B. Sistem Pembayaran Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Penyediaan
Makanan
Sistem pembayaran dalam perjanjian pengadaan bahan makanan untuk penerima manfaat antara Kementerian Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dengan CV. Tri Putra Manunggal secara jelas diatur dalam point ketujuh VII surat
Perjanjian Kerja SPK yang berbunyi: Dilakukan kepada Pihak Kedua setelah bahan makanan tersebut atau hasil pekerjaan lengkapsesuai dengan Berita Acara
Serah Terima BAST Bahan Makanan melalui Kantor KPPN Medan ke Rekening Pihak Kedua Nomor: 0694-01-000031-15-5 pada PT. Bank Rakyat Indonesia
Capem Krakatau Medan dan NPWP: 02.444.303.8-113.000 dengan mengikuti ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan negara yang berlaku
termasuk pemotongan pajak-pajak dan lain-lain. Sistem pembayaran yang dilakukan di atas menjelaskan pembayaran
dilakukan oleh pihak pemberi pekerjaan yaitu Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara kepada CV. Tri Putra Manunggal setelah pekerjaan pengadaan
bahan makanan untuk penerima manfaat selesai dilakukan oleh CV. Tri Putra Manunggal. Artinya tidak ada kewajiban Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf
Sumatera Utara untuk melakukan pembayaran kepada CV. Tri Putra Manunggal, sebelum CV. Tri Putra Manunggal menyelesaikan pekerjaannya yaitu pengadaan
bahan makanan untuk penerima manfaat. Pembayaran oleh hukum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan
dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi
setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh penjual atau pihak yang bersangkutan berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah merupakan Pembayaran .
Dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan bahan makanan untuk penerima manfaat antara Kementerian Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara dengan CV.
Tri Putra Manunggal ini maka pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh pihak
pemberi pekerjaan kepada pihak yang melakukan pekerjaan. Ketentuan ini juga dapat dilihat dari Pasal 1384 KUH Perdata yang berbunyi:
“Adalah perlu bahwa orang yang membayar itu pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan juga berkuasa memindah-mindahkannya, agar supaya pembayaran
yang dilakukan itu sah “. Sedang dalam hal yang berhak menerima pembayaran maka Pasal 1385
KUH Perdata menentukan: Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seorang yang
dikuasakan olehnya, atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh Hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si berpiutang.
Maka dalam hal pelaksanaan pembayaran perjanjian pengadaan bahan makanan untuk penerima manfaat antara Kementerian Sosial RI Direktorat
Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf
Sumatera Utara dengan CV. Tri Putra Manunggal sudah jelas kedudukan siapa-
siapa yang melakukan pembayaran dan siapa-siapa pula yang menerima
pembayaran. Hasil penelitian terhadap bentuk surat perjanjian pengadaan bahan
makanan untuk penerima manfaat antara Kementerian Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf
Sumatera Utara dengan CV. Tri Putra Manunggal maka pelaksanaan pekerjaan tersebut selesai dikerjakan. Jadi bukan pada awal pelaksanaan terjadinya
perjanjian pemborongan kerja tersebut.ini adalah sah-sah saja sebab tergantung kepada sepakat kedua belah pihak dan sistem terbukanya Buku III KUH Perdata
tersebut. Pelaksanaan pembayaran dalam klasula-klasula surat perjanjian juga turut
menyertakan suatu beban kewajiban kepada negara dalam hal pembayaran pajak yang dalam hal ini adalah PPH dan PPN sebesar 10.
33
Pemberian bank garansi oleh bank merupakan salah satu kegiatan usaha Sedangkan dalam surat perjanjian pemborongan kerja dalam bentuk surat
perintah kerja dari pemberi pekerjaan kepada penerima pekerjaan ini maka dapat dilihat suatu keadaan bahwa pelaksanaan pembayaran dilakukan setelah pekerjaan
selesai 100. Terkadang pelaksanaan perjanjian pemborongan kerja ini dilakukan
dengan sistem pembayaran memakai bank garansi. Pemakaian bank garansi ini biasanya dilakukan oleh badan–badan milik negara. Sedangkan alasan
dilakukannya bank garansi ini adalah untuk mengantisipasi pihak penerima pekerjaan cedera janji.
33
Hasil Wawancara Dengan Bapak Pengalamen Surbakti selaku Pelaksana tugas PSPP Insyaf Sumut, tanggal 10 Juli 2014.
bank umum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 huruf n Undang-Undang No. 7 Tahun1992 tentang Perbankan di samping kegiatan usaha lainnya sesuai dengan
keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkan oleh masing-masing bank. Pemberian bank garansi dimaksudkan untuk memberikan bantuan yang sifatnya
menunjang kegiatanpekerjaan nasabah suatu bank. Dengan demikian terdapat 3 pihak dalam penerbitan suatu bank garansi
yaitu bank sebagai penjamin, pihak nasabah sebagai terjamin dan pihak yang menerima jaminan yang disebut sebagai penerima jaminan. Dari sudut keterkaitan
bank, bank garansi adalah suatu pengakuan atau perjanjian tertulis yang berisikan perjanjian tertulis untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan guna
memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu berupa pembayaran sejumlah uang tertentu apabila terjamin
dikemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan.
Suatu hal yang jelas dari pemakaian bank garansi ini dalam lapangan perjanjian pemborongan kerja yang dalam hal ini adalah terutama dalam
pelaksanaan pembayaran sebagaimana diuraikan terdahulu yaitu dimaksudkan untuk menutup resiko apabila sebelum pekerjaan pemborongan itu selesai,
ternyata pemborong pekerjaan cedera janji. Suatu hal pokok dalam pelaksanaan pembayaran akibat adanya perjanjian
pengadaan bahan makanan untuk penerima manfaat antara Kementerian Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf Sumatera Utara dengan CV. Tri Putra Manunggal ini adalah pembayaran
yang dilakukan adalah memakai mata uang Rupiah. Para pihak tidak mengetahui apakah pelaksanaan suatu perjanjian termasuk pembayaran harus dilakukan
dengan memakai mata uang rupiah atau tidak, tetapi disebabkan mereka tinggal di Indonesia sedangkan mata uang yang berlaku adalah rupiah maka mereka
menerima pembayaran tersebut. Pembayaran yang dilakukan oleh Kementerian Sosial RI Direktorat
Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara kepada CV. Tri Putra Manunggal juga memberikan akibat
berakhirnya perjanjian. Hal ini senada dengan Pasal 1381 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa pembayaran merupakan salah satu hal yang mengakibatkan
berhentinya atau berakhirnya suatu perjanjian. Pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan perjanjian secara
sukarela, artinya tidak dengan paksaan. Pada dasarnya pembayaran hanya dapat dilaksanakan oleh yang bersangkutan saja. Namun Pasal 1382 KUH Perdata
menyebutkan bahwa pembayaran dapat dilakukan oleh orang lain. Dengan demikian undang-undang tidak mempersoalkan siapa yang harus membayar, akan
tetapi yang penting adalah hutang itu harus dibayar. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan adalah salah
satu cara pembayaran untuk menolong debitur. Dalam hat ini si kreditur menolak pembayaran. Penawaran pembayaran tunai terjadi jika si kreditur menolak
menerima pernbayaran, maka debitur secara langsung menawarkan konsignasi yakni dengan menitipkan uang atau barang kepada Notaris atau panitera. Setelah
itu notaris atau uang yang harus dibayarkan selanjutnya menjumpai kreditur untuk
melaksanakan pembayaran. Jika kreditur menolak, maka dipersilakan oleh notaris atau panitera untuk menandatangani berita acara. Jika kreditur menolak juga,
rnaka hat ini dicatat dalam berita acara tersebut, hat ini merupakan bukti bahwa kreditur menolak pembayaran yang ditawarkan. Dengan demikian debitur
meminta kepada hakim agar konsignasi disahkan. Jika telah disahkan, maka debitur terbebas dari kewajibannya dan perjanjian dianggap hapus.
Pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja pembayaran berupa uang, juga penyerahan barang yang dijual oleh penjual.
Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya. Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seseorang yang dikuasakan
untuk menerima. Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan
seperti seorang yang turut berutang atau seorang penanggung hutang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga, yang tidak
mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya si berhutang atau bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak
menggantikan hak-hak si berpiutang. Maksud pembayaran oleh Hukum Perikatan bukanlah sebagaimana
ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi, walau bagaimana pun sifat dari prestasi
itu. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan prestasi atau tegasnya adalah “pembayaran”.
Pembayaran kepada orang yang tidak berkuasa menerima adalah sah apabila
kreditur telah menyetujuinya atau nyata-nyata telah memperoleh manfaat karenanya Pasal 1384, Pasal 1385, Pasal 1386 KUH Perdata. Pembayaran harus
dilakukan di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian, dan jika tidak ditetapkan dalam perjanjian maka pembayaran dilakukan di tempat barang itu
berada atau di tempat tinggal kreditur atau juga di tempat tinggal debitur. Jika objek perjanjian adalah sejumlah uang maka perikatan berakhir dengan
pembayaran uang jika objeknya benda maka perikatan berakhir setelah adanya penyerahan benda.
Pembayaran dapat terjadi konsiyasi apabila debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan Notaris atau Jurusita, kemudian
kreditur menolak penawaran tersebut. Atas penolakan kreditur kemudian debitur menitipkan pembayaran kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpankan.
Dengan adanya tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan, debitur telah bebas dari pembayaran yang berakibat hukum hapusnya
perikatan. Prosedur konsiyasi ini diatur dalam Pasal 1405 sampai dengan 1407 KUH Perdata.
Pasal 1004 KUH Perdata menegaskan adanya penitipan untuk membantu pihak-pihak yang berhutang, apabila si berpiutang menolak menerima
pembayaran dengan melakukan penitipan uang atau barang si Panitera Pengadilan. Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyatakan bahwa salah suatu cara
menghapuskan perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsiyasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan
penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk:
a. Pembayaran sejumlah uang b. Penyerahan sesuatu benda bergerak.
Dengan dilakukannya penitipan di Panitera Pengadilan itu maka akan membebaskan siberutang dari perikatan dan berlakulah baginya sebagai
pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut UU dan uang atau barang yang dititipkan di Panitera Pengadilan tetap akan menjadi
tanggungan si berpiutang.
C. Akibat Hukum Apabila Pembayaran Tidak Sesuai Dengan Perjanjian