ketebalan kayu. Artinya bahwa retensi pada kayu berukuran 6 x 12 x 100 cm
lebih tinggi daripada retensi pada kayu berukuran 8 x 12 x 100 cm
3
. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 8
menunjukkan bahwa ukuran dan tekanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai retensi, sedangkan jenis kayu berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena perbedaan
kerapatan pada kayu akasia dan balsa. Kayu akasia memiliki BJ rata-rata 0,61 Pandit dan Kurniawan 2008, sedangkan kayu balsa memiliki BJ berkisar antara
0,09-0,31 Yap 1984. Perbedaan BJ ini menghasilkan perbedaan struktur anatomi pada keduanya. Pada balsa lebih banyak mengandung persentase rongga 78
jika dibandingkan dengan akasia 68. Rongga-rongga pada balsa tersebut menyebabkan bahan pengawet yang masuk melalui wood injector tidak sempat
melakukan fiksasi dengan dinding sel, akibat tekanan yang diaplikasikan cukup tinggi.
Nilai retensi bahan pengawet pada kayu akasia lebih tinggi dibandingkan dengan kayu balsa, diduga hal ini terjadi karena lama waktu proses injeksi pada
kedua jenis kayu berbeda. Proses injeksi berhenti bila bahan pengawet telah menetes atau telah terjadi pelelehan bahan pengawet di kedua ujung balok uji.
Kayu balsa bersifat porous dan memiliki diameter pori yang besar, sehingga proses injeksi berlangsung secara singkat yaitu sesaat setelah proses injeksi bahan
pengawet menggunakan wood injector langsung terjadi pelelehan pada kedua ujung balok uji dan menyebabkan bahan pengawet yang masuk akibat tekanan
yang diberikan tidak berikatan dengan kayu. Sementara itu, proses injeksi pada kayu akasia membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding pada kayu balsa
sehingga bahan pengawet yang masuk hingga ujung kayu lebih banyak yang menempel pada kayu dan terjadi fiksasi di dalam kayu.
Hasil retensi bahan pengawet Diffusol-CB yang dicapai dengan perangkat pengawetan wood injector yaitu 4,47 kgm
3
belum memenuhi standar penggunaaan bahan pengawet Diffusol-CB untuk pengawetan perumahan dan
gedung Anonim 2008 yaitu sebesar 5-8 kgm
3
pada konsentrasi 3,5-5.
4.2 Penetrasi
Penetrasi bahan pengawet Diffusol-CB berkisar antara 94,22 sampai dengan 98,62. Nilai penetrasi terendah yaitu sebesar 94,22 terjadi pada kayu
jenis balsa, ukuran 6 x 12 x 100 cm
3
. Nilai penetrasi tertinggi yaitu sebesar
98,62 terjadi pada kayu jenis akasia, ukuran 8 x 12 x 100 cm
dengan tekanan injeksi sebesar 170 bar.
Secara umum, nilai penetrasi pada kayu balsa dan akasia hampir sama yaitu rata-rata di atas 90. Hal ini diduga karena proses pengawetan dengan wood
injector pada balok uji diberhentikan ketika bahan pengawet yang masuk telah sampai pada kedua ujung balok uji, sehingga diperoleh nilai penetrasi yang tinggi.
Secara rinci, rata-rata nilai penetrasi hasil pengawetan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Rata-rata penetrasi bahan pengawetan Diffusol-CB pada contoh uji
Jenis Ukuran cm
3
Tekanan bar Jarak injeksi cm
Penetrasi Akasia
8 x 12 x 100 170
95 98,62
50 50
95,85 6 x 12 x 100
170 95
97,20 50
50 96,59
Balsa 8 x 12 x 100
170 95
95,68 50
50 97,74
6 x 12 x 100 170
95 94,22
50 50
95,41
a b
Gambar 4 Pola penetrasi yang terjadi pada contoh uji a kayu balsa, b kayu akasia.
Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 9
menunjukkan bahwa jenis kayu, ukuran, dan tekanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai penetrasi. Oleh karena itu dengan tekanan 50 bar saja sudah cukup
efektif memberikan nilai penetrasi pada kayu akasia dan balsa. Nilai penetrasi yang dihasilkan dengan metode injeksi ini cukup tinggi di atas 90 maka baik
kayu akasia maupun balsa masuk kelas keterawetan mudah .
4.3 Sifat Fisis 1.
Kadar Air
Rata-rata kadar air contoh uji sebelum diawetkan berkisar antara 15,17 sampai dengan 24,83, sedangkan rata-rata kadar air contoh uji setelah diawetkan
berkisar antara 23,47 sampai dengan 32,10. Secara rinci, nilai rata-rata kadar air sebelum dan setelah diawetkan dengan menggunakan wood injector dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata kadar air pada setiap contoh uji
Jenis kayu
Kadar Air Ukuran cm
3
Sebelum pengawetan Setelah pengawetan
170 bar 50 bar
170 bar 50 bar
Akasia 8x12x100
6x12x100 20,03
15,17 23,17
20,43 25,73
25,20 27,10
23,47 Rata-rata
17,60 21,80
25,47 25,28
Balsa 8x12x100
6x12x100 22,13
18,53 24,83
23,00 27,80
32,10 28,20
27,20 Rata-rata
20,33 23,92
29,90 27,70
Tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar air rata-rata dari kayu sebelum diawetkan dengan setelah diawetkan yaitu sebesar 3,37-13,57.
Peningkatan kadar air ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan kayu. Semakin tinggi kandungan air dalam kayu maka akan semakin menurunkan
kekuatan kayu Mardikanto et al. 2009. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 10
menunjukkan bahwa tekanan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 11 menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 170 bar
memberikan pengaruh nyata terhadap respon kadar air. Peningkatan kadar air setelah diawetkan diduga dari penggunaan bahan pengawet Diffusol-CB yang
merupakan bahan pengawet yang bersifat larut air. Kelemahan bahan pengawet larut air adalah bahan ini dapat membasahkan kembali kayu sehingga
menimbulkan perubahan baik kadar air maupun dimensi kayu. Karena itu diperlukan pengeringan kembali setelah kayu diawetkan.
2. Berat Jenis BJ
Rata-rata nilai BJ sebelum diawetkan adalah 0,47 untuk kayu akasia dan 0,34 untuk kayu balsa, sedangkan nilai BJ kayu setelah diawetkan berkisar antara
0,29 sampai dengan 0,54. Nilai BJ terendah yaitu sebesar 0,29 terjadi pada kayu jenis balsa setelah diawetkan, ukuran 6 x 12 x 100 cm
3
dengan tekanan injeksi 170 bar. Nilai BJ tertinggi yaitu sebesar 0,54 terjadi pada kayu jenis akasia setelah
diawetakan, ukuran 6 x 12 x 100 cm
3
dengan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Secara rinci, nilai rata-rata BJ sebelum dan setelah diawetkan dengan
menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata BJ pada setiap contoh uji
Jenis kayu BJ
Ukuran cm
3
Sebelum pengawetan kontrol
Setelah pengawetan 170 bar
50 bar Akasia
8x12x100 0,47
0,51 0,50
6x12x100 0,50
0,54 Rata-rata
0,50 0,52
Balsa 8x12x100
0,34 0,35
0,35 6x12x100
0,29 0,32
Rata-rata 0,32
0,33
Secara umum, rata-rata BJ setelah diawetkan mengalami peningkatan kecuali pada kayu balsa ukuran 6 x 12 x 100 cm
3
. Peningkatan ini diduga oleh bahan pengawet yang terfiksasi di dalam kayu. Bahan pengawet Diffusol-CB
merupakan bahan pengawet berupa garam sehingga menyebabkan kenaikan nilai BJ kayu apabila terfiksasi di dalam kayu.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 12 menunjukkan bahwa jenis, ukuran, dan tekanan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap BJ. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan BJ kayu yang nyata akibat proses pengawetan dengan wood injector.
Nilai BJ yang diperoleh masih sesuai standar yang ada, yaitu untuk balsa berkisar 0,09 sampai 0,31 dan untuk akasia rata-rata 0,61 atau berkisar 0,43-0,66 Pandit
dan Kurniawan 2008.
4.4 Sifat Mekanis