa. Proses pembelajaran di SMK harus dapat menyediakan serangkaian kegiatan nyata dan masuk akal atau dapat dimengerti oleh siswa dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial, oleh karenanya dalam


(18)

proses pembelajaran siswa harus terlibat langsung dalam kegiatan yang memungkinkan siswa membangun makna bagi diri sendiri.

Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari pendidikan pada umumnya. Karakteristik dipersepsikan pada hubungannya dengan parameter potensial yang menjadi kontrol terhadap tujuan penyiapan individu, yang berdaya guna dan memiliki manfaat lebih sebagai tenaga kerja. Kedua pernyataan di atas mengandung kesamaan yakni mempersiapkan peserta didik sebagai calon tenaga kerja dan mengembangkan eksistensi peserta didik, untuk kepentingan peserta didik, masyarakat bangsa dan negara. Berdasarkan hal tersebut hendaknya penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus berorientasi kepada dunia kerja, yakni dapat mengembangkan tenaga kerja yang marketable (orientasi pada pasar kerja), dengan mengembangkan kemampuan untuk melakukan keterampilan-keterampilan yang memberikan kemanfaatannya sebagai alat produksi.

Berdasarkan yang diperoleh dari hasil survei di lapangan, bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) banyak yang menjadi pengganguran terbuka. Hal tersebut terlihat dari belum adanya link and match antara pendidikan kejuruan dengan permintaan industri menyebabkan lulusan SMK banyak yang menganggur. Hal ini juga jelas terlihat di SMK Negeri 1 Natar, kurangnya daya serap dunia kerja bagi lulusan dari SMK Negeri ini disinyalir belum ada koordinasi yang baik antara dunia usaha dan industri (DUDI) dengan pihak yang berwenang di sekolah ini.


(19)

Padahal kunci dari keberhasilan menyiapkan tenaga kerja yang handal adalah link and match dalam komunikasi dan kerjasama yang erat antara dunia usaha dan

SMK, keduanya saling membuka diri. SMK merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian serta kualifikasi yang dibutuhkan dalam persaingan dunia kerja, sedangkan dunia usaha mau membuka diri prihal spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Keselarasan antara dunia kerja dan kebijakan di sekolah tidak terlepas dari mutu pembelajaran yang di laksanakan di sekolah tersebut.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan mengenai daya serap dunia kerja bagi lulusan SMK khususnya Bidang Keahlian Teknik Kendaraan Ringan (TKR), diperoleh hasil seperti pada Tabel 1.1

Tabel 1. 1

Daya Serap Dunia Kerja Lulusan SMK Bidang Keahlian TKR di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

Bidang Keahlian TKR Tahun Pelajaran 2013/2014

Jumlah Persentase (%)

Melanjutkan sekolah 30 10%

Masuk dunia kerja 60 20%

Tidak Bekerja dan tidak melanjutkan sekolah 210 70%

Total 300 100%

Sumber : Hasil Pra Penelitian Tahun Kelulusan 2013/2014

Dari Tabel 1.1 tersebut, diperoleh hasil dari 30 orang siswa SMK yang melanjutkan sekolah pendidikan yaitu perguruan tinggi dikarenakan lulusan merasa kurang memiliki kompetensi yang cukup untuk bekal di dunia kerja, 60 orang siswa masuk dunia kerja dikarenakan beberapa faktor yang ada didalam diri siswa tersebut yang memiliki keahlian baik siswa dapatkan disekolah maupun


(20)

siswa tersebut dapatkan dari luar sekolah, sedangkan sebanyak 210 orang siswa tidak bekerja dan tidak melanjutkan sekolah dikarenakan siswa tersebut tidak memiliki keahlian, nilai yang tidak cukup baik, faktor dari dalam diri siswa tersebut.

Masalah belum optimalnya mutu kompetensi lulusan SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, khususnya pada Bidang Keahlian Teknik Kendaraan Ringan. Aspek tersebut diduga sebagai salah satu aspek yang dapat menghambat terciptanya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu, masalah belum optimalnya mutu kompetensi lulusan harus segera ditindaklanjuti.

Banyak faktor yang mempengaruhi mutu kompetensi lulusan, diantaranya faktor internal yang berasal dari dalam diri lulusan yaitu minat, bakat, motivasi, perkembangan dan kesiapan, serta faktor eksternal yang berasal dari lingkungan yaitu dorongan orang tua, latar belakang kebudayaan, metode mengajar, kurikulum, kinerja mengajar guru, disiplin sekolah, fasilitas pembelajaran, model belajar, kegiatan siswa dalam masyarakat, bentuk kehidupan masyarakat, dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil kajian secara empirik ia mengatakan bahwa diduga faktor yang paling berpengaruh terhadap mutu kompetensi lulusan adalah kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, sumber belajar dan mutu pembelajaran guru. Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang


(21)

dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Dalam proses pembelajaran yang bermutu terlibat berbagai input pembelajaran seperti; siswa (kognitif, afektif, atau psikomotorik), bahan ajar, metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu pembelajaran ditentukan dengan metode, input, suasana, dan kemampuan melaksanakan manajemen proses pembelajaran itu sendiri.

Selain mutu pembelajaran keberhasilan pendidikan di sekolah juga ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga pendidik dan kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru dan mutu pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidik dan kependidikan, budaya sekolah dan pendayaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.

Kepala sekolah harus cerdas dan intelek serta bijaksana. Sebagai kepala sekolah dengan fungsinya sebagai manajer disekolah harus memperhatikan ciri–ciri profesional. Sanusi dkk dalam Karwati (2013:114), mengemukakan bahwa ciri-ciri profesional kepala sekolah, antara lain : (1) kemampuan untuk menjalankan tanggung jawab yang diserahkan kepadanya; (2) kemampuan untuk menerapkan


(22)

keterampilan-keterampilan konseptual, manusiawi dan teknis; (3) kemampuan untuk memotivasi guru, staf, dan pegawai lainnya untuk bekerja; (4) kemampuan untuk memahami implikasi-implikasi dari perubahan sosial, ekonomis dan politik terhadap pendidikan.

Menurut Stogdil dalam Daryanto (2011:17) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi, menuju kepada penentuan/pencapaian tujuan. Keberhasilan dan kegagalan pemimpin ditentukan oleh sifat dan gaya kepemimpinan dalam mengarahkan dinamika kelompoknya. Untuk mempengaruhi orang lain seorang pemimpin harus memiliki kedewasaan (maturity), kecerdasan (IQ, EQ dan SQ), kepercayaan diri yang tinggi, konsistensi, ketegasan, kemampuan mengawasi, partnership dan lain-lainnya. Individu dalam kelompok memiliki ciri khusus dan unik dalam menghadapi tantangan dan masalah pribadinya maupun masalah kelompoknya. Dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu pembelajaran, kepemimpinan kepala sekolah sangat memainkan peranan penting dan menentukan pola kepemimpinan kepala sekolah, bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah dan terlaksananya ketaatan terhadap budaya sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru SMK di Kecamatan Natar, terdapat beberapa fenomena dan isu yang mengemuka yang mengiringi perkembangan pendidikan kejuruan. Diantaranya: (1) meningkatnya tamatan SMK yang tidak terserap dunia kerja; (2) kualitas lulusan rendah; (3) rendahnya unjuk kerja/kinerja lulusan dalam pekerjaan; (4) besarnya angka pengangguran,


(23)

termasuk pengangguran terdidik; dan (5) perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan berdampak terhadap sistem pendidikan khususnya di SMK. Berdasarkan fenomena di atas, menandakan manajemen pendidikan yang ada belum mampu menjawab permasalahan yang berkembang, untuk itu diperlukan suatu pemikiran baru dalam perbaikan manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan semakin dibutuhkan oleh penyelenggaran pendidikan kejuruan, khususnya dalam meningkatkan kelancaran aliran informasi dalam penyelenggaran pendidikan kejuruan, kontrol kualitas, dan menciptakan aliansi atau kerja sama dengan pihak lain yang dapat meningkatkan nilai penyelenggaran pendidikan kejuruan tersebut, oleh karena itu sistem manajemen pendidikan dalam perkembangannya memerlukan apa yang dikenal dengan good management practice untuk pengelolaannya.

Tetapi pada prakteknya, good management practice dalam pendidikan masih merupakan suatu hal yang samar-samar. Banyak penyelenggaran pendidikan kejuruan yang beranggapan bahwa manajemen pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi yang menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.

Hal tersebut juga didukung oleh budaya sekolah yang tidak melaksanakan nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Padahal budaya sekolah


(24)

merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Budaya sekolah yang bersinergi dengan sistem manajemen perlu selalu dikembangkan untuk memperolah manfaat diantaranya, (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.

Adanya keterpaduan antara budaya sekolah dan kepemimpinan kepala sekolah serta sumber belajar menghasilkan landasan yang kuat dalam mencapai kompetensi yang ditetapkan oleh suatu lembaga pendidikan. Landasan yang kuat tersebut diperoleh dalam proses mutu pembelajaran guru. Kenyataannya peserta didik di SMK belum mempunyai landasan yang kuat dalam mencapai suatu kompetensi yang seharusnya bisa dicapai, cenderung tidak bisa mengamalkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses pembelajarannya ke dalam lingkup dunia kerjanya. Ketika hal itu terjadi menunjukkan apa yang telah dipelajari selama proses pembelajaran akan menjadi suatu yang sia-sia.


(25)

Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.

Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus dibenahi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini guru menjadi titik fokusnya. Berkenaan dengan ini Hamalik (2014:70) mengemukakan pembelajaran pada dasarnya merupakan kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran, kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi antara pendidik dan peserta didik proses ini merupakan sebuah tindakan professional yang bertumpu pada kaidah-kaidah ilmiah. Aktivitas ini merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik dengan menggunakan berbagai metode belajar.

Dalam proses pembelajaran yang bermutu terlibat berbagai input pembelajaran seperti; siswa (kognitif, afektif, atau psikomotorik), bahan ajar, metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu proses pembelajaran ditentukan dengan metode, input, suasana, dan kemampuan melaksanakan akan manajemen


(26)

proses pembelajaran itu sendiri. Mutu proses pembelajaran akan ditentukan dengan seberapa besar mampu memberdayakan sumberdaya yang ada untuk siswa belajar secara produktif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang “Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran Guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan”

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang terjadi pada lokasi penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Tidak tercapainya mutu pembelajaran guru SMK. Dikarenakan pengembangan kompetensi pada diri siswa sering dititik beratkan hanya pada kegiatan KBM saja, namun budaya sekolah yang berperan dalam peningkatan mutu pembelajaran guru sering dilupakan.

2. Kepemimpinan kepala sekolah kurang mampu membina dan berkomunikasi dengan berbagai pihak terutama dengan guru dalam mencapai mutu pembelajaran guru yang berhasil.


(27)

3. Mutu pembelajaran guru rendah. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya, namun mutu pembelajaran guru disekolah belum mampu membentuk suatu sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil yang baik.

4. Mutu pembelajaran guru terkendala oleh sarana prasarana yang tidak memadai, sarana prasarana menjadi kendala utama disekolah dan pemberian bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran. Sarana pendidikan yang berstandar wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, namun karena disekolah sarana prasarana yang tidak memiliki standar yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik (guru), ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat maka mutu pembelajaran guru tidak berjalan dengan baik.

1.3.Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi masalahnya pada: (1) kepemimpinan kepala sekolah, (2) budaya sekolah, (3) sumber belajar, dan (3) mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.


(28)

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

2. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara budaya sekolah dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ?

3. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara sumber belajar dengan mutu pembelajaran SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

4. Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah dan sumber belajar secara bersama-sama dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

1.5.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara:

1. Kepemimpinan kepala sekolah dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.


(29)

2. Budaya sekolah dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

3. Sumber belajar dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

4. Kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, dan sumber belajar secara bersama-sama dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

1.6.Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1.6.1 Secara Teoritis

1. Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai hasil dari pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengetahui mutu pembelajaran guru dilihat dari faktor kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah dan sumber belajar.

1.6.2 Secara Praktis

1. Memberikan sumbangan pemikiran dan perbaikan dalam mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.


(30)

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi kepala ssekolah dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan budaya sekolah, mutu pembelajaran guru dan sumber belajar dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan.

3. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna meningkatkan kepemimpinan kepala sekolah, mutu pembelajaran guru, budaya sekolah dan sumber belajar SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

1.7.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian sebagai berikut:

Objek penelitian : Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, Sumber Belajar dan Mutu Pembelajaran Guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

Subjek penelitian : Guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tempat Penelitian : SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Waktu Penelitian : Bulan September 2014 sampai Bulan Februari 2015 Temporal : Tahun Ajaran 2014/2015

Bidang Ilmu : Penelitian ini merupakan bagian dari kajian ilmu manajemen pendidikan, khususnya mengkaji perilaku individu dalam organisasi pendidikan


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Mutu Pembelajaran

Mutu adalah perubahan. Maksudnya konsep mutu tetap berlaku untuk seumur hidup, tetapi konsep mutu akan selalu dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Mutu pembelajaran mengacu pada proses pembelajaran disekolah dan hasil belajar yang mengikuti kebutuhan dan harapan stakeholder pendidikan.

2.1.1 Pengertian Mutu Pembelajaran

Menurut Juran dalam Makawimbang (2011:42), mutu sebagai “tempat untuk pakai” dan menegaskan bahwa dasar misi mutu sebuah sekolah adalah “mengembangkan program dan layanan yang memenuhi kebutuhan pengguna seperti siswa dan masyarakat”. Sedangkan menurut ISO 2000 dalam Suhana (2014:77), mutu adalah totalitas karakteristik suatu produk (barang dan jasa) yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikan atau ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa mutu adalah sesuatu kesempatan untuk menempatkan pada posisi kompetitif. Mutu pada dasarnya merupakan


(32)

penyesuaian manfaat atau kegunaan. Artinya harapan sesuai dengan kepuasan pemakai.

Mutu pembelajaran ditentukan oleh tiga variabel, yakni budaya sekolah, proses belajar mengajar, dan realitas sekolah. Budaya sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Budaya ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Budaya yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya budaya yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah. Berkaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem pendidikan, lebih rinci Syaodih (2012:3) mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

(1) Raw input, yaitu siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group.(2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya. (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja.

Komponen proses menurut Syaodih, dkk (2012:6) meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Selanjutnya output meliputi pengetahuan, kepribadian dan performansi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem


(33)

pendidikan yang dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas pula.

Dalam rangka mewujudkan mutu pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

Uraian di atas menunjukkan bahwa mutu pembelajaran dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya bergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.


(34)

Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang harus dibenahi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini guru menjadi titik fokusnya. Berkenaan dengan ini Suhardan (2010:67) mengemukakan pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi anatara pendidik dan peserta didik proses ini merupakan sebuah tindakan professional yang bertumpu pada kaidah-kaidah ilmiah. Aktivitas ini merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik dengan menggunakan berbagai metode belajar. Menurut Hamalik (2014:57), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Mulyono (2009:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu: 1. Kesesuaian, 2. Pembelajaran, 3. Efektivitas, 4. Efisiensi, 5. Produktivitas. Pembelajaran yang bermutu akan bermuara pada kemampuan guru dalam proses pembelajaran. Secara sederhana kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yaitu kemampuan merencanakan pembelajaran, proses pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dalam suasana tertentu dengan dukungan sarana dan prasarana pembelajaran tertentu tertentu pula. Oleh karena itu, keberhasilan mutu pembelajaran sangat tergantung pada: guru, siswa, sarana pembelajaran, lingkungan kelas, dan budaya kelas. Semua indikator tersebut harus saling mendukung dalam sebuah system kegiatan pembelajaran yang bermutu.


(35)

Dalam pembelajaran yang bermutu terlibat berbagai input pembelajaran seperti; siswa (kognitif, afektif, atau psikomotorik), bahan ajar, metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu pembelajaran ditentukan dengan metode, input, suasana, dan kemampuan melaksanakan manajemen proses pembelaran itu sendiri.

Pembelajaran yang bermutu adalah pembelajaran yang efektif yang pada intinya adalah menyangkut kemampuan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan sangat menentukan mutu hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mutu pembelajaran adalah Pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan sangat menentukan mutu pembelajaran yang akan diperoleh siswa. Indikator mutu pembelajaran dalam penelitian ini, yaitu kesesuaian, pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas.

2.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai pimpinan disekolah memiliki tugas dan fungsi serta peranan yang sangat penting dalam meningkatan mutu sekolah. Kepemimpinan merupakan proses yang harus ada dan perlu diadakan dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Stogdil dalam Daryanto (2010:17) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi, menuju kepada


(36)

penentuan/pencapaian tujuan. Mulyasa (2005:107) kepemimpinan diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap tercapainya tujuan organisasi. Amirullah (2004:245) mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan dimana seseorang (pemimpin) mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin dan kelompok.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpian untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan kelompok. Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya.

2.2.1 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seseorang pemimpin, yang menyangkut kemampuan dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (2003:217).

Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya disampaikan oleh Toha (2003:265),. Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin di


(37)

dalam mempengaruhi para pengikutnya. Pada saat bagaimanapun jika seorang berusaha untuk mempengaruhi prilaku orang lain, sebagaimana sudah dipaparkan sebelumnya kegiatan semacam itu telah melibatkan seseorang kedalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu, dan ia merasa perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang mampu meningkatkan produktivitasnya, maka ia perlu memikirkan gaya kepemimpinan.

Menurut Hersey dan Blanchard dalam Dharma dan Husaini (2008:10) ada empat gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu telling, selling, participating,dan delegating. Ciri-ciri telling (pemberitahuan), tinggi tugas dan rendah hubungan, pemimpin memberikan instruksi atau keterangan bagaimana cara mengerjakan, kapan harus selesai, dimana pekerjaan dilaksanakan dan pengawasan, komunikasi biasanya satu arah.

Ciri-ciri selling (penawaran atau penjualan), tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menawarkan gagasannya dan bawahan diberikan kesempatan berkomentar, pemimpin masih banyak melakukan pengarahan, komunikasi sudah dua arah. Ciri-ciri participating (pelibatan bawahan), tinggi hubungan dan rendah tugas, pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan, pemimpin dan bawahan sama-sama membuat keputusan.


(38)

Ciri-ciri delegating (pendelegasian), rendah hubungan dan rendah tugas, pemimpin melimpahkan wewenangnya kepada bahawan, bawahan mendapat wewenang membuat keputusan sendiri.

2.2.2 Teori Sifat Kepemimpinan

Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli. Terry dalam Karwati (2013:173) mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan. Terry mengemukakan sifat kepemimpinan, yakni sebagai berikut: (1) Kekuatan, yakni kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai rintangan. (2) Stabilitas emosi, yakni pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis; (3) Pengetahuan tentang relasi insani, yakni pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan;

(4) Kejujuran, yakni pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan; (5) Obyektif, yakni pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya; (6) Dorongan pribadi, yaitu keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum; (7) Keterampilan berkomunikasi, yakni pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan


(39)

berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan;

(8) Kemampuan mengajar, yakni pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya; (9) Keterampilan sosial, yakni bersikap ramah, terbuka, mau menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik; (10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial, yakni penguasaan kecakapan teknis agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.

Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Tead dan Terry dalam Kartono (2005:95). Teori kesifatan menurut Tead adalah sebagai berikut: (1) Energi jasmaniah dan mental, yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan; (2) Kesadaran akan tujuan dan arah, yakni mengetahui arah dan tujuan organisasi, serta yakin akan manfaatnya; (3) Antusiasme, yaitu pekerjaan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan;

(4) Keramahan dan kecintaan, yaitu dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan semua pihak, sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan; (5) Integritas, yakni pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga


(40)

bawahan menjadi lebih percaya dan hormat, (6) Penguasaan teknis, yaitu setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin; (7) Ketegasan dalam mengambil keputusan, pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya; (8) Kecerdasan, yakni orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif;

(9) Keterampilan mengajar, yaitu pemimpin yang baik adalah yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu; (10) Kepercayaan, yaitu : Keberhasilan kepemimpinan didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan.

Teori Kesifatan menurut Terry adalah sebagai berikut: (1) Kekuatan, yakni kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai rintangan. (2) Stabilitas emosi, yakni pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis; (3) Pengetahuan tentang relasi insani, yakni pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan; (4) Kejujuran, yakni pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan;


(41)

(5) Obyektif, yakni pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya; (6) Dorongan pribadi, yaitu keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum; (7) Keterampilan berkomunikasi, yakni pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan;

(8) Kemampuan mengajar, yakni pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya; (9) Keterampilan sosial, yakni bersikap ramah, terbuka, mau menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik; (10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial, yakni penguasaan kecakapan teknis agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.

Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala sekolah adalah: (1) Kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability); (2) Kecerdasan; (3) Inisiatif; (4) Energi jasmaniah dan mental; (5) Kesadaran akan tujuan dan arah; (6) Stabilitas emosi; (7) Obyektif; (8) Ketegasan dalam mengambil keputusan; (9) Keterampilan berkomunikasi; (10) Keterampilan mengajar; (11) Keterampilan sosial; (12) Pengetahuan tentang relasi insani.


(42)

Berdasarkan uraian di atas bahwa teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala sekolah adalah: (1) Kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability); (2) Kecerdasan; (3) Inisiatif; (4) Energi jasmaniah dan mental; (5) Kesadaran akan tujuan dan arah; (6) Stabilitas emosi; (7) Obyektif; (8) Ketegasan dalam mengambil keputusan; (9) Keterampilan berkomunikasi; (10) Keterampilan mengajar; (11) Keterampilan sosial; (12) Pengetahuan tentang relasi insani.

Berdasarkan pengertian bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tingkah laku yang mengandung indikasi serangkaian tugas penting seorang pemimpin yaitu Wahjosumidjo (2002:40), (1) Mendefinisikan misi dan peranan organisasi, yakni misi dan peranan organisasi dapat dirumuskan dengan baik apabila seorang pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktural sebuah organisasi; (2) Pemimpin merupakan pengejawantahan tujuan organisasi, yakni dalam tugas ini pemimpin harus menciptakan kebijaksanaan ke dalam tatanan atau keputusan terhadap sarana untuk mencapai tujuan yang direncanakan; (3) Mempertahankan keutuhan organisasi, yaitu pemimpin bertugas untuk mempertahankan keutuhan organisasi dengan melakukan koordinasi dan kontrol melalui dua cara, yaitu melalui otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan, dan koordinasi khusus terhadap berbagai peraturan; (4) Mengendalikan konflik internal yang terjadi di dalam organisasi.

Agar proses pengembangan para personalia pendidikan berjalan dengan baik, antara lain dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Ialah suatu kepemimpinan yang


(43)

menghargai usaha para bawahan, yang memperlakukan mereka sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat masing-masing individu, yang memberi dorongan untuk berkembang dan mengarahkan diri ke arah tercapainya tujuan lembaga pendidikan. Pemimpin yang efektif menurut Pidarta (2004:173) ialah pemimpin yang tinggi dalam kedua dimensi kepemimpinan. Begitu pula pemimpin yang memiliki performan tinggi dalam perencanaan dan fungsi-fungsi manajemen adalah tinggi pula dalam kedua dimensi kepemimpinan. Dua dimensi kepemimpinan tersebut adalah :

1) Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas

Ialah kepemimpinan yang hanya menekankan penyelesaian tugas-tugas kepada para bawahannya dengan tidak mempedulikan perkembangan bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi, dan kesejahteraan bawahan. Para personalia akan bekerja secara rutin, rajin, taat dan tunduk dalam penampilannya. Pemimpin ini tidak mengikuti perkembangan dan kemajuan lingkungan sehingga organisasi menjadi usang dan ketinggalan jaman.

2) Kepemimpinan yang berorientasi kepada antar hubungan manusia.

Kepemimpinan ini hanya menekankan perkembangan para personalianya, kepuasan mereka, motivasi, kerja sama, pergaulan dan kesejahteraan mereka. Pemimpin ini berasumsi bila para personalia diperlakukan dengan baik, maka tujuan organisasi kependidikan akan tercapai. Tetapi pada kenyataannya manusia tidak selalu beritikad baik, walaupun ia diperlakukan dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan kemunduran suatu organisasi.

Oleh sebab itu kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi antar hubungan manusia. Dengan mengintegrasikan dan meningkatkan keduanya kepemimpinan akan menjadi efektif, yaitu mampu mencapai tujuan organisasi tepat pada waktunya. Sebab kepemimpinan yang efektif dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik termasuk malaksanakan perencanaan dengan baik pula.


(44)

Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerja sama dengan bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi. Dengan cara seperti itu pemimpin akan banyak mendapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari bawahan yang akan menimbulkan semangat bersama dan rasa persatuan, sehingga akan memudahkan proses pendelegasian dan pemecahan masalah yang semuanya memajukan peren canaan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan seseorang untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan kepala sekolah dalam membina dan membimbing guru untuk melaksanakan KBM terutama kegiatan merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran mengarah pada tercapainya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa terkait dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

Indikator kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini, yaitu telling (pemberitahuan), selling (penawaran atau penjualan), participating (pelibatan bawahan), delegating (pendelegasian).

2.3 Budaya Sekolah

Pengembangan sekolah yang efektif, efisien, produktif dan akuntabel perlu ditunjang oleh perubahan berbagai aspek pendidikan lainnya, termasuk budaya sekolah.


(45)

Perpaduan semua komponen yang terdapat pada sekolah baik siswa, guru, staf dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih baik melalui pendidikan berkualitas, serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran disekolah, menjadikan sebuah sekolah unggul dan favorit di masyarakat.

2.3.1 Definisi Budaya Sekolah

Definisi budaya sekolah belum diperoleh kesatuan pandangan. Terminologi budaya sekolah masuk ke dalam pendidikan itu pada dasarnya sebagai upaya untuk memberikan arah tentang efisiensi lingkungan pembelajaran. Konsep budaya dalam dunia pendidikan berasal dari budaya tempat kerja didunia industri. Budaya sekolah yaitu fisik dan nonfisik yang kondusif akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif (Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Diknas, 2006:23).

Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan / ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah contoh-contoh budaya sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Budaya sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih insentif dan ekstentif demi produktivitas sekolah. Budaya yang ada disekolah dibagi dua, yaitu budaya yang mempunyai nilai-nilai primer, yaitu : (1) tujuan organisasi sekolah; (2) konsensus dan komitmen terhadap tugas; (3) keunggulan; (4) kesatuan kepentingan; (5) imbalan


(46)

berdasarkan prestasi; (6) empiris; (7) keakraban dan (8) integritas. Sedangkan budaya yang bernilai sekunder, yaitu (1) penerima layanan; (2) pengendalian yang disiplin; (3) kemandirian; (4) pengambilan keputusan yang cepat; (5) visioner; (6) pengembangan.

Menurut Zamroni (2011:111) memberikan batasan bahwa budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaan- kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. Warga sekolah menurut UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terdiri dari peserta didik, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendidik serta komite sekolah. Salah satu subyek yang diambil dalam penelitian budaya sekolah ini yaitu peserta didik (siswa).

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa budaya sekolah adalah pengetahuan dan hasil karya cipta komunitas sekolah yang berusaha ditransformasikan kepada peserta didik, dan dijadikan pedoman dalam setiap tindakan komunitas sekolah. Pengetahuan dimaksud mewujud dalam sikap dan perilaku nyata komunitas sekolah, sehingga menciptakan warna kehidupan sekolah yang bisa dijadikan cermin bagi siapa saja yang terlibat di dalamnya. Contoh sederhananya adalah kebiasaan murid mencium tangan guru dan rutinitas senam/olah raga pada Jumat di sekolah.


(47)

Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik, Sukmadinata (2006:25). Menurut Sukmadinata (2006:195), “Tujuan utama kegiatan guru dalam mengajar ialah memengaruhi perubahan pola tingkah laku para siswanya”.

Dalam KBM setiap guru bertindak sebagai pendidik. Bertutur dan bertindakselalu yang baik. Guru tidak menghukum secara fisik, tapi dengan teguran dan nasihat; sesekali memberi hadiah bagi siswa yang berprestasi. Di kelas guru memahami bahwa semua peserta didik sama, sehingga tidak cenderung pada anak-anak tertentu. Perilaku guru di kelas sangat penting dan berpengaruh bagi peserta didik, apalagi berkaitan dengan pendidikan moral.

Para peserta didik akan hidup dalam masyarakat, karena itu para guru perlu mengkomunikasikan persoalan sosial, etik, dan konsekuensi politis dari suatu perbuatan, Pidarta(2004:16). Guru menyadari bahwa esensi pendidikan adalah menjadikan peserta didik yang bermoral dan religious. Para pendidik memberikan pendidikan kepada para peserta didik dengan apa yang mereka perlihatkan, katakan, perbuat, berikan…seharusnya dalam pergaulan pendidikan, para pendidik hanya memperlihatkan hal-hal positif, yang ingin tumbuh dan berkembang pada peserta didik, Sukmadinata(2006: 29). Proses pendidikan moral itu kadang tidak disadari oleh guru, padahal mereka telah menjalankannya.


(48)

Disadari ataupun tidak, peserta didik selalu belajar dari figur guru dan orang-orang yang dianggapnya baik. Dengan demikian, harus ada banyak sosok guru, kepala sekolah, orang tua, yang benar-benar baik dan saleh, sehingga mereka selalu belajar nilai-nilai dan perilaku baik dari sebanyak mungkin figur peserta didik membutuhkan contoh nyata tentang apa itu yang baik melalui sikap dan perilaku orang-orang dewasa.

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.

Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya : (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK. Selain beberapa manfaat di atas,


(49)

manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah : (1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.

Menurut Mulyasa (2010:90) upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini. (1) Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah, (2) Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal, (3) Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko, (4) Memiliki Strategi yang Jelas, (5) Berorientasi Kinerja, (6) Sistem Evaluasi yang Jelas, (7) Memiliki Komitmen yang Kuat, (8) Keputusan Berdasarkan Konsensus, (9) Sistem Imbalan yang Jelas, (10) Evaluasi Diri.

Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya berpegang pada asas-asas: (1) Kerjasama tim, (2Kemampuan, (3) Keinginan, (4) Kegembiraan, (5) Hormat, (6) Jujur, (7) Disiplin, (8) Empati, (9) Pengetahuan dan Kesopanan.

Berdasarkan uraian di atas budaya sekolah adalah pengetahuan dan hasil karya cipta komunitas sekolah yang berusaha ditransformasikan kepada peserta didik, dan dijadikan pedoman dalam setiap tindakan komunitas sekolah. Sekolah merupakan sebuah institusi sosial yang memainkan peranan yang amat penting dalam merubah kehidupan masyarakat.


(50)

Sekolah mempunyai suatu budaya yang tersendiri yang memang berbeda daripada budaya institusi yang lain seperti institusi penjara atau hospital sakit jiwa. Ini karena sekolah merupakan sebuah institusi sosial yang wujud dengan adanya para guru dan pelajar. Guru dan pelajar berinteraksi dalam menyampai, menyumbang dan menimba ilmu pengetahuan. Proses pengajaran dan pembelajaran tersebut telah melahirkan suatu budaya sekolah. Dalam arti kata lain, budaya sekolah sebagian besarnya adalah hasil daripada interaksi diantara guru-guru dan pelajar-pelajarnya.

Indikator budaya sekolah dalam penelitian ini, yaitu : kerjasama tim, kemampuan, keinginan, kegembiraan, hormat, jujur, disiplin, empati, serta pengetahuan dan kesopanan

2.4 Sumber Belajar

Pengajaran merupakan suatu proses sistemik yang meliputi banyak komponen. Salah satu komponen itu adalah sumber belajar. Sumber belajar (learning resources) adalah guru dan bahan-bahan pelajaran baik buku-buku bacaan atau semacamnya. Pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit ini, tetapi segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, diluar peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung disebut sebagai sumber belajar.

Associantion of educational communication technology (AECT) Warsita, (2008:209)


(51)

atau benda yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi siswa. Begitupun dengan Mulyasa (2004:48) mengatakan bahwa sumber belajar dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam proses belajar mengajar.

Menurut Warsita (2008:209) sumber belajar adalah semua komponen sistem intruksional baik yang secara khusus dirancang maupun yang menurut sifatnya dapat dipakai atau dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu Sudjana dan Rivai (2009:76) mengatakan bahwa sumber belajar adalah suatu daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan.

Menurut Sudrajat (2008:1) sumber belajar memiliki pengertian segala sesuatu baik berupa sarana, daya, maupun bahan-bahan, dan secara terpisah maupun terkombinasi yang dapat digunakan oleh guru maupun peserta didik untuk membantu proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Sumber belajar memiliki kriteria, seperti diungkapkan Sudrajat (2008:1), dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut : (1) Ekonomis; tidak berpatok pada harga yang mahal. (2) Praktis; tidak memerlukan pengelolaan yang sulit, rumit dan langka. (3) Mudah; dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita. (4) Fleksibel; dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruktusional. (5) Sesuai dengan tujuan; mendukung proses dan tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi


(52)

dan minat belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas sumber belajar merupakan segala sesuatu baik yang didesain maupun menurut sifatnya dapat dipakai atau dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran untuk memudahkan belajar siswa.

2.4.2 Klasifikasi Sumber Belajar

Hingga saat ini masih banyak pihak termasuk para guru yang mengartikan sumber belajar dengar arti sempit, yakni terbatas pada buku Sudjana dan Rivai (2009:76). Padahal sumber belajar memiliki makna yang luas, namun untuk membatasinya beberapa ahli pun mengklasifikasikannya berdasarkan sudut pandang dan pendekatan yang berbeda satu dengan lainnya seperti berikut ini.

Menurut Warsita (2008:212) ditinjau dari tipe atau asal-usulnya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yaitu sumber belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul, program VCD pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI (Computer Asisted Instruction), programmed instruction dan lain-lain.

2. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya : surat kabar, siaran televisi, pasar, sawah, pabrik, museum, kebun binatang, terminal, pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan dan lain-lain.


(53)

Berdasarakan AECT (Associantion of Educational Communication Technology) dalam Warsita, (2008:209-210) sumber belajar dibedakan menjadi enam jenis seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2.1

Jenis Sumber Belajar Menurut AECT

Sumber Belajar Pengertian Contoh

Pesan

Ajaran/informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain : dapat berbentuk ide, fakta, makna dan data.

Materi pembelajaran

Orang

Orang-orang yang bertindak sebagai penyimpan dan atau penyalur pesan

Guru, siswa, pembicara, tokoh masyarakat

Bahan

Barang-barang (lazim disebut media atau perangkat

lunak/software) yang biasanya berisi pesan untuk disampaikan dengan menggunakan peralatan. Kadang-kadang bahan itu sendiri sudah merupakan bentuk

penyajian

Buku teks, majalah, video, tape recorder,

pembelajaran terprogam, film

Alat

Barang-barang (lazim disebut perangkat keras/hardware) digunakan untuk menyampaikan pesan yang terdapat dalam bahan

OHP, proyektor film, tape recorder, video, pesawat TV, pesawat radio

Teknik

Prosedur atau langkah-langkah tertentu dalam menggunakan bahan, alat, tata tempat dan orang untuk menyampaikan pesan

Simulasi, permainan, studi lapangan, metode

bertanya, pembelajaran individual, pembelajaran kelompok, ceramah, diskusi

Latar Lingkungan dimana pesan diterima oleh siswa

Lingkungan fisik, gedung sekolah, perpustakaan, pusat sarana belajar, studio, museum, taman, peninggalan sejarah, lingkungan non fisik, penerangan, sirkulasi udara


(54)

2.4.3 Fungsi Sumber Belajar

Agar sumber belajar yang ada dapat berfungsi dalam pembelajaran harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Fungsi sumber belajar menurut Hanafi Karwono (2007:4) adalah untuk :

a. Meningkatkan produktifitas pendidikan

b. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual. c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran.

d. Lebih memantapkan pembelajaran. e. Memungkinkan belajar secara seketika.

f. Memungkinkan penyajian pendidikan yang lebih luas, terutama dengan adanya media massa.

Berdasarkan uraian di atas, sumber belajar memiliki fungsi yang cukup signifikan terhadap proses belajar mengajar, dari ke-enam fungsi sumber belajar diatas dapat membantu guru maupun siswa mencapai hasil belajar yang maksimal. Sumber belajar merupakan segala sesuatu yaitu sarana, daya dan bahan-bahan yang dapat digunakan oleh guru maupun peserta didik untuk membantu proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Indikator sumber belajar dalam penelitian ini, yaitu berikut : (1) Ekonomis; tidak berpatok pada harga yang mahal. (2) Praktis; tidak memerlukan pengelolaan yang sulit, rumit dan langka. (3) Mudah; dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita. (4) Fleksibel; dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruktusional. (5) Sesuai dengan tujuan; mendukung proses dan tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.


(55)

2.5Hasil Penelitian Yang Relevan

2.5.1 Heni Ermalinda (2011), dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh kecerdasan emosional, budaya sekolah, dan gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus” ditemukan koefisien korelasi budaya sekolah dengan kinerja guru 0,820 dan koefisien determinasi 0,673 dengan t hit 16,848 t tab pada alfa 0,05 = 1,96 dan untuk alfa 0,01 = 2,576 berdasarkan data tersebut terdapat pengaruh antara budaya sekolah terhadap kinerja guru. Selanjutnya kinerja guru dapat ditentukan oleh budaya sekolah sebesar 67,30%. Sisanya dipengaruhi faktor lain.

2.5.2 Herry Suryanto (2011), dalam jurnalnya yang berjudul “ Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Peningkatan Kinerja Guru di SMP Negeri 1 Prambon-Sidoarjo”. Terdapat hubungan yang tinggi antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap peningkatan kinerja guru. Hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi Pearson sebesar 0,730 dan regresi ganda dengan korelasi liniar sebesar 0,545 dengan persamaan regresi Y = 17,220 + 0,618 X1 + 0,750 X2.

Kedua penelitian tersebut memiliki ruang lingkup dan sasaran yang hampir sama yaitu dalam kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah dalam peningkatan kinerja guru. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah mengkaji tentang kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah. Metode


(56)

yang digunakan dalam penelitian sama-sama menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berdasarkan teknik pengumpulan data melalui survei dan dokumentasi. Persamaan metodelogi penelitian juga terdapat dalam teknik pengambilan sampel random sampling dan validitas data.

Perbedaannya dalam penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada lokasi dan bidang kajiannya. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Sekolah Dasar dan SMP, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti berada di SMK Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Perbedaan yang lain adalah dilihat dari bidang kajiannya, jika penelitian yang sudah ada yaitu kinerja guru sedangkan peneliti akan meneliti mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

2.6Kerangka Pikir

Kerangka pikir penelitian adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi, dan telaah kepustakaan. Oleh karena itu kerangka pikir memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Uraian dalam kerangka pikir menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian.

2.6.2 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Mutu Pembelajaran Kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan kepala sekolah dalam mempengaruhi bawahannya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


(57)

Kepemimpinan merupakan kemampuan kepala sekolah dalam membina dan membimbing guru untuk melaksanakan KBM terutama kegiatan merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran mengarah pada tercapainya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa terkait dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian jika seorang kepala sekolah memiliki sifat kepemimpinan yang baik maka dindikasikan akan berpengaruh pada mutu pembelajaran.

2.6.1 Hubungan Budaya Sekolah dengan Mutu Pembelajaran

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.

Jika budaya sekolah dilaksanakan dengan baik, maka akan berhubungan positif dengan mutu pembelajaran.


(1)

Artinya kepala sekolah harus dapat melakukan pembaharuan kemampuan, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya secara terus menerus guna meningkatkan mutu pembelajaran.

Berkenaan dengan hal ini tersebut perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya: 1) memberikan pelatihan-pelatihan tentang keterampilan manajerial kepala sekolah, 2) melakukan bimbingan melalui program kepengawasan di satuan pendidikan, 3) mendorong para kepala sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bagi pengambil kebijakan rekrutmen kepala sekolah harus sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.

5.2.2 Upaya Meningkatkan Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah.

Selanjutnya, agar seorang guru dapat memiliki budaya sekolah yang baik, guru harus memiliki kemampuan untuk bekerja, tidak cukup hanya memiliki sikap,minat,tetapi juga motivasi dan kapasitas atau kecakapan (capacity) untuk bekerja. Kapasitas tersebut antara lain meliputi kemampuan, bakat,keterampilan, latihan, peralatan dan teknologi yang dapat digunakan.


(2)

Agar budaya sekolah dapat meningkatkan mutu pembelajaran, maka perlu adanya upaya yang dilakukan antara lain: menumbuhkan keinginan guru untuk berprestasi, memberikan kesempatan guru untuk maju dan berkarier, menjalin hubungan dengan atasan dan status, memberikan keamanan pekerjaan dan kehidupan pribadi, memberikan tempat kerja yang baik dan menyenangkan, memberikan gaji atau imbalan yang layak, memberi pengakuan dan penghargaan, memberikan kepercayaan melakukan pekerjaan dan perlakuan adil.

5.2.3 Upaya Meningkatkan Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan segala sesuatu baik yang didesain maupun menurut sifatnya dapat dipakai atau dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran untuk memudahkan belajar siswa. Sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut : (1) Ekonomis; tidak berpatok pada harga yang mahal. (2) Praktis; tidak memerlukan pengelolaan yang sulit, rumit dan langka. (3) Mudah; dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita. (4) Fleksibel; dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruktusional. (5) Sesuai dengan tujuan; mendukung proses dan tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.

Selanjutnya, agar dalam proses pembelajaran harus memiliki Sumber Belajar seperti ruang kelas, buku pelajaran, bengkel tempat praktik, perpustakaan, ruang kelas yang nyaman sehingga akan mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Agar Sumber Belajar dapat meningkatkan mutu pembelajaran, maka perlu adanya upaya yang dilakukan antara lain: menumbuhkan keinginan guru untuk berprestasi, memberikan kesempatan guru untuk berkarier, memudahkan


(3)

guru dalam proses pembelajaran, memberikan fasilitas pembelajaran yang baik, memberikan tempat kerja yang baik dan menyenangkan.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian seperti diuraikan di atas, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut :

5.3.1 Saran untuk Guru

Kepada guru agar dapat menumbuhkan mutu pembelajaran yang tinggi dan meningkatkan serta menciptakan disiplin yang baik pula. Kesadaran menumbuhkan mutu pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luar saja, tetapi yang lebih penting adalah yang berasal dari diri sendiri (motivasi intrinsik) yakni upaya peningkatan kinerja dan profesinya.

5.3.2 Saran untuk Kepala Sekolah

Untuk meningkatkan mutu pembelajaran guru, kepala sekolah hendaknya dapat memotivasi dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada guru untuk dapat bekerja sesuai dengan kemampuan yang telah mereka miliki. Kepala sekolah hendaknya memberikan kesempatan kepada guru untuk menyampaikan aspirasinya, untuk mengeluarkan pendapatnya yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab untuk mencapai visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan bersama.


(4)

Kepada Dinas pendidikan diharapkan untuk lebih memperhatikan program kepemimpinan kepala sekolah dan mutu pembelajaran guru yaitu dengan mengadakan pelatihan-pelatihan.

5.3.4 Saran untuk Peneliti

Bagi peneliti dalam proses penelitian yang berjudul Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah dan Sumber Belajar dengan Mutu Pembelajaran Guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Peneliti mendapatkan berbagai macam informasi yaitu: (1). Memperoleh gambaran tentang teori kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, dan sumber belajar dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. (2). Menambah pengetahuan dan cara pengaplikasian teori kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, dan sumber belajar dengan mutu pembelajaran guru SMK di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. (2008). Media Pembelajaran. (online).

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2015/01/12/konsep-media-pembelajaran//. Diaskes 10 Desember 2014)

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Amirullah. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu Cucu, Suhana. 2014. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : Aditama

Daryanto. 2011. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media

Depdiknas. 2006. Permen Diknas Republik Indonesia Nomor 23 Tahun,2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.

Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara Kartono, Kartini. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Raja Grafindo

Persada

Karwati dan Donni. 2013. Kinerja Profesionalisme Kepala Sekolah. Bandung : Alfabeta

Makawimbang, Jerry. 2011. Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung:Rosda Karya

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyasa. 2011. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara


(6)

Mulyono. 2009. Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 70 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK-MAK+Lampiran

Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta Riduwan. 2010. Metodologi dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sudarmanto, R Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sudjana, Nana. 2010. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suhardan, D. 2010. Supervisi Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah. Bandung : Alfabeta

Sukmadinata. N.S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sudjana. N dan Rivai. A. 2009. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Syaodih, Nana, 2012. Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Aditama

Toha, Miftha. 2003. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Galia Indonesia Warsita. 2008. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK, MOTIVASI KERJA, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 5 91

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI KERJA, DAN BUDAYA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS KERJA GURU DI SD NEGERI KECAMATAN PADANG TUALANG.

0 11 40

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH DENGAN KEEFEKTIFAN SEKOLAH DI MTS KABUPATEN LABUHANBATU UTARA.

0 9 36

HUBUNGAN BUDAYA MUTU DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN PERSEPSI KEPEMIMPINAN GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DI SMK NEGERI BISNIS MANAJEMEN MEDAN.

0 2 25

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMA NEGERI DI KOTA BINJAI.

0 2 12

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMAN KOTA BINJAI.

0 1 12

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DASAR DAN BUDAYA MUTU TERHADAP MOTIVASI KERJA GURU DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN BANJARSARI.

0 0 9

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU GURU MATEMATIKA Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Guru Matematika Di SMK Muhammadiyah 6 Gemolong.

0 1 16

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU GURU MATEMATIKA Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Guru Matematika Di SMK Muhammadiyah 6 Gemolong.

0 2 17

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH SE-KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG.

0 1 55