Analisis Bahan Organik Padat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Bahan Organik Padat

Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, CN ratio, pH dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Bahan Organik Padat Contoh Kadar Air C-Organik N-total CN pH KTK ------ ----- bobot kering----- me100 g Kompos A 35,0 28,0 2,4 11,7 7,4 33,8 Kompos B 227,0 35,0 1,8 19,5 6,5 95,9 Kompos C 41,0 23,4 1,5 15,6 5,4 47,7 Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman. Penggunaan bahan organik oleh tanaman dipengaruhi oleh tingkat kematangan bahan tersebut yang ditunjukkan dengan nisbah karbon C dan nitrogen N. Bila suatu bahan organik memiliki nisbah CN yang tinggi, maka pemberian bahan organik tersebut dapat menggangu pertumbuhan tanaman. Bahan organik yang mempunya nisbah CN mendekati atau sama dengan nisbah CN tanah 10-20, maka bahan organik tersebut dapat digunakan tanaman Suryadikarta dan Simanungkalit, 2006. Analisis C-organik dan N-total dari ketiga jenis kompos digunakan untuk mengetahui nisbah CN kompos tersebut. Nisbah CN dari ketiga jenis kompos berada dalam kisaran nisbah CN tanah yaitu 10-20. Kompos A memiliki nisbah CN sebesar 11,7, nisbah CN kompos B sebesar 19,5 dan kompos C sebesar 15,6. Nisbah CN kompos dipengaruhi oleh jenis bahan penyusun kompos tersebut. Kompos B memiliki nisbah CN yang lebih tinggi dibandingkan kedua jenis kompos yang lain. Bahan penyusun Kompos B berasal dari kotoran sapi yang mengandung serat yang tinggi seperti selulosa. Kemasaman suatu kompos terlihat dari pH kompos tersebut. pH merupakan salah satu syarat kematangan dari suatu kompos. Kompos yang baik memiliki pH mendekati netral atau sedikit kearah alkali Setyorini et.al., 2006. Kompos yang memiliki pH masam akan mempengaruhi kemasaman tanah apabila kompos tersebut diberikan ke tanah karena dapat menyumbangkan ion H + . Hal ini akan mempengaruhi juga tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah tersebut. Kriteria pH kompos yang baik menurut SNI 19-7030-2004 yaitu 6,8 - 7,5. Hasil analisis pH ketiga jenis kompos yang digunakan menunjukkan bahwa kompos A memiliki pH sebesar 7,4, kompos B memiliki pH sebesar 6,5 dan pH kompos C sebesar 5,4. Kapasitas tukar kation merupakan kemampuan koloid menjerap dan mempertukarkan kation. Jerapan dan pertukaran kation memegang peran penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara, dan pemupukan Tan, 1991. KTK suatu kompos dapat dijadikan indikator kematangan suatu kompos Harada dan Inoko, 1980. Menurut Setyorini et. al. 2006 kompos mengandung humus yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman. Misel humus mempunyai KTK yang lebih besar daripada misel liat 3-10 kali sehingga penyediaan hara makro dan mikro lebih lama. Hasil analisis KTK terhadap ketiga jenis kompos menunjukkan bahwa kompos A memiliki KTK sebesar 33,8 me100g, kompos B memiliki KTK sebesar 95,9 me100g, dan kompos C sebesar 47,7 me100g. Pengukuran FTIR bertujuan untuk mengetahui kandungan gugus fungsional dari ketiga jenis kompos. Secara umum gugus fungsional yang terkandung pada ketiga jenis kompos hampir sama, diantaranya adalah: gugus fungsional O-H alkohol, fenol, dan asam karboksilat, C-H alkana, aromatik, C- O alkohol, eter, ester, asam karboksilat, C=O amida, N-H amina dan amida primer dan sekunder, C-X chlorida, fluorida dan bromida. Bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsional dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis FTIR Kompos A, Kompos B dan Kompos C Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang cm -1 Rujukan Kom-A Kom-B Kom-C C-H Alkanes stretch 3000-2850 s 2954,95 2947,23 2947,23 2904,80 2900,94 -CH3 bend 1450 dan 1375 1450,47 - - Alkenes out-of-plane bend 1000-690 s 910,40 914,26 914,26 875,68 875,68 713,66 775,38 694,37 Aromaties out-of-plane bend 900-690 s 875,68 648,08 713,66 - 875,68 775,38 694,37 Aldehyde 2900-2800 w - 2846,93 2846,93 C=C Alkene 1680-1600 m-w - 1651,07 1651,07 1600,92 C≡C Alkyne 2550-2100 w 2144,84 - - C=O Amida 1680-1630 s 1651,07 1651,07 1651,07 C-O Alcohols, ethers, esters, 1300-1000 s 1083,99 1219,01 1087,85 carboxylic acids, anhydrides 1037,70 1087,85 1041,56 1033,85 O-H Alcohols, phenols Free 3650-3600 m - 3618,46 3622,32 H-bonded 3400-3200 m 3282,84 3282,84 - carboxylic acids 3400-2400 m 2954,95 3282,84 2947,23 2515,18 2904,80 2900,94 2947,23 2846,93 2519,03 N-H Primary and secondary amines and amides stretch 3500-3100 m 3282,84 3282,84 - bend 1640-1550 m-s 1600,92 1597,06 1600,92 1554,63 C-N Amines 1350-1000 m-s 1037,70 1334,74 1083,99 1219,01 - 1087,85 1033,85 Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang cm -1 Rujukan Kom-A Kom-B Kom-C C-X Fluoride 1400-1000 s 1323,17 1384,89 1384,89 1083,99 1334,74 1041,56 1037,70 1219,01 1087,95 1087,85 1033,85 Chloride 785-540 s 648,08 771,53 532,35 543,93 648,08 466,77 690,52 435,91 Bromide, iodide 667s 648,08 648,08 532,35 543,93 636,21 466,77 470,63 470,63 435,91 428,20 432,05 Keterangan: : Bilangan gelombang rujukan dari Tabel korelasi Pavia et al., 2001 s : kuat m : sedang w : lemah Kom-A: Kompos A Kom-B: Kompos B Kom-C: Kompos C Kemunculan setiap setiap gugus fungsional pada ketiga jenis kompos dapat dilihat pada Gambar 2 sampai Gambar 8, sedangkan kurva hasil analisis FTIR dari setiap jenis kompos dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Gambar 2. Kemunculan Gugus Fungsional C-O alkohol, eter, ester dan asam karboksilat Gambar 4. Kemunculan Gugus Fungsional C-H alkena Gambar 5. Kemunculan Gugus Fungsional N-H amina dan amida primer dan sekunder-bend Gambar 3. Kemunculan Gugus Fungsional C-H alkana Stretch Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C Gambar 6. Kemunculan Gugus Fungsional C-X chlorida, fluorida, bromide dan iodida Gambar 7. Kemunculan Gugus Fungsional O-H asam karboksilat Gambar 8. Kemunculan Gugus Fungsional C=O amida Adapun gugus fungsional yang hanya terkandung pada kompos tertentu seperti gugus fungsional O-H alkohol dan fenol terikat -H dan C-N amina hanya terdapat pada kompos A dan kompos B. Gugus fungsional C-H aromatik hanya terdapat pada kompos A dan kompos C, sedangkan gugus fungsional C=C alkena dan C-H aldehida dan O-H alkohol dan fenol -free hanya terdapat pada kompos B dan kompos C. G ugus fungsional C≡C alkuna, dan C-H alkana- CH 3 bend hanya terdapat pada kompos A. Kemunculan dari setiap gugus fungsional diatas dapat dilihat pada Gambar 9 sampai 16. Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C Gambar 9. Kemunculan Gugus Fungsional C-H aromatik Gambar 10. Kemunculan Gugus Fungsional N-H Amina dan amida primer dan sekunder Stretch Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C Gambar 11. Kemunculan Gugus Fungsional C-N Amina Gambar 12. Kemunculan Gugus Fungsional O-H alkohol, fenol H-bonded Gambar 13. Kemunculan Gugus Fungsional O-H alkohol, fenol -free Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C Gambar 14. Kemunculan Gugus Fungsional C-H aldehida Gambar 15. Kemunculan Gugus Fungsional C=C alkena Gambar 16. Kemunculan Gugus Fungsional C-H alkana –CH 3 bend dan C≡C alkuna Kandungan gugus fungsional hidroksil dan karboksil diperlukan untuk pelepasan hara. Menurut Ismangil dan Hanudin 2005 sifat-sifat asam organik yang penting dalam pelarutan mineral ditentukan oleh gugus karboksil COO - dan gugus hidroksil OH - fenolatnya serta tingkat disosiasinya. Jumlah gugus yang mengalami disosiasi ditentukan oleh jumlah gugus fungsionalnya dan pH lingkungannya. Jumlah gugus karboksil menentukan jumlah proton yang mungkin dapat dilepas. Dari hasil analisis gugus fungsional terlihat bahwa ketiga jenis kompos mengandung gugus fungsional karboksil asam karboksilat dan hidroksil alkohol dan fenol sehingga apabila ketiga jenis kompos ini diberikan ke tanah dapat melepaskan hara yang terikat dalam tanah. Selain itu, gugus fungsional bersifat hidrofilik sehingga meningkatkan kelarutan senyawa organik dalam air. Kompos merupakan salah satu sumber unsur hara makro dan mikro secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Kandungan hara dalam kompos bergantung dari jenis bahan asalnya. Ketiga jenis kompos yang digunakan dalam penelitian ini berbahan dasar kotoran ternak. Menurut Hartatik dan Widowati 2006 kandungan hara dalam kotoran ternak tergantung pada jumlah dan jenis makanan ternak. Hara dalam kotoran ternak tidak mudah untuk tersedia bagi tanaman. Rendahnya ketersediaan hara dari pupuk kandang disebabkan karena bentuk N, P, serta unsur hara lain dalam bentuk senyawa kompleks organo protein atau senyawa asam humat, atau lignin yang sulit terdekomposisi. Proses pengomposan dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman karena perubahan bentuk dari tidak tersedia menjadi tersedia. Hasil analisis kadar hara ketiga jenis kompos secara umum menunjukkan bahwa, kompos A memiliki kandungan hara kecuali Na, Fe dan Mn yang lebih tinggi dari kedua jenis kompos yang lainnya. Kadar hara kompos A dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu, dalam kompos A terdapat campuran sisa-sisa makanan ayam, serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan hara dalam kompos tersebut. Kadar hara kompos C lebih rendah dari kompos A dan kompos B walaupun bahan asal kompos C merupakan campuran antara kotoran ayam, kotoran sapi, sekam, dan jerami. Hal ini desebabkan oleh kotoran ayam dan kotoran sapi yang digunakan dalam pembuatan kompos C berasal dari kandang milik petani biasa, sedangkan kotoran ayam dan kotoran sapi yang digunakan untuk membuat kompos A dan kompos B berasal dari kandang milik Institut Pertanian Bogor IPB. Kotoran ayam dan kotoran sapi yang berasal dari kandang IPB memiliki kandungan hara yang tinggi karena bahan makanan yang diberikan pada ternak diatur atau dihitung nutrisinya. Kadar hara dari ketiga jenis kompos dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Hara Total dari Beberapa Kompos Contoh K Na Ca Mg Fe Cu Zn Mn ---------------------------------------------------------------------------- Kompos A 0,96 0,03 0,70 0,68 0,60 0,02 0,06 0,09 Kompos B 0,36 0,04 0,19 0,37 2,06 0,01 0,02 0,11 Kompos C 0,24 0,02 0,18 0,21 0,61 0,01 0,02 0,05

4.2. Hasil Analisis Senyawa Organik Larut Air