Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Pengolahan Data

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pengujian sifat fisis dan anatomi dilakukan di Laboratorium Sifat-Sifat Dasar Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, sedangkan pengujian sifat mekanis dilakukan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Proses pengawetan kayu dilaksanakan di PT. Star Group Jl. Danau Sekawi Blok II3 Pejompongan 10210, Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 – Januari 2011 .

3.2 Bahan dan Alat

Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu balsa Ochroma bicolor Rowlee dan akasia Acacia mangium Willd. yang didapat di sekitar kampus, Fakultas Kehutanan IPB. Bahan pengawet yang digunakan adalah bahan pengawet yang aman bagi lingkungan yaitu Diffusol-CB dengan konsentrasi 2,5 . Pereaksi berupa curcuma, alkohol, HCl, dan asam salisilat untuk mengetahui penetrasi bahan pengawet. Alat yang digunakan untuk aplikasi adalah wood injector, yang terdiri dari dua bagian yaitu mesin injector dengan tekanan 50-170 bar dan pentil atau katup valve. Mesin injector berfungsi untuk menginjeksikan bahan pengawet ke dalam contoh uji sedangkan pentil anti karat berfungsi untuk menyebarkan masuknya bahan pengawet ke dalam kayu. Pengujian sifat fisis menggunakan alat caliper, oven, timbangan elektrik, desikator, dan amplas. Pengujian mekanis menggunkana alat berupa mesin UTM Universal Testing Machine merk Instron dan Amsler. Pengamatan struktur anatomi secara makroskopis menggunkan alat berupa cutter, amplas, lup, miskroskop dan Stereoscopic Microscope With Digital Camera model DC2- 456H. Selain itu juga digunakan alat berupa mesin gergaji belah, mesin gergaji potong, mesin serut, mesin bor, gelas ukur, gelas piala, pengaduk, kertas saring, sprayer, pita ukur, kipas angin, dan moisture meter.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan bahan, pengujian keterawetan kayu, pengujian sifat fisis dan mekanis kayu, serta pengamatan struktur anatomi kayu secara makroskopis sebelum dan sesudah aplikasi pengawetan kayu dengan wood injectorinjeksi.

3.3.1 Persiapan Bahan Baku

Log kayu balsa dan akasia yang diambil untuk contoh uji adalah bagian pangkal kayu. Log kayu bagian pangkal tersebut kemudian digergaji untuk dijadikan balok-balok dengan ukuran 8 x 12 x 100 cm 3 dan 6 x 12 x 100 cm 3 . Balok-balok tersebut selanjutnya dibuat contoh uji sesuai sifat dan tujuan pengujian yang dilakukan.

3.3.2 Pengujian Sifat Fisis

Pengujian sifat fisis terdiri dari pengujian kadar air dan berat jenis kayu. Contoh uji yang digunakan berukuran 5 x 5 x 5 cm 3 . Pengujian berdasarkan ASTM American Society For Testing and Material D-2395 tahun 2008.

1. Kadar air

Sebelum dilakukan pengawetan kayu, balok uji berukuran 8 x 12 x 100 cm 3 dan 6 x 12 x 100 cm 3 dikeringkan dalam kiln pengering pada suhu 60 °C selama ±5 hari sampai mencapai kadar air kering udara. Pengukuran KA dilakukan dengan menggunakan Resistance Type Moisture Meter.

2. Berat Jenis

Berat jenis BJ kayu ditentukan pada kondisi kayu dengan kadar air kering udara. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm 3 ditimbang berat awalnya BA dan diukur volumenya Vku dengan menggunakan metode Archimedes, kemudian dimasukkan ke dalam oven 103±2 ºC sampai beratnya konstan. Setelah itu contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama 10-15 menit dan timbang kembali beratnya BKT. BJ diperoleh dengan persamaan berikut : BJ kayu = BKT Vku kerapatan air Dimana : Vku = volume contoh uji dalam kondisi kering udara BKT = berat kering tanur contoh uji

3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis

Pengujian sifat mekanis yang dilakukan meliputi kekuatan lentur bending strength, tekan sejajar serat, dan kekerasan hardness yang dilakukan pada kayu sebelum dan sesudah diawetkan. Pengujian berdasarkan ASTM D-143 tahun 2008.

1. Keteguhan Lentur statis

Contoh uji berukuran 2,5 x 2,5 x 41 cm 3 dengan panjang bentang 36 cm dan pembebanan dilakukan di tengah bentang dengan kecepatan pembebanan adalah 1,3 mmmin. Nilai MOE dan MOR diperoleh dengan persamaan : MOE = 3 3 4 ybh PL   MOR = 2 2 3 bh PmaksL Dimana : MOE = Modulus of Elasticity kgcm 2 MOR = Modulus of Rupture kgcm 2 ∆ P = perubahan beban yang terjadi di bawah batas proporsi kg L = jarak sangga cm ∆ y = perubahan defleksi akibat beban cm b = lebar contoh uji cm h = tebal contoh uji cm

2. Kekuatan Tekan Sejajar Serat

Contoh uji berukuran 2,5 x 2,5 x 10 cm 3 . Arah pembebanan sejajar dengan arah serat dan pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan dengan kecepatan pembebanan 0,03 mmmin. Besarnya kekuatan tekan sejajar serat ditentukan dengan persamaan : σ tk = P maks A Dimana: σ tk = keteguhan tekan sejajar serat kgcm² P maks = beban maksimum kg A = luas penampang cm²

3. Kekerasan

Contoh uji berukuran 5 x 5 x 15 cm 3 . Pengujian dilakukan dengan membebankan setengah bola baja masuk ke dalam permukaan kayu. Pemberian beban dilakukan dengan kecepatan pembebanan sebesar 6 mmmin. Kekerasan kayu ditentukan dengan persamaan : H = P max A Dimana: H = kekerasan kayu kgcm² P maks = beban maksimum kg A = luas penampang cm²

3.3.4 Pengujian Pengawetan Kayu 1.

Proses Pengawetan Kayu Balok uji yang digunakan berukuran 6 x 12 x 100 cm 3 dan 8 x 12 x 100 cm 3 yang telah mencapai kondisi kering udara KA ±20 dan ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan pengawetan Bo. Selanjutnya dilakukan proses pengawetan kayu dengan wood injector. Tahapan proses pengawetan adalah sebagai berikut: 1. Balok uji dibor searah tegak lurus serat dengan diameter sesuai dengan ukuran pentil yaitu 0,5 cm dan kedalaman tidak melebihi setengah tebal kayu. 2. Proses pengeboran dilakukan pada jarak 50 cm dan 95 cm pada balok uji yang berbeda. Setelah pengeboran selesai, pentil dimasukkan ke dalam liang aplikasilubang bor tersebut. Melalui pentil bahan pengawet dimasukkan ke dalam kayu dengan menggunakan wood injector. Tekanan yang digunakan sebesar 50 bar untuk balok uji yang dibor pada jarak 50 cm dan tekanan 170 bar untuk balok uji yang dibor pada jarak 95 cm. 3. Proses pemasukkan bahan pengawet injeksi ke dalam balok uji dengan tekanan dan jarak injeksi yang telah ditentukan. 4. Balok uji ditimbang B1 dan dikering udarakan selama 2 minggu. Penginjeksian pada jarak 95 cm 6 cm 12 cm 100 cm Penginjeksian pada jarak 50 cm 8 cm 12 cm 100 cm Gambar 1 Ukuran balok uji kayu dan posisi injeksi dengan menggunakan mesin injektor.

2. Retensi dan Penetrasi

Penentuan retensi diperoleh dengan rumus sebagai berikut : R = B1 – B0 x K V Dimana : R = nilai retensi contoh uji kgm 3 B1 = berat contoh uji setelah diawetkan kg B0 = berat contoh uji sebelum diawetkan kg V = volume contoh uji m 3 K = konsentrasi dari bahan pengawet Pengukuran penetrasi dilakukan pada balok uji setelah dikering udarakan selama 2 minggu. Balok uji dipotong melintang di tengah-tengah kayu pada jarak 50 cm hingga ditentukan seberapa jauh penetrasi yang diperoleh . Uji penetrasi dilakukan pada posisi kedua ujung kayu dan tengah kayu 50 cm, kemudian dirata-ratakan. Penetrasi bahan pengawet dapat dilihat dengan menyemprotkan larutan pereaksi pertama yang terdiri dari 50 g curcuma dalam 500 ml alkohol, setelah kering dilakukan penyemprotan pereaksi kedua yang terdiri dari 80 ml alkohol yang dicampur 20 ml HCl yang dijenuhkan dengan asam salisilat. Permukaan yang tertembus senyawa boron akan berwarna merah orange. Pengukuran penetrasi dilakukan dengan menggunakan kertas millimeter block. Nilai penetrasi diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: Penetrasi = Luas permukaan yang dimasuki bahan pengawet x 100 Luas total permukaan Pemotongan pada jarak 50 cm a b c Pemotongan pada jarak 50 cm a b c Gambar 2 Pemotongan melintang terhadap contoh uji kayu dan a, b, c adalah bidang pengukuran penetrasi. Gambar 3 Tipe pentil kayu yang berperan sebagai tempat masuk bahan pengawet. Gambar 4 Proses pengawetan kayu terhadap contoh uji. 0,5 cm 2 cm

3.3.5 Pengamatan Struktur Anatomi

Pengamatan struktur anatomi secara makroskopis dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan pengawetan kayu. Pengambilan contoh uji anatomi kayu diambil pada posisi dekat lubang injeksi. Setiap bagian-bagian tersebut kemudian diamati struktur anatominya. contoh uji anatomi kayu Gambar 5 Letak pengambilan contoh uji anatomi kayu pada balok uji. Pengamatan pori atau sel pembuluh dan jari-jari dilakukan pada penampang melintang contoh uji berukuran 2 x 2 x 2 cm 3 dengan bantuan alat Stereoscopic Microscope With Digital Camera model DC2-456H.

3.4 Pengolahan Data

Data sifat fisis dan mekanis selanjutnya dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, kemudian dilanjutkan dengan uji Anova menggunakan SAS 9.1. Data sifat anatomi yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL Rancangan Acak Lengkap dengan 3 faktor, yaitu: faktor A jenis kayu yaitu kayu akasia dan balsa, faktor B ukuran contoh uji yaitu 6x12x100 cm 3 dan 8x12x100 cm 3 , dan faktor C tekanan yaitu 170 bar dan 50 bar yang masing-masing menggunakan 3 ulangan. Model Persamaan yang digunakan adalah: = + + + + + + + + Keterangan: Yijkl = nilai respon yang diukur µ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh variasi jenis kayu ke-i i=1,2 βj = pengaruh variasi ukuran kayu ke-j j=1,2 2 cm 2 cm 2 cm = pengaruh variasi tekanan ke-k k=1,2 αβij = pengaruh interaksi antara faktor jenis kayu dan ukuran kayu αγik = pengaruh interaksi antara faktor jenis kayu dan tekanan βγjk = pengaruh interaksi antara faktor ukuran kayu dan tekanan αβγijk= pengaruh interaksi antara faktor jenis kayu, ukuran kayu, dan tekanan εijkl = galat percobaan Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test DMRT.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Retensi

Retensi bahan pengawet Diffusol-CB berkisar antara 2,98 kgm 3 sampai dengan 4,47 kgm 3 . Nilai retensi terendah yaitu 2,98 kgm 3 terjadi pada kayu balsa, ukuran 8 x 12 x 100 cm 3 dengan tekanan 50 bar. Nilai retensi tertinggi yaitu sebesar 4,47 kgm 3 terjadi pada kayu akasia, ukuran 6 x 12 x 100 cm 3 dengan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Secara umum perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai retensi yang lebih tinggi dari pada tekanan 170 bar pada kayu balsa ukuran 8 x 12 x 100 cm 3 . Hal ini diduga karena tekanan injeksi yang lebih rendah yaitu 50 bar bahan pengawet dapat masuk dan menyebar ke seluruh bagian kayu secara merata dibanding dengan tekanan yang lebih tinggi yaitu 170 bar. Secara rinci, rata-rata nilai retensi hasil pengawetan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata retensi bahan pengawetan Diffusol-CB pada contoh uji Jenis Ukuran cm 3 Tekanan bar Jarak injeksi cm Retensi kgm 3 Akasia 8 x 12 x 100 170 95 3,60 50 50 4,27 6 x 12 x 100 170 95 4,35 50 50 4,47 Balsa 8 x 12 x 100 170 95 3,18 50 50 2,98 6 x 12 x 100 170 95 3,54 50 50 3,80 Nilai retensi bahan pengawet berbeda untuk setiap ukuran kayu seperti yang disebutkan oleh Hunt dan Garrat 1986 yang menyatakan bahwa variasi dalam volume kayu mempengaruhi nilai retensi. Mesin injektor dengan bantuan tekanan yang sama mampu mendorong bahan pengawet pada kayu bervolume kecil ke setiap bagian kayu secara merata tetapi belum cukup untuk memenuhi bagian-bagian pada kayu volume besar. Lebih lanjut, Deswita 1997 menyatakan bahwa retensi akan semakin kecil dengan semakin meningkatnya ukuran