Retensi HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Retensi

Retensi bahan pengawet Diffusol-CB berkisar antara 2,98 kgm 3 sampai dengan 4,47 kgm 3 . Nilai retensi terendah yaitu 2,98 kgm 3 terjadi pada kayu balsa, ukuran 8 x 12 x 100 cm 3 dengan tekanan 50 bar. Nilai retensi tertinggi yaitu sebesar 4,47 kgm 3 terjadi pada kayu akasia, ukuran 6 x 12 x 100 cm 3 dengan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Secara umum perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai retensi yang lebih tinggi dari pada tekanan 170 bar pada kayu balsa ukuran 8 x 12 x 100 cm 3 . Hal ini diduga karena tekanan injeksi yang lebih rendah yaitu 50 bar bahan pengawet dapat masuk dan menyebar ke seluruh bagian kayu secara merata dibanding dengan tekanan yang lebih tinggi yaitu 170 bar. Secara rinci, rata-rata nilai retensi hasil pengawetan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata retensi bahan pengawetan Diffusol-CB pada contoh uji Jenis Ukuran cm 3 Tekanan bar Jarak injeksi cm Retensi kgm 3 Akasia 8 x 12 x 100 170 95 3,60 50 50 4,27 6 x 12 x 100 170 95 4,35 50 50 4,47 Balsa 8 x 12 x 100 170 95 3,18 50 50 2,98 6 x 12 x 100 170 95 3,54 50 50 3,80 Nilai retensi bahan pengawet berbeda untuk setiap ukuran kayu seperti yang disebutkan oleh Hunt dan Garrat 1986 yang menyatakan bahwa variasi dalam volume kayu mempengaruhi nilai retensi. Mesin injektor dengan bantuan tekanan yang sama mampu mendorong bahan pengawet pada kayu bervolume kecil ke setiap bagian kayu secara merata tetapi belum cukup untuk memenuhi bagian-bagian pada kayu volume besar. Lebih lanjut, Deswita 1997 menyatakan bahwa retensi akan semakin kecil dengan semakin meningkatnya ukuran ketebalan kayu. Artinya bahwa retensi pada kayu berukuran 6 x 12 x 100 cm lebih tinggi daripada retensi pada kayu berukuran 8 x 12 x 100 cm 3 . Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 8 menunjukkan bahwa ukuran dan tekanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai retensi, sedangkan jenis kayu berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena perbedaan kerapatan pada kayu akasia dan balsa. Kayu akasia memiliki BJ rata-rata 0,61 Pandit dan Kurniawan 2008, sedangkan kayu balsa memiliki BJ berkisar antara 0,09-0,31 Yap 1984. Perbedaan BJ ini menghasilkan perbedaan struktur anatomi pada keduanya. Pada balsa lebih banyak mengandung persentase rongga 78 jika dibandingkan dengan akasia 68. Rongga-rongga pada balsa tersebut menyebabkan bahan pengawet yang masuk melalui wood injector tidak sempat melakukan fiksasi dengan dinding sel, akibat tekanan yang diaplikasikan cukup tinggi. Nilai retensi bahan pengawet pada kayu akasia lebih tinggi dibandingkan dengan kayu balsa, diduga hal ini terjadi karena lama waktu proses injeksi pada kedua jenis kayu berbeda. Proses injeksi berhenti bila bahan pengawet telah menetes atau telah terjadi pelelehan bahan pengawet di kedua ujung balok uji. Kayu balsa bersifat porous dan memiliki diameter pori yang besar, sehingga proses injeksi berlangsung secara singkat yaitu sesaat setelah proses injeksi bahan pengawet menggunakan wood injector langsung terjadi pelelehan pada kedua ujung balok uji dan menyebabkan bahan pengawet yang masuk akibat tekanan yang diberikan tidak berikatan dengan kayu. Sementara itu, proses injeksi pada kayu akasia membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding pada kayu balsa sehingga bahan pengawet yang masuk hingga ujung kayu lebih banyak yang menempel pada kayu dan terjadi fiksasi di dalam kayu. Hasil retensi bahan pengawet Diffusol-CB yang dicapai dengan perangkat pengawetan wood injector yaitu 4,47 kgm 3 belum memenuhi standar penggunaaan bahan pengawet Diffusol-CB untuk pengawetan perumahan dan gedung Anonim 2008 yaitu sebesar 5-8 kgm 3 pada konsentrasi 3,5-5.

4.2 Penetrasi