Anemia Gizi Besi AGB

kategori di atas yang dianjurkan. Cakupan konsumsi garam mengandung cukup yodium secara nasional 62,3, yang terendah propinsi NTB 27,9 dan tertinggi propinsi Bangka Belitung 98,7. Sebanyak 6 provinsi telah mencapai target Universal Salt Iodization 2010 90, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo dan Papua Barat. Gangguan Akibat Kurang Yodium GAKY dapat diatasi dengan mudah melalui garam yang telah difortifikasi yodium sesuai standar. Masalah rendahnya konsumsi garam beryodium cukup 30ppm di rumah tangga, adalah hanya 62,3 Riskesdas 2007, antara lain karena belum optimalnya penggerakan masyarakat, kurangnya kampanye konsumsi garam beryodium, dan dukungan regulasi yang belum memadai. Masalah lain adalah belum rutinnya pelaksanaan pemantauan garam beryodium di masyarakat Bappenas 2010b.

d. Anemia Gizi Besi AGB

Masalah gizi juga dapat ditunjukkan oleh prevalensi anemia Bappenas 2007. Anemia gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin Hb dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi Fe hingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi. Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi terutama anemia gizi besi Kemenkes 2010a. Ket: Anemia Gizi Besi WHO untuk wanita dewasa hamil: Hb dalam darah 11 gdl Gambar 14 Perkembangan prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil di Indonesia tahun 1986-2007 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT dan Riskesdas menunjukkan prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil mengalami penurunan yang signifikan dari 73,3 pada tahun 1986 SKRT menjadi 24,5 pada tahun 2007 Riskesdas 2007. Namun demikian, keadaan ini mengindikasikan bahwa anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian 73.3 63.5 50.9 40.1 24.5 15 35 55 75 95 SKRT 1986 SKRT 1992 SKRT 1995 SKRT 2001 Riskesdas 2007 Tahun tablet tambah darah Fe pada ibu hamil. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya. Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih dari 90 tablet selama kehamilan. Pada kenyataannya, hanya 18 persentase ibu minum tablet Fe berdasarkan jumlah hari minum 90 hari atau lebih. Dijumpai 38 ibu hamil di Sumatera Utara dan 3,6 di DI Yogyakarta yang tidak pernah minum tablet Fe Riskesdas 2007. Menurut Kemenkes 2009, keadaan kekurangan besi pada ibu hamil dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik pada sel tubuh maupun sel otak pada janin. Pada ibu hamil dapat mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, bayi berat lahir rendah BBLR, perdarahan sebelum serta waktu melahirkan, dan pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi. Pada anak dapat mengalami gangguan pertumbuhan, tidak dapat mencapai tinggi yang optimal dan anak menjadi kurang cerdas. Selain pada ibu hamil, anemia gizi besi juga terjadi pada anak balita. Telah lama dibuktikan bahwa kejadian anemia pada anak berhubungan dengan berkurangnya prestasi kognitif sehingga berakibat rendahnya pencapaian tingkat pendidikan pada anak sekolah Soemantri et al. 1989 dalam Bappenas 2010b. Gambar 15 adalah perkembangan prevalensi anemia pada balita di Indonesia tahun 1992-2006. Sumber: SKRT 1992, 1995, 2001, dan Susilowati dkk 2006, Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia Tahun 2006 di 10 Provinsi Ket : Anemia Gizi Besi WHO untuk balita 6 bl-5 th: Hb dalam darah 11 gdl Gambar 15 Perkembangan prevalensi anemia pada balita di Indonesia tahun 1992-2006 Hasil SKRT, menunjukkan prevalensi anemia pada balita sebesar 55,5 pada tahun 1992 dan menurun menjadi 40,5 pada tahun 1995. Berdasarkan SKRT 2001, prevalensi anemia anak balita masih cukup tinggi 47,8 dan meningkat dibandingkan tahun 1995. Semakin muda usia bayi, prevalensi 55.5 40.5 47.8 26.3 20 30 40 50 60 1992 1995 2001 2006 Tahun anemia cenderung semakin tinggi; pada bayi 6 bulan 61,3, bayi 6-11 bulan 64,8, dan anak usia 12-23 bulan 58. Selanjutnya prevalensi menurun untuk anak usia 2-5 tahun Bappenas 2007b. Sementara itu hasil survei yang dilakukan di 10 propinsi menunjukkan bahwa pada tahun 2006 prevalensi AGB pada anak balita relatif lebih rendah, yaitu 26,3. Prevalensi terendah ditemukan di Bali 19,8 dan tertinggi di Maluku 36,3.

e. Kurang Vitamin A KVA