BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KASUS PENGANIAYAAN DI
POLRESTA MEDAN
Dalam masalah kriminalitas dan kejahatan, upaya penanggulangan dan pencegahan perlu dilakukan secara terpadu, yaitu antara kebijakan hukum
pidana melalui penanganan oleh aparat keamanan dan kebijakan non hukum pidana, berupa kebijakan ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, politik,
dan lain-lain.
Upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan tidak bisa dilakukan bila hanya mengandalkan kebijakan hukum pidana saja. Upaya ini tidak akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang begitu kompleks yang terjadi
di masyarakat. Adanya sanksi pidana hanya menyelesaikan masalah yang sudah terjadi. Ia tidak dapat menghilangkan sebab- sebab terjadinya kejahatan. Sanksi pidana hanya berusaha mengatasi akibat dari penyakit, bukan sebagai obat untuk
mencegah munculnya penyakit.
Pernyataan yang sering diungkapkan dalam kongres-kongres PBB mengenai kriminalitas dan kejahatan adalah the prevention of crime and the
treatment of offenders, yaitu : pencegahan kejahatan dan tindakan terhadap pelaku. Pertama, pencegahan kejahatan dan peradilan pidana jangan dilihat
sebagai problem yang terpisah dan ditangani dengan metode yang simplistik dan parsial, tetapi seyogyanya dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan
ditangani dengan kebijakantindakan yang luas dan menyeluruh. Kedua, pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan
sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan. Ketiga, perlunya dibangun kesadaran bahwa penyebab utama dari kejahatan
yang sebenarnya ialah adanya ketimpangan sosial, masalah ekonomi, kemiskinan, pengangguran, dan semacamnya.
27
Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan harus didukung juga dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran
hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum. Budaya hukum juga mencakup kesadaran hukum dari pihak pelaku usaha, parlemen,
pemerintah, dan aparat penegak hukum. Hal ini menunjukkan kesadaran hukum yang masih rendah dari pihak yang seharusnya menjadi tauladan bagi
masyarakat dalam mematuhi dan menegakkan hukum. Kejahatan merupakan produk dari masyarakat, sehingga apabila
kesadaran hukum telah tumbuh dimasyarakat, kemudian ditambah dengan adanya upaya strategis melalui kolaborasi antara sarana pidana dan non pidana,
maka dengan sendiri tingkat kriminalitas akan turun, sehingga tujuan akhir politik kriminal, yaitu upaya perlindungan masyarakat social defence dan
upaya mencapai kesejahteraan masyarakat social welfare akan terwujud. Strategi pencegahan kejahatan yang paling efektif adalah kebersamaan
masyarakat dengan polisidalam melakukan pencegahan kejahatan sekecil apapun ditengah masyarakat. Keberhasilan tugas polisi sangat tergantung pada
hubungan yang positif antara masyarakat dengan polisinya. Sebagaimana dinyatakan oleh G. Richards bahwa : “Prevention and detection of crime are
basic function of the police and successful prevention and detection of crime depend most on a productive relationship between the community and the
police”.
18
18
Publikasi, “Membangun Budaya Hukum Masyarakat Untuk Cegah Kejahatan”,
http:www.prihandoko.com , Diakses tanggal 29 April 2011.
Keberadaan Pos Polisi yang saat ini sedang dikembangkan di Medan harus dilihat sebagai bagian dari warga setempat dan bukan sebagai polisi yang dipanggil untuk menangani situasi darurat. Tugas Pos Polisi justru untuk membuat
warga tidak memerlukan bantuan petugas Polisi dari luar. Pos Polisi harus dilihat sebagai dokter umum dalam pemolisian. Pos Polisi berkonsentrasi melakukan konsultasi dengan warga yang menghadapi masalah dan membantu warga setelah
kejahatan ditangani. Pos Polisi seharusnya tinggal dan berkantor di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya sehingga warga dapat menemuinya dengan mudah. Dengan demikian, keharmonisan akan tercipta dan secara otomatis tingkat
kejahatan di lingkungan kita akan jauh berkurang. Semoga.
Rendahnya Pendidikan
Rendahnya pendidikan digolongkan sebagai faktor penyebab terjadinya kasus penganiayaan di Polresta Medan, adalah karena dengan tanpa adanya
pendidikan maka seseorang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum seperti penganiayaan sedemikian saja melakukan perbuatannya
tanpa pernah dipikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Dengan rendahnya pendidikan maka seseorang tidak memiliki penalaran
ke depan tentang akibat perbuatannya seperti melakukan penganiayaan, sehingga banyak kasus-kasus penganiayaan yang terjadi di lingkungan Polresta
Medan akibat dari rendahnya pendidikan. Pelaku penganiayaan di Kota Medan rata-rata memiliki pendidikan tamat SD atau tidak tamat SMP. Kondisi ini
menggambarkan bahwa pelaku penganiayaan lebih banyak didominasi oleh faktor pendidikan yang rendah.
Berbicara tentang pendidikan semua pasti sudah tahu bahwa betapa pentingnya hal tersebut. Pendidikan, kemampuan, pengetahuan merupakan
salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit ini. Dikatakan demikian karena dengan pendidikan seseorang dapat mengajukan
surat lamaran perkerjaan. Dengan pendidikan seseorang akan mengetahui apa yang dibutuhkan ketika ingin memulai suatu bisnis atau usaha.
Di dalam bangku pendidikan banyak sekali hal yang didapatkan.Tetapi entah mengapa banyak sekali warga di Indonesia ini yang tidak mengenyam
bangku pendidikan sebagaimana mestinya, khususnya di daerah-daerah terpencil di sekitar wilayah Indonesia ini. Mungkin karena memang mereka
mempunyai jalan pikiran yang sempit atau mungkin juga karena otak mereka tidak mampu untuk mengikuti pelajaran di bangku pendidikan tersebut. Jadi
faktor ekonomi bukan penyebab utamanya.
Melonjaknya Angka Pengangguran Apakah maraknya kejahatan seperti penganiayaan terkait dengan jumlah
pengangguran. Kriminolog asal Malang Reinekso Kartono mengungkapkan, kejahatan termasuk penganiayaan adalah anak dari sebuah kemiskinan dan
kemiskinan adalah saudara dari pengangguran.
19
19
Sindo, “Kejahatan Berbanding Lurus Pengangguran”,
Dari perkataan tersebut, dia menjabarkan bahwa jumlah kejahatan akan berbanding lurus dengan jumlah kemiskinan.Semakin banyak masyarakat miskin di suatu tempat, maka kejahatan yang terjadi juga tinggi, tandasnya.
Kejahatan lebih sering terjadi akibat desakan ekonomi, khususnya pada kejahatan penganiayaan. Masyarakat yang sudah terdesak secara ekonomi akan nekat melakukan berbagai tindakan guna memenuhi kebutuhan mereka. Mereka lebih
cenderung melakukan kejahatan terlebih lagi jika pilihan lain semakin kecil.
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah
pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah
pokok makro ekonomi yang paling utama.
http:shs- sby.blogspot.com200906kejahatan-berbanding-lurus-pengangguran.html
, Diakses tanggal 30 April 2011.
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka
pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 1.
Pengangguran Terselubung Disguissed Unemployment adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2. Setengah Menganggur Under Unemployment adalah tenaga kerja yang
tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja
kurang dari 35 jam selama seminggu. 3.
Pengangguran Terbuka Open Unemployment adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini
cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
20
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
21
a. Pengangguran konjungtural Cycle Unemployment adalah pengangguran
yang diakibatkan oleh perubahan gelombang naik-turunnya kehidupan perekonomiansiklus ekonomi.
b. Pengangguran struktural Struktural Unemployment adalah pengangguran
yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi
20
Djojohadimusumo, Sumitro, Indonesia Dalam perkembangan Dunia : Kini dan Masa Datang, Jakarta: LP3ES, 2005, hal. 71.
21
Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Edisi terjemahan oleh D. Guritno, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 81.
dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Akibat kebijakan pemerintah c.
Pengangguran friksional Frictional Unemployment adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan
pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela. d.
Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan
atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin f.
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran
siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat aggrerat demand.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
22
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
22
Ibid, hal. 99.
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang
terjadi. 2.
Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang 3.
Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum
tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja
yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia. 4.
Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan
sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara
lainnya.
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap perekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi ,
yaitu:
23
a. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar
stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita- citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat
memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil nyata
yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial pendapatan yang seharusnya. Oleh karena itu, kemakmuran
yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi
akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga
23
Ibid, hal. 103.
pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan
pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya
pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan
berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor pengusaha untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru.
Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Mengalaminya dan
Masyarakat Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu
yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik. Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara
mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut:
24
24
Mulyadi Subri, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 45.
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah : 1.
Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja 2.
Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
lowongan kerja yang kosong, dan 4.
Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri
baru, terutama yang bersifat padat karya 2.
Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
3. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di
sector agraris dan sector formal lainnya 5.
Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain
sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara : 1.
Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan
waktu ketika menunggu musim tertentu.
Cara mengatasi Pengangguran Siklus Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2. Meningkatkan daya beli Masyarakat.
Rendahnya Tingkat Kesadaran Masyarakat Tentang Hukum dan Peraturan Kalau berbicara tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat,
maka akan timbul pertanyaan: Apakah kesadaran hukum masyarakat sudah sedemikian merosotnya, sehingga perlu ditingkatkan dan bagaimana cara
meningkatkannya. Apa yang dapat kita konstatasi mengenai kesadaran hukum ini di dalam masyarakat” Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
perlu kiranya diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesadaran hukum.
Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Bahkan Krabbe
mengatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum. Menurut pendapatnya maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran
hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat. Hal
ini masih memerlukan kritik. Perlu kiranya diketahui bahwa Krabbe dan juga Kranenburg termasuk mereka yang mengembangkan teori tentang kesadaran
hukum.
25
Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Bukankah hukum itu
merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia? Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannyapun banyak
dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan manusia. Kalau semua
Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu
dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum onrecht, antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak
seyogyanya dilakukan. Scholten, 1954: 166 .
25
Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Kertas kerja dalam rangka kerja sama Kampanye Penegakan Hukum antara Fakultas Hukum UGM dengan Kejaksaan
Agung RI tahun 1978, hal. 11.
kepentingan manusia itu dapat dipenuhi tanpa terjadinya sengketa atau pertentangan, kalau segala sesuatu itu terjadi secara teratur tidak akan
dipersoalkan apa hukum itu, apa hukumnya, siapa yang berhak atau siapa yang bersalah.
Kalau terjadi seseorang dirugikan oleh orang lain, katakanlah dua orang pengendara sepeda motor saling bertabrakan, maka dapatlah dipastikan bahwa,
kalau kedua pengendara itu masih dapat berdiri setelah jatuh bertabrakan, akan saling menuduh dengan mengatakan “Kamulah yang salah, kamulah yang
melanggar peraturan lalu lintas” atau “Saya terpaksa melanggar peraturan lalu lintas karena kamu yang melanggar peraturan lalu lintas lebih dulu”. Kalau
tidak terjadi tabrakan, kalau tidak terjadi pertentangan kepentingan, sekalipun semua pengendara kendaraan mengendarai kendaraannya simpang siur tidak
teratur, selama tidak terjadi tabrakan, selama kepentingan manusia tidak terganggu, tidak akan ada orang yang mempersoalkan tentang hukum.
Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu diancam oleh segala macam bahaya: pencurian terhadap harta kekayaannya, pencemaran terhadap nama
baiknya, pembunuhan dan sebagainya. Maka oleh karena itulah manusia memerlukan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya. Salah satu
perlindungan kepentingan itu adalah hukum. Dikatakan salah satu oleh karena disamping hukum masih ada perlindungan kepentingan lain: kaedah
kepercayaan, kaedah kesusilaan dan kaedah kesopanan.
Dari uraian tersebut di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa timbulnya hukum itu pada hakekatnya ialah karena terjadinya bentrok atau konfik antara
kepentingan manusia atau “conflict of human interest”
26
Jadi kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat
terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo
sliro atau toleransi. Kalau saya tidak mau diperlakukan demikian oleh orang lain, maka saya tidak boleh memperlakukan orang lain demikian pula,
sekalipun saya sepenuhnya melaksanakan hak saya. Kalau saya tidak suka tetangga saya berbuat gaduh di malam hari dengan membunyikan radionya
keras-keras, maka saya tidak boleh berbuat demikian juga. Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperitungkan dan
menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain. Dalam melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di
dalam masyarakat harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan
atau konflik yang merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya dalam melindungi kepentingannya sendiri, dalam melaksanakan haknya, berbuat semaunya,
sehingga merugikan kepentingan manusia lain eigenrichtig.
26
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Di Indonesia, Yayasan Penerbit UI, Jakarta, 1975, hal. 35
Penyalah gunaan hak atau abus de droit seperti misalnya mengendarai sepeda motor milik sendiri yang diperlengkapi dengan knalpot yang dibuat sedemikian
sehingga mengeluarkan bunyi yang keras sehingga memekakan telinga jelas bertentangan dengan sikap tepo sliro.
Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan undang-undang saja, tidak berarti
kewajiban untuk taat kepada undang-undang saja, tetapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul
dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kalau suatu peristtiwa terjadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama
akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hal ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran
bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Suatu peristiwa yang terjadi berturut-turut secara ajeg dan oleh karena
itu lalu biasa dilakuan dan disebut kebiasaan, lama-ama akan mempunyai kekuatan mengikat die normatieve Kraft des Faktischen.
Memang keadaan akan kewajiban hukum itu merupakan salah satu faktor untuk timbulnya hukum kebiasaan. Faktor lain untuk timbulya hukum
kebiasaan ialah terjadinya sesuatu yang ajeg. Akan tetapi kesadaran akan kewajiban hukum tidak perlu menunggu sampai terjadinya suatu peristiwa
secara berulang. Suatu peristiwa cukup terjadi sekali saja untuk dapat memperoleh kekuatan mengikat asal peristiwa yang hanya terjadi sekali saja itu
cukup menyebabkan timbulnya kesadaran bahwa peristiwa atau perbuatan itu seyogyanya terjadi atau dilakukan.
Pada hakekatnya kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu.
Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan
tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi poliitik dan sebagainya Sebagai pandangan hidup didalam masyarakat maka
tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan resultante dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.
Di muka telah diketengahkan bahwa ratio adanya hukum itu adalah “conflict of human interest”. Hukum baru dipersoalkan apabila justru hukum
tidak terjadi, apabila hukum tidak ada.onrecht atau kebatilan. Kalau segala sesuatu berlangsung dengan tertib bukankah tujuan hukum itu ketertiban?,
maka tidak akan ada orang mempersoalkan tentang hukum. Baru kalau terjadi pelanggaran, sengketa, bentrokan atau “conflict of human interest”, maka
dipersoalkan apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya.
Dengan demikian pula kiranya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum pada hakekatnya bukanlah kesadaran akan hukum, tetapi terutama
adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak hukum” atau “onrecht”. Memang kenyataannya ialah bahwa tentang kesadaran hukum itu baru
dipersoalkan atau ramai dibicarakan dan dihebohkan di dalam surat kabar kalau justru kesadaran hukum itu merosot atau tidak ada, kalau terjadi pelanggaran-
pelanggaran hukum: pemalsuan ijazah, pembunuhan, korupsi, pungli, penodongan dan sebagainya.
Sesuai dengan apa yang telah dikemukan di atas, bahwa kesadaran hukum pada hakekatnya adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak
hukum” atau “onrecht”, maka marilah kita lihat apakah di dalam masyarakat sekarang ini banyak terjadi hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dinilai sebagai
“tidak hukum” atau “onrecht”. Akhir-akhir ini banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum. Kalau
kita mengikuti berita-berita dalam surat kabar-surat kabar, maka boleh dikatakan tidak ada satu hari lewat di mana tidak dimuat berita tentang
terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum, baik yang berupa pelanggaran- pelanggaran, kejahatan-kejahatan, maupun yang berupa perbuatan melawan
hukum, ingkar janji atau penyalah gunaan hak. Berita-beria tenang penipuan, penjambretan penodongan pembunuhan, tabrak lari dan sebagainya setiap hari
dapat kita baca di dalam surat kabar-surat kabar. Yang menyedihkan ialah bahwa tidak sedikit dari orang-orang yang tahu hukum melakukannya, baik ia
petugas penegak hukum atau bukan. Memang kriminalitas dewasa ini meningkat. Hal ini diakui juga oleh
pihak kepolisian. Yang mencemaskan ialah bahwa meningkatnya kriminalitas bukan hanya dalam kuantitas atau volume saja, tetapi juga dalam kualitas atau
intensitas. Kejahatan-kejahatan lebih terorganisir, lebih sadis serta di luar peri kemanusiaan: perampokan-perampokan yang dilakukan secara kejam terrhadap
korban-korbannya tanpa membedakan apakah mereka anak-anak atau perempuan, pembunuhan-pembunuhan dengan memotong-motong tubuh
korban. Rasanya tidak mau percaya kalau mengingat bahwa bangsa Indonesia itu terkenal sebagai bangsa yang halus dan perasa serta cukup besar tepo
selironya. Tentang korupsi yang kata orang sudah ”membudaya” di Indonesia dan
suap tidak terbilang banyaknya. Yang terakhir ini rupa-rupanya sudah ”membudaya” juga, sehingga orang mengikuti saja apa yang dilakukan oleh
orang lain asal tercapai tujuannya. Setiap orang selalu ingin tujuannya tercapai Melihat orang lain melakukan penyuapan untuk mencapai tujuannya, takut
kalau-kalau keinginannya tidak tercapai maka ia tepaksa melakukan penyuapan juga. Karena sudah terbiasa menerima suap maka si pejabat selalu akan
mengharapkan. Dalam hal ini tidak jarang terjadi konflik antara tujuan yang harus dicapainya dengan hati nurani. Bentuk lain dari suap yang lebih kasar
sifatnya adalah pungli atau pungutan liar yang banyak kita baca di dalam surat kabar dan dikecam sebagai perbuatan yang tercela.
Kita konstatasi juga bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat. Boleh dikatakan setiap hari terjadi kecelakaan lalu lintas. Sesungguhnya
meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas tidak perlu terjadi seperti keadaan sekarang ini. Memang benar jumlah kendaraan bermotor meningkat, tetapi
apabila para pemakai jalan raya terutama para pengendara kendaraan bermotor mentaati peraturan lalu lintas dan para petugas ketat mengawasinya serta
sikapnya tegas dan konsekuen menghadapi pelanggaran-pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas tidak perlu terjadi seperti sekarang ini. Mengabaikan
rambu-rambu lalu lintas terjadi setiap hari. Kendaraan umum dan terutama kendaraan bermotor beroda 2 sering membuat kesal dan gelisah pemakai jalan
lainnya: kecuali dengan suara knalpot yang mempekakan telinga juga dengan cara mengendarai kendaraannya sehingga membahayakan lalu lintas. Pendek
kata kesopanan lalu lintas diabaikan. Bukan hanya itu saja, tangggung jawab para pengendara kendaraan bermotor dapat dikatakan pada umumnya menurun:
betapa banyaknya peristiwa tabrak lari. Ini berarti sikap yang tidak toleran dan melanggar kewajiban hukum, kewajiban untuk bersikap dan bertindak berhati-
hati di dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain. Untuk sekedar memberi perbandingan dengan keadaan di zaman pendudukan Jepang:
sekalipun pada waktu itu belum banyak kendaraan sepeda motor seperti sekarang, orang naik sepeda di malam hari pada umumnya menggunakan upet
yang dinyalakan sebagai pengganti lampu penerangan karena lampu sepeda seperti yang banyak dijual sekarang tidak terdapat, sedangkan miyak
tanahanpun sukar didapat juga. Fungsi upet ini adalah sebagai tanda bahwa ada orang mengendarai sepeda dan agar jangan sampai terjadi tabrakan. Ini
menunjukkan adanya kesadaran akan kewajiban hukum, adanya toleransi dan sikap berhati-hati terhadap orang lain di dalam masyarakat. Sekarang banyak
pengendara sepeda yang tidak memakai penerangan jalan di malam hari,
jangankan pengendara sepeda, kendaraan bermotorpun tidak sedikit yang berjalan tanpa lampu di malam hari. Sangat disesalkan bahwa terhadap hal-hal
tersebut tidak ada tindakan-tindakan yang tegas dari yang berwajib. Di samping pelanggaran-pelanggaran peraturan hukum terjadi banyak
penyalahgunaan hak atau wewenang. Menggunakan haknya secara berlebihan sehingga merugikan orang lain berarti menyalahgunaan hak. Komersialisasi
jabatan misalnya pada hakekatnya merupakan penyalahgunaan hak. Penyalahgunaan hak banyak dilakukan oleh golongan tertentu atau pejabat-
pejabat yang merasa boleh berbuat dan dimungkinkan dapat berbuat semaunya sendiri karena kedudukan atau jabatannya.
Dari segi pelaksanaan hukum law enforcement dapat dkatakan tidak ada ketegasan sikap dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum.
Banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak diusut. Tidak sedikit pengaduan-pengaduan dan laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya
pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan kepada yang berwajib tidak ditanggapi atau dilayani. Banyak pegawai pengusut yang tidak wenang mendeponir
perkara membiarkan perkara tidak diusut, sedangkan perkara perdata yang bukan wewenangnya diurusinya.
Peristiwa-peristiwa tersebut di atas hampir setiap hari kita baca di dalam surat kabar. Boleh dikatakan tidak ada berita di dalam surat kabar mengenai
suatu daerah yang keadaannya serba teratur tidak ada pelanggaran, tidak ada kejahatan dan tidak pula ada sengketa. Tidak ada surat kabar yang
memberitakan tentang suatu daerah yag oleh kidalang lazimnya digambarkan sebagai ”Panjang punjung pasir wukir loh jinawi gemah ripah karta tur
raharja”.Kalau adapun maka selalu dihubungkan atau dibandingkan dengan tempat lain atau kedaan sebelumnya yang lebih buruk. Jadi bukan semata-mata
hendak memberitahukan yang ”hukum”, tetapi yang menjadi ukuran adalah yang ”tidak hukum” ”onrecht”.
Ditinjau dari segi journalistik memang sensasilah yang dicari dalam pemberitaan, karena sensasi menarik perhatian para pembaca dan berita tentang
pelanggaran dan peradilan selalu menarik perhatian. Ditinjau dari segi hukum, maka makin banyaknya pemberitaan tentang
pelanggaran hukum, kejahatan atau kebatilan berarti kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”. Dengan makin banyaknya pelanggaran hukum
makin berkurangnya toleransi dan sikap berhati-hati di dalam masyarakat, penyalahgunaan hak dan sebagainya dapatlah dikatakan bahwa kesadaran
hukum masyarakat dewasa ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan pemerintah juga. Menurunnya kesadaran hukum
dalam hal ini berarti belum cukup tinggi. Kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum
seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya. Untuk dapat mengambil langkah-langkah guna mengatasi menurunnya
kesadaran hukum masyarakat, perlu kiranya diketahui apakah kiranya yang dapat menjadi sebab-sebabnya.
Menurunnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan di dalam masyarakat: perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan
sosial menurut Arnold M Rose adalah kontak atau konflik antar kebudayaan. Besarnya arus pariwisatawan yang mengalir ke Indonesia tidak sedikit
pengaruhnya dalam merangsang perubahan-perubahan sosial. Pengaruh film terutama film luar negeri serta televisi, majalah atau bacaan-bacaan lainnya
dengan adegan-adegan atau cerita-cerita yang sadistis tidak berperikemanusiaan atau asusila mempunyai peran penting dalam membantu menurunkan kesadaran
hukum masyarakat.
27
27
Ibid, hal. 35.
Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak hukum terutama polisi, jaksa dan hakim dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran
hukum pada umumnya merupakan peluang terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan. Tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada
petugas penegak hukum merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum masyarakat.
Adanya golongan, pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin tertentu yang seakan-akan kebal terhadap hukum karena mereka berbuat dan ”dapat”
berbuat semaunya, menimbulkan kesadaran kepada kita bahwa tidak demikianlah seyogyanya. Sistem pendidikan kita kiranya kurang menaruh
perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum.
Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak
melihat atau menyadari lagi bahwa hukum melindungi kepentingannya. Soerjono Soekanto menambahkan bahwa menurunnya kesadaran hukum
masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan
tujuannya serta fungsinya dalam pembangunan. Tindakan atau cara apakah yang sekirarnya efektif untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat? Tindakan drastis dengan misalnya memperberat ancaman hukum atau dengan lebih mengetatkan penataan ketaatan warga
negara terhadap undang-undang saja, yang hanya bersifat insidentil dan kejutan, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa adanya penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak
dapat dipaksakan dan tidak mungkin diciptakan dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja.
Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada hakekatnya bukanlah
semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi membina kesadaran hukum masyarakat.
Seperti yang telah diketengahkan di muka maka kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan.
Kebudayaan merupakan suatu ”blueprint of behaviour” yang memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa
yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang
terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai
dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab- sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan
pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan. Pendidikan tidaklah merupakan suatu tindakan yang ”einmalig” atau
insidentil sifatnya, tetapi merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran hukum ini akan memakan waktu
yang lama. Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan pendidikan yang intensif hasil peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum baru dapat
kita lihat hasilnya yang memuaskan sekurang-kurangnya 18 atau 19 tahun lagi. Ini bukan suatu hal yang harus kita hadapi dengan pesimisme, tetapi harus kita
sambut dengan tekad yang bulat untuk mensukseskannya. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih kena secara intensif daripada cara lain yang bersifat
drastis. Pendidikan yang dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal
disekolah-sekolah dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di luar sekolah kepada masyarakat luas.
Yang harus ditanamkan baik dalam pendidikan formal maupun non formal ialah pada pokoknya tentang bagaimana menjadi masyarakat Indonesia
yang baik, tentang apa hak serta kewajiban seorang warga negara Indonesia. Setiap warga negara harus tahu tentang undang-undang yang berlaku di negara
kita. Tidak tahu undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf : ignorantia legis excusat neminem. Asas ini yang lebih dikenal dengan kata-kata bahasa
Belanda dengan ”iedereen wordt geacht de wet te kennen” berlaku di Indonesia harus ditanamkan dalam pendidikan tentang kesadaran hukum. Ini tidak hanya
berarti mengenal undang-undang saja, tetapi mentaatinya, melaksanakannya, menegakkannya, dan mempertahankannya. Lebih lanjut ini berarti
menanamkan pengertian bahwa di dalam pergaulan hidup kita tidak boleh melanggar hukum serta kewajiban hukum, tidak boleh berbuat merugikan orang
lain dan harus bertindak berhati-hati di dalam masyarakat terhadap orang lain. Suatu pengertian yang pada hakekatnya sangat sederhana, tidak ”bombastis”,
mudah dipahami dan diterima setiap orang. Sesuatu yang mudah dipahami dan diterima pada umumnya mudah pula untuk menyadarkan dan mengamalkannya.
Di Taman Kanak-kanak sudah tentu tidak mungkin ditanamkan pengertian-pengertian abstrak tentang hukum atau disuruh menghafalkan
undang-undang. Yang harus ditanamkan kepada murid Taman Kanak-kanak ialah bagaimana berbuat baik terhadap teman sekelas atau orang lain,
bagaimana mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah. Maka perlu kiranya di sekolah dipasang tanda-tanda larangan verbodstekens atau tanda-
tanda perkenan gebodstekens berupa poster atau tanda-tanda bergambar lainnya yang menarik dan ibu guru harus mengadakan pengawasan serta
menindak pelanggarnya dengan memberi ”hukuman”. Suatu taman mini lalu lintas pada tiap-tiap sekolah Taman Kanak-kanak akan membantu memupuk
kesadaran hukum pada anak-anak. Yang penting dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak ialah menanamkan pada anak-anak pengertian bahwa setiap orang
harus berbuat baik dan bahwa larangan-larangan tidak boleh dilanggar dan si pelanggar pasti menerima akibatnya.
Di SD, SLTP dan SLTA hal tersebut di atas perlu ditanamkan lebih intensif lagi: hak dan kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita,
Pancasila dan Undang-undang Dasar, pasal-pasal yang penting dari KUHP, bagaimana cara memperoleh perlindungan hukum. Perlu diadakan peraturan-
peraturan sekolah. Setiap pelanggar harus ditindak. Untuk itu dan juga untuk menanamkan ”sense of justice” pada murid-murid perlu dibentuk suatu ”dewan
murid” dengan pengawasan guru yang akan mengadili pelanggar-pelanggar terhadap peraturan sekolah. Di samping buku pelajaran yang berhubungan
dengan kesadaran hukum perlu diterbitkan juga buku-buku bacaan yang berisi cerita-cerita yang heroik.
Secara periodik perlu diadakan kampanye dalam bentuk pekan pekan kesadaran hukum, pekan lalu lintas dan sebagainya yang diisi dengan
perlombaan-perlombaan lomba mengarang, lomba membuat motto yang ada hubungannya dengan kesadaran hukum, pemilihan warga negara teladan
terutama dihubungkan dengan ketaatan mematuhi peraturan-peraturan, pameran dan sebagainya.
Di Perguruan-perguruan Tinggi harus diberi pelajaran Pengantar Ilmu Hukum, yang disesuaikan dengan kebutuhan: PIH yang diberikan di Fakultas
Teknik misalnya harus berbeda dengan yang diberikan di Fakultas Ekonomi atau Fakultas Hukum. Dalam memberi Pengantar Ilmu Hukum di semua
Perguruan Tinggi hendaknya diketengahkan ”probleem situas”i yang konkrit dengan mengetengahkan ”res cottidianae” = peristiwa sehari-hari, yaitu
persoalan-persoalan yang terjadi setiap hari yang dimuat di dalam surat kabar terutama yang berhubungan dengan kesadaran hukum. Pada Fakultas-fakultas
hukum hendaknya dibentuk seksi atau jurusan peradilan yang khusus mendidik para calon hakim, jaksa dan pengacara. Kecuali itu Fakultas Hukum ditugaskan
pula untuk memberi penataran kepada para petugas penegak hukum. Perguruan Tinggi khususnya Fakultas Hukum mempunyi peranan penting dalam hal
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Menarik sekali pendapat Achmad Sanusi yang mengatakan bahwa Perguran Tinggi menghasilkan orang-orang
yang diasumsikan mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. Pendidikan non formal ditujukan kepada masyarakat luas meliputi
segala lapisan di dalam masyarakat. Pendidikan non formal ini dilakukan dengan peyuluhan atau penerangan, kampanye serta pameran.
Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan melalui segala bentuk mass media: televsii, radio, majalah, surat kabar dan sebagainya. Bahan bacaan,
terutama ceritera bergambar atau strip yang bersifat heroik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Buku
pengangan vademecum, handboek yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan Undang-undang
Dasar, pasa-pasal yang penting dalam KUHP, bagaimana caranya memperoleh perlindungan hukum perlu diterbitkan. Dalam buku ini harus ditanamkan rasa
”demuwe” dan ”sense of belonging”, yaitu agar merasa dan menyadari sebagai bangsa yang merdeka dan mempunyai negara yang merdeka pula. Buku
vademecum untuk umum ini hendaknya ditulis secara populer dan sebaiknya dalam bentuk tanya jawab, seperti misalnya buku ”the USA answers questions,
a guide to understanding” diterbitkan oleh Kenneth E. Beer atau ”Our Ameican Government the answers to one thousand and one questions” ditulis oleh
Wright Patman seorang anggota Kongres. Di tempat yang banyak dikunjugi oleh orang, seperti pasar, alun-alun,
restoran, stasiun, terminal, stasiun udara, bioskop dan juga di perempatan- perempatan atau sepanjang jalan raya atau pada kendaraan-kendaraan umum
dipasang atau ditempelkan poster-poster atau spandoek dengan motto yang berhubungan dengan kesadaran hukum.
Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan juga dengan ceramah yang diadakan di kecamatan-kecamatan atau di tempat tempat lain kepada golongan-
golongan tertentu, misalnya para pemegang SIM, para pedagang, para
narapidana dan sebagainya. Ceramah-ceramah ini harus diadakan secara sistematis dan periodik.
Di Amerika Serikat, suatu negara yang sudah maju, dikenal adanya ”Law Day” untuk membina kesadaran hukum masyarakat. Maka kiranya tidak
berlebihan kalau kita mengadakan kampanye peningkatan kesadaran hukum masyarakat secara ajeg yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang disusun dan
direncanakan secara ”planmatig” terrencana, seperti ceramah-ceramah, pelbagai macam perlombaan, pemilihan warga negara teladan, pameran dan
sebagainya. Suatu pameran mempunyai fungsi yang informatif edukatif. Maka tidak dapat disangkal peranannya yang positif dalam meningkatkan dan
membina kesadaran hukum masyarakat. Tersedianya buku vademecum seperti yang telah diketengahkan di muka, brohure serta leaflets di samping
diperlihatkan film, slide dan sebagainya yang merupakan visualisasi kesadaran hukum akan mempunyai daya tarik yang besar.
Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan atau ditegakkan. Pelaksanaan hukum atau law enforcement oleh petugas penegak hukum yang
tegas, konsekuen, penuh dedikasi dan tanggung jawab akan membantu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tidak atau kurang adanya sikap
yang tegas dan konsekuen dari para petugas penegak hukum, kurangnya dedikasi dan tanggung jawab akan minmbulkan sikap acuh ta’ acuh dari
masyarakat dan memberi peluang serta perangsang untuk terjadinya ”onrecht”.
Setiap petugas penegak hukum harus bersikap tegas dan konsekuen terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi. Tegas dan konsekuen dalam
arti tidak ragu-ragu menindak setiap pelanggaran kapan saja dan di mana saja. Pengabdian dalam tugas dan rasa tanggung jawab merupakan persyaratan yang
penting bagi setiap petugas penegak hukum. Pelaksanaan hukum yang tegas dan konsekuen serta penuh dedikasi dan
tanggung jawab akan menimbulkan rasa aman dan tenteram di dalam masyarakat. Orang tahu kepada siapa harus mencari perlindungan hukum dan
dapat mengharapkan perlindungan hukum itu tanpa adanya kemungkinan akan dipersukar, tidak dilayani atau dipungut biaya yang tidak semestinya. Kalau
sampai terjadi sebaliknya maka orang tidak akan merasa aman dan tenteram. Untuk mengadukan atau melaporkan suatu pelanggaran hukum saja segan
karena tidak yakin akan dilayani dengan baik atau ditindak pelanggaran hukum yang dilaporkan itu.
Oleh karena itu maka perlu ada kontrol atau pengawasan terhadap para petugas penegak hukum dalam menjalankan tugasnya melaksanakan atau
menegakkan hukum. Pengawasan ini tidak cukup dilakukan oleh pimpinan setempat saja, tetapi harus dilakukan juga oleh pimpinan pusat. Banyak hal-hal
yang terjadi di daerah tidak diketahui atau lepas dari sorotan pimpinan pusat. Lebih-lebih mengingat banyaknya laporan-paporan ke pusat yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Maka oleh karena itu secara ajeg pimpinan dari pusat harus turun ke bawah.
Mengingat bahwa praktek hukum itu pada hakekatnya merupakan suatu chaos, tidak teratur secara sistematis dan merupakan ”sleur” sebagaimana sifat
praktek pada umumnya, maka sekali-kali para petugas penegak hukum perlu ke luar dari suasana ”sleur” dari praktek untuk mendapatkan refreshing. Di dalam
praktek hukum ada kecenderungan orang untuk mengabaikan teori dan sistem, maka oleh karena itu sangat penting fungsi penataran bagi para petugas
penegak hukum.
Kemiskinan Pada tahun-tahun terakhir ini, para ahli ilmu-ilmu sosial dan lembaga-
lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, telah menaruh minat yang amat serius terhadap permasalahan kemiskinan pada umumnya, dan kemiskinan
pedesaan pada khususnya. Perhatian yang serius tersebut mencakup betapa luasnya masalah
kemiskinan, definisi dan sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya kemiskinan. Memang benar bahwa masalah kemiskinan telah dibahas pada
berabad-abad yang lalu, dan di Indonesia telah diselidiki sejak awal abad ini oleh Pemerintah Kolonial, namun studi secara sistematik tentang kemiskinan,
merupakan upaya yang relatif baru.
Dari sana tentunya, telah dihasilkan beberapa kesimpulan penting yang amat berguna bagi para pembuat dan pengambil kebijaksanaan dan keputusan dalam kaitan mengupayakan mengurangi kemiskinan, khususnya kemiskinan
pedesaan. Barangkali, kesimpulan secara umum akan mengatakan, bahwa “masalah kemiskinan ternyata teramat kompleks dan pemecahan-pemecahannya pun tidak terlalu mudah”.
Perlu kiranya untuk mencoba melihat beberapa aspek kemiskinan yang kiranya patut untuk diperhatikannya, yaitu :
a. Kemiskinan itu multi-dimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia
itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, ia kemiskinan meliputi aspek primer
yang berupa miskin akan asset-asset, organisasi sosial dan politik, dan pengetahuan serta keterampilan; dan aspek sekunder yang berupa
miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.
Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut memanifestasikan diri dalam bentuk kekurangan gizi, air dan perumahan yang tidak sehat dan
perawatan kesehatan yang kurang baik serta pendidikan yang juga kurang baik.
b. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal ini berarti, bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau
kemunduran pada aspek lainnya.
c. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun
kolektif. Kita sering mendengar perkataan kemiskinan pedesaan rural poverty, kemiskinan perkotaan urban poverty dan sebagainya,
namun ini bukan berarti desa atau kota an sich yang mengalami kemiskinan, tetapi
orang-orang atau penduduk manusia yang menderita “miskin”.
28
Bank Dunia sendiri pun telah mengajukan beberapa aspek kemiskinan, yaitu pendapatan yang rendah, kekurangan gizi, keadaan kesehatan yang buruk
dan pendidikan yang rendah.
29
a. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak
memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal ataupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit
Barangkali sulit untuk menunjukkan indikasi-indikasi seperti apa yang dipakai sebagai pegangan untuk mengatakan bahwa “orang-orang seperti inilah
yang disebut orang miskin”. Namun demikian, suatu studi menunjukkan adanya 5 ciri-ciri kemiskinan, meliputi :
28
Hadi Prayitno dan Lincolin Arsyad, Petani Desa dan Kemiskinan, BPFE, Yogyakarta, 1987, hal.
78.
29
Emil Salim, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Yayasan Idayu, Jakarta, 1980, hal. 41.
sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas;
b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun
modal usaha. Sementara mereka pun tidak memiliki syarat untuk terpenuhinya kredit perbankan, seperti jaminan kredit dan lain-lain
yang mengakibatkan mereka berpaling ke “lintah darat” yang biasanya untuk pelunasannya meminta syarat-syarat yang berat dan bunga amat
tinggi
c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, tak sampai tamat Sekolah
Dasar SD. Waktu mereka umumnya habis tersita untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar. Demikian dengan
anak-anak mereka, tak dapat menyelesaikan sekolahnya oleh karena harus membantu orang tuanya mencari tambahan penghasilan.
d. Banyak di antara mereka tidak mempunyai tanah. Kalau pun ada
relatif kecil. Pada umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar
pertanian. Karena pertanian bekerja atas dasar musiman, maka kesinambungan kerja menjadi kurang terjamin. Banyak diantara
mereka lalu menjadi pekerja bebas self employed yang berusaha apa saja. Akibatnya,
dalam situasi penawaran tenaga kerja yang besar, maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengungkung
mereka selalu hidup di bawah kemiskinan; e.
Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan skill atau pendidikan, sedangkan kota
tidak siap untuk menampung gerak urbanisasi dari desa. Dengan kata lain, kemiskinan pedesaan membuahkan fenomena dari desa ke kota.
30
Sepanjang masalah ekonomi merupakan sebuah segi daripada tingkah laku sosial, tentulah pengaruhnya tak dapat dikecualikan. Penulis-penulis
seperti Healy and Bronner atau Sheldon Glueck and Eleanor T. Glueck antara status ekonomi para narapidana dan demikian pula mengenai status
ekonomi anak-anak yang terlibat dalam delikuensi.
31
30
Gunnar Myrdal, Bangsa-Bangsa Kaya dan Miskin. PT. Gramedia, Jakarta, September 1980, hal. 73.
31
G.W. Bawengan, Masalah Kejahatan Dengan Sebab dan Akibatnya, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hal. 89.
Latar belakang ekonomi, kami kira lebih terarah pengaruhnya terhadap kejahatan-kejahatan yang menyangkut harta benda, kekayaan dan perniagaan atau hal-hal lain sejenisnya. Walau pun mungkin terjadi seorang remaja melakukan
pencurian sebentuk cincin dengan maksud untuk menghadiahkan cincin itu kepada pacarnya, namun perkara pencurian, penipuan dan penggelapan, lebih banyak dipengaruhi oleh gejala-gejala ekonomi. Kondisi-kondisi seperti kemiskinan atau
pengangguran, secara relatif dapat melengkapi rangsangan-rangsangan untuk melakukan pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan atau penyelundupan.
Di dalam KUHP, kita menjumpai kejahatan harta benda itu, misalnya pencurian, penipuan, pemerasan yang kita kemukakan di atas tadi banyak
menerima pengaruh ekonomi. Hal ini harus kita bedakan dengan kejahatan ekonomi. Walaupun perkara-perkara pencurian, penipuan dan
pemerasan banyak berlatarbelakangkan keadaan ekonomi, tetapi delik- delik itu merupakan bagian dari pada KUHP dan oleh karena itu
bukanlah delik ekonomi. Delik-delik ekonomi dapat kita jumpai di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Tindak Pidana Ekonomi yaitu Undang-
Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 yang kemudian telah ditetapkan sebagai Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 Lembaran Negara No. 3
Tahun 1961.
32
1. Pendapat, bahwa kejahatan disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari
luar terhadap si pelaku,
Dengan demikian dapatlah kita lihat bahwa pada kejahatan mengenai harta benda dan sebagainya, faktor ekonomi merupakan masalah yang dapat memberi pengaruhnya. Lain halnya dengan akibat pengaruh ekonomi yang relatif menyolok
sedang di pihak lain dampak akibat dipandang sangat besar mempengaruhi pula kondisi perekonomian sosial. Dalam perkara pencurian atau penipuan misalnya yang dirugikan hanya terbatas pada orang yang dicuri barangnya atau ditipu hartanya,
tetapi di dalam perkara penyelundupan dipandang mampu merusak tata perekonomian negara dan bahkan mampu pula untuk ditunggangi oleh unsur-unsur subversi. Penyelundupan merupakan salah sebuah kejahatan ekonomi di samping
pelanggaran-pelanggaran mengenai devisa serta pelanggaran terhadap ordonansi perundangan dan sebagainya. Tampilnya Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi itu merupakan usaha Pemerintah R.I. untuk menyelamatkan keadaan
perekonomian.
Jikalau pendapat-pendapat tentang sebab-sebab kejahatan hendak dirangkum dalam kelompok-kelompok, maka tepatlah untuk dipecahkan
menjadi kelompok :
2. Pendapat, bahwa kejahatan adalah akibat dari sifat-sifat si pelaku
ditentukan oleh bakatnya.
Dalam tiap-tiap kelompok ini dapat diadakan lagi penggolongan selanjutnya, yang bila telah mempunyai banyak pengikut, dapat dinamakan
madzab. Bila disusun secara kronologis, maka madzab-madzab ini memberikan
32
Ibid, hal. 55.
suatu gambaran tentang sejarah pemikiran kriminologi sebagai mana terdapat dalam karangan Bonger dalam alur yang berlainan dengan karya Sutherland.
Dalam hal ini wajiblah diingat bahwa madzab-madzab ini dalam masa ketenarannya tidak pernah mengambil kedudukan yang monopolitis. Selalu
terdapat para pengarang yang mempunyai pendapat yang menyimpang atau yang bertentangan, namun hal ini tidak dengan sendirinya mengakibatkan
timbulnya suatu madzab yang baru.
Lingkungan Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada suatu
lingkungan tertentu seperti lingkungan permukiman kumuh yaitu perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial dan tradisi. Wujud perilaku
menyimpang di lingkungan permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang
tempat. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu
ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret
tembokbangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan kriminal
seperti penganiayaan, pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan,
pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.
Masalah lingkungan permukiman kumuh selalu menarik perhatian, karena dimensi kemanusiaan yang terkait padanya. Pemukiman ini sering
diidentikkan dengan perkampungan orang miskin. Meskipun kita mengetahui bahwa konsepsi kemiskinan adalah relatif, tetapi paling tidak dapat dikatakan
bahwa penghuni ini adalah mereka dari golongan berpenghasilan rendah. Studi mengenai hubungan antara lingkungan buatan dan perilaku
manusia, yang dalam penelitian ini memusatkan kajian pada lingkungan permukiman kumuh, telah memberikan sumbangan pemikiran berupa hasil
penelitian di tiga lokasi permukiman kumuh di wilayah Jakarta Pusat, memberikan gambaran khusus mengenai hubungan lingkungan permukiman
kumuh dan perilaku.
Perkelahian dan pencurian merupakan ciri kejahatan yang terjadi di lingkungan permukiman kumuh. Hasil pengamatan justru memberi gambaran bahwa perjudian juga merupakan
ciri perilaku menyimpang yang terjadi di lingkungan permukiman kumuh. Meskipun beberapa jenis kejahatan dan perilaku menyimpang menggambarkan salah satu ciri perilaku anggota masyarakat di
lingkungan permukiman kumuh, untuk sementara hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa lingkungan permukiman kumuh tidak berpengaruh terhadap tumbuhnya perilaku
menyimpang. Dengan demikian, salah satu temuan penelitian dari Clinard dan Abbot tentang hubungan antara lingkungan permukiman kumuh dan tingginya angka kejahatan, tidak berlaku
untuk kondisi lingkungan permukiman kumuh di Indonesia. Lahan
Sempitnya lahan pertaniaan juga menjadi sebab terjadinya tindak pidana penganiayaan, dimana puncak dari keberadaan lahan tersebut adalah petani mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan ekonominya sehingga menimbulkan
rangsangan negatif berupa tindak pidana penganiayaan.
Kondisi kependudukan Indonesia dewasa ini belum banyak menguntungkan bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Tetapi justru
menimbulkan fenomena kependudukan dalam berbagai kehidupan yakni ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan
Ipoleksosbudhankam. Kebijakan dalam bidang pembangunan dewasa ini pada hakikatnya masih ditujukan kepada peningkatan kualitas hidup melalui sistem
di luar kependudukan yang ditujukan untuk mempengaruhi sistem kependudukan.
Tujuan pembagunan adalah meningkatkan kesejahteraan manusia dengan memanfaatkan sumberdaya alam lingkungannya. Pembangunan
berkelanjutan tidak mengacu kepada kebutuhan sekarang saja. Namun terus dilaksanakan untu kmasa mendatang namun harus memperhatikan kelestarian
sumberdaya alam yang ada, demi kepentingan generasi yang akan datang.Dampak permasalahan kependudukan dapat diidentifikasi sebagi
berikut; a.
Di daerah perkotaan terjadi penyempitan lahan akibat pembangunan industri dan perumahan.
b. Terjadi kemerosotan lingkungan di beberapa wilayah akibat terjadinya
pencemaran lingkungan dengan adanya pembangunan industri. c.
Berubahnya fungsi lahan dari pertanian mejadi industriperumahan. Hal ini meyebabkan pemilikan lahan semakin sempit, akibat adanya polarisasi
pemilikan lahan pertanian dan pertambahan penduduk di perdesaan yang menyebabkan terjadinya pengangguran tidak kentara.
d. Industrialisasi diperkotaan memacu adanya arus urbanisasi yang
berpengaruh terhadap penghasilan di desa karena di desa kekurangan tenaga kerja.
e. Krisis ekonomi dewasa ini memberikan dampak negatif terhadap kualitas
penduduk. f.
Terjadinya perubahan struktur ekonomi di masyarakat dari kegiatan pertanian primer ke industri sekunder dan sektor jasa
g. Ketimpangan persebaran penduduk, pada daerah-daerah yang sulit
dijangkau menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan h.
Persebaran penduduk yang tidak merata ini menyebabkan pada daerah yang jarang penduduknya, kekayaan sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya menjadi kurang termanfaatkan karena kekurangan sumber daya manusia untuk mengelolanya.
i. Sebaliknya, pada daerah yang padat penduduknya, terjadi kelebihan
sumberdaya manusia sehingga terjadi pengangguran, pemukiman kumuh, dan kemiskinan. Hal ini disebabkan, sumber daya alam di daerahnya sudah
tidak dapat mendukung kehidupan penduduknya yang sudah melebihi kapasitas daya dukungnya.
BAB IV PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN