BAB IV PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
OLEH APARAT KEPOLISIAN DO POLRESTA MEDAN
A. Upaya Hukum Preventif
Tujuan dari pada upaya hukum preventif adalah memberikan motivasi bimbingan serta pengarahan pada masyarakat terutama mengenai tata cara
menghindari penganiayaan sehingga masyarakat memahami dan menyadarinya. Dalam metode ini yang dimaksudkan adalah bagaimana cara-cara
mencegah timbulnya kesempatan bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kejahatan penganiayaan. Pengawasan dalam hal ini dimaksudkan
adalah suatu kontrol untuk menekan timbulnya kejahatan penganiayaan tersebut dalam suatu lingkungan kehidupan masyarakat.
Dalam hal tindakan kepolisian pada dasarnya berupa tindakan-tindakan patroli serta menempatkan personilnya pada daerah-daerah yang rawan
perampokan, seperti area parkir dan tempat lainnya. Untuk itulah dalam hal menguraikan metode ini ada dikenal suatu
prinsip yang kelak akan menjadi pegangan pokok yaitu suatu prinsip prevensi. Adapun yang dimaksudkan prinsip ini yaitu suatu prinsip yang
penekanannya bahwa tidak memberikan peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan kejahatan. Bagaimanapun usaha adalah lebih utama daripada
67
usaha penindakan repressive. Mencegah suatu penyakit jauh sebelumnya adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Tetapi pada dasarnya meskipun pihak kepolisian telah melakukan usahanya tetap saja masyarakat juga dimintakan berhati-hati dalam hal
pelaksanaan pengawasan atas harta miliknya. Karena terbatasnya jumlah petugas serta luasnya wilayah kerja kepolisian tidak memungkinkan bagi pihak
kepolisian untuk melakukan tindakan metode prevensi secara rutin dan penuh. Karena dalam hal ini tindakan prevensi tersebut dilakukan secara selintas tidak
menetap, sehingga apabila seorang petugas kepolisian ditempatkan pada suatu daerah yang besar kemungkinan terjadinya perampokan maka penempatan
petugas tersebut hanya sementara saja tidak menetap. Oleh karena itu benih-benih penyakit masyarakat tersebut ada bersemi di
tengah-tengah masyarakat maka usaha pencegahan ini ditemui dan direalisir dalam masyarakat juga, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui
kepolisian maupun masyarakat itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jadi apapun upaya yang dilakukan oleh Kepolisian untuk merealisir metode ini maka perlu kerjasama dari masyarakat dan pemerintah terutama
dalam hal menekan unsur-unsur yang dapat menimbulkan tindak kejahatan perampokan, adapun tindakan tersebut antara lain :
a. Menekan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi.
Masalah pertumbuhan penduduk dan urbanisasi adalah suatu masalah yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan. Untuk itu pertumbuhan penduduk
perlu ditekan serendah mungkin sehingga keseimbangan dengan pertambahan produksi pangan sebagai bahan yang dibutuhkan.
Cara seperti ini adalah dengan cara mengefektifkan program Keluarga Berencana yaitu dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur jarak dan jumlah kehamilan secara sengaja di dalam keluarga yang bersifat manusiawi dan tidak
bertentangan dengan hukum agama maupun hukum negara. Urbanisasi yang merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk
memperbaiki taraf kehidupan yang telah diiringi anggapan bahwa mencari uang di kota akan lebih mudah.
b. Meningkatkan usaha pendidikan dan keterampilan.
Pendidikan yang merupakan sarana pengembangan kualitas manusia perlu ditingkatkan. Manusia yang berpendidikan akan tumbuh harga dirinya
sehingga tidak mungkin lagi berpikir olehnya untuk mengadu hidup dengan melakukan kejahatan khususnya perampokan kendaraan bermotor. Tindak
lanjut dari pendidikan tersebut adalah melahirkan keterampilan sebagai bekal untuk hidup mandiri. Kita sering kehiangan real capasity karena kita
tidak mempunyai tenaga ahli untuk mengolah potensi yang kita miliki dan lain sebagainya.
c. Memperluas lapangan kerja.
Masalah lapangan kerja yang kian terbatas adanya telah lama menjadi permasalahan baik di negara-negara maju, sedang berkembang maupun
negara-negara yang belum maju. Khususnya Indonesia dimana angka pengangguran kian tahun kian bertambah.
Apabila mentalitas budaya bangsa kita cenderung untuk menjadi pegawai negeri atau dengan kata lain masih cenderung untuk menjadi upahan. Setiap
tahun jumlah ini kian membengkak apabila tahun ajaran sudah berakhir. d.
Peningkatan usaha penerangan dan pengawasan. Sebagai upaya untuk memperkecil tindakan kejahatan perampokan
kendaraan bermotor, dapat kiranya dilakukan pemberian informasi yang up to date konkrit serta penyuluhan tentang berbagai hal yang menyangkut
realitas dan kejadian kehidupan yang terjadi dan prakiraan yang mungkin akan terjadi.
Apa yang dikemukakan dalam metode prevensi ini hanyalah sebagian kecil saja dan mungkin masih banyal hal lain lagi yang dapat kita perbuat untuk
menghindari timbulnya atau bertambahnya jumlah perampokan kendaran bermotor. Tetapi yang paling utama dalam hal ini adalah faktor manusianya
juga. Kehidupan memang bukan sehari tetapi ia merupakan jalan panjang yang memerlukan berbagai bekal untuk melaluinya atau setidak-tidaknya
suluh kecul untuk melihat ke arah mana jalan yang mesti ditempuh sehingga tidak terperosok ke jurang kehidupan.
Sebagai tindak lanjut dari metode preventif ini maka pihak Kepolisian berupaya untuk menanggulangi semakin meningkatnya perampokan kendaraan
bermotor tersebut dengan cara misalnya melakukan razia dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Pelan tapi pasti, kinerja aparat kepolisian di Medan untuk mengungkap berbagai kasus tindak kriminal yang diwarnai dengan penganiayaan mulai
menampakkan hasilnya. Meskipun belum seluruhnya kasus kriminal penganiayaan di jajaran hukum Polresta Medan belum terungkap, setidaknya
upaya maksimal ini membuktikan kepada masyarakat bahwa tim buru sergap kepolisian benar-benar serius dalam mengungkap sekaligus menangkap para
pelaku tindak kejahatan penganiayaan itu.
Setelah menangkap tersangka AS, 26, warga Jalan Jamin Ginting Gang Arista Medan sebagai tersangka tunggal dalam kasus perampokan yang mengakibatkan tewasnya Ny Onnaya Sitty Kadarsih Miraza Ny Naya Miraza, Sabtu 184
tim Jahtanras Poltabes Medan juga berhasil meringkus dua pelaku perampokan dan pembunuhan terhadap Ny Gek Kiaw, 61, warga Jalan Merbau Medan.
Dua pelaku pembunuhan sadis terhadap wanita WNI Turunan Tionghoa yang terjadi pada 24 Maret 2009 itu yakni MK alias Gondrong ,29, warga Jalan
Pasar V Marelan dan MW alias Yudi, 31, warga Jalan Gaharu B-17 Medan Timur kini dijebloskan ke dalam sel Polsekta Medan Baru. Bahkan, tersangka
MW alias Yudi terpaksa ditembak karena melawan petugas. Berikutnya, Jumat 174 petugas kepolisian juga menggagalkan aksi
perampokan terhadap Bank BRI Simpanglimun Medan sekaligus meringkus 7 pelaku seorang diantaranya wanita.
Lantas, bagaimana dengan kasus-kasus sebelumnya yang belum terungkap yang nota-bene bisa dicap sebagai ‘utang’ Polri kepada masyarakat
yang mendambakan situasi kamtibmas yang mantap dan terkendali sehingga kalangan investor yang akan menanamkan investasinya merasakan benar-benar
aman. Meskipun beberapa kejahatan penganiayaan sebagaimana dijelaskan di
atas berhasil ditindak oleh Polresta Medan tetapi tindakan preventif aparat penegak hukum masih lemah. Dalam melaksanakan Crime Prevention
tindakan pencegahan kriminal masih lemah karena belum dapat membangun kerjasama yang sejati antara aparat kepolisian dengan masyarakat. Padahal,
masyarakat sebagai faktor penting dari early earning system sistim pencegahan dini untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan.
Melakukan penangkapan merupakan upaya represif yang tidak mungkin menepis adanya korban, jadi tidak efektif mengurangi kejahatan. Oleh sebab itu
agar aparat kepolisian harus adil dan segera dapat mengungkap atau menangkap para pelaku tindak kejahatan yang belum tertangkap agar masyarakat yang telah
menjadi korbannya tidak merasa ’dianaktirikan’.
B. Upaya Hukum Persuasif
Kejahatan adalah problema manusia sepanjang jaman. Bahkan di jaman para Nabi atau Rasulpun kejahatan itu sudah ada dalam kehidupan manusia.
Kriminolog Frank Tannembaum mengatakan: Crime is eternal - as eternal as society kejahatan adalah abadi, seabadi masyarakat. Jahat dimaksud di sini
bukan sekedar jahat dalam arti yuridis, akan tetapi jahat dalam pengertian luas dan kompleks.
33
Hubungan ketiga kategori jahat di atas bisa diibaratkan sebuah gunung es, dimana kejahatan yang dijangkau oleh hukum merupakan puncak dari
berbagai bentuk perilaku jahat yang ringan dan tersembunyi dalam masyarakat. Ragam kejahatan ini bisa dikelompokkan sebagai berikut: Pertama, jahat
karena melanggar norma hukum semangat anti atas otoritas hukum. Misalnya melanggar norma yang diatur dalam KUHP. Perilaku jahat ini bisa dijangkau
dalam law enforcement oleh aparat penegak hukum. Sekaligus tindak kejahatan ini dikategorikan telah melanggar nilai-nilai keagamaan dan nilai-
nilai sosial. Kedua, jahat karena melanggar larangan agama semangat anti otoritas
nilai-nilai keagamaan dan bisa sekaligus melanggar nilai-nilai sosial, namun belum tentu terjangkau oleh aturan hukum negara.
Ketiga, jahat karena melanggar nilai-nilai kemasyarakatan semangat anti nilai-nilai sosial yang sekaligus bisa dikategorikan telah melanggar ajaran
agama, namun belum tentu terjangkau oleh hukum negara. Jadi, tidak semua kategori kejahatan bisa dijangkau oleh hukum negara.
Hukum hanya bisa menerobos perilaku jahat yang mencuat di permukaan, sedangkan yang tidak ketahuan menjadi persoalan etika pribadi, persoalan
norma keagaman dan kemasyarakatan.
33
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 68.
Misalnya kasus-kasus penganiayaan merupakan akumulasi dari kian merebaknya ragam hukum yang tak terjangkau hukum.
Oleh karena itu, kekhawatiran atas meningkatnya angka kejahatan tidak hanya terfokus pada kejahatan yang telah dirumuskan dalam undang-undang
mala prohibita, akan tetapi juga bentuk-bentuk kejahatan yang belum dirumuskan ke dalam undang-undang mala in se. Penanggulangan kejahatan
mala prohibita tidak akan bisa tercapai tanpa didahului oleh penanggulangan mala in se. Sebab kebanyakan mala prohibita muncul
sebagai akumulasi dari mala in se. Semangat anti otoritas hukum, agama, nilai-nilai sosial ini akan selalu
muncul dalam masyarakat. Pengamat sosial dari Unair Nyoman Naya Sujana menyebutnya sebagai penyakit sosial. Penyakit sosial itu antara lain: berupa
tindak pidana penganiayaan, dan sebagainya. Ketidakmampuan negara dalam menjangkau semua tindakan jahat yang
sebenarnya melanggar norma hukum menimbulkan kesan seakan-akan beberapa ketentuan tak lagi berfungsi, karena apa yang semestinya dilarang
sudah menjadi hal yang biasa. Seandainya pun hukum mampu menjangkau semua perilaku jahat warga
yang sebenarnya tetap dikategorikan sebagai kejahatan maka rumah tahanan dan penjara-penjara akan penuh. Polisi pun akan repot dibuatnya. Hal ini berarti
bahwa hukum selama ini memang sudah sangat kompromistis. Kompromistis karena ketidakberdayaan penegak hukum itu sendiri dan kondisi warga yang
memang cenderung bersemangat anti otoritas.
Semakin berkembangnya semangat anti otoritas bisa mengarah pada kecenderungan warga menegakkan kebenarannya sendiri-sendiri tanpa
memperhatikan kepentingan lain yang lebih luas. Bahayanya ialah, bisa terjadi apa yang pernah dikatakan oleh Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi
sesamanya. Dimana yang kuat menginjak yang lemah, yang kuat kian kuat dan yang lemah kian lemah.
Semangat anti otoritas ini juga akan menimbulkan kian tidak jelasnya struktur peradaban bangsa kita. Sri Sultan HB X di Yogyakarta pernah
mengatakan bahwa bangsa Indonesia yang sampai saat ini belum pulih dari krisis multi dimensi, ternyata juga mengalami krisis peradaban. Krisis
peradaban tersebut telah mengubah perilaku bangsa Indonesia yang dulu sering dipahami penuh dengan keramahtamahan, solidaritas, dan tepo sliro,
Persoalannya sekarang ialah, bagaimana menanggulangi semangat anti otoritas atau ragam kejahatan ini. Sebelum membahas persoalan ini, sejalan
dengan pandangan Frank Tannembaum di atas, terlebih dahulu disimak pandangan
kriminolog Prof. Noach yang mengatakan bahwa tidak mungkin kejahatan itu bisa dihilangkan dari masyarakat, yang mungkin adalah mengurangi atau
membatasinya. Pendekatan yang bisa dipakai guna menanggulangi kejahatan atau
semangat anti otoritas dalam masyarakat adalah suatu pendekatan yang justru dipakai dalam
menjelaskan kausa kejahatan. Yaitu pendekatan persuasif akronim dari nilai- nilai sosial, aspek budaya, dan faktor struktural. Suatu pendekatan yang
pertama kali dilontarkan oleh pakar hukum Prof. J.E Sahetapy.
34
Menurut Alfred North Whitehead, seorang tokoh filsafat proses, ada lima ciri utama masyarakat yang dikatakan beradab atau berbudaya, yaitu:
kebenaran, keindahan, sikap bertualang kreatif, seni atau keindahan dan Pendekatan ini menyesuaikan dengan alam kultur Indonesia. Jadi, bila
kausa kejahatan dianalisis dari pendekatan persuasif maka penanggulangan kejahatan pun seyogyanya bisa dijelaskan dari pendekatan yang sama.
Penanggulangan kejahatan melalui pendekatan persuasif ialah bagaimana
melahirkan kembali nilai-nilai sosial yang dinamis yang bisa sebagai standard bagi warga dalam menilai apakah suatu perbuatan itu bermoral atau tidak
bermoral. Melalui pendekatan persuasif diharapkan bisa tercipta suatu struktur kehidupan masyarakat yang adil dan beradab.
Struktur masyarakat yang adil dan beradab tidak akan membiarkan kejahatan individu berkembang dengan bebas tanpa terkendali. Budaya atau
struktur peradaban masyarakat yang baik akan berperan meluruskan semangat deviasi dalam masyarakat. Sehingga benih-benih kejahatan bisa diantisipasi
sebelumnya agar tidak berkembang menjadi suatu kejahatan pada level yang melanggar hukum negara.
34
Mulyana W. Kusumah, Kejahatan dan Penyimpangan Suatu Perspektif Kriminologi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 55.
kedamaian bathin. Selain kelima ciri utama tersebut, whitehead juga menyebutkan beberapa hal sbb: a sikap penghargaan pada individu; b sikap
toleran pada sesama warga masyarakat; c lebih berperannya persuasi akal daripada kekuatan fisik dalam menyelesaikan masalah; d terjaminnya
pendidikaan bagi para warganya. Untuk mencapai apa yang dikemukakan oleh Whitehead maka, menurut hemat penulis, pembentukan struktur sosial yang
adil dan beradab harus kembali pada sumber nilai-nilai otoritas yang sebenarnya ada dalam masyarakat itu sendiri namun belum tergali.
35
35
Ibid, hal. 58.
Sumber nilai dimaksud terdiri dari: dimensi relasi manusia dengan Tuhan sebagai sumber otoritas tertinggi nilai-nilai religius, dimensi interaksi
manusia dengan sesamanya, dimensi hubungan manusia dengan dirinya sendiri lewat perenungan-perenungan, dan dimensi hubungan manusia dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, pembentukan struktur peradaban berangkat dari dua
segi. Pertama, komitmen moral individu-individu untuk memberi sumbangsih nilai-nilai dalam rangka pembentukan suatu sistem nilai milik bersama. Kedua,
membenahi struktur masyarakat dan pemerintahan dengan mengupayakan terbentuknya struktur yang dengan tegas membedakan apa yang benar dan apa
yang salah. Suatu struktur yang dengan efektif, konsisten dan konsekwen mampu mencegah dan menindak penyelewengan.
Upaya ini akan lebih efektif bila dimulai dari para pemimpin formal eksekutif legislatif maupun pemimpin informal untuk memberi tauladan
pada masyarakat. Prof J.E Sahetapy sering mengatakan: ikan busuk dimulai dari kepala, bukan dari ekornya, sehingga yang pertama dibereskan ialah bagian
kepala. Biarlah bola salju kejujuran dan keadilan itu menggelinding dari atas hingga semakin ke bawah semakin membesar dan meluas.
36
C. Upaya Hukum Represif
Yang dimaksud dalam upaya hukum represif ini adalah bagaimana caranya dan usaha-usaha apa yang mesti dilakukan agar suatu kejahatan
penganiayaan yang telah terjadi maka pelakunya dapat tertangkap. Artinya metode represif lebih mengarahkan kepada penangkapan pelaku
kejahatan penganiayaan, sehingga pelaku tidak mengulangi lagi kejahatannya kepada objek lainnya.
Dalam kapasitas ini maka pelaksanaan metode represif ini pada dasarnya sebagaimana diuraikan terdahulu dilakukan dengan cara melakukan koordinasi antar kepolisian baik itu antar
sektor maupun antar daerah. Saling tukar informasi ini menjadi penting terutama dalam hal mengungkap suatu kejahatan tindakan perampokan. Penelusuran juga dilakukan pihak kepolisian
dengan cara mencari informasi pada pihak-pihak tertentu, misalnya pelaku yang tertangkap tangan melakukan perampokan serta mencari penadah dari barang yang dicuri tersebut.
36
Ibid, hal. 79.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN