Perlindungan Sosial LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL

Dana pembangunan prasarana desa tahun 20052006 adalah sebesar Rp3.342,1 miliar. Pembangunan prasarana desa pada tahun 20052006 telah dilaksanakan di 12.834 desa. Pencapaian pembangunan perumahan dan prasarana dasar permukiman bagi masyarakat miskin selama kurun waktu tahun 2005– 2006 adalah penyediaan hunian yang layak bagi masyarakat miskin melalui kegiatan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional di 565 kawasan. Selain itu juga telah dilakukan penyediaan prasarana dan sarana dasar PSD permukiman di pulau-pulau kecil dan daerah tertinggal pada 60 kawasan di 58 kabupaten.

2. Perlindungan Sosial

Dalam rangka mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak BBM pada bulan Oktober 2005, dilaksanakan Program subsidi langsung tunai SLT. Program ini rencananya akan dilaksanakan dalam empat kali pembayaran. Penerima SLT adalah rumah tangga yang menurut kriteria yang ditetapkan Pemerintah tergolong miskin hingga mendekati miskin. SLT direncanakan diberikan kepada 19,2 juta rumah tangga miskin RTM di 440 kabupatenkota. Tahap pertama Oktober–Desember 2005 telah disalurkan dana tunai kepada 14,4 juta RTM dengan jumlah dana yang tersalurkan sebesar Rp4,3 triliun. Tahap kedua Januari-Maret 2006 telah disalurkan dana tunai kepada 17,2 juta RTM dengan jumlah dana yang tersalurkan sebesar Rp5,15 triliun. Tahap ketiga April–Juni 2006 telah disalurkan dana tunai kepada 12,2 juta RTM dengan jumlah dana yang tersalurkan sebesar Rp3,67 triliun. Tahap keempatterakhir Juli–September 2006 masih dalam tahap persiapan. Dampak pemberian SLT secara umum adalah menjaga daya beli RTM di seluruh kabupatenkota yang terjangkau, agar tidak tergerus oleh kenaikan harga umum setelah subsidi dikurangi. 16 - 6 SLT hanya akan diberikan hingga tahun 2006 ini dan tidak akan dilanjutkan pada tahun 2007 mendatang. Sejak awal tahun 2006 lalu, Pemerintah mulai menyusun konsep baru, yang secara generik disebut bantuan tunai bersyarat BTB. BTB dipersiapkan sebagai cikal bakal sistem penjaminan sosial di masa depan. Sebagai suatu sistem penjaminan sosial, BTB dirancang untuk memenuhi dua hal sekaligus: a memenuhi kewajiban Pemerintah pusat dan daerah dalam perluasan akses masyarakat miskin akan pelayanan dasar; dan b memberikan efek pendapatan bagi rumah tangga miskin penerima BTB. Pemenuhan kewajiban pemerintah tersebut—yang untuk saat ini diarahkan pada sektor kesehatan dan pendidikan—diterjemahkan sebagai syarat bagi pemberian efek pendapatan rumah tangga miskin. Persyaratan tersebut dirancang dalam kerangka pemenuhan komitmen Pemerintah dalam mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium, yang antara lain berupa pencapaian akses pelayanan pendidikan primer, mengurangi angka kematian bayi, memperbaiki kesehatan kehamilan. Dengan kata lain, sebuah rumah tangga miskin penerima BTB akan diminta untuk menyekolahkan anak-anak usia sekolahnya dalam rangka memenuhi program Wajib Belajar 9 tahun, memeriksakan kesehatan ibu hamil, memeriksakan kesehatan bayi dan imunisasi anak usia lima tahun kebawah, dan menyekolahkan anak usia 6–15 tahun dengan tingkat kehadiran minimal 85 persen. Jika persyaratan tersebut dipenuhi, Pemerintah akan memberikan sejumlah bantuan yang akan diserahkan kepada ibuwanita dewasa dalam rumah tangga tersebut untuk membantu memperbaiki pendapatan keluarga. Pelaksanaan program ini pada tahun 2007 akan dilakukan di beberapa provinsi terpilih yang antara lain mengajukan diri untuk ikut serta dalam tahap pertama BTB, bersedia menyediakan dana dari APBD untuk memenuhi kelengkapan prasarana dan sarana kesehatan dan pendidikan di daerah lokasi pelaksanaan BTB seperti misalnya ketersediaan tenaga medis profesional di PuskesmasPosyandu, ketersediaan perlengkapan dan obat-obatan di pusat pelayanan kesehatan, dan ketersediaan ruang kelas dan kelengkapan pengajaran yang diperlukan. Mengingat bahwa program ini adalah cikal bakal pembentukan sistem jaminan sosial di masa depan, Pemerintah telah menggalang 16 - 7 kerjasama yang erat di tingkat pusat, yang antara lain melibatkan Bappenas, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Badan Pusat Statistik, PT Pos Indonesia, Pemda dengan berbagai instansi sektoral terkait, maupun berbagai organisasi masyarakat sipil. Di bidang kesehatan, program perlindungan sosial yang dilakukan adalah mengatasi permasalahan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi KB-KR pada penduduk miskin. Kebijakan umum yang diambil diantaranya diarahkan untuk: a memberdayakan dan menggerakkan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas; dan b memberikan fasilitas penyediaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro bagi pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan keluarga miskin. Kebijakan umum tersebut kemudian dijabarkan menjadi kebijakan operasional, diantaranya dengan meningkatkan perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan. Upaya meningkatkan perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan tersebut dilaksanakan diantaranya melalui pelayanan KB gratis bagi penduduk miskin. Berdasarkan data pencapaian sampai dengan bulan Mei 2006, hasil-hasil yang dicapai dalam program keluarga berencana adalah sebagai berikut. Pencapaian peserta KB Baru PB miskin adalah sekitar 0,8 juta PUS, atau 32,5 persen dari sasaran Perkiraan Permintaan Masyarakat menjadi Peserta KB Baru PPM-PB pasangan usia lanjut PUS miskin sejumlah 2,6 juta PUS. Sedangkan pencapaian Peserta KB Aktif PA PUS miskin adalah sekitar 11,8 juta PUS, atau sekitar 97,3 persen dari sasaran Perkiraan Permintaan Masyarakat menjadi Peserta KB Aktif PPM-PA PUS miskin sebanyak 12,1 juta PUS. Sedangkan usaha untuk mengatasi rendahnya angka GDI dan upaya untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, maka langkah kebijakan yang dilakukan adalah melanjutkan berbagai upaya yang telah dilakukan sebelumnya yaitu: a meningkatkan kualitas hidup perempuan, di berbagai bidang pembangunan; b menyempurnakan perangkat hukum yang melindungi setiap individu 16 - 8 dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi; dan c memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, terutama di tingkat kabupatenkota. Hasil-hasil yang telah dicapai antara lain terumuskannya kebijakan aksi afirmasi peningkatan kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan yang terkait dengan pemberantasan buta aksara perempuan, bidang kesehatan yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak, dan bidang ketenagakerjaan yang terkait dengan perlindungan perempuan yang bekerja di dalam dan di luar negeri. Analisis peraturan daerah Perda yang bias gender dan belum peduli anak juga terus dilakukan, bekerjasama dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi setempat. Sementara itu, dalam upaya meningkatkan upaya perlindungan bagi perempuan dari berbagai tindak kekerasan dan praktik diskriminasi, telah difasilitasi pembentukan pusat-pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuananak P2TP2A. Hingga tahun 2006 telah dibentuk P2TP2A di 17 provinsikabupatenkota.

3. Peningkatan Kesempatan Berusaha