Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu pada diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaaan yang tampil
dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Peterson dan Seligman 2004 mengembangkan klasifikasi keutamaan beserta pendekatan metodik untuk
mengidentifikasinya. Mereka mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan manusia. Di sini keutamaan
sebagai kekuatan karakter dibedakan dari bakat dan kemampuan. Mereka juga menjelaskan kondisi situasional yang dapat memunculkan atau menyurutkan kekuatan-kekuatan itu,
pelatihan atau pembinaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter yang kuat, serta hasil-hasil positif yang dapat diperoleh seseorang yang memiliki keutamaan.
Penggalian, pengenalan, dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah focus-group
discussion dan simulasi. Pada prinsipnya, semua teknik itu membutuhkan ahli yang memahami konstruk karakter dan keutamaan, terutama dalam proses penafsiran dan
pemaparan keseluruhan karakter subjek yang diteliti. Tetapi, dalam pelaksanaannya, beberapa teknik dapat digunakan oleh lebih banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu
singkat.
4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema Situasional
Peterson dan Seligman 2004 mengemukaan tiga level konseptual dari karakter, yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter. Pembedaan ini berguna untuk
kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter. Komponen karakter yang baik tampil dalam level abstraksi yang berbeda sehingga pengenalannya dalam kenyataan praktis
pun memerlukan pendekatan yang berbeda. Cara mengenali keutamaan berbeda dengan cara mengenali kekuatan karakter, juga berbeda dengan cara mengenali tema situasional.
Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter bersifat hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional
di level bawah. Dalam keseharian, kita terlebih dahulu mengenali tema situasional dari karakter. Ketika orang menampilkan serangkaian perilaku dalam situasi tertentu, kita dapat
mengenai tema situasional tertentu dari karakter, tetapi kita belum dapat menyimpulkan bahwa orang itu memiliki kekuatan tertentu. Kita dapat lebih memastikan kekuatan apa yang
dimiliki orang itu jika kita dapat mengenali bahwa orang itu juga menampilkan perilaku- perilaku sesuai tema situasional tertentu dalam beberapa situasi. Kemudian, jika dalam
127
berbagai situasi dan dalam rentang waktu yang relatif lama, seseorang menunjukkan berbagai kekuatan tertentu secara konsisten, baru kita dapat mengenali keutamaan orang itu.
Keutamaan merupakan karakteristik utma dari karakter Peterson Seligman, 2004. Para filsuf dan agamawan menjadikan keutamaan sebagai nilai moral oleh karena itu
keutamaan dianggap sebagai dasar dari tindakan yang baik. Berbagai perilaku dapat dinilai berdasarkan keutamaan yang secara umum terdiri dari: kebijaksanaan, courage kesatriaan,
kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Enam kategori besar keutamaan ini muncul secara konsisten dalam survei sejarah sehingga dinilai sebagai
keutamaan universal. Peterson dan Seligman 2004 pun menegaskan bahwa enam keutamaan ini universal dan mungkin memiliki dasar pada manusia secara biologis. Enam
keutamaan ini harus ada di atas batas nilai standar pada individu yang dipercaya sebagai orang yang memiliki karakter yang baik.
Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi, merupakan proses atau mekanisme, yang mendefinisikan keutamaan. Dengan kata lain, keutamaan dapat dicapai melalui
pencapaian kekuatan karakter. Untuk kepentingan pengukuran dan pendidikan karakter, kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu
atau lebih keutamaan pada diri seseorang. Peterson dan Seligman 2004 memberi contoh berikut ini. Keutamaan kebijaksanaan dapat dicapai melalui kekuatan seperti kreativitas, rasa
ingin tahu, cinta pembelajaran, keterbukaan pikiran, dan perspektif memiliki “gambaran besar” mengenai kehidupan. Untuk memiliki keutamaan kebijaksanaan, orang harus
memiliki kekuatan-kekuatan ini. Kekuatan karakter ini memiliki kesamaan peran dan pengaruh dalam keterlibatannya menghasilkan pengetahuan. Perolehan dan penggunaan
pengetahuan melibatkan kekuatan-kekuatan ini. Tetapi, kekuatan-kekuatan ini juga berbeda satu sama lain. Sekali lagi, kita mengenali semua kekuatan ini di setiap tempat dan dihargai
meski jarang orang menampilkannya. Selain itu, tidak harus semua kekuatan tampil untuk dapat menyebut seseorang berkarakter baik. Orang yang memiliki satu atau dua kekuatan ini
saja dapat dikatakan berkarakter baik, bahkan dapat disebut memiliki keutamaan kebijaksanaan.
Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Pengenalan rinci terhadap tema
situasional membutuhkan pengenalan terhadap situasi dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai contoh, survei oleh The Gallup Organization mengenali ratusan tema yang relevan
dengan kinerja prima di tempat kerja, di antaranya empati, inklusivitas menghargai perbedaan dan terbuka pada siapa saja, dan positivitas berpikir positif yang mencerminkan
128
kebaikan hati yang tercakup dalam kekuatan cinta dan kecerdasan sosial, serta tercakup dalam keutamaan kemanusiaan Peterson dan Seligman, 2004. Munculnya tema situasional
bergantung pada karakteristik tempat beradanya seseorang. Tema situasional dapat muncul dalam lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur dan tulus. Dari sini
dapat dipahami bahwa lingkungan juga berperanan penting dalam memfasilitasi munculnya kekuatan karakter melalui pemunculan tema situasional. Semakin banyak dan sering tema
situasional ditampilkan semakin terbentuk kekuatan karakter. Dalam pendidikan karakter, perancangan lingkungan yang memfasilitasi tampilnya tema situasional menjadi faktor
penting untuk pembentukan karakter yang baik.
5. Kriteria karakter yang kuat