2.3 Gangguan Temporomandibula yang Berhubungan dengan Pembukaan Mulut Maksimal
Gangguan temporomandibula merupakan istilah umum yang digunakan untuk berbagai masalah terkait sendi rahang.
23
Gangguan temporomandibula umumnya terjadi pada kelompok umur 20 hingga 40 tahun, dan lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki.
23,24
Penyebab gangguan temporomandibula bersifat multifaktorial. Faktor-faktor ini dapat berperan dalam memulai, memperburuk, atau
memperlama terjadinya gangguan sendi tempromandibula. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan temporomandibula antara lain kebiasaan
parafungsional bruksism, menggertakkan gigi, atau menggigit pipi, tekanan emosional, trauma akut akibat benturan atau pukulan, trauma akibat hiperekstensi
misalnya prosedur dental, intubasi oral untuk anastesi umum, menguap, ketidakstabilan hubungan maksila-mandibula, kesehatan umum yang tidak baik serta
gaya hidup yang tidak sehat.
24
2.3.1 Gangguan Sendi Temporomandibula
Gangguan sendi temporomandibula memiliki gejala utama dan disfungsi terkait adanya perubahan fungsi kondilus dan diskus. Terjadinya disfungsi
berhubungan dengan pergerakan kondilus dan dilaporkan sebagai sensasi clicking pada sendi. Sensasi ini umumnya konstan, berulang, dan terkadang bersifat progresif.
Adanya rasa sakit bukan merupakan gejala utama gangguan sendi temporomandibula.
25
Salah satu penyebab gangguan sendi temporomandibula adalah akibat adanya perubahan pada kompleks kondilus-diskus. Perubahan kompleks kondilus-diskus
terjadi akibat kerusakan fungsi rotasi normal diskus pada kondilus. Hilangnya fungsi pergerakan normal dari diskus terjadi akibat adanya pemanjangan ligamen kolateral
diskal dan lamina retrodiskal inferior. Etiologi yang umum terjadi adalah trauma. Trauma yang terjadi dapat berupa makrotrauma seperti pukulan pada rahang atau
mikrotrauma yang berhubungan dengan hiperaktivitas otot kronis atau ketidakstabilan ortopedi.
25
Salah satu contoh perubahan kompleks kondilus-diskus adalah dislokasi sendi. Dislokasi sendi terjadi akibat longgarnya diskus karena pemanjangan atau
robeknya ligamen sehingga letak diskus berubah dari posisi normal ke puncak kondilus. Dislokasi sendi terdiri dari dislokasi sendi dengan redusi dan dislokasi sendi
tanpa reduksi. Reduksi adalah kemampuan pasien dalam memanipulasi rahang untuk mereposisi kondilus kembali ke tepi posterior diskus artikularis.
25
Dislokasi sendi akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan pembukaan mulut. Pada dislokasi sendi dengan reduksi, terjadi perubahan jalur pembukaan mulut
sehingga jarak pembukaan mulut yang sebelumnya terbatas menjadi normal. Adapun pada dislokasi sendi tanpa reduksi, pembukaan mulut berkisar antara 25 sampai 30
mm. Jika pada insisivus mandibula diaplikasikan suatu tekanan yang ringan, mulut akan terbuka sedikit lebih lebar.
25
Gangguan sendi temporomandibula juga dapat terjadi akibat adanya inkompabilitas struktural permukaan artikulasi. Faktor penyebab utama terjadi
inkompabilitas struktural ini adalah makrotrauma. Pukulan pada rahang dan gigi dapat mengakibatkan benturan pada permukaan artikulasi yang dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan pada permukaan sendi.
25
Salah satu contoh inkompabilitas struktural permukaan artikulasi adalah adhesi. Adhesi merupakan perlekatan sementara permukaan artikulasi dan dapat
terjadi antara kondilus dan diskus ruang sendi inferior atau antara diskus dan fossa ruang sendi anterior. Meskipun adhesi bersifat sementara, jika dibiarkan adhesi
dapat mengarah ke kondisi yang lebih permanen. Adhesi terjadi akibat perkembangan jaringan ikat diantara permukaan artikulasi pada fossa atau kondilus dan juga pada
diskus atau pada jaringan yang mengelilinginya.
25
Ketika adhesi terjadi diantara diskus dan fossa, translasi normal kompleks kondilus-diskus akan terhambat. Pergerakan kondilus hanya terbatas pada gerakan
rotasi. Pembukaan mulut pada pasien hanya berkisar antara 20 sampai 30 mm. Adapun adhesi yang terjadi diantara diskus dan fossa akan menghambat pergerakan
rotasi yang normal, sementara gerakan translasi tetap berlangsung normal. Pasien- pasien yang mengalami kondisi ini tetap dapat membuka mulut dengan normal, tetapi
timbul perasaan kaku saat pembukaan mulut akan mencapai maksimal.
25
2.4 Cara Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal