BAB III PERKEMBANGAN KETIDAKRATAAN JALAN
III.1. Umum
Pada Perkerasan jalan, ketidakrataan jalan akan mengalami perubahan kondisi akibat dari musim, beban dari kendaraan, gradasi jalan, serta kegiatan- kegiatan pemeliharaan jalan.
Perubahan kondisi ketidakrataan jalan ini disebut sebagai perkembangan ketidakrataan permukaan jalan atau roughness progression Rodrigo S. Archondo, 1999. Studi tentang
perkembangan ketidakrataan jalan dengan waktu adalah sebuah fenomena yang kompleks dan menurut Paterson 1987 perkembangan ketidakrataan ini sebagai bahaya komposit
deformasi pada jalan yang diakibatkan oleh beban lalu lintas traffic loading dan variasi kedalaman alur rut depth variation, cacat permukaan dari retak cracking , lubang
potholes, tambalan patching, dan kombinasi penuaan serta dampak lingkungan Pada gambar 3.1, penelitian terhadap ketidakrataan jalan dikembangkan berdasarkan
tinjauan literatur dan menajemen jalan untuk menggambarkan kompleksitas pengaruh ketidakrataan jalan pada kinerja perkerasan jalan. Faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan ketidakrataan jalan meliputi Phil Hunt, 2001 : .
a. Beban lalu lintas, jenis kendaraan serta beban komulatif
b. Struktur dan jenis perkerasan
c. Kekuatan perkerasan
d. Kekuatan tanah dasar subgrade strength
e. Iklim atau lingkungan seperti: curah hujan, suhu, indek
Thornthwaite f.
Biaya pemeliharaan
Universitas Sumatera Utara
g. Waktu dan Umur perkerasan
Gambar 3.1 : Faktor factor yang mempengaruhi perkembangan ketidakrataan jalan
Sumber: Hunt PD and Bunker JM, 2003 Time Series Analysis of Pavement Roughness Condition Data for Use in Asset Management, Cairns, Australia
Kualitas konstruksi, material dan pemeliharaan juga mempengaruhi kinerja dari perkerasan jalan, tetapi hal ini tidak terdapat pada gambar. Karakteristik material seperti:
bentuk dan ukuran batu, permeabilitas, kapilaritas juga mempengaruhi kinerja perkerasan tetapi sulit dan biasanya tidak efektif untuk mengukur karakteristik ini untuk semua
perkerasan jalan Hunt PD and Bunker JM, 2003. Ketidakrataan jalan merupakan suatu ukuran yang sangat penting di dunia.
Ketidakrataan jalan digunakan sebagai kondisi parameter yang paling banyak digunakan karena ketidakrataan jalan relatif mudah diperoleh dan merupakan suatu pengukuran yang
obyektif. Ketidakrataan jalan merupakan ukuran yang relevan dari perilaku fungsional perkerasan dalam waktu jangka panjang Martin,1996. Menurut Phil Hunt 2001
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan ketidakrataan jalan ini telah dipelajari secara mendalam 20 tahun terakhir. Ketidakrataan jalan dan perkembangan ketidakrataan jalan dipelajari untuk memberikan
petunjuk engineering terhadap keuangan dan metode yang baik dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pengunaan ketidakrataan jalan dan perkembangan ketidakrataan jalan
juga berguna untuk: a.
Pengembangan strategi pemeliharaan b.
Prediksi sisa umur perkerasan dan kondisi jaringan secara keseluruhan
c. Evaluasi program yang akan digunakan
d. Perkiraan kebutuhan perkerasan jalan pada waktu yang akan datang
e. Perkiraan kondisi perkerasan pada masa yang akan datang
berdasarkan berbagai skenario pendanaan f.
Evaluasi asset keuangan g.
Optimalisasi penanganan jalan berdasarkan biaya penguna jalan.
III.2. Pemodelan Perkembangan Ketidakrataaan Jalan
Perkembangan ketidakrataaan jalan adalah suatu metode prediksi yang
kompleks dengan menggunakan banyak variable untuk menjelaskannya. Perkembangan tingkat ketidakrataaan jalan, ukuran ukuran perubahan perkembangan ketidakrataaan jalan
terhadap waktu adalah suatu adalah suatu dasar dari banyak model yang digunakan untuk memprediksi perkembangan ketidakrataaan jalan pada kondisi masa depan. Martin 1996
mengklasifikasikan dua metode pendekatan yang digunakan untuk memprediksi kinerja dari perkerasan,yaitu probabilitas dan determinasi.
Universitas Sumatera Utara
a. Pendekatan Probabilitas Probabilistic Approaches
Pendekatan Probabilitas mengunakan sifat sifat stokastik pada kinerja perkerasan untuk memprediksi distribusi probabilitas variabel variabel terikat. Pendekatan probabilitas
menurut Martin 1996 dibagi atas dua jenis, yaitu pendekatan Makrov dan Semi Makrov. Pendekatan probabilitas Makrov mengunakan kondisi perkerasan yang ada dan
mengasumsikan kemungkinan perubahan yang terjadi dibandingkan dengan kondisi perkerasan lainnya. Pendekatan probabilitas Makrov ini tidak terikat terhadap waktu.
Pendekatan probabilitas Semi- Makrov merupakan modifikasi sederhana dari pendekatan probabilitas Makrov. Pendekatan probabilitas semi- Makrov mengunakan kondisi perkerasan
yang ada dan mengasumsikan kemungkinan perubahan yang terjadi dibandingkan dengan kondisi perkerasan lainnya berdasarkan perubahan waktu.
Model yang mengunakan pendekatan probabilitas ini adalah Network Optimisation System
NOS, Treatment Scheduling Network Optimisation System TNOS, dan Financial Planning Network Optimisation System FNOS. Pendekatan yang digunakan
dalam model - model ini cocok digunakan untuk memprediksikan kinerja perkerasan dengan data yang terbatas.
b. Pendekatan Determinasi Deterministic approaches
Pendekatan Determinasi dengan memprediksi nilai tungal dari variable yang terikat dari kinerja perkerasan berdasarkan hubungan statistika dari variable bebas dan variable yang
terikat pada kinerja perkerasan. Pendekatan determinasi diklasifiksikan menjadi dua jenis yaitu, pendekatan mekanis dan pendekatan mekanis - empiric. Pendekatan mekanis yaitu
mengunakan teori mendasar dan utama untuk memprediksi kinerja dari perkerasan seperti teori elastisitas. Pendekatan mekanis- empiric mengunakan teori dasar untuk memprediksi
Universitas Sumatera Utara
kinerja perkerasan, factor kalibrasi, analisis regresi pada proses pengamatan data. Contoh dari model determinasi adalah NIMPAC Model 1981, RTIM Model 1982, ARRB Model
1994 and the World Bank HDM-III model 1986. Perkembangan Ketidakrataan Jalan berdasarkan pendekatan determinasi dapat
ditinjau dengan 4 jenis model utama yang biasa digunakan, yaitu Hunt and Bunker, 2003 : 1. Causal Model yaitu menjelaskan dengan akar penyebab atau parameter-
parameter. Parameter parameter tersebut diolah kedalam teknik statistik dan mekanik sehingga dapat diturunkan ke dalam persamaan. Contih jenis model ini
adalah HDM dan ARRB. 2.
Family Group Data- Fitting Models yaitu memprediksi perkembangan ketidakrataan berdasarkan kurva penurunan kondisi perkerasan rata- rata suatu
jalan. 3.
Site Specific Data – Fitting Models yaitu memprediksi masa depan perkerasan per segmen dengan mengunakan data data sejarah serta perkembangannya.
4. Pattern Recognition Models mengunakan Artifical Neural Networks ANNs
yang dapat mengenali pola pola kompleks dengan mengunakan parameter parameter independen. Dalam memprediksi ketidakrataan jalan, ANN akan
mengunakan pola yang paling mirip terhadap kinerja perkerasan.
Prediksi perkembangan ketidakrataan jalan dikembangkan diantaranya oleh tiga lembaga penelitian.
Tiga lembaga tersebut adalah: a.
British Transport and Road Research Laboratory TRRL Prediksi ketidakrataan yang dikeluarkan oleh TRRL dengan RTIM2
Roughness Progression pada tahun 1982, adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
R
t
=Ro + m NE
t
3.1
Dimana : R
t
R = Prediksi ketidakrataan pada waktu t mmkm
o
NE = Awal ketidakrataan pada waktu t = 0, Konstanta dari Struktural
Number SNC
t
m = Konstanta pada berbagai nomor perkerasan structural.
= Komulatif beban lalu lintas pada waktu t, dalam jutaan setara dengan 80 kN standard axle loads juta ESA
b. Prediksi ketidakrataan yang dikeluarkan oleh ARRB oleh Martin pada tahun
1994 adalah sebagai berikut: Australian Road Research Board ARRB
Prediksi ketidakrataan jalan pada jalan Nasional adalah :
6 5
3 2
1
4000 1
100
4 A
A A
A
ME L
A t
SNC I
A R
R t
R +
× +
× ×
+
× ×
+ =
3.2
Sedangkan pada jalan pedesaan adalah :
6 5
3 2
1
200 1
100
4 A
A A
A
ME L
A t
SNC I
A R
t R
+ ×
+ ×
×
+ ×
+ =
3.3
Universitas Sumatera Utara
Dimana : R
I = Thornthwaite indeks Thornthwaite, 1948
= ketidakrataan jalan Rt pada waktu t = 0
SNC = Modified Structural Number L
= Komulatif beban lalu lintas rata-rata tahunan standar axles CESAs jalur tahun
× 10
6
ME = Biaya pemeliharaan tahunan rata rata jalur .km in 199293 s
= Jumlah pemeliharaan rutin dan berkala t
= waktu tahun sejak masa kontruksi, rekonstruksi dan rehabilitasi A
1
, A
2
, A
3
, A
4
A , = koefisien kalibrasi untuk berbagai model
5
, dan A
6
c. The World Bank dengan HDM 4
G Morosiuk 2000 yang memprediksi ketidakrataan pada suatu titik waktu, berdasarkan pada model HDM 4. Hubungannya adalah sebagai berikut :
RI
t
= 0.98emt [RI
o
+ 135SNCK-5 NEt] + 0.143RDSt + 0.0068ACXt +0.056PATt 3.4
Dimana :
RI
t
Ri = ketidaktrataan di perkerasan usia t mkm IRI
o
t = usia perkerasan sejak perbaikan atau rehabilitasi tahun
= Awal ketidakrataan mkm IRI
m = Koefisien Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
Net = komulatif ESA pada umur t jutaan ESAlajur
SNCK = 1 + SNC - 0.00004HSACXt for HSACXt 10,000 3.5 SNC = Modified Structural Number
ACXt = Daerah indikasi retak pada waktu t
Dimana : ACX = 0.62 ACA + 0.39 ACW
3.6 RDSt = Standar deviasi untuk kedalaman alur pada kedua jalur roda t mm
PATt = daerah patching pada waktu t
III.3. Evaluasi Parameter dari Pemodelan Perkembangan Ketidakrataan Jalan
Prediksi perkembangan ketidakrataan jalan dikembangkan diantaranya oleh tiga lembaga penelitian, yaitu TRRL British Transport and Road Research Laboratory
dengan RTIM2 Road Transport Investment Model , ARRB Australian Road Research Board
dengan ARRB Roughness Model, dan The World Bank dengan HDM-4 Highway Development and Management
. Ketiga penelitian ini meninjau parameter parameter, dan mengunakan parameter yang dianggap perlu untuk memprediksi perkembangan ketidakrataan
jalan. Parameter- parameter yang digunakan adalah :
Tabel 3.1. Pengunaan parameter pada perkembangan ketidakrataan jalan Pemodelan Perkembangan
Ketidakrataan Jalan RTIM2
ARRB Roughness Progression
HDM-4 Ketidakrataan awal
● ●
●
Universitas Sumatera Utara
Usia Perkerasan ●
●
Biaya Pemeliharaan ●
Komulatif Beban Lalu Lintas ●
● ●
Pengaruh Lingkungan ●
●
Structural Number ●
● ●
Kerusakan Jalan ●
Koefisien Kalibrasi ●
Konstanta ●
III.3.1 RTIM2 Road Transport Investment Model
Prediksi ketidakrataan yang dikeluarkan oleh TRRL British Transport and Road Research Laboratory
dengan RTIM2 Roughness Progression pada tahun 1982. Model ini didasarkan pada penelitian TRRL di Kenya. Pemodelan RTIM2 adalah sebagai berikut :
R
t
=Ro + m NE
t
Dimana : .
R
t
R = Prediksi ketidakrataan pada waktu t mmkm Bump Integrator
trailer
o
= Awal ketidakrataan pada waktu t = 0, Konstanta dari Struktural Number SNC
Universitas Sumatera Utara
NE
t
m = Konstanta pada berbagai nomor perkerasan struktural.
= Komulatif beban lalu lintas pada waktu t, dalam jutaan setara dengan 80 kN standard axle loads juta ESA
III.3.1.1. Ketidakrataan Awal R
o
Pemodelan RTIM2 mengunakan Bump Integrator BI untuk menentukan nilai ketidakrataan awal jalan. Bump-integrator BI atau BPR roughmeter pada awalnya
dikembangkan oleh United States Bureau of Public Roads. TRRL membuat sejumlah perubahan untuk meningkatkan kinerja dan untuk memudahkan perawatan jalan. Bump-
integrator BI digunakan untuk penelitian desain jalan pada TRRL Djoko Widayat, 1991.
Bump-integrator memiliki chasis persegi panjang, terdiri dari roda tunggal pneumatik ,
pembebanan, ban dengan ukuran tekanan standar. Bump-integrator ditarik olek sebuah kendaraan station-wagon atau kendaraan sejenis.
Gambar 3.2 : Bump-integrator trailer BI
Sumber: http:www.google.comimgres
Dalam pengoperasiannya, pergerakan vertikal dari roda tunggal terhadap chasis diukur dengan unit integrator yang dipasang pada salah satu sisi chasis. Jarak Bump-
integrator diukur secara otomatis oleh rekaman jumlah putaran roda. Rekaman ini
dimungkinkan. Penentuan bump-integrator index BIr membutuhkan jumlah perhitungan
Universitas Sumatera Utara
dari bump-integrator, waktu dalam detik dan jumlah perputaran roda yang tercatat. Nilai BIr kemudian dihitung dengan contoh di bawah ini:
Waktu :
31 detik Perputaran roda
: 137 putaran
Integrator Counter :
17 Jarak yang ditempuh oleh integrator dapat dihitung dengan mengalikan jumlah putaran roda
keliling permukaan roda. Jarak tempuh
: 137 × 2,18 = 298,66 m
Kecepatan :
waktu jarak
298,66 31
m detik = 9,63 m detik
9,63×60×60 1000
= 34,67 Km jam
Penentuan bump-integrator index BIr:
���������� ������� × 25,4 × ���������� ���� ����� 1 �� ����� �����ℎ
BIr :
17×25,4 ×1000 137 ×2,18
BIr :
1446 mm Km Pengukuran BIr dikoreksi menjadi indeks standar berdasarkan kecepatan 32 Km jam.
Koreksi ini untuk permukaan jalan yang tidak rata yang mengunakan kecepatan operasi dari 20 sampai 65 Km jam.
Universitas Sumatera Utara
a. Pada kecepatan 20 sampai 32 km jam.
BI
32
= V32
0.5
BIr - 474 + 474 mmkm 3.7
b. Pada kecepatan 32 sampai 65 km jam
BI
32
Dimana V adalah ukuran kecepatan pada km jam. Dalam contoh perhitungan diatas diperoleh nilai BI
= V32 BIr - 474 + 474 mmkm 3.8
32
Untuk konversi bump-integrator index menurut Cox dan Rolt 1986 didalam Djoko Widayat 1991 terhadap nilai IRI adalah sebagai berikut:
= 1527 mmkm.
IRI = 0,0032BI
0,89
III.3.1.2. Komulatif Beban Lalu Lintas NE
3.9
t
Lalu lintas kendaraan yang menggunakan jalan pada umumnya merupakan lalu lintas campuran, seperti kendaraan bermotor dan tidak bermotor, kendaraan cepat dan lambat,
kendaraan kecil dan besar, kendaraan pribadi dan angkutan penumpang atau barang konfigurasi sumbu dan jumlah serta jenis komoditas yang diangkut. Lapisan perkerasan
berungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri Sukirman, 1995. Dengan demikian pengguna
jalan akan merasa lebih aman dan nyaman ketika menggunakan jalan yang telah direncanakan. Beban lalu lintas yang diperlukan dalam merencanakan struktur perkerasan
jalan adalah jumlah total perulangan beban sumbu standar ekivalen yang akan diperkirakan akan lewat pada jalur rencana jalan yang sedang direncanakan selama masa layan Kosasih,
1995.
Universitas Sumatera Utara
Komulatif Beban lalu lintas merupakan angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh lintasan beban gandar sumbu tunggal kendaraan
terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal. ESAL Equivalent Standard Axle Load yang digunakan dalam analisa lalu lintas didasarkan
pada ekivalensi terhadap beban standar 8,2 ton 80 kN. Pada AASHO Road Test di Negara bagian Illinois , USA AASHTO, 1960 dalam D.
U. Soedarsono , telah dilakukan pengujian bermacam-macam jenis dan struktur perkerasan jalan, lentur maupun kaku, untuk diketahui kekuatannya. Pengujian tersebut dilakukan
dengan menggunakan as 18.000 lbs 8,16 ton pada as beroda tunggal ganda pada Gambar 3.3. Dengan beban tersebut dapat diketahui jumlah repetisi yang dapat ditanggung oleh
bermacam-macam struktur perkerasan sampai pada tingkat kerusakan yang ditinjau.
Gambar 3.3 : Konfigurasi beban as standart
Beban as standar pada Gambar 3.3 dikenal dengan nama Standard Single Axle Load. Untuk beban-beban as lain yang besarnya 18.000 lbs maka digunakan prinsip beban ekivalen
dan damage factor. Untuk menghitung tebal perkerasan, umumnya digunakan unit satuan beban as standar 8,16 ton di atas melintas satu kali menghasilkan DF = 1. Biasanya satuan
Universitas Sumatera Utara
untuk perancangan ini tidak disebut dalam Damage Factor tetapi dalam Equivalent Standard Axle Load
ESAL. Dalam pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan RTIM2, komulatif beban lalu
lintas berdasarkan metode AASHTO sebagai berikut: W
1
= N
1
×e
1
= Nt× P
1
× e
1
W 3.10
2
= N
2
×e
2
= Nt× P
2
× e
2
W 3.11
i
= N
i
×e
i
= Nt× P
i
× e
i
W 3.12
n
= N
n
×e
n
= Nt× P
n
× e
n
Dimana: 3.13
W
i
N = Beban lalu lintas ekuivalen 18 kips sumbu tungal untuk kelompok beban i
i
Nt = Jumlah sumbu total = Jumlah sumbu yang diharapkan untuk kelompok beban i
P
i
e = Persentase sumbu dalam kelompok beban i
i
Beban sumbu ekuivalen untuk semua kelompok sumbu kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan suatu nilai yang mewakili lalu lintas gabungan.
= Faktor ekuivalen beban untuk kelompok beban i
Wt
18
= w
1
+ W2 + W
3
+ …. + W
i
Atau Wt + …..+ Wn
3.14
18
= Σ W Atau Wt
i 18
= Nt× Σ P
i
×e
i
Dalam RTIM2 notasi komulatif beban lalu lintas adalah Net yang memiliki nilai yang sama dengan notasi Wt
3.15
18.
III.3.1.3. Konstanta Pemodelan m
Dalam pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan pada RTIM2, konstanta didapat dari hubungannya dengan nilai SN Structural Number. Struktural Number SN merupakan
Universitas Sumatera Utara
suatu besaran untuk penentuan tabal lapis keras lentur. Menurut AASHO, Struktural Number
dimodifikasi untuk memperhitungkan kekuatan tanah dasar sehingga dapat didefenisikan sebagai berikut Paterson, 1987 :
sg i
i
SN h
a SNC
+ =
∑
04 ,
3.16
Dimana: SNC
= Modified Structural Number
a
i
h =
koefisien kekuatan lapis
i
= Tebal lapis perkerasan, mm dimana Σh
i
≤ 700mm
Untuk perhitungan dari kontribusi Subgrade SN
sg
, didefenisikan sebagai berikut:
43 ,
1 log
85 ,
1 log
51 ,
3
2 10
10
− −
= CBR
CBR og
SN
sg
3.17
Dimana CBR ini adalah nilai dari kekuatan pada lapis subgrade. Daftar nilai koefisien terlampir pada daftar tabel 1.
Untuk nilai konstanta pada pemodelan RTIM2, didapat pada interval di bawah ini: 2,75 SNC
≤ 3,25 ; Ro = 2500 ; m = 483 3.18
3,25 SNC ≤ 3,75 ; Ro = 2700 ; m = 159
3.19
Nilai m yang tidak dapat didefenisikan pada interval di atas dapat dimodelkan sebagai berikut:
3841 ,
1 log
1250
10
− −
= b
a anti
m 3.20
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
[ ]
33 ,
5 ,
2
8096 ,
4 1318
, 23
20209 ,
c c
a −
+ =
3.21
[ ]
33 ,
5 ,
2
8096 ,
4 1318
, 23
20209 ,
c c
b +
+ =
3.22
SNC c
− = 1989
, 2
Sruktural Number dibahas lebih lanjut pada bagian III.3.2.4. Structural Number SN
III.3.2 Australian Road Research Board Roughness Progression ARRB
Prediksi perkembangan ketidakrataan yang dikeluarkan oleh ARRB oleh Martin pada tahun 1994 adalah sebagai berikut :
Australian Road Research Board ARRB dibentuk pada tahun 1960 dan didirikan
pada tahun 1965. Organisasi ini terdiri dari badan badan jalan di seluruh negara bagian Australia. ARRB digunakan sebagai sarana untuk bekerjasama dalam melakukan penelitian
penelitian untuk kepentingan nasional. Salah satu penelitian tersebut adalah Australian Road Research Board Roughness Progression
Prediksi ketidakrataan jalan pada jalan Nasional adalah :
6 5
3 2
1
4000 1
100
4 A
A A
A
ME L
A t
SNC I
A R
R t
R +
× +
× ×
+
× ×
+ =
Sedangkan pada jalan pedesaan adalah :
6 5
3 2
1
200 1
100
4 A
A A
A
ME L
A t
SNC I
A R
t R
+ ×
+ ×
×
+ ×
+ =
Universitas Sumatera Utara
Dimana : R
I = Thornthwaite indeks Thornthwaite, 1948
= ketidakrataan jalan Rt pada waktu t = 0
SNC = Modified Structural Number L
= Komulatif beban lalu lintas rata-rata tahunan standar axles CESAs jalur tahun
× 10
6
ME = Biaya pemeliharaan tahunan rata rata jalur .km in 199293 s = Jumlah pemeliharaan rutin dan berkala
t = waktu tahun sejak masa kontruksi, rekonstruksi dan rehabilitasi
A
1
, A
2
, A
3
, A
4
A , = koefisien kalibrasi untuk berbagai model
5
, dan A
6
III.3.2.1. Ketidakrataan Awal R
o
Ketidakrataan awal dalam ARRB dinyatakan dalam bentuk IRI. Ketidakratan jalan International Roughness Index, IRI merupakan salah satu faktorfungsi pelayanan
functional performance dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan pengemudi riding quality. Kualitas jalan yang ada maupun yang akan
dibangun harus sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. Syarat utama jalan yang baik adalah kuat, rata, kedap air, tahan lama dan ekonomis sepanjang umur yang
direncanakan. Untuk memenuhi syarat-syarat tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluation
secara periodik atau berkala sehingga dapat ditentukan metode perbaikan konstruksi yang tepat. Untuk mengetahui tingkat ketidakrataan kerataan permukaan jalan
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan berbagai metode . Metode pengukuran ketidakrataan permukaan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain metode NAASRA
dijelaskan pada II.4. Metode lain yang dapat digunakan untuk pengukuran dan analisis ketidakrataan perkerasan adalah Rolling Straight Edge, Slope Profilometer AASHO Road
Test , CHLOE Profilometer, dan Roughometer.
III.3.2.2. Usia Perkerasan t
Usia perkerasan jalan adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang, penambahan, atau
peningkatan. Biasanya untuk perencanaan perkerasan, usia perkerasan diambil maksimal 20 tahun dan untuk peningkatan jalan maksimal 10 tahun sesuai dengan anggaran rencana .
Apabila umur rencana lebih dari 20 tahun, maka perencanaan tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besardan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai.
Usia perkerasan dapat juga dinyatakan sebagai lamanya rancangan suatu ruas jalan yang mampu memberiakan tingkat pelayanan tertentu bagi arus lalu lintas yang melewati
permukaan jalan.
Gambar 3.3
: Penurunan umur pelayanan jalan Sumber : Rahmat rahim 2000 dalam Sentosa Analisa Pengaruh Repetisi Beban Gandar Kendaraan Sebagai
Faktor Perusak
Universitas Sumatera Utara
Keterangan gambar : X = Batas kemantapan jalan terendah dan diperlukan pekerjaan peningkatan
Y = Batas kemantapan jalan terendah dan diperlukan pekerjaan pemeliharaa berkala Z = Besaran penambahan kemantapan jalan karena pekerjaan peningkatan
Z2 = Besaran penambahan kemantapan jalan karena pekerjaan pemeliharaan berkala.
Pengelolaan jalan dimulai dari program prioritas pembangunan ruas jalan yang baru, jadwal pemeliharaan berkala dan peningkatan strukturnya berdasarkan laporan identifikasi
kerusakan dan dampaknya terhadap penurunan umur pelayanan. Pembangunan jalan baru merupakan kegiatan konstruksi jalan yang dimulai dari konstruksi tanah dasar, dilanjutkan
konstruksi lapis pondasi di atasnya dan diakhiri konstruksi lapis permukaan di atas lapis pondasi. Jalan baru dimaksudkan adalah suatu ruas jalan yang belum memiliki perkerasan
masih berupa jalan tanah selebar minimal satu jalur lalu lintas dan secara teknis memang layak dibangun.
Pemeliharaan jalan lama dapat dilakukan secara rutin routine maintenancesepanjang tahun dan atau berkala periodic maintenance.Pemeliharaan rutin dilakukan hanya untuk
meningkatkan kualitas berkendaraan riding quality tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan sepanjang tahun, misalnya menambal retak-retak permukaan dengan slurry
seal atau cold mix, melancarkan aliran air permukaan dan mencegah terjadinya genangan.
Pemeliharaan berkala dapat dilakukan pada waktuwaktu tertentu tidak menerus sepanjang tahun dan sifatnya meningkatkan kemampuan struktural, misalnya pelapisan tambahan
permukaan dengan bahan lataston atau HRS, burtu atau lapis kedap lainnya yang berfungsi melindungi perkerasan eksisting dari infiltrasi air hujan serta memberikan kerataan dan
kekesatan permukaan. Pemeliraan berkala dapat juga diartikan sebagai langkah perbaikan
Universitas Sumatera Utara
struktur secara parsial terhadap kerusakan tertentu yang indeks performansinya sudah melebihi ambang batasnya Gedafa, 2006 dalam Agus Taufik Mulyono, 2007.
Peningkatan jalan lama dapat dilakukan dengan program kegiatan memperbaiki pelayanan, antara lain: i meningkatkan kekuatan structural perkerasan dengan menambah
ketebalan lapisan permukaan dengan bahan konstruksi yang bernilai minimal sama dengan lapis permukaan eksisting; ii memperbaiki geometrik dalam bentuk memperlebar jalur lalu
lintas untuk menambah daya guna kapasitas sekaligus daya dukung perkerasannya.
Secara fisik pemeliharaan jalan bisa berarti suatu kesatuan kegiatan langsung untuk menjaga suatu struktur agar tetap dalam kondisi mampu melayani Haas, 1978 dalam
Asmawi alie 2006. Menurut NAASRA 1978, definisi pemeliharaan adalah semua jenis pekerjaan yang di butuhkan untuk menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan
baik atau pekerjaan yang berkaitan dengan keduanya, sehingga mencegah kemunduran atau penurunan kualitas dengan laju perubahan pesat yang terjadi segera setelah konstruksi
dilaksanakan.
III.3.2.3. Biaya Pemeliharaan ME, Maintenance Expenditure
Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan mudah, lebih-lebih pada saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas
dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Menurut hasil studi Bank Dunia, disebutkan bahwa setiap pengurangan US 1 terhadap biaya pemeliharaan jalan akan mengakibatkan
kenaikan biaya operasional kendaraan sebesar US 2 sampai US 3 karena jalan menjadi lebih rusak.
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi program pemeliharaan yang dipakai dalam Sistem Manajemen Pemeliharaan Jalan adalah sebagai berikut:
a Pemeliharaan Rutin
Merupakan pekerjaan yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan jalan secara rutin. Dengan pemeliharaan rutin, tingkat penurunan nilai kondisi
structural perkerasan diharapkan akan sesuai dengan kurva kecenderungan kondisi perkerasan yang diperkirakan pada tahap desain
b Pemeliharaan periodik
Pemeliharaan periodik dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya hanya fungsional dan tidak
meningkatkan nilai struktural perkerasan. Pemeliharaan periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan sesuai dengan yang direncanakan selama masa layanannya.
c Rehabilitasi atau Peningkatan Peningkatan jalan secara umum diperlukan untuk memperbaiki integritas struktur
perkerasan, yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dengan pemberian lapis tambahan struktural. Peningkatan jalan dilakukan, apakah karena masa layanannya habis, atau karena
kerusakan awal yang disebabkan oleh factor factor luar seperti cuaca atau karena kesalahan perencanaan atau pelaksanaan rekonstruksi.
c Rekonstruksi
Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi yang sangat jelek, maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan rekonstruksi biasanya diperlukan.
Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud untuk penanganan jalan yang berakibat meningkatkan kelasnya.
Biaya pemeliharaan yang digunakan dalam pemodelan ARRB adalah pemeliharaan tahunan berupa pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.
Universitas Sumatera Utara
Pemeliharaan jalan biasanya berkisar antara 150 sampai 30.000 jalur-km. ME sebesar 150jalur-km merupakan biaya untuk perbaikan minimal, seperti perawatan
rutin penambalan lubang, perawatan bahu jalan . Sedangkan untuk ME 30.000 jalur-km merupakan biaya untuk pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. Tabel
untuk biaya pemeliharan terlampirkan.
III.3.2.4. Structural Number SN
Structural Number SN adalah jumlah dari ketebalan dari lapisan perkerasan
berdasarkan dari koefisien kekuatan lapis bahan Paterson, 1987 . Dalam penentuan nilai structural number
SN pada pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan ARRB didasarkan pada perhitungan AASHTO American Association of State Highway and
Transportation Officials Dalam penentuan nilai SN berdasarkan AASHTO dilakukan pengasumsian terlebih
dahulu. Asumsi tersebut biasanya dengan penggunaan nilai SN = 3 untuk penentuan factor ekuivalen dengan sumbu tunggal 18 kips 80 kN biasanya menghasilkan ketelitian yang
cukup untuk perancangan, walaupun SN yang terakhir diperoleh cukup berbeda. Asumsi ini biasanya menghasilkan sumbu tunggal ekuivalen 18 kips 80 kN yang lebih besar, tetapi
kesalahan nilai SN ini tidak berarti. Jika ingin lebih teliti, dan nilai SN yang dihitung berbeda dari nilai asumsi, maka kembali SN perlu diasumsikan lagi, nilai Wt18 dihitung kembali dan
SN ditentukan untuk nilai Wt18 yang baru. Prosedur ini diulangi hingga nilai SN asumsi mendekati nilai SN hitungan.
.
2 10
2 1
10 10
10
log 33
, 4
log 79
, 4
1 log
36 .
9 93
, 5
log L
L L
SN Nt
+ +
− +
× +
=
3.23
Universitas Sumatera Utara
Dimana: L
1
L =
Pembebanan untuk single axle atau untuk tandem axle.
2
SN =
Struktural Number. =
kode untuk axle 1 untuk single axle dan 2 untuk tandem axle
Nt = Komulatif Beban lalu lintas
Pembebanan untuk single axle load diberikan pada kondisi L
1
= 18 kips dan L
2
= 1 persamaan diatas menjadi:
. 3
372 .
1 log
1 1094
40 .
20 .
1 log
36 .
9 log
19 .
5 18
− +
+ +
+ +
− +
× =
Si R
SN Gt
SN Nt
3.24
Sedangkan untuk nilai Gt adalah :
5 .
1 2
. 4
2 .
4 log
10
− −
=
t
p Gt
3.25
Dimana: SN
= Structural Number Gt
= Damage Function R
= Regional Factor Si
= Soil Support Value p
t =
Serviceability Index pada waktu t
Universitas Sumatera Utara
Dasar dari perhitungan SN adalah sebagai berikut:
SN = a
1
h
1
+ a
2
h
2
+a
3
h
3
3.26
Dimana: a
1
, a
2
h , a3 = koefisien kekuatan relatif utuk material surface, base dan sub base
1
, h
2
, h
3
= tebal surface, base dan sub base
Pada pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan dalam ARRB nilai SN yang digunakan adalah nilai Structural Number Modified SNC. SNC dalam Paterson
1987 adalah:
sg i
i
SN h
a SNC
+ =
∑
04 ,
3.27
Dimana: SNC
= Modified Structural Number
a
i
h =
koefisien kekuatan lapis
i
= Tebal lapis perkerasan, mm dimana Σh
i
≤ 700mm
Untuk perhitungan dari kontribusi Subgrade SN
sg
, didefenisikan sebagai berikut:
43 ,
1 log
85 ,
1 log
51 ,
3
2 10
10
− −
= CBR
CBR og
SN
sg
3.28
Universitas Sumatera Utara
III.3.2.5. Pengaruh Lingkungan
Pengaruh lingkungan dalam jalan raya bisa diakibatkan karena cuaca dan iklim. Iklim adalah kondisi umum cuaca yang dialami oleh sebuah lingkungan dalam periode waktu yang
lama. Cuaca adalah gabungan atau kombinasi dari berbagai kondisi atmosfer bumi yang secara terus menerus. Akibat iklim dan perubahan cuaca yang terjadi secara terus menerus
dalam waktu yang lama ikut mempengaruhi kondisi perkerasan jalan, antara lain: a.
Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi dan sifat komponen material. b.
Pelapukan material perkerasan c.
Penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan.
Faktor yang paling dominan adalah air yang berasal dari hujan serta pengaruh perubahan temperature. Dalam pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan menurut ARRB,
parameter untuk mengukur kondisi dari lingkungan adalah Index Thornthwaite. Index Thornthwaite diperoleh berdasarkan evapotranspirasi dan curah hujan. Untuk daerah dengan
curah hujan, Thornthwaite mengklasifikasaikan seperti tabel di bawah ini:
Pembagian daerah berdasarkan suhu
Tabel 3.2. Index Thornthwaite Lambang
Ciri- Ciri Iklim Karakteristik Tanaman
Indeks P – E A
Basah Hutan Hujan
128 B
Lembab Hujan
64 – 127 C
Kurang Lembab Padang rumput
32 – 126 D
Agak Kering Stepa
16 – 31 E
Kering Gurun10
16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3. Index Thornthwaite Lambang
Ciri Ciri Iklim Indeks T – E
A Tropis
128 B
Mesotermal 64 – 127
C Mikrotermal
32 – 126 D
Taiga 16 – 31
E Tundra
16 F
Salju
Contoh klasifikasi iklim: BA`
= iklim tropis lembab BB` = iklim mesotermal lembap
CA` = iklim tropis kurang lembap
DA` = iklim tropis agak kering
DB` = iklim mesotermal agak kering
hh
III.3.2.6. Koefisien Kalibrasi
Pengertian kalibrasi menurut ISOIEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology
VIM adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang
diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Dengan kata lain, kalibrasi adalah kegiatan untuk
menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu menelusur traceable ke standar
nasional untuk satuan ukuran danatau internasional. Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil pengukuran dapat dikaitkanditelusur sampai ke standar
yang lebih tinggiteliti standar primer nasional dan internasional, melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat kalibrasi adalah sebagai berikut : a.
untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.
b. dengan melakukan kalibrasi, bisa diketahui seberapa jauh perbedaan penyimpangan
antara harga benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Prinsip dasar kalibrasi: a. Obyek Ukur Unit Under Test
b. Standar UkurAlat standar kalibrasi, prosedur metrode standar mengacu ke standar kalibrasi internasional atau prosedur yg dikembangkan sendiri oleh
laboratorium yg sudah teruji diverifikasi c. Operator teknisi dipersyaratkan operatorteknisi yg mempunyai kemampuan
teknis kalibrasi bersertifikat d. Lingkungan yg dikondisikan suhu dan kelembaban selalu dikontrol, gangguan
faktor lingkungan luar selalu diminimalkan ; sumber ketidakpastian pengukuran
Hasil kalibrasi berupa nilai obyek ukur, nilai koreksi penyimpangan, nilai ketidak pastian pengukuran besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran, dievaluasi
setelah ada hasil pekerjaan yang diukur. Pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan menurut ARRB mengunakan koefisien kalibrasi untuk ketelitian perhitungannya. Koefisien
kalibrasi untuk ARRB terlampirkan.
Universitas Sumatera Utara
III.3.3. The Highway Development and Management Model Roughness Progression
HDM-4 Highway Development and Management merupakan suatu sistem manajemen perkerasan yang digunakan Bank Dunia dalam membantu pengembangan dan
rehabilitasi jalan di beberapa negara. HDM-4 membuat pemodelan prediksi kerusakan jalan untuk menentukan kapan dan bagaimana mereka melakukan rehabilitasi pada kerusakan yang
telah terjadi. Salah satu pemodelan dalam HDM -4 adalah pemodelan roughness progression. G Morosiuk 2000 yang memprediksi ketidakrataan pada suatu titik waktu, berdasarkan pada
model HDM 4. Hubungannya adalah sebagai berikut :
HDM-4
RI
t
= 0.98 e
mt
[RI
o
Dimana : + 135SNCK-5 NEt] + 0.143RDSt + 0.0068ACXt +0.056PATt
RI
t
Ri = ketidaktrataan di perkerasan usia t mkm IRI
o
t = usia perkerasan sejak perbaikan atau rehabilitasi tahun
= Awal ketidakrataan mkm IRI
m = Koefisien Lingkungan
Net = komulatif beban lalu lintas ESA pada umur t jutaan ESAlajur
SNCK = 1 + SNC - 0.00004HSACXt for HSACXt 10,000 SNC = Modified Structural Number
ACXt = Daerah indikasi retak pada waktu t
Dimana : ACX = 0.62 ACA + 0.39 ACW
RDSt = Standar deviasi untuk kedalaman alur pada kedua jalur roda t mm
Universitas Sumatera Utara
PATt = daerah patching pada waktu t Parameter parameter dalam pemodelan ketidakrataan jalan menurut HDM-4 sebagian
besar sudah dikaji dalam pembahasan sebelumnya seperti, ketidakrataan awal, usia perkerasan, komulatif beban lalu lintas dan Modified Structural Number SNC . Koefisien
lingkungan yang digunakan dalam HDM-4 m memiliki hubungan dengan koefisien lingkungan yang digunakan dalam ARRB Thornthwaite Indeks; I . Menurut Martin 1996,
hubungan ini dinyatakan dalam: m = 0,0197 + 0,000155× I
3.29
III.3.3.
Pemodelan ketidakrataan jalan menurut HDM-4 mengunakan indikasi kerusakan jalan dalam pemodelannya. Kerusakan jalan ini berupa, retak dan kedalaman alur. Luas daerah
patching juga termasuk didalam pemodelan ini.
1. Kerusakan Jalan
A. Retak Cracking
Menurut kajian Mikael, 2011 retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas :
i. Retak halus atau retak garis hair cracking, lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3
mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat meresapkan
air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti lubang dan amblas. Retak ini dapat
berbentuk melintang dan memanjang, dimana retak memanjang terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan
Universitas Sumatera Utara
atau pelebaran, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong sumbu jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
Gambar 3.4 : Retak Halus
Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
2. Retak kulit buaya alligator crack, lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm.
Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan permukaan kurang stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air air tanah naik. Umumnya
daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui
beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat
terlepasnya butir-butir.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 : Retak Kulit Buaya
Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
3. Retak pinggir edge crack, retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang
mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau
terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air
dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan permukaan.
Gambar 3.6 :Retak Pinggir
Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
Universitas Sumatera Utara
4. Retak sambungan bahu dan perkerasan edge joint crack, retak memanjang, umumnya
terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk daripada di bawah perkerasan, terjadinya
settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau akibat
lintasan truk kendaraan berat dibahu jalan.
5. Retak sambungan jalan lane joint cracks, retak memanjang, yang terjadi pada
sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua
lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat berkembang menjadi
lebar karena terlepasnya butir-butir pada tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan. 6.
Retak sambungan pelebaran jalan widening cracks, adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan tidak baik.
Gambar 3.7
: Retak Sambungan Pelebaran Jalan Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
Universitas Sumatera Utara
7. Retak refleksi reflection cracks, retak memanjang, melintang, diagonal atau
membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan overlay yang menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal horizontal dibawah lapis tambahan sebagai akibat
perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif.
Gambar 3.8 : Retak Refleksi
Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
8. Retak susut shrinkage cracks, retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak
besar dengan susut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
Gambar 3.9
: Retak Susut Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
Universitas Sumatera Utara
9. Retak slip slippage cracks, retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal
ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air, atau
benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam
campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan.
Gambar 3.10 : Retak Slip
Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
B. Alur
Alur adalah salah satu dari bentuk kerusakan perkerasan jalan yang masuk dalam kategori distorsi perubahan bentuk . Distorsi perubahan bentuk dapat terjadi akibat
lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Alur ruts, yang terjadi pada lintasan roda sejajar
dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak-retak.
Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal
dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. ruts
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.11 : Alur
Sumber: Mikael Manurung 2011 Evalusi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan Perbaikan Jalan
C. Tambalan Patching
Tambalan patching adalah keadaan permukaan perkerasan yang sudah diperbaiki setempat- setempat dengan material perkerasan. Tambalan digunakan
untuk memperbaiki permukaan jalan karena kerusakan kerusakan yang terjadi, seperti jalan berlubang.
Gambar 3.12
: Tambalan Patching Sumber: http:www.highwaymaintenanceproducts.co.ukimages
Universitas Sumatera Utara
III.3.4. Evaluasi Pemodelan
1. Perkembangan Ketidakrataan Jalan RTIM2
Anthony Ockwell, 1990 melakukan penelitian pada pemodelan perkembangan ketidakrataan jalan RTIM2 ini pada daerah Australia. Anthony Ockwell menyatakan nilai
SNC diperoleh berdasarkan pada :
∑
=
− −
+ =
n i
j i
CBR CBR
D a
SN
1 2
10 1
43 .
1 log
85 .
log 51
. 3
10
3.30
Dimana nilai a
i
koefisien kekutan lapis dan D
j
Koefisien a adalah tebal lapisan perkerasan inchi.
i
4 3
2
10 00045
. 1977
. 14
. 29
−
+ −
= x
CBR CBR
CBR a
j j
j i
untuk base menutut AASHO adalah:
3.31
i i
CBR a
10
log 065
. 01
. +
= 3.32
Menurut Anthony Ockwell, persamaan alogaritma perkembangan ketidakrataan jalan RTIM2 ini tidak bisa memasukkan data secara langsung dari manual perencanaan perkerasan
NAASRA. Untuk kondisi di Australia hubungan antara California Bearing Ratio dan nilai stiffness harus ditentukan lebih dahulu.
2. Perkembangan Ketidakrataan Jalan ARRB
Phil Hunt, 2001 mempresentasikan persamaan ketidakrataan jalan ARRB dengan bentuk yang sederhana yaitu:
R t = Ketidakrataan awal + Koefisien Kalibrasi × �
������ ���������� ������ ����������
� ×Faktor Usia×�
������ ���������� ������ ������ ℎ�����
�
Universitas Sumatera Utara
Martin 1996 dalam Phil Hunt, 2001 menyatakan bahwa perkembangan ketidakrataan jalan ARRB adalah perhitungan berdasarkan jalan di Australia.
3. Perkembangan Ketidakrataan Jalan HDM-4
HDM-4 merupakan pengembangan HDM-3 oleh Bank Dunia pada tahun 1993. HDM-4 memiliki perbaikan perbaikan dan memiliki program yang lebih fleksibel tetapi variable
variable mayor tidak diganti Bennett ,1996 dalam Phil Hunt, 2001. G morosiuk mengelompokkan koefisien kalibrasi dari perkembangan ketidakrataan jalan HDM-4
berdasarkan beban komulatif lalu lintas tabel terlampirkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV APLIKASI DAN ANALISA PARAMETER