DEFISIENSI VITAMIN B12 Vitamin B12: Metabolisme Dan Fungsinya Dalam Tubuh

Setelah proses uptake, kobalamin dipisahkan dalam endosom dan masuk ke sitoplasma terutama berbentuk methylcobalamin, atau diambil oleh mitokondria. Methylcobalamin diikat oleh methionine synthase dan membantu remetilasi homocysteine. Deoxyadenosyl cobalamin dalam mitokondria diikat oleh methylmalonyl-CoA-mutase dan berperan dalam metabolisme propionat. Tidak ada protein pengikat intraseluler lain yang diidentifikasi untuk kobalamin, dan tidak ada juga peran metabolik Herbert V 1996; Carmel R 2006. Selanjutnya dikatakan bahwa ginjal juga kaya akan reseptor TC II, yang berperan penting dalam meminimalkan kehilangan kobalamin melalui urin. Vitamin B12 dapat disimpan dalam hati. Total simpanan tubuh pada subyek omnivore dalam keadaan sehat sekitar 2 – 3 mg. kehilangan vitamin B12 dapat terjadi melalui desquamasi epithelium dan sekresi dalam empedu. Sebagian besar vitamin B12 yang disekresi empedu diabsorbsi kembali dan dapat digunakan untuk fungsi metabolik. Kehilangan pada orang dewasa diperkirakan 1–3 μghari sekitar 0.1 dari cadangan dalam tubuh. Jumlah pengeluaran vitamin B12 melalui stool proporsional dari cadangan tubuh, sehingga perkembangan defisiensi lebih lambat pada orang yang kekurangan vitamin B12 misalnya vegetarian dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai intrinsic factor atau yang mengalami malabsorbsi Gibson 2005.

IV. DEFISIENSI VITAMIN B12

Defisiensi vitamin B12 adalah kondisi yang menunjukkan bahwa jumlah vitamin B12 tidak cukup untuk melakukan fungsi biokimia secara normal. Proses defisiensi vitamin B12 terjadi secara bertahap yang diawali dari penurunan cadangan tubuh yang disebut dengan deplesi, namun pada saat ini fungsi biokimia belum terganggu. Tahap awal defisiensi vitamin B12 ketika terjadi keseimbangan negatif yang dapat dideteksi dengan penurunan persentase kejenuhan serum TC II. Keseimbangan negatif merupakan gambaran situasi dimana jumlah vitamin B12 yang diabsorbsi menurun sampai dibawah jumlah yang hilang setiap hari Herbert V 1996. Keseimbangan negatif dengan cepat menyebabkan deplesi, dan bila tidak dilakukan penambahan akan berlanjut menjadi defisiensi Tabel 2. Universitas Sumatera Utara Tabel 2 Tahapan perkembangan status vitamin B12 dari normal sampai defisiensi Keseimbangan negatif Deplesi Defisiensi Stage I Stage II Stage III Stage IV Normal Early Negative B12 Balance B12 Depletion Damaged Metabolism B12 Deficient Erytropoiesis Clinical Damage B12 Deficiency Anemia HoloTC II pgmL 50 Low Low Low Low TC II sat. 5 4 4 4 4 Holohap pgmL 180 180 150 100 100 dU suppression Normal Normal Normal Abnormal Abnormal Hypersegmentation No No No Yes Yes TBBC sat. 15 15 15 15 10 Hap sat. 20 20 20 20 10 RBC folate ngmL 160 160 160 140 100 Erythrocytes Normal Normal Normal Normal Macroovalocytic MCV Normal Normal Normal Normal Elevated Hemoglobin Normal Normal Normal Normal Low TC II Normal Normal Normal Elevated Elevated Methylmalonate Normal Normal Normal High High Homocysteine Normal Normal Normal High High Myelin Damage No No No ? Frequent Sumber: Herbert V 1996 Serum holoTCII yang rendah dapat dijadikan sebagai indikator awal terjadinya keseimbangan negative vitamin B12 dan dapat dijadikan sebagai pengganti Schilling test dan suatu ukuran ketidakcukupan vitamin B12 yang dibawa ke seluruh sel-sel pembentuk DNA Herbert V 1996. Selanjutnya jika keseimbangan negatif terjadi dalam waktu yang lama, akan terjadi deplesi vitamin B12 yang ditandai dengan penurunan konsentrasi holohaptocorin sampai dibawah 150 pgmL akan tetapi fungsi biokimia masih normal. Keadaan keseimbangan negatif ini ditemukan juga pada kelompok usia lanjut dengan konsentrasi vitamin B12 serum yang rendah yaitu 221 pmolL atau 300 pgmL, sehingga angka ini juga dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan negatif Herbert V 1996; Sauberlich HE 1999. Universitas Sumatera Utara Defisiensi vitamin B12 secara klinis menyebabkan kerusakan sistem hematopoitik sama seperti pada defisiensi asam folat. Macro-ovalocytic erythrocytes sebagai petunjuk sel darah merah tidak normal, dan terjadi penurunan hemoglobin. Pada keadaan ini terjadi juga peningkatan kadar methylmalonic acid MMA pada urin namun tidak ditemukan pada anemia akibat defisiensi asam folat Gibson 2005. Defisiensi vitamin B12 merupakan akibat dari kerusakan reaksi enzim yang memerlukan vit B12. Kerusakan aktifitas pembentukan methionine synthase dapat meningkatkan level homosistein, sementara kerusakan aktifitas L- methylmalonyl-CoA mutase menyebabkan peningkatan metabolit dari methylmalonyl-CoA yang disebut methylmalonic acid MMA. Seseorang yang mengalami defisiensi vitamin B12 ringan tidak akan terlihat gejalanya walaupun level homosistein dan MMA dalam darah meningkat Gibson 2005; Herbert V 1996. Akibat dari defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan perubahan dalam tubuh yang disebut sebagai gejala atau efek klinik. Gejala klinik dari defisiensi vitamin B12 dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu gejala hemotologik, neurologik dan gastrointestinal, sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Gejala hematologik. Gejala hematologik akibat defisiensi vitamin B12 tidak dapat dibedakan dari defisiensi folat, yaitu terjadinya anemia megaloblastic disertai gejala anemia klasik seperti berkurangnya energi dan kemampuan fisik, lemah, sesak nafas, dan jantung berdebar Gibson 2005; httpwww.parhealth.comdruginfo. Aktifitas yang berkurang pada methyonine synthase saat defisiensi vitamin B12 menghambat regenerasi tetrahydrofolate THF dan menjebak folat dalam bentuk yang tidak dapat digunakan oleh tubuh, menghasilkan gejala defisiensi folat padahal folat sebenarnya cukup. Jadi, dalam keadaan defisiensi keduanya folat dan vitamin B12 folat tidak tersedia untuk pembentukan DNA. Kerusakan sintesis DNA ini menyebabkan kecepatan pembelahan sel-sel tulang belakang lebih cepat dari sel-sel lain, menyebabkan sel-sel darah merah berukuran besar, tidak matang dan miskin hemoglobin. Keadaan ini disebut anemia megaloblastic dan gejala untuk penyakitnya disebut anemia pernisius. Suplementasi dengan Universitas Sumatera Utara asam folat akan memberikan folat yang cukup untuk digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah dalam kondisi normal. Namun jika defisiensi vitamin B12 yang merupakan penyebabnya, hasilnya akan tetap anemia. Jadi, anemia megaloblastik tidak selalu harus diperbaiki dengan pemberian asam folat hingga penyebab yang sebenarnya ditetapkan. Karena penurunan deplesi cadangan vitamin B12 tubuh lebih lambat dibandingkan folat, menyebabkan gejala klinik defisiensi vitamin B12 juga lebih lama muncul. Pada saat terjadi perubahan biokimia, gejala klinik belum muncul hingga beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah proses yang menyebabkan defisiensi misalnya malabsorbsi dimulai. Sedangkan perubahan akibat defisiensi folat sudah muncul dalam beberapa minggu Carmel R 2006. 2. Gejala Neurologis Gejala-gejala neurologis defisiensi vitamin B12 meliputi kehilangan rasa, rasa geli pada tangan dan kaki, susah berjalan dan melangkah tidak normal, kejang, lekas marah, depresi, dan perubahan kognitif seperti kehilangan konsentrasi dan ingatan memory, serta dimensia, disorientasi, namun umumnya tanpa perubahan kejiwaan http:www.parhealth.comdruginfo. Walaupun kemajuan komplikasi neurologik secara umum bertahap, gelaja-gejala tersebut tidak selalu dapat dikembalikan dengan pemberian vitamin B12 apalagi gejala tersebut sudah muncul lama. Komplikasi neurologik tidak selalu berhubungan dengan anemia megaloblastic dan yang mengalami gejala defisiensi vitamin B12 secara klinis hanya sekitar 25 persen kasus. Walaupun defisiensi vitamin B12 diketahui merusak lapisan myelin pada syaraf-syaraf cranial, spinal dan periperal, proses biokimia yang mempengaruhi kerusakan neurologik belum dipahami dengan baik http:lpi.oregonstate.eduinfocentervitaminvitaminB12. Efek neurologik defisiensi vitamin B12 dapat terjadi tanpa anemia, terutama pada orang tua diatas 60 tahun. Pada dasarnya defisiensi vitamin B12 mempengaruhi syaraf peripheral dan berlanjut sampai ke spinal cord httpwww.eatright.org. 3. Gejala Gastrointestinal Sakit lidah, kehilangan selera makan, dan konstipasi telah dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12. Kebenaran dari gejala ini belum jelas, tetapi mungkin dapat dikaitkan dengan peradangan lambung yang ditemukan pada Universitas Sumatera Utara banyak kasus desisiensi vitamin B12, atau Peningkatan kemampuan menyerang dari kecepatan pembelahan sel-sel gastrointestinal untuk merusak sintesis DNA. Efek defisiensi vitamin B12 terhadap gastrointestinal menyebabkan sering diare dan konstipasi, sakit di bagian perut, kembung, dan luka pada lidah. Anoreksia dan kehilangan berat badan juga merupakan gejala umum kekurangan vitamin B12. Bahkan ada pendapat bahwa kehilangan kemampuan mendengar tuli karena pertambahan usia juga berhubungan dengan status vitamin B12 dan folat yang miskin http:www.parhealth.comdruginfo. Masih sedikit diketahui tentang prevalensi defisiensi vitamin B12 terutama pada anak-anak. Namun, karena vitamin B12 hanya terdapat pada pangan hewani, diperkirakan angka defisiensi vitamin B12 tinggi pada anak-anak yang jarang atau sedikit makan makanan hewani seperti daging, telur dan susu. Penelitian di Kenya Siekmann JH et al 2003 terhadap 555 anak sekolah 5-14 th menunjukkan 80,7 anak mengalami defisiensi vitamin B12 tingkat berat dan sedang. Pemberian makanan tambahan di sekolah berupa daging 60-85 ghr dan susu 200-250 mlhr atau energi kalori dari daging dan susu 240-300 Kalhr selama satu tahun ajaran. Sampel darah dan tinja dikumpulkan 2 kali yaitu pada waktu sebelum dan sesudah satu tahun intervensi untuk menilai parasit pada tinja, malaria, Hb, serum atau plasma C-reactive protein,ferritin, Zn, Cu, vitamin B12, folat dan retinol, riboflavin eritrosit. Pada saat baseline, ditemukan prevalensi yang tinggi untuk defisiensi gizi mikro Fe, Zn, vitamin A, vitamin B12, dan riboflavin, dan ferritin rendah pada beberapa anak. Pada akhir intervensi, plasma vitamin B12 meningkat secara signifikan pada anak yang diberi makan daging dan susu, prevalensi defisiensi vitamin B12 turun dari 80,7 menjadi 64,1 pada kelompok intervensi daging dan 71,6 menjadi 45,1 pada kelompok intervensi susu. Tidak ada perbaikan yang signifikan pada status gizi mikro lainnya. Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa suplemen dengan sejumlah kecil daging dan susu dapat menurunkan prevalensi defisiensi vit B12 pada anak-anak. Rogers LM et al 2003 berdasarkan hasil penelitiannya di Guatemala terhadap 553 anak sekolah usia 8 sampai 12 tahun dari keluarga sosial ekonomi rendah menemukan 11 anak mempunyai kobalamin plasma yang rendah dan Universitas Sumatera Utara 22 mempunyai kobalamin plasma yang marginal. Peningkatan serum methylmalonic acid MMA dan homosistein plasma lebih tinggi pada anak dengan kobalamin plasma yang rendah dan marginal dibandingkan dengan anak yang mempunyai kobalamin plasma normal. Kasus yang ditemukan di Georgia tahun 2001 menunjukkan bahwa anak yang diberi ASI oleh ibu vegetarian didiagnosa mengalami defisiensi vitamin B12, menderita anemia makrositik, dan kerusakan sistem syaraf serta keterlambatan perkembangan mental CDC 2003. Penelitian lain terhadap anak- anak penderita cacing di Spanyol yang dilakukan oleh Olivares et al 2002 menunjukkan bahwa anak yang terinfeksi cacing giardia lamblia dan enterobius vermicularis mempunyai kadar vitamin B12 yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi cacing. Hal ini berhubungan dengan gangguan penyerapan pada mukosa usus. Oleh karena itu, untuk kasus infeksi parasit selain penanggulangan infeksi cacing perlu juga dilakukan suplementasi vitamin B12. Penelitian Allen LH et al 1995 terhadap anak-anak dan dewasa di mexico menunjukkan bahwa prevalensi defisiensi vitamin B12 yang dinilai berdasarkan plasma viatmin B12 berkisar antara 19 sampai 41 , sementara status plasma folat normal untuk semua individu. Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat 62 ibu menyusui yang mempunyai konsentrasi vitamin B12 ASI rendah. Beberapa penelitian di Indonesia tentang status vitamin B12 sudah mulai dilakukan sejak tahun 70 an walaupun masih terbatas pada orang dewasa. Penelitian Martoatmodjo S dkk 1973 dari Pusat penelitian Gizi dan Makanan Depkes RI, menunjukkan bahwa terdapat 28 wanita hamil di daerah Jawa Barat mengalami kekurangan vitamin B12. Penelitian lain dilakukan oleh Shybli UF 1999 dari Bagian Kardiologi Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, bahwa pada penderita Penyakit Jantung Koroner PJK ditemukan 30 kasus defisiensi vitamin B12 dan 82 defisiensi asam folat. Hal yang sama juga ditemukan pada nonpenderita PJK yaitu 30 defisiensi vitamin B12 dan 83 defisiensi asam folat. Sehingga Shybli menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara defisiensi vitamin B12 dan defisiensi folat dengan kadar homocysteine. Beberapa penelitian di luar negeri terutama di negara maju lebih banyak mengungkap masalah defisiensi vitamin B12 pada kelompok dewasa dan usia Universitas Sumatera Utara lanjut dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini kemungkinan karena anak-anak umumnya mempunyai kebiasaan makan pangan hewani dan minum susu sehingga risiko terjadinya defisiensi gizi mikro termasuk vitamin B12 rendah. Sementara pada kelompok dewasa dan lanjut usia risiko defisiensi vitamin B12 lebih besar karena pada usia ini mulai mengurangi konsumsi pangan hewani terkait dengan risiko kolesterol disamping kemampuan penyerapan za-zat gizi juga mulai menurun. Hin H et al 2006 berdasarkan penelitiannya di Inggris menunjukkan bahwa terdapat 13 dari partisipan yang berusia lanjut mengalami defisiensi vitamin B12. Dengan pemberian intervensi suplemen 1000 mikrogram intramuskuler per bulan dapat memperbaiki status biokimia vitamin B12 walaupun secara klinis tidak dapat diperbaiki. Penelitian Clarke R et al 2003 di Inggris menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin B12 10 pada usia 65-74 tahun dan 20 pada usia diatas 75 tahun. Selanjutnya berdasarkan penelitiannya pada usia lanjut di Inggris Clarke R et al 2004 menemukan bahwa prevalensi defisiensi vitamin B12 meningkat dengan bertambahnya umur. Defisiensi vitamin B12 ditemukan pada 1 dari 20 orang yang berumur 65-74 tahun dan 1 dari 10 orang yang berumur diatas 75 tahun. Hao Ling et al 2003 dari China mengemukakan prevalensi defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa berumur 35- 64 tahun sebesar 11 di China bagian Selatan dan 39 di China bagian Utara, yang selanjutnya mengatakan prevalensi defisiensi vitamin B12 lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Sementara Tucker KL et al 2000 berdasarkan penelitiannya pada orang dewasa berumur diatas 26 tahun menemukan 39 mempunyai kadar vitamin B12 plasma 350 pgmL. Berikut ini dikemukakan beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya defisiensi vitamin B12, antara lain : 1. Vegetarian Orang yang hanya mengkonsumsi pangan nabati vegetarian mempunyai resiko kekurangan vitamin B12 karena tanaman tidak mengandung vitamin B12. Dengan kata lain vitamin B12 hanya ada dalam pangan hewani. Hal ini dapat dilihat dari bayi yang diberi ASI eksklusif oleh ibu penganut vegetarian mengalami gejala defisiensi vitamin B12 pada beberapa bulan pertama setelah dilahirkan Brody 1999; American Dietetic Association httpwww.eatright.org. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu vegetarian dianjurkan untuk memasukkan tempe dan pangan yang difortifikasi vitamin B12 ke dalam menu makanan sehari-hari. Gao X et al 2003 dalam penelitian pola makan pada populasi perkotaan di China menunjukkan bahwa lebih dari 40 dari kelompok dengan pola sereal mempunyai plasma homosistein yang tinggi dan konsentrasi asam folat plasma rendah, 67 mempunyai konsentrasi plasma vitamin B12 rendah. Pola sereal mempunyai risiko 4 dan 5.2 kali lebih mungkin mempunyai homosistein yang tinggi dan vitamin b12 yang rendah dibandingkan kelompok dengan pola buah dan susu. 2. Anemia Pernisius Gangguan penyerapan malabsorbsi vitamin B12 dapat terjadi selama proses pencernaan. Suatu kondisi yang menyebabkan terjadinya malabsorbsi adalah penyakit auto-immun, disebut anemia pernisius. Pada sebagian besar kasus anemia pernisius, antibodi yang dihasilkan menyerang sel-sel parietal yang menyebabkan sel parietal tersebut atropi, sehingga kehilangan kemampuan untuk menghasilkan faktor intrinsik, yang berfungsi mengeluarkan asam hidroklorik. Anemia pernisius juga terjadi karena ketidakmampuan mengabsorbsi vitamin B12 yang dihasilkan oleh empedu. Diperkirakan vitamin B12 yang dikeluarkan oleh empedu sekitar 0,3 – 0,5 ghari. Keadaan ini disebut sirkulasi enterohepatik vitamin B12 yang menyebabkan tubuh mengalami keseimbangan negatif untuk vitamin. Walaupun vitamin B12 dalam tubuh cukup untuk persediaan selama 3-5 tahun, anemia pernisius menyebabkan gangguan absorbsi vitamin yang baru dikonsumsi, ditambah lagi kehilangan vitamin karena keseimbangan negatif. Bila cadangan vitamin B12 berkurang, akhirnya tahapan defisiensi terjadi sangat cepat, dan bila tidak diobati dapat menyebabkan kematian dalam beberapa bulan FAOWHO 2001; American Dietetic Association http:www.eatright.org. Anemia pernisius sebagai penyebab defisiensi vitamin B12 merupakan kasus yang jarang terjadi, mungkin pengaruhnya hanya 1 persen sampai beberapa persen pada kelompok lanjut usia. 3. Atrophic gastritis Anggapan terbaru mengatakan bahwa masalah yang lebih umum adalah hypochlodhydria yang berkaitan dengan atropic gastritis, dimana semakin Universitas Sumatera Utara bertambah umur terjadi penurunan kemampuan sel parietal untuk mensekresi asam hidroklorik FAOWHO 2001; American Dietetic Association httpwww.eatright.org. Diperkirakan lebih dari seperempat jumlah lanjut usia mempunyai berbagai tingkat hypochlodhydria sebagai hasil atrophic gastritis. Selain itu ada anggapan bahwa pertumbuhan bakteri yang berlebihan pada lambung dan usus pada individu yang menderita atrophic gastritis dapat menurunkan penyerapan vitamin B12. Atrophic gastritis tidak mencegah penyerapan kembali vitamin yang dikeluarkan empedu, oleh karena itu tidak menyebabkan keseimbangan negatif sebagaimana terjadi pada penderita anemia pernisius. Namun, bila terjadi dalam waktu yang lama, jumlah vitamin yang diabsorbsi dari makanan berkurang akhirnya cadangan vitamin B12 akan habis, selanjutnya dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12. 4. Konsumsi alkohol berlebih Orang yang mengkonsumsi alkohol berlebih cenderung mengalami kekurangan beberapa zat gizi esensial termasuk vitamin B12 American Dietetic Association, httpwww.eatright.org; Nutrion.gov; httpnutrition.gov.

V. KEBUTUHAN DAN SUMBER PANGAN VITAMIN B12