Berat Badan Lahir Rendah BBLR

Prevalensi kurus dan sangat kurus wasting berdasar BBTB pada anak balita tidak turun bermakna selama 3 tahun terakhir. Menurut hasil Riskesdas 2010, sebanyak 13,3 anak balita masih ditemukan kurus dan sangat kurus. Terdapat 19 provinsi yang memiliki prevalensi kekurusan di atas angka prevalensi nasional. Menurut United Nations High Commissioner for Refugees UNHCR masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi BBTB kurus antara 10,1- 15,0, dan dianggap kritis bila di atas 15,0. Pada tahun 2010, secara nasional prevalensi BBTB kurus pada balita masih 13,3. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Dari 33 provinsi, ada 5 provinsi yang masuk kategori “moderate” prevalensi ≤10, 19 provinsi termasuk kategori “serius” prevalensi antara 10,1 sampai 15, dan 9 provinsi termasuk dalam kategori kategori kritis prevalensi 15.

b. Berat Badan Lahir Rendah BBLR

Berat Badan Lahir Rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. Berat Badan Lahir Rendah kurang dari 2.500 gram merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu 1 BBLR karena prematur usia kandungan kurang dari 37 minggu, dan 2 BBLR karena intra uterine growth retardation IUGR, yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular seksual PMS sebelum konsepsi atau pada saat hamil Kemenkes 2009. Secara umum, Indonesia masih belum mempunyai angka untuk BBLR yang diperoleh berdasarkan survei nasional. Proporsi BBLR diketahui berdasarkan estimasi yang sifatnya sangat kasar diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI. Seperti yang terlihat pada Tabel 8, proporsi BBLR berkisar antara 7-16 selama periode 1986-1997. Menurut Atmarita dan Fallah 2004, kejadian BBLR ini erat kaitannya dengan gizi kurang sebelum dan selama kehamilan. Dampak dari tingginya angka BBLR ini akan berpengaruh pada tinggi rendahnya angka kematian bayi. Tabel 8 Proporsi BBLR SDKI dan Riskesdas SDKI 1986-1991 SDKI 1989-1994 SDKI 1992-1997 SDKI 2002-2003 Riskesdas 2007 Riskesdas 2010 Nasional 7,3 7,1 7,7 7,6 11,5 11,1 Perkotaan 6,8 6,6 Perdesaan 7,3 8,4 Rentang Provinsi 2,3-16,7 3,6-15,6 Riskesdas 2007, mendata berat badan bayi baru lahir dalam 12 bulan terakhir. Tidak semua bayi diketahui berat badan hasil penimbangan waktu baru lahir. Dari bayi yang diketahui berat badan hasil penimbangan waktu baru lahir, 11,5 lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram atau BBLR. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan proporsi BBLR mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2007, yaitu 11,1. Persentase BBLR hasil SDKI 2002-2003 menunjukkan 7,6 bayi lahir dengan BBLR, dan Riskesdas 2007 seperti disebutkan di atas sebesar 11,5. Adanya perbedaan metode survei maka tidak dapat langsung dinilai adanya peningkatan BBLR, hal ini perlu mendapat perhatian.

c. Gangguan Akibat Kurang Yodium GAKY