Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

Wahab NIM: 809018300501

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H / 2013 M


(2)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING CHIPS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA KONSEP ALAT TUBUH MAKHLUK HIDUP DAN FUNGSINYA (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Wahab NIM: 809018300501

Di bawah bimbingan

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVESITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar). Disusun oleh: Wahab, NIM: 809018300501, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 25 Oktober 2013

Yang mengesahkan

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001


(4)

Cibening, Pamijahan, Bogor) Disusun oleh: Wahab, NIM: 809018300501,

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah pada tanggal 23 September 2013 dihadapan dewan penguji karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) dalam bidang pendidikan.

Jakarta, 3 April 2014 Panitia Ujian Munaqosah

Panitia Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Program Studi (PGMI) Tanggal TandaTangan

Fauzan, MA

NIP.19810623 200912 1003 Penguji I

Dr. Zulfiani, M.Pd

NIP. 19760309 2005012002 Penguji II

Fathia Alatas, M.Si NIP.19761107 2007011013

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dra. Nurlena Rifa’i, MA.Ph.D NIP. 19591020 198603 2001


(5)

Nama : Wahab

NIM : 809018300501

Jurusan/ Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK)

Bahwa Skripsi yang Berjudul: Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa

Kelas IV MI Matla’ul Anwar) adalah benar hasil karya sendiri di bawah

bimbingan dosen:

Nama : Burhanudin Milama, M.Pd NIP : 19770201 200801 1 001

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan saya siap menerima segala konsekuensinya apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 25 September 2013 Yang Menyatakan


(6)

i

Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar), 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran talking chips. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas,

penelitian ini dilaksanakan di MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor dan

obyek yang diteliti terbatas pada satu kelas yaitu kelas IV, dengan jumlah siswa 20 orang siswa. Pengambilan data melalui observasi dan Test (Pretest dan Postest).

Penerapan model pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya pada mata pelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai 20 siswa pada siklus I rata pretest 50,5 setelah dilakukan treatment atau tindakan dan dilakukan postest rata-rata nilai meningkat menjadi 68. Pada siklus I siswa yang dinyatakan lulus sesuai dengan KKM mencapai 45%, sementara harapannya adalah mencapai 75% siswa dari Standar Kompetensi. Dengan perincian yang dinyatakan lulus sebanyak 9 siswa dengan perincian 7 siswa atau skitar 35% mendapatkan nilai baik dan 2 siswa atau sekitar 10% mendapatkan nilai sangat baik. Sedangkan yang dinyatakan tidak lulus sebanyak 11 siswa atau sekitar 55% karena nilai skor tesnya kurang dari 70, sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran IPA yang telah ditentukan oleh madrasah. Kemudian jika dilihat dari penguasaan konsep yang ditunjukkan dengan N-Gain, rata-rata N-Gain sebesar 0.36, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep sebesar 36%.

Pada siklus II rata-rata pretest 64 setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan Model Pembelajaran Talking Chips dilakukan postest rata-rata nilai meningkat menjadi 77. Tingkat keberhasilan siswa pada siklus II, yang dinyatakan lulus sebanyak 20 siswa dengan perincian 18 siswa mendapatkan nilai pada kategori baik atau 90% dan 2 siswa mendapatkan nilai sangat baik atau 10%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa telah mendapatkan nilai sesuai dengan KKM , artinya penelitian tindakan pada siklus II telah mencapai target minimal pencapaian 75% siswa mendapatkan nilai mencapai KKM. kemudian jika dilihat dari penguasaan konsep yang ditunjukkan dengan N-Gain, rata-rata N-Gain sebesar 0.37, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman dan penguasaan konsep sebesar 37%.

Kata Kunci: Talking Chips, Hasil Belajar, dan Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkanNya, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan

Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul

Anwar)”.

Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa arahan dan dorongan selama penulis studi. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat :

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, sebagai dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fauzan, MA sebagai Ketua Program Study, atas kebijakan, perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

3. Burhanudin Milama, M.Pd sebagai pembimbing, yang telah banyak membantu mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan sehingga skripsi ini terwujud.

4. Kepala Sekolah beserta dewan guru, karyawan dan semua siswa MI

Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan yang telah membantu kelancaran

selama penelitian.

5. Kedua orang tua, istri dan anak penulis yang telah banyak membantu dan memberikan semangat serta penuh pengertian selama penulis menyelesaikan studi.

6. Teman-teman mahasiswa PGMI semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dorongan dan motivasinya.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diperbuat dengan pahala yang mulia disisi Allah SWT.Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para


(8)

iii

pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kemajuan penulis dimasa yang akan datang.

Jakarta, 25 Oktober 2013


(9)

iv 1. Tabel. 2.1

kelompok belajar konvensional 9

2. Tabel. 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran

Kooperatif 15

3. Tabel. 2.3 Cara-cara Pembelajaran Kooperatif Model

Tallking Chips 19

4 Tabel 3.1 Posisi dan Peran Peneliti dalam Penelitian 34 5 Tabel 3.2 Kisi-kisi Pretest dan Postest Siklus I dan II 43 6 Tabel 4.1 Data hasil pretest dan posttest siklus I 52

7 Tabel 4.2 Hasil Observasi Siklus I Pertemuan I 53

8 Tabel 4.3 Hasil Observasi Siklus I Pertemuan II 55

9 Tabel 4.4 Hasil Observasi Siklus II 59

10 Tabel 4.5 Data hasil posttest dan pretest siklus II 60 11 Tabel 4.6 Rekapitulasi Postest Siklus I dan Postest

Siklus II 62

12

Tabel 4.7 Tabel Perbandingan Hasil Observasi Belajar


(10)

v


(11)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran

1 3 4 5 6

RPP dalam Pembelajaran Siklus I dan II. Lembar Observasi

Lembar Postest siklus I dan siklus II Permohonan Izin Penelitian


(12)

vii

Kata Pengantar --- ii

Daftar Tabel --- iv

Daftar Gambar --- v

Daftar Lampiran --- vi

Daftar Isi --- vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah --- 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian --- 6

C. Pembatasan Fokus Penelitian --- 6

D. Perumusan Masalah Penelitian --- 7

E. Tujuan Penelitian --- 7

F. Kegunaan Hasil Penelitian --- 7

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAN INTERVESI TINDAKAN A. Kajian Teoritis --- 8

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif --- 8

a. Prinsip Dasar dan Ciri dalam Pembelajaran Kooperatif --- 13

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif --- 14

c. Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif --- 15

2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 16

a. Cara Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 18

b. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips --- 19

c. Persamaan dan Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips dengan Model Kooperatif lain --- 20


(13)

viii

4. Pembelajaran IPA --- 26

a. Pengertian Belajar --- 26

b. Pengertian Pembelajaran --- 27

c. Pengertian IPA --- 28

B. Penelitian yang Relevan --- 29

C. Hipotesis Tindakan --- 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian --- 31

B. Metode dan Desain Penelitian --- 31

C. Subjek Penelitian --- 34

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian --- 34

E. Tahap Intervensi Tindakan --- 35

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan --- 39

G. Data dan Sumber Data --- 40

H. Instrumen Pengumpulan Data --- 40

I. Teknik Pengumpulan Data --- 41

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan --- 44

K. Analisis Data dan Interpretasi Data --- 45

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan --- 47

BAB IV DISKRIPSI DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data--- 48

1. Siklus I --- 48

a. Perencanaan Tindakan Siklus I --- 48

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I --- 49

c. Hasil Tindakan Siklus I --- 50

d. Refleksi Tindakan Siklus I --- 55


(14)

ix

d. Refleksi Tindakan Siklus II --- 60

B. Analisis Data--- 62

C. Pembahasan --- 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan --- 71 B. Saran --- 72


(15)

1

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jadi kebiasaan cara belajar juga berpengaruh pada hasil yang diinginkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan, faktor lain adalah faktor ekstern contohnya faktor keluarga, faktor sekolah serta faktor masyarakat.

Setiap siswa mempunyai karakteristik yang beragam. Salah satu siswa dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami berbagai kesulitan, sedangkan tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah semestinya.

Proses belajar mengajar dilakukan oleh guru di kelas, diarahkan pada pemberian pengalaman bagi para siswa, sehingga secara kultural dan pribadi akan terjadi kegiatan belajar mengajar yang relevan antara guru dan siswa. Dengan demikian, pengolahan, pengarahan dan kemudahan belajar di kelas merupakan tugas penting bagi penyelenggara pendidikan formal di semua jenjang.

Kegiatan belajar mengajar yang baik dan menguntungkan jika guru mengetahui sacara tepat faktor-faktor yang menunjang terciptanya kondisi tersebut. Guru mengenal masalah-masalah yang dianggap bisa merusak situasi dan iklim belajar mengajar. Selain itu, guru harus menguasai beberapa pendekatan dalam mengelola kelas atau mengatur kelas. Dengan kata lain, bahwa progam kelas akan terlaksana dengan baik apabila guru


(16)

UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1

Salah satu mata pelajaran yang turut berperan penting dalam pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.2

Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini dimana siswa hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.3

Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi (SK)dan kompetensi dasar (KD). Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan siswa menghafal informasi faktual. Siswa hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Siswa tidak dibiasakan

1

Ine Kusuma Aryani dan Markum Susatim. Pendidikan Berbasis Nilai.(Bogor: Galia Indah, 2010) h. 10

2

Bambang Sutedjo. Panduan Pengembangan Pembelajaran Ipa Terpadu Jakarta: Pusat Kurikulum,Balitbang Depdiknas(2010) Hlm 4,tersedia di Www.Puskur.Net

3


(17)

Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah siswa per kelas yang terlalu banyak.5

Berdasarkan hasil observasi yang telah penulis lakukan di lokasi penelitian yaitu di kelas IV MI Matlaul Anwar Cibening Pamijahan Bogor, proses pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yaitu menggunakan metode ceramah, sehingga pembelajaran masih terpusat pada guru, semua informasi berpusat pada guru dan pembelajaran berlangsung searah. Pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang dilakukan. Guru IPA sebagian masih mempertahankan urutan-urutan dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon terhadap pelajaran yang disampaikan, sehingga proses pembelajaran cenderung menyebabkan suasana membosankan. Dari pembelajaran konvensional di atas berdampak terhadap hasil belajar. Siswa di kelas IV yang saya ajar pada nilai ulangan IPA 30 persen yang mencapai KKM, untuk nilai ulangan harian pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya.

Konsep pembelajaran IPA menuntut adanya perubahan peran guru. Pada konsep konvensional guru lebih berperan sebagai transformator, artinya guru berperan hanya sebagai penyampai informasi, ide, atau gagasan, dan guru berada didepan kelas menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa hanya mendengar, menyimak, dan mencatat, kadang siswa diselingi pertanyaan dan latihan. Pola ini membuat siswa kurang aktif hanya menerima materi saja,

4

Ibid., h. 5 5


(18)

individu yang aktif, memiliki kemampuan dan potensi yang perlu dieksplorasi secara optimal. Agar pembelajaran lebih optimal, maka model pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan konsep yang diajarkan, sehingga siswa termotivasi untuk ikut serta dalam proses pembelajaran. Selain memandang penting peran aktif siswa dalam belajar, pembelajaran juga menuntut peran guru lebih luas. Diantara tugas guru tersebut adalah guru tidak hanya menerangkan dan menjelaskan materi kepada siswa, tetapi juga mengajak siswa untuk ikut akif dalam proses belajar mengajar tersebut, karena keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kualitas dan kemampuan guru.

Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempunyai kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model pembelajaran untuk menunjang tercapainya proses belajar mengajar.

Salah satu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam model, salah satunya adalah talking chips. Di dalam talking chips siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang perkelompok. Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. Kemudian setiap kelompok diberikan 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya


(19)

”Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu; proses sosial dan proses dalam penguasaan materi”6. Proses sosial berperan penting dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada ke lompoknya. Para siswa belajar untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang siswa pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.

Penerapan pembelajaran model talking chips, akan memberikan motivasi siswa dan pengalaman siswa dalam belajar. Namun Pendekatan model pembelajaran talking chips masih belum dikenal di MI Matlaul Anwar, sehingga guru belum pernah menggunakan pendekatan ini, dengan mempertimbangkan usaha-usaha agar siswa dapat belajar dengan menyenangkan dan memperoleh manfaat besar sesuai dengan kebutuhan kurikulum maka perlu dilakukan penelitian tentang upaya meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas IV MI Matlaul Anwar melalui pembelajaran model talking chips.

Pembelajaran model talking chips yang diterapkan pada pokok bahasan konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa secara efektif dan dapat menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar ke arah pembelajaran yang menciptakan interaktif sesama siswa, sehingga siswa dapat terdorong minat dan motivasinya untuk belajar IPA yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kimia. Hasil belajar atau prestasi merupakan hasil dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Agar proses pembelajaran IPA dapat berjalan dengan baik dan tercapai tujuan pembelajaran IPA tersebut, maka diperlukan suatu strategi yang tepat supaya hasil yang dicapai maksimal dan berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Guru harus dapat memilih metode-metode yang sesuai dengan

6

Sonia Kasal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm


(20)

IPA, dengan demikian prestasi mudah diraih. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini peneliti ingin mencoba mengaplikasikan sebuah model pembelajaran dengan teknik taking chip, dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV MI Matla’ul Anwar.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Alat Tubuh Makhluk Hidup dan Fungsinya (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV MI Matla’ul Anwar)“.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat di identifikasi adalah sebagai berikut:

1. Sebagian siswa beranggapan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah mata pelajaran yang sulit dimengerti .

2. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih rendah dalam konsep alat tubuh makhluk dan fungsinya.

3. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam menyampaikan materi pembelajaran.

C.Pembatasa Masalah

Supaya permasalahan yang dikaji dapat terarah dan untuk menghindari penyimpangan dari masalah yang diteliti, maka perlu adanya pembatasan masalah. Masalah di sini dititik beratkan pada:

1. Penerapan model pembelajaran talking chips di MI Matlaul Anwar. 2. Hasil belajar siswa yang diukur hanya pada aspek kognitif.


(21)

perumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa di kelas IV MI Matlaul Anwar dengan menggunakan model pembelajaran talking chips?

E.Tujuan Penelitian

Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa melalui model pembelajaran talking chips.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi pihak-pihak terkait, berikut peneliti uraikan kegunaan hasil penelitian:

1. Bagi Madrasah

Penelitian ini semoga berguna dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan prestasi, minat belajar dan kualitas dalam pelaksanaan pendidikan.

2. Bagi Guru

Memperluas wawasan, pengetahuan, dan keterampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran talking chips pada mata pelajaran IPA. 3. Bagi siswa

Penelitian ini semoga dapat mendorong siswa agar dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran.


(22)

8

A.Kajian Teoritis

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Sedangkan kooperatif dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti bersifat kerjasama. Secara umum, pengertian pembelajaran kooperatif ditafsirkan berbeda-beda oleh para ahli. Seperti yang dikutip oleh Miftahul Huda, menurut Roger, dkk (1992) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara social di antara kelompok-kelompok belajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain .1

Menurut Anita Lie, mendefinisikan pembelajaran kooperatif atau pembelajaran bergotong royong merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama sesamanya pada saat mengerjakan tugas terstruktur.2 Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak dalam Hasan Fauzi Maufur pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok–kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh

1

Miftahul Huda, COOPERATIF LEARNING (Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 29

2

Anita Lie, COOPERATIF LEARNING (Mempraktikkkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas.(Jakarta:Kencana, 2008), hal.12.


(23)

guru dan saling membantu t eman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.3

Dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, tiap anggota kelompok saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai hasil belajar yang baik.

Pembelajaran kooperatif mempunyai asumsi bahwa untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran, siswa perlu menjadi bagian dari satu sistem kerjasama dalam kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan semata, tetapi juga oleh peran masing-masing anggota secara bersama di dalam kelompok. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional.4

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sehingga anggota

kelompok lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan

“pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.

Kelompok belajar biasanya

homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok sering

3

Hasan Fauzi Maufur, Sejuta Jurus Mengajar Mangasikkan. (Semarang: Sindur Press, 2009) h. 129

4

Nurhadi dkk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004) h. 62-63


(24)

demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih

pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti:

kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas

Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Selain itu, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interpendensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur


(25)

reward. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir, struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi yang dibituhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.5

Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Pembelajaran kooperatif juga dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, m emecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, maka siswa perlu diajarkan keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.

Lungren dalam Hasan Fauzi Maufur, menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir.6

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya.

2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggungjawab tertentu dalam kelompok.

3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan konstribusi.

4) Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.

5

Anita Lie. Op. Cit., h. 14

6


(26)

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:

1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi. 2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi

lebih lanjut.

3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda.

4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain: mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat- pendapat dengan topik tertentu.

Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara sesama siswa terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik bagi kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mengutamakan siswa untuk saling bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk memahami dan mengerjakan segala tugas belajar mereka. Beberapa unsur penting dalam pembelajaran kooperatif meliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas, mendorong untuk bekerjasama yang terstruktur, tanggungjawab individu dan kelompok yang heterogen. Pembelajaran kooperatif digunakan dalam kelas yang selalu diliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas. Dalam kelompok belajar, semua anggota kelompok bekerjasama dan tidak memiliki respon yang terpisah.


(27)

a. Prinsip Dasar dan Ciri-ciri dalam Pembelajaran Kooperatif

Adapun prinsip dasar dan elemen yang terkait dalam pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi dkk sebagai berikut7:

1) Saling ketergantungan positif. Dalam hal ini, dituntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan antara lain dalam hal pencapaian tujuan, penyelesaian tugas, bahan dan sumber, peran, dan hadiah.

2) Interaksi tatap muka. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan sumbangan pemikiran dalam pemecahan masalah, siswa harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara efektif.

3) Pertangungjawaban individu. Setiap individu dalam kelompok bertanggung jawab terhadap nilai kelompok, penilaian kelompok didasarkan pada rata-rata nilai semua anggota kelompok secara individu.

4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi merupakan keterampilan sosial yang harus dimiliki dan diajarkan pada siswa seperti:

tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani

mempertahankan pikiran logis, mengkritik ide bukan mengkritik teman, tidak mendominasi orang lain, dan mandiri.

Sedangkan menurut Shepardson dalam aninditya Sri Nugraheni, ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut8:

1) Guru harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar siswa yang berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction). Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi yang mampu memberikan kesempatan yang merata kepada anggota kelompok untuk memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan, mempertahankan pendapat, ataupun memberikan jalan keluar jika mengalami

7

Nurhadi dkk, Op. Cit., h. 61-62

8

Aninditya Sri Nugraheni, Penerapan Strategi Cooperatif Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pedagogia, 20012) h. 47


(28)

permasalahan dalam diskusi.

2) Guru harus menciptakan interpendensi positif di kalangan anggota kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus membiasakan diri mendengarkan dengan bak pendapat anggota lain, menerima pendapat anggota lain, dan berupaya dapat membantu teman lain menyumbangkan pikirannya.

3) Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil (individual acountability). Di dalam pembelajaran kooperatif, tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan mengemukakan pendapatnya secara sukarela, masing-masing anggota kelompok akan menyampaikan pendapatnya. Oleh karena itu, seorang anggota kelompok akan menerima tugas dari pendidik, misalnya sebagai pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil diskusi, atau sebagai penyamapi hasil diskusi.

4) Pembelajaran kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan bersama (group process skill). Pembelajaran ini mengajarkan kepada siswa untuk saling memberi informasi, saling mengajarkan jika ada anggota kelompok yang belum mampu, dan saling menghargai pendapat anggotanya.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pengelolaan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif memiliki 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:9

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa yang sulit.

9


(29)

2) Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan latar belakang tersebut diantaranya: perbedaan suku, agama, ras, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat oang lain, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu

ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif10

Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar

Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar

Pengajar menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membimbing kelompok bekerja dan Belajar

Pengajar membimbing kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas

Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil

10

Ahmad Noor Fatirul, Cooperatif Learning, google: www. Trimanjuniarso.wordpress.com/Cooperatif-Learnig.pdf, h. 20


(30)

belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing

anggota kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya Memberikan penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang berarti berbicara, sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi arti talking chips adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan talking chips dalam pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke atas meja.

Model pembelajaran talking chips atau kancing gemerincing merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif. “Teknik belajar mengajar kancing gemerincing dikembangkan oleh Spender Kagan(1992)”.11 Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi beberapa kelompok. Teknik ini dapat memberikan kontribusi siswa secara merata. Teknik ini dapat digunakan untuk berdiskusi, mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain ataupun untuk saling mengevaluasi hapalan. Teknik kancing gemerincing dirancang untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya juga ada

11

Masitoh dan Laksmi Dewi. Strategi Pembelajar. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 244


(31)

anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.12 Dengan menerapkan teknik talking chip ini dalam proses pembelajaran, diharapkan semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk aktif dalam mengemukakan pendapat sehingga terjadi pemerataan kesempatan dalam pembagian tugas kelompok. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lie bahwa “dalam kegiatan kancing gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka serta mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain”.13

Di dalam talking chips (1) siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. (2) kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. ( 3 ) Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan model pembelajaran kooperatif teknik talking chips merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral sebagai subyek belajar melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri.

Talking chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu;14 proses sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam talking chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat

12

Lukman Zain. Pembelajaran Fiqih. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 138

13

Asrul dkk. Pengaruh Peggunaan Teknik Talking Chip Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VII SMPN 1 IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. ( Pillar of Physics Education, vol. 1. April 2013, 97-103) h. 98

14 Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm


(32)

membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.

Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam pembelajaran kooperatif. Disamping itu, talking chips merupakan metode pembelajaran secara kelompok, maka kelompok merupakan tempat untuk mencapai tujuan sehingga kelompok harus mampu membuat siswa untuk belajar. Dengan demikian semua anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi dengan anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling ketergantungan positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama. Proses penguasaan materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat menguasai materi.

a. Cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips

Terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 : Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model talking chips15

No Tahap kegiatan

1. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisikan kancing-kancing. 2. Setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua

atau tiga buah kancing

3. Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat ide harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya ditengah-tengah.

15


(33)

4. Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.

5. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali

b. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif model Talking Chips.

Dalam pembelajaran kooperatif model talking chips masing- masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain dari model ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok kooperatif yang lain sering ada anggota yang selalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, ada juga anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan selalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran talking chips memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta.

Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran talking chips diantaranya:

1) Tidak semua konsep dalam IPA dapat mengungkapkan model talking hips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat dinilai. Seorang guru yang profesional tentu dapat memilih metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran.

2) Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama dalam proses pembentukan pengetahuan siswa.


(34)

3) Pembelajaran model talking chips adalah model pembelajaran yang menarik namun cukup sulit dalam pelaksanaannya, karena memerlukan persiapan yang cukup sulit. Selain itu dalam pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa yang ada di kelas. Hal ini cukup sulit dilakukan terutama jika jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.

c. Persamaan dan perbedaan pembelajaran kooperatif model Talking Chips dengan model-model pembelajaran kooperatif lainnya.

Semua model-model pembelajaran kooperatif yang berlandaskan metode pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan, ciri-ciri, unsur-unsur, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pembelajaran yang sama, akan tetapi setiap model dalam pembelajaran kooperatif mempunyai ciri khas tertentu.

Pembelajaran kooperatif model talking chips dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya, sehingga tidak ada siswa yang mendominasi dan siswa yang diam saja. Pembelajaran kooperatif model talking chips dapat membantu guru untuk memonitor tanggung jawab individu siswa. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif model talking chips juga akan melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga sangat penting bagi guru untuk membekali sebelumnya dengan kemampuan berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa memiliki tingkat kemampuan untuk berkomunikasi.

3. Hasil Belajar

Salah satu tugas pokok guru ialah mengevaluasi taraf keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk melihat bagaimana taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan dapat dipercaya, kita memerlukan informasi yang didukung oleh data yang objektif


(35)

dan memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi para siswa. Oleh sebab itu, kita biasanya berusaha mengambil cuplikan saja yang diharapkan mencerminkan keseluruhan perubahan perilaku itu. Tetapi sebelumnya indikator-indikator tentang hasil belajar (prestasi) sebagai tujuan pendidikan, penulis akan membahas tentang:

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Zainal Arifin “kata prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu

prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “Prestasi” yang berarti

„hasil usaha’. Istilah „prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar. Prestasi

pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak siswa”.16

Di dalam buku Kamus Bahasa Indonesia untuk pendidikan dasar yang

disusun oleh Qonita Aliya bahwa “prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya )”.17

Sedangkan belajar berarti belajar memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih ; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Tidak jauh dari pengertian yang dikemukakan oleh Mas’ud, Syaiful

Bahri Djamarah menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.

Dengan demikian, dapat dinyatakan beberapa rumusan dari pengertian prestasi belajar, diantaranya bahwa hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau materi yang dikembangkan oleh mata pelajaran. Hasil belajar menurut Nana Sudjana adalah kemampuan yang dimiliki siswa,setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Hadari Nawawi hasil belajar adalah “tingkat keberhasilan murid untuk mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes

16

Zainal Arifin.Evaluasi Pembelajaran.(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009) h. 11

17

Qonita Alya Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar. (Jakarta: PT INDAH JAYA Pratama 2009) h.568


(36)

mengenai sejumlah materi.

Dalam dunia pendidikan, bentuk penilaian dari suatu prestasi biasanya dapat dilihat atau dinyatakan dalam bentuk simbol huruf atau angka-angka. Jadi, hasil belajar adalah hasil yang diraih oleh siswa dari aktivitas belajarnya yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat diwujudkan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku dan pada umumnya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf atau angka-angka. Hasil belajar yang didapatkan oleh seorang siswa bersifat sementara kadang kala dalam suatu tahapan belajar, siswa yang berhasil secara gemilang dalam belajar, sering pula dijumpai adanya siswa yang gagal. Seperti angka raport rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir dan sebagainya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu “Faktor internal, faktor eksternal

dan faktor pendekatan belajar.

1) Faktor Internal

Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa . Faktor ini meliputi 2 aspek, yakni :

a) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi jasmani yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan lain sebagainya sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.

b) Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran siswa.Diantaranya adalah:


(37)

a) Intelegensi siswa

Jean piaget dalam Muhammad Asrori mengatakan bahwa intelligence atau kecerdasan yaitu “seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif termasuk kemampuan-kemampuan mental yang komplek seperti berpikir, memahami, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengvaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan”.18

Tingkat kecerdasan merupakan wadah bagi kemungkinan tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika tingkat kecerdasan rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula. Clark mengemukakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

b) Sikap siswa

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas belajar adalah sikap. Menurut Masitoh dan Laksmi Dewi “Sikap merupakan salah satu ranah perilaku manusia atau siswa yang merupakan bagian dari tujuan pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari ranah kognitif dan psikomotorik. Sikap yang dimiliki seseorang mempengaruhi tindakan

orang tersebut terhadap suatu objek, orang atau peristiwa”.19

Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap terhadap objek, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang diterima merupakan tanda yang baik bagi proses belajar siswa.Sebaliknya, sikap negatif yang diiringi dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajarannya menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut, sehingga prestasi belajar yang di capai siswa akan kurang memuaskan.

c) Bakat siswa

18

Muhammad Asrori. Psikologi Pembelajaran. (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009)h. 48

19


(38)

Sebagaimana halnya intelegensi, bakat juga merupakan wadah untuk mencapai hasil belajar tertentu. Secara umum bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Siswa yang kurang atau tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan dalam belajar.

d) Minat siswa

Menurut Getzel dalam Harun Rasyid dan Mansur, “Minat adalah

suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas pemahaman, dan

keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian”.20

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa. siswa yang menaruh minat besar terhadap bidang studi tertentu akan memusatkan perhatiannya lebih banyak dari pada siswa lain, sehingga memungkinkan siswa tersebut untuk belajar lebih giat dan pada akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

e) Motivasi Siswa

Callahan and Clark dalam E. Mulyasa mengemukakan bahwa

“motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan

adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Siswa akan belajar sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi”.21

Tanpa motivasi yang besar, siswa akan banyak mengalami kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan faktor pendorong kegiatan belajar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu minat intrinsik dan minat ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan

20

Harun Rasyid dan Mansur. Penilaian Hasil Belajar. (Bandung: CV Wacana Prima, 2009) h. 17

21

E. Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Panduan Praktis). (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, Cet ke-8) h. 264.


(39)

keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal keadaan yang datang dari luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi yang dipandang lebih esensial adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal (faktor dari luar siswa),yakni kondisi/keadaan lingkungan di sekitar siswa . Adapun faktor ekstern yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah :

a) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial siswa di sekolah adalah para guru, staf administrasi dan teman-teman sekelasnya,yang dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Masyarakat, tetangga dan teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa juga termasuk lingkungan sosial bagi siswa. Namun lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan letak rumah, semuanya dapat memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang di capai siswa.

b) Lingkungan non sosial

Lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.


(40)

a. Pengertian belajar

A. Tafsir dkk mengemukakan bahwa belajar adalah“ suatu proses

yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya”.22

Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Sejalan dengan pendapat di atas, A. Tafsir mengutip beberapa pendapat 1) Arif S. Sadiman mengatakan “ Belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung

seumur hidup, sejak masih bayi sampai keliang lahat nanti” 23

2) Oemar

Hamalik berpendapat bahwa “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku

berkat interaksi dengan lingkungan”.24

Lukmanul Hakim menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

“belajar pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi dari adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya”.25 Jadi perubahan tingkah laku adalah hasil belajar. Artinya, seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya.

Gegne dalam Najib Sulhan mengemukakan bahwa “belajar adalah

sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja)”.26

M. Dalyono mendefinisikan belajar sebagai “Suatu usaha atau

kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,

keterampilan, dan sebagainya”. 27

Perubahan tingkah laku atau pengalaman itu berkat adanya pengalaman dan latihan.

22

Tafsir, A, Pengembangan Wawasan Profesi Guru. (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2009), h. 15

23

Ibid., h. 26 24

Ibid., h. 26 25

Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima 2009), h. 142

26

Najib Sulhan, Pembangunan Karakter pada Anak. (Surabaya: SIC 2010) h. 5 27


(41)

Syaiful Bahri Djamarah dkk., mengatakan “belajar adalah “Proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organism atau

pribadi”. 28

Bertolak dari beberapa definisi di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Itu artinya bahwa dalam belajar terdapat tingkah laku yang mengalami perubahan sebagai akibat dari interaksi dan pengalaman serta latihan, dan karena itu, perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan oleh latihan dan pengalaman tidak digolongkan sebagai belajar. Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dari kata “ajar” ini lahirlah kata kerja “belajar” yang berarti berlatih atau berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan kata “pembelajaran” berasal dari kata “belajar”

yang mendapat awalan pe -dan akhiran an yang merupakan konflik nominal yang mempunyai arti proses.

Najib Sulhan mengatakan pembelajaran adalah “suatu sistem atau

proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif

dan efisien”. 29

Berdasarkan pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan

28

Syaiful Bahri Djamarah, dkk. Strategi Belajar Mengajar . (Jakarta: Renika Cipta, 2006 Cet Ke-6) h. 10

29


(42)

suatu proses atau usaha yang telah dirancang dan didesain secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien, yaitu dapat terbentuk suatu karakter yang baik dan positif dalam diri siswa itu sendiri dan dalam kondisi tertentu, selain itu siswa mendapatkan ilmu pengalaman dan pengetahuan dari apa yang telah diajarkan.

Pembelajaran adalah suatu kata yang memiliki arti sama dengan kata mengajar. Kata mengajar memiliki arti yang kompleks dan beraneka macam sesuai dengan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para ahli mengemukakan berbagai pengertian tentang mengajar bahwa, Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru ke siswa, namun banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Sasaran akhir dari proses pengajaran adalah siswa belajar.

c. Pengertian IPA

Pembelajaran IPA bagi sebagian guru cenderung diajarkan secara konseptual saja, bersifat hafalan dan kurang mementingkan proses pemahaman dan pembinaan konsep. Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali seperti di sekolah, di halaman, di perpustakaan, di pedesaan dan sebagainya.

Sarifuddin dan Winataputra mengelompokkan sumber-sumber belajar menjadi 5 kategori yaitu manusia, buku/perpustakaan, media masa, alam lingkungan dan media pendidikan. Namun guru biasanya kurang tertarik menggunakan media sebagai sumber belajar seperti halnya mengajak siswa keluar lingkungan sekolah karena berbagai faktor diantaranya waktu yang terbatas, bobot materi terlalu banyak serta


(43)

keterbatasan guru dalam mengembangkan inovasi pembelajaran padahal sumber belajar cukup kaya di lingkungan siswa tinggal.

Melalui kurikulum berbasis kompetensi diharapkan pola pembelajaran yang disampaikan dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Menanamkan sikap ilmiah kepada siswa dan melatih siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya secara ilmiah. Pada gilirannya siswa aktif dalam belajar karena pada dasarnya siswa sendiri yang akan menyelesaikan masalah-masalah yang dia dapatkan sesuai dengan konsep materi yang dipelajari dengan bantuan media sebagai sumber belajar siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Tuti Hayati dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn dengan Menggunakan Model Pembelajaran talking chips. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran talking chips pada matapelajaran PKn di kelas III MIS Tarbiyatul Falah Kaunggading Pamijahan Bogor tahun ajaran 2011/2012. Tuti Hayati menyimpulkan bahwa pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III MI Tarbiyatul Falah, Kaunggading, Pamijahan, Bogor. Peningkatan hasil belajar siswa tampak dari kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan, interaksi, sikap, dan antusias siswa dalam melaksanakan mengikuti proses pembelajaran dan dari nilai setelah diadakan tes.

Penelitian yang relevan juga pernah dilakuan oleh Indah Komala Sari dalam skripsinya yang berjudul upaya peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran talking chips pada mata pelajaran IPA. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran talking chips pada matapelajaran IPA di kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Miftahussudur Cibuntu Ciampea Bogor tahun ajaran 2000/2011. Indah Komala Sari menyimpulkan bahwa


(44)

model pembelajaran talking chips dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VIII MTs Miftahussudur, Cibuntu Ciampea, Bogor.

Penelitian-penelitian tersebut di atas membahas tentang pembelajaran talking chips untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini yang juga membahas tentang pembelajaran talking chips dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaannya pada objek penelitian ini yaitu siswa kelas IV MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor, sedangkan dalam penelitian Tuti Hayati dilakukan di kelas III MI Tarbiyatul Falah kaunggading Pamijahan Bogor dan penelitian yang dilakukan oleh Indah Komala Sari dilakukan di kelas VIII MTs Miftahussudur Cibuntu, Ciampea Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh peningkatan hasil belajar IPA dengan penerapan model Pembelajaran talking chips di MI Matla’ul anwar seperti hasil penelitian yang terdahulu.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan deskripsi teoritis dan hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: Penerapan Model Pembelajaran talking cihps dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya.

Jika peningkatan hasil belajar mencapai nilai KKM mata pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran talking chips maka siklus tindakan sudah berhasil


(45)

31

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IVMI Matla’ul Anwar CibeningPamijahan, Bogor.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diperkirakan membutuhkan waktu pelaksanaan selama tiga bulan yaitu bulan Juli 2013 sampai September 2013.Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan program pembelajaran efektif semester 1tahun pembelajaran 2013/2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dan jenis penelitiannya

adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), penelitian

dengan tindakan bertujuan “untuk peningkatan dan perbaikan praktik

pembelajaran yang dilakukan oleh guru1”.

Menurut Priyono dalam Basrowi karakteristik penelitian tindakan kelas dalam makalahnya yang berjudul “Action Research sebagai Strategi

Pengembangan Profesi Guru” yang dikutip oleh Basrowi dkk adalah (1)

masalah yang dijadikan objek penelitian muncul dari dunia kerja penelitian; (2) bertujuan memecahkan masalah guna peningkatan kualitas; (3) menggunakan data yang beragam; (4) langkah-langkahnya merupakan siklus;

(5) mengutamakan kerja kelompok2”.

Berdasarkan Uraian diatas, penelitian tindakan kelas mempunyai karakteristik yang khusus, yakni untuk memecahkan masalah dan untuk meningkatkan kinerja guru.Dalam pelaksanaan diwarnai oleh pikiran ulang

1

AsroriMuhammad, Penelitian Tindakan Kelas (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009), h. 13

2

Basrowi dkk, Manajemen Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Insan Cendikia, 2010, Cet ke: 4), h. 23


(46)

perubahan sehingga diperoleh suatu model pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan kondisi kelas yang ada.

Jadi secara garis besarnya penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kinerja sehingga prestasi belajar siswa bisa lebih meningkat. Dalam penelitian ini guru dianggap paling tepat melakukan penelitian ini karena:

1. Guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya,

2. Guru merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnya,

3. Interaksi guru dengan siswa berlangsung secara unik, dan

4. Keterlibatan guru dengan berbagai kegiatan inovatif yang bersifat

pengembangan mempersyaratkan guru mampu melakukan penelitian di kelasnya.

Pelaksanaan penelitian ini sesuai dengan tahap-tahap penelitian.Dalam sebuah penelitian tindakan kelas kita mengenal adanya siklus.Model-model siklus yang dipakai dalam penelitian tindakan kelas diantaranya skema penelitian tindakan Hopkins atau Kurt Lewin.

Model skema penelitian tindakan Hopkins menggunakan prosedur kerja yang dipandang sebagai suatu siklus spiral.Untuk selanjutnya dasar penelitian tindakan kelas ini menggunakan pengumpulan berdasar pada prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen yaitu.

1. Perencanaan (Planning) 2. Tindakan (Activity)

3. Pengamatan (Observing dan) 4. Refleksi (Reflecting)

Dari keempat komponen di atas satu sama lain mempunyai hubungan yang sangat erat dalam satu siklus yang dapat divisualisasikan pada Gambar 3.1 sebagai berikut:


(47)

Gambar3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Dalam siklus pertama menurut model Classroom Action Research (CAR) Kemnis dan Taggart maka tahap awal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Rencana: Tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan hasil

belajar siswa.

2. Tindakan: Tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya

perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan.

3. Observasi: Mengamati dan mengevaluasi atas hasil atau dampak dari

tindakan yang dilakukan atau dikenakan terhadap siswa dan

4. Refleksi: Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil

atau dampak dari tindakan, dari berbagai kriteria.3

Setelah dilakukan refleksi atau renungan yang mencakup analisis, sintesis, dan penelitian terhadap hasil pengamatan dari proses serta hasil tindakan biasanya ada beberapa masalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang, pengamatan ulang, serta diikuti refleksi ulang. Tahap-tahap kegiatan ini berulang, sampai suatu permasalahan dianggap telah teratasi.

3

Basrowi, dkk., Op. Cit., h. 49 Reflecting

Planning

Activity


(48)

yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV MI

Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor, yang berjumlah 20 orang siswa, terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Penelitian tindakan kelas yang peleliti lakukan merupakan penelitian kolaburatif artinya pada penelitian ini peneliti melakukan pelitian tidak sendiri akan tetapi dibantu oleh peneliti lain yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Posisi dan Peran Peneliti dalam Penelitian

No Nama dan Posisi Peran

1 Wahab

(Peneliti Utama)

1. Melakukan pretest dan postest

2. Melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran talking chips

3. Memberikan lembar pretest

4. Bersama konsultan ahli dan observer menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap hasil penelitian

2 Heri

(Observer)

1. Membantu peneliti utama mengamati proses pretest, implementasi tindakan dan melakukan postest.

2. Memberi masukan terhadap alalisis data dan kesimpulan yang diambil

3 Dosen pembimbing (Konsultan Ahli)

1. Memberikan masukan kepada peneliti utama pada saat menyusun perangkat pembelajaran dan menyusun instrumen 2. Member masukan pada saat membuat siklus

penelitian


(49)

E. Tahap Intervensi Tindakan

Pelaksanaan penelitian ini menggunakan skema penelitian Tindakan Hopkins. Model skema penelitian tindakan Hopkins menggunakan prosedur kerja yang dipandang sebagai suatu siklus spiral dari (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) refleksi.

Berdasarkan model skema penelitian tindakan Hopkins kemudian dikembangkan desain penelitian.Desain penelitian seperti yang terdapat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Model Skema Penelitian Tindakan Hopkins Tindakan Pendahuluan

Perencanaan Tindakan dan Observasi

Analisis Hasil

Refleksi Tuntas Selesai

Tidak tuntas Perencanaan Tindakan & Observasi

Analisis Hasil

Refleksi

Tuntas Selesai

Tidak Tuntas Siklus III


(50)

siklus I sudah diperoleh hasil yang diinginkan dan telah tercapai ketuntasan belajar secara klasikal atau individual maka pelaksanaan siklus dihentikan.Jika hasil yang dicapai masih belum seperti yang diinginkan maka dilanjutkan dengan siklus II dan seterusnya. Prosedur penelitian yang dilakukan berdasarkan gambar di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tindakan Pendahuluan

a. Mengidentifikasi Masalah

Pada tahap ini peneliti berdiskusi dengan wali kelas terkait dengan permasalahan yang selama ini muncul dalam kegiatan belajar mengajar di kelas IV, diantaranya tentang strategi/metode apa yang digunakan dalam pebelajaran di kelas, bagaimana motivasi dan prestasi belajar siswa selama ini pada pembelajaran IPA. Yang akan dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan kegiatan pembelajaran berikutnya. b. Memeriksa Lapangan

Peneliti mengobservasi permasalahan yang ada di lapangan padasaat kegiatan belajar berlangsung,untuk mengetahui permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya.Kemudian peneliti juga melakukan pencatatan terhadap kejadian-kejadian di lapangan.Sebagai kegiatan memeriksa lapangan peneliti melaksanakan pre test dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.

2. Pelaksanan Siklus I

a. Perencanaan Tindakan

Setelah peneliti mengetahui pokok permasalahan yang terjadi, peneliti merencanakan tindakan dan berdiskusi dengan wali kelas IV, dengan harapan permasalahan tersebut dapat terselesaikan dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapunperencanaan yang dipersiapkan antara lain:

1) Membuat silabus pembelajaran

2) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran 3) Membuat modul pembelajaran


(51)

b. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan dilaksanakan di kelas IV sesuai dengan perencanaan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.Peneliti juga membuat catatan terhadap perkembangan yang terjadi di dalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung.Selama pelaksanaan tindakan peneliti bertindak sebagai guru sekaligus observer yang mencatat pada lembar pengamatan observasi.

c. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati pelaksanaan tindakan yang sedang dan telah dilaksanakan. Untuk melihat kesenangan dan keantusiasan siswa terhadap penggunaan media audio visual dalam pembelajaran IPA. Peneliti menggunakan lembar observasi untuk mengemukakan data terkait hal-hal penting pada saat pembelajaran berlangsung.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk melihat hasil sementara peningkatan hasil belajardengan menggunakan metode oudio visual pada mata pelajaran IPA dan untuk melihat permasalahan yang timbul selama poses pembelajaran berlangsung.

e. Revisi perencanaan

Hasil yang didapatkan dari siklus pertama, menjadi patokan peneliti untuk melakukan revisi perencanaan selanjutnya.Revisi dilakukan oleh peneliti bersama dengan wali kelas IV untuk meninjau kembali rencana yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya dan mendiskusikan jika ada permasalah baru yang muncul tanpa diprediksi sebelumnya.


(1)

6 bagian atas adalah …

a. tulang lengan atas, tulang hasta, tulang pengumpil.

b. tulang hasta tulang paha, tulang kering

c. tulang lengan atas, tulang betis, tulang paha.

d. tulang betis, tulang paha, tulang kering

 Yang bukan bagian dari tulang anggota gerak bawah adalah ... a. tulang paha .

b. tulang betis c. tulang pengumpil d. tulang kering.

 Rangka anggota gerak bagian bawah adalah ....

a. tulang paha, tulang kering, tulang pengumpil.

b. tulang paha, tulang pengumpil, tulang jari

c. tulang lengan atas, tulang hasta, tulang kering

d. tulang paha, tulang betis, tulang kering.

C1

C2

c


(2)

Pretest/Postest Siklus I

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor

Berilah tanda silang pada huruf a, b, c atau d di depan jawaban yang benar! 1. Dalam susunan rangka manusia bagian

yang paling atas adala… a. Rangka Kepala b. Rangka Anggota c. Rangka Badan d. Semua Salah

2. Tulang tengkorak berfungsi untuk…

a. Melindungi otak b. Melindungi jantung c. Melindungi paru-paru d. Semua salah

3. Rangka manusia terbungkus oleh…

a. Lemak

b. Otot dan daging c. Kulit

d. daging

4. bagian tulang rangka kepala yang dapat bergerak adalah..

a. tulang dahi

b. tulang rahang bawah c. tulang ubun-ubun d. semua salah

5. contoh hewan yang memiliki rangka dalam seperti manusia adalah…

a. kepiting c. belalang b. capung d. jerapah

6. berikut adalah contoh hewan yang memiliki tulang dalam…

a. kambing c. kepiting

b. ayam d. burung 7. tulang rawan terdapat pada..

a. tangan c. telinga b. kaki d. rusuk

8. ketika kita mengunyah makanan, maka tulang yang bergerak adalah tulang… a. dahi c. tapis

b. pelipis d. rahang bawah 9. tulang keras banyak mengandung…

a. zat kapur c. mineral

b. zat perekat d.mineral & kalsium 10. tulang rawan banyak mengandung..

a. mineral c. zat perekat b. kalsium d. zat kapur 11. salah satu fungsi rangka adalah..

a. melindungi otak b. melindungi mata c. melindungi jantung d. melindungi tulang

12. tulang anggota tubuh bagian atas dan bawah disebut..

a. tulang poros b. rangka tubuh c. anggota tubuh

d. rangka anggota gerak

13. hubungan antara tulang satu dengan tulang lain disebut..

a. sendi c. otot


(3)

14. dibawah ini adalah kumpulan tulang yang membentuk badan adalah.. a. tulang belikat, tulang dada, tulang

rusuk

b. tulang hasta, tulang belikat, tulang kering

c. tulang belakang, tulang paha, tulang betis

d. tulang rusuk, tulang hasta, tulang pengumpil

15. tulang dada terdiri atas tiga bagian, yaitu…

a. tulang rusuk, tulang bahu, tulang belikat

b. tulang hasta, tulang belikat, tulang belakang

c. tulang bahu, tulang rusuk, tulang rawan

d. tulang tangkai, tulang badan, taju pedang

16. tulang yang membentuk tulang bahu adalah..

a. tulang belikat b. tulang gelang c. tulang gelang bahu d. tulang leher

17. dibawah ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah..

a. membentuk tubuh b. menegakkan tubuh c. tempat melekatnya otot d. membentuk daging

18. kelainan pada tulang belakang yang melengkung kebelakang disbut..

a. lordosis b. kifosis c. skoliosis d. rahitis

19. kelainan pada tulang belakang yang melengkung kedepan adalah.

a. Kifosis b. Skoliosisi c. Rahitis d. lordosisi

20. kelainan tulang belakang yang melengkung kekiri atau kekanan disebut..

a. skoliosis b. lordosis c. rahitis d. kofosis


(4)

Pretest/Postest Siklus II

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

MI Matla’ul Anwar Cibening Pamijahan Bogor

Berilah tanda silang pada huruf a, b, c atau d di depan jawaban yang benar! 1. Tulang rusuk terdiri dari…

a. 7 pasang tulang rusuk sejati, 3 tulang pasang tulang rususk palsu, 2 pasang rusuk melayang

b. 7 pasang tulang rusuk sejati, 2 pasang tulang rusuk palsu, 3 pasang tulang rusuk melayang

c. 6 pasang tulang rusuk sejatu, 3 pasang tulang rusuk palsu, 6 pasang tulang rusuk melayang

d. 5 pasang tulang rusuk sejati, 2 pasang tulang rusuk palsu, 3 pasang tulang rusuk melayang

2. Rongga dada dibentuk oleh.. a. Tulang belikat

b. Talang bahu c. Tulang hasta

d. Tulang rusuk dan tulang dada 3. Rongga panggul dibentuk oleh…

a. Tulang rusuk b. Tulang belikat

c. Tulang gelang panggul d. Tulang bahu

4. Berikut ini yang bukan merupakan tulang rangka badan adalah..

a. Tulang rusuk b. Tulang belakang c. Tulang hasta d. Tulang rusuk palsu

5. Rangka badan meliputi..

a. Tulang belakang, tulang rusuk, tulang dada

b. Tulang belakang, tulang hasta, tulang dada

c. Tulang hasta, tulang dada, tulang kering

d. Tulang keras, tulang dada, tulang rawan

6. Berikut ini organ tubuh yang dilindungi oleh rangka badan, kecuali..

a. Jantung c. hati b. Paru-paru d. mata

7. sikap tubuh yang salah ketika duduk akan mengakibatkan gangguan pada.. a. tulang belakang

b. tulang kaki c. tulang leher d. tulang hasta

8. salah satu kegiatan yang dapat membantu pemeliharaan kesehatan rangka adalah..

a. nonton tv c. duduk b. main d. olah raga

9. sinar matahari dapat membantuk pembentukan vitamin..

a. a c. c


(5)

10. zat yang dibutuhkan supaya tulang tidak cepat keropos adalah zat..

a. fosfor c. vitamin b b. vitamin A d. kalsium 11. penyakit akibat kekurangan vitamin D

adalah penyakit..

a. rematik c. kofosis b. rahitis d. skoliosis 12. osteoporosis adalah penyakit yang

menyerang..

a. kulit c. tulang sendi b. otot d. sendi

13. yang termasuk rangka anggota gerak bagian atas adalah..

a. kaki b. kepala c. tangan

d. kaki dan tangan

14. kaki adalah rangka anggota gerak bagian..

a. atas b. bawah c. tengah d. samping

15. sendi yang terdapat pada siku adalah sendi..

a. pelana b. peluru c. engsel d. geser

16. sendi yang dapat bergerak kesemua arah adalah sendi..

a. engsel b. pelana

c. putar d. peluru

17. sendi yang terdapat pada tulang hasta dan tulang pengumpil adalah sendi.. a. peluru

b. engsel c. geser d. pelana

18. yang termasuk tulang anggota gerak bagian atas adalah..

a. tulang lengan atas, tulang hasta, tulang pengumpil

b. tulang hasta, tulang paha, tulang kering

c. tulang lengan atas, tulang betis, tulang paha

d. tulang betis, tulang paha, tulang kering

19. yang bukan bagian dari tulang anggota gerak bawah adalah..

a. tulang paha b. tulang betis c. tulang pengumpil d. tulang kering

20. rangka anggota gerak bagian bawah adalah..

a. tulang paha, tulang kering, tulang pengumpil

b. tulang paha, tulang pengumpil, tulang jari

c. tulang lengan atas, tulang hasta, tulang kering

d. tulang paha, tulang betis, tulang kering


(6)