6. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini.
b. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
44
1. Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.
Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang pada penelitian ini adalah:
2. Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
3. Koran yang memuat tentang kasus perdagangan orang.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yakni berupa studi dokumen dan teknik pendukung lainnya
yaitu meneliti dokumen yang ada dengan mengumpulkan data dan informasi dari buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis
lainnya serta putusan pengadilan negeri yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan cara mencari, mempelajari dan mencatat serta
menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.
45
44
Amiruddin dan Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 31
45
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, hal. 225.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisa Bahan Hukum
Analisa dapat dirumuskan untuk menguraikan hal yang akan diteliti ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil dan sederhana.
46
a. Memilih pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur
tentang perdagangan orang. Pada penelitian hukum
normatif, pengolahan bahan hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti
membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam analisis bahan dalam penelitian ini adalah:
b. Membuat sistematik dari Pasal-Pasal tersebut sehingga menghasilkan
klasifikasi tertentu yang selaras dengan penegakan hukum terhadap perdagangan orang.
c. Bahan yang berupa peraturan perundang-undangan ini dianalisis secara
kualitatif, dengan menggunakan logika berfikir dalam menarik kesimpulan secara metode deduktif, yaitu kerangka pemikiran diarahkan
kepada aspek-aspek normatif yang terkandung dalam hukum positif. Sehingga hasil dari analisis ini diharapkan dapat menjawab permasalahan
yang dikemukakan dalam tulisan ini.
46
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke- 20, Opcit., hal. 105
Universitas Sumatera Utara
BAB II SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU
PERDAGANGAN ORANG A. Sanksi Pidana
1. Pengertian Sanksi Pidana
Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan. Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan
dengan sengaja. Penambahan penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.
47
Istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, yaitu menunjukkan sanksi dalam hukum pidana. Pidana adalah sebuah konsep dalam
bidang hukum pidana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut untuk dapat memahami arti dan hakekatnya.
48
Menurut Roeslan Saleh “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada
pembuat delik itu”.
49
Subekti dan Tjitrosoedibio mengemukakan dalam bukunya kamus
hukum, “pidana” adalah “hukuman”.
50
Sudarto berpendapat yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu.
51
47
Van Bemmelen, Hukum Pidana 1 Hukum Pidana Material Bagian Umum, Bandung : Binacipta,1987, hal. 17.
48
Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum Di Indonesia, Bandung: Alumni, 1982, hal. 23.
49
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hal. 9.
50
Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, hal 83.
Universitas Sumatera Utara
Muladi dan Barda Nawawi berpendapat bahwa unsur pengertian pidana, meliputi:
52
a. pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; b.
pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan oleh yang berwenang;
c. pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang. Apabila dilihat dari filosofinya, hukuman mempunyai arti yang sangat
beragam. R. Soesilo menggunakan istilah “hukuman” untuk menyebut istilah
“pidana” dan ia merumuskan bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman adalah suatu perasaan tidak enak sangsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan
vonis kepada orang yang telah melanggar Undang-undang hukum pidana. Pidana merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum
pidana. Sebagai pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan.
53
Menurut Moeljatno, istilah “hukuman” yang berasal dari kata “Straf” merupakan istilah-istilah yang konvensional. Dalam hal ini beliau tidak setuju
dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah yang in konvensional, yaitu “pidana” untuk menggantikan kata “straf”. Moeljatno mengungkapkan jika
“straf” diartikan “hukum” maka strafrechts” seharusnya diartikan “hukum
51
Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni, 1992, hal. 2.
53
Andi Hamzah, Stelsel Pidana dan pemidanaan di indonesia, op cit, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
hukuman”. Menurut beliau “dihukum” berarti” diterapi hukum”, baik hukum pidana maupun hukum perdata.
54
Satochid Kartanegara berpendapat bahwa “hukuman pidana itu bersifat siksaan atau penderitaan, yang oleh undang-undang hukum pidana
diberikan kepada seseorang yang melanggar sesuatu norma yang ditentukan oleh undang-undang hukum pidana, dan siksaan atau penderitaan itu dengan
keputusan hakim dijatuhkan terhadap diri orang yang dipersalahkan itu. Sifat yang berupa siksaan atau penderitaan itu harus diberikan kepada hukuman
pidana, karena pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang terhadap norma yang ditentukan oleh undang-undang hukum pidana itu merupakan pelanggaran
atau perkosaan kepentingan hukum yang justru akan dilindungi oleh undang- undang hukum pidana”.
55
Menurut Herbert L. Packer, sanksi pidana adalah suatu alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang dimiliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau
bahaya besar serta untuk menghadapi ancaman-ancaman. Selanjutnya Packer menyatakan bahwa :
1. Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang
maupun dimasa yang akan datang, tanpa pidana. 2.
Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki utk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan
segera serta utk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. 3.
Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama dari kebebasan manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara
hemat-cermat dan secara manusiawi, ia merupakan pengancam apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa.
56
54
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, op cit. Hal. 1.
55
Satochid Kartanegara, Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, Bandung : 1954- 1955, hal. 275-276.
56
Herbert L. Packer, The Limits of The Criminal Sanction, Stanford California University Press, 1967, hal. 344
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa sanksi adalah menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang
karena suatu perbuatan yang dilakukannya.
2. Jenis-jenis Sanksi Pidana