Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Suku Batak Kelompok Umur 17-22 Tahun

(1)

JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT

MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK

UMUR 17-22 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: May Fiona Purba NIM: 100600085

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral

Tahun 2015

May Purba

Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Suku Batak Kelompok Umur 17-22 Tahun

xi + 48 halaman

Pembukaan mulut maksimal adalah jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis di maksila dan di mandibula ketika mulut terbuka maksimal tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah, leher atau bagian lain dari mulut. Pembukaan mulut maksimal merupakan parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal suku Batak kelompok umur 17-22 tahun. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 60 orang: 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Pengukuran pembukaan mulut maksimal dilakukan dengan menggunakan kaliper digital Krisbow dengan ketelitian 0,01 mm untuk mendapatkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif. Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif digunakan untuk perhitungan Opening Ratio. Data yang diperoleh dianalisa dengan uji T tidak berpasangan untuk melihat adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan dengan tingkat signifikansi p<0,05. Hasil penelitian ini diperoleh jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki yaitu 44,52 ± 7,27 mm dan perempuan 38,13 ± 4,16 mm, pembukaan mulut maksimal pasif pada laki-laki yaitu 46,28 ± 6,79 mm dan perempuan 39,59 ± 4,62 mm, dan Opening Ratio pada laki-laki


(3)

yaitu 96,00 ± 3,16 dan perempuan 96,45 ± 2,67. Kesimpulan penelitian ini adalah jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif laki-laki suku Batak kelompok umur 17-22 tahun lebih besar secara signifikan daripada perempuan (p=0,000).

Kata kunci: pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, Opening Ratio Daftar Rujukan: 28 (1996-2013)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Februari 2015

Pembimbing: Tanda tangan,

Rehulina Ginting, drg., Msi ... NIP. 195110181980032001


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 12 Februari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Rehulina Ginting, drg., MSi ANGGOTA : 1. Yendriwati, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rehulina Ginting, drg., M.Si., selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, juga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, arahan, saran dan waktu yang sangat berguna dalam meningkatkan semangat dan motivasi penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan nasehat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh staf pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi USU : Lisna Unita, drg., M.Kes, Minasari, drg., MM, Yendriwati, drg., M.Kes, Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes, serta Yumi Lindawati, drg., yang telah memberikan saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

3. Staf Departemen Biologi Oral yaitu Ibu Ngaisah dan Kak Dani yang telah membantu dalam hal administrasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Pitu Wulandari, drg., Sp. Perio selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi USU atas bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjalankan kuliah.


(7)

6. Mahasiswa FKG USU yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

7. Bu Maya Fitria yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam rancangan penelitian dan pengolahan data.

8. Khususnya kepada kedua orang tua penulis tercinta yaitu M. Karo-Karo dan D. Tarigan yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril, semangat maupun materil selama ini, serta adik-adik penulis yaitu Devy Iriani, Vinnie Sylviani dan Kevin Jeremia.

9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Kak Rindu, Kak Ruth, Ester, Eidelen, Shinta, Rizka, Ummi, Nastiti dan Evi yang telah bersedia meluangkan waktu dalam membantu penelitian, juga senior dan teman-teman stambuk 2010 lainnya terutama yang membuat skripsi di Departemen Biologi Oral yaitu Kak Tellia, Kak Sri, Kak Sherly, Kak Indira, Eka, Ellin, Swee Fan, Ervi, Cindy, Michelle, Aryani, Joseph, serta Josua yang telah memberi semangat kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 12 Februari 2015

Penulis,

May Fiona Purba


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pembukaan Mulut Maksimal ... 4

2.1.1 Pembukaan Mulut Maksimal Aktif ... 4

2.1.2 Pembukaan Mulut Maksimal Pasif ... 5

2.1.3 Opening Ratio ... 6

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembukaan Mulut Maksimal .. 7

2.2.1 Umur ... 7

2.2.2 Jenis Kelamin ... 9

2.2.3 Ras ... 10

2.2.4 Tinggi Badan ... 10

2.2.5 Berat Badan ... 11


(9)

2.2.7 Oklusi ... 12

2.2.8 Pertumbuhan dan Perkembangan Mandibula ... 13

2.3 Gangguan Temporomandibula yang Berhubungan dengan Pembukaan Mulut Maksimal ... 13

2.3.1 Gangguan Sendi Temporomandibula ... 13

2.4 Cara Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal ... 15

2.4.1 Penggaris ... 15

2.4.2 Kaliper ... 16

2.4.3 Willis Bite Gauge ... 17

2.4.4 Goniometer Mandibula ... 18

2.4.5 Instrumen Opto-Elektrik ... 19

2.5 Landasan Teori ... 20

2.6 Kerangka Konsep ... 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 23

3.3.1 Populasi ... 23

3.3.2 Sampel ... 23

3.3.2.1 Besar Sampel ... 23

3.4 Kriteria Pemilihan Sampel ... 24

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 24

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 25

3.5 Variabel Penelitian ... 25

3.5.1 Variabel Bebas ... 25

3.5.2 Variabel Tergantung ... 25

3.5.3 Variabel Terkendali ... 26

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 26

3.6 Definisi Operasional ... 27

3.7 Alat Penelitian ... 28

3.8 Cara Kerja ... 29

3.8.1 Pemilihan Sampel ... 29

3.8.2 Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif .... 29

3.8.2.1 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif ... 29

3.8.2.2 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Pasif ... 31

3.8.3 Perhitungan Opening Ratio (Contoh Perhitungan) ... 32


(10)

3.10 Analisis Data ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35

4.1 Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif ... 36

4.2 Opening Ratio ... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ... 40

5.1 Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif ... 40

5.2 Opening Ratio ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata Opening Ratio pada kelompok dengan gangguan temporomandibula dan kelompok kontrol sesuai dengan

kelompok umur dan jenis kelamin ... 7 2. Rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal sesuai kelompok umur ... 8 3. Pembukaan mulut maksimal aktif pada populasi dewasa

Yordania menurut umur dan jenis kelamin ... 8 4. Variasi pembukaan mulut sesuai umur ... 9 5. Perbandingan nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi

yang berbeda ... 10 6. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur ... 36 7. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan

antara laki-laki dan perempuan ... 37 8. Perbedaan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal

aktif dan pasif pada laki-laki dan perempuan ... 37 9. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan

pasif antar kelompok umur ... 38 10. Opening Ratio berdasarkan jenis kelamin ... 38 11. Opening Ratio berdasarkan kelompok umur ... 39


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif ... 5

2. Pengukuran jarak interinsisal menggunakan lebar 4 jari ... 6

3. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal menggunakan penggaris yang sudah dikalibrasi ... 16

4. Kaliper ... 16

5. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dengan menggunakan kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi ... 17

6. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dengan menggunakan Willis Bite Gauge ... 18

7. Goniometer dan pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer ... 19

8. Instrumen Opto-Elektrik dan komponennya ... 19

9. Oklusi Klas I Angle ... 23

10.Kaliper digital Krisbow ... 28

11.Posisi duduk subjek di kursi ... 29

12.Pembukaan mulut maksimal aktif ... 29

13.Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dengan kaliper digital ... 30

14.Pembukaan mulut maksimal pasif ... 31

15.Pengukuran pembukaan mulut maksimal pasif dengan kaliper digital ... 32


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Kuesioner Penelitian

3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian 4. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian 5. Lembar Hasil Penelitian


(14)

Pembukaan mulut maksimal didefinisikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus

sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa

adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau bagian lain dari mulut.2,4,5 Dengan

pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat diperoleh kisaran ukuran pembukaan mulut maksimal aktif,6,7,8 pasif,7,9 dan Opening Ratio.5 Pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat subjek

membuka mulutnya sendiri tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak

antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat mulut subjek

dibuka dengan bantuan jari.7,9,10 Opening Ratio digunakan untuk melihat berapa besar

pertambahan jarak interinsisal pada pembukaan mulut maksimal pasif bila dibandingkan dengan


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembukaan mulut maksimal didefinisikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau bagian lain dari mulut.2,4,5 Dengan pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat diperoleh kisaran ukuran pembukaan mulut maksimal aktif,6,7,8 pasif,7,9 dan Opening Ratio.5 Pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat subjek membuka mulutnya sendiri tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat mulut subjek dibuka dengan bantuan jari.7,9,10 Opening Ratio digunakan untuk melihat berapa besar pertambahan jarak interinsisal pada pembukaan mulut maksimal pasif bila dibandingkan dengan pembukaan mulut maksimal aktif.5

Pembukaan mulut maksimal diperlukan untuk memungkinkan klinisi melakukan pemeriksaan oral yang lengkap dengan nyaman.3,11 Pembukaan mulut maksimal juga dapat digunakan sebagai parameter untuk follow up dan hasil pemeriksaan kondisi-kondisi yang mempengaruhi sistem stomatognasi.3,6 Pembukaan mulut juga merupakan parameter yang berguna bagi dokter bedah mulut untuk rekonstruksi wajah dan tulang rahang.3

Ukuran pembukaan mulut maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi umur,11-13 jenis kelamin,11,12 ras,7,13 tinggi badan,7,8,11,12 berat badan,4,8,11 struktur sendi dan otot, morfologi fasial,11,14 serta ukuran mandibula dan basis kranial.7,12 Ukuran pembukaan mulut maksimal pada orang dewasa bervariasi antara 32-77 mm.2,10


(16)

Pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat dilakukan dengan menggunakan penggaris,3,11,15 kaliper,4 Willis Bite Gauge,2 goniometer mandibula,16 serta instrumen opto-elektrik.14

Penduduk Indonesia sebagian besar didominasi oleh ras Paleomongoloid atau ras Melayu. Ras Melayu ini kemudian dibedakan atas Proto-Melayu dan Deutro-Melayu. Ras Proto-Melayu terdiri dari suku Batak, Gayo, Sasak dan Toraja. Ras Deutro-Melayu meliputi orang-orang Aceh, Minangkabau, Sumatera pesisir, Rejang Lbong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado pesisir, Sunda kecil timur dan Melayu. Suku Batak yang termasuk bagian dari ras Proto-Melayu merupakan suku terbesar yang menempati Sumatera Utara dan terdiri atas enam sub-group meliputi Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing dan Angkola.17

Banyak penelitian pembukaan mulut maksimal sudah dilakukan di negara-negara lain. Akan tetapi belum ada penelitian tentang pembukaan mulut maksimal di Indonesia. Oleh karena itu penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun untuk mendapatkan estimasi jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal baik untuk pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, maupun Opening Ratio pada laki-laki maupun perempuan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dijelaskan di atas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapakah jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun?

2. Adakah perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum


(17)

Untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

2. Untuk mengetahui perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut

maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening

Ratio yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan umur.

2. Hα : Terdapat perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan umur.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi khususnya bagian Biologi Oral tentang jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

1.5.2 Manfaat Praktis

Sebagai parameter jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dengan oklusi Klas I Angle.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembukaan Mulut Maksimal

Pembukaan mulut maksimal dideskripsikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau bagian lain dari mulut.2,4,5 Pembukaan mulut maksimal merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.1,6 Pembukaan mulut maksimal yang normal diperlukan untuk memungkinkan klinisi melakukan pemeriksaan oral yang lengkap dengan nyaman.3,11

2.1.1 Pembukaan Mulut Maksimal Aktif

Pembukaan mulut maksimal aktif diukur sebagai jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal aktif dapat digunakan sebagai parameter untuk metode skrining dalam mendeteksi keadaan-keadaan yang mempengaruhi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.6 Nilai pembukaan mulut maksimal aktif juga berfungsi sebagai parameter yang berguna bagi perawatan lanjutan pada pasien.3,6

Penelitian yang dilakukan oleh Yao, dkk (2009) di Taiwan menunjukkan bahwa rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif pada etnis Cina berumur 20-80 tahun adalah 49,10 ± 6,30 mm.12 Penelitian Sawair, dkk (2010) menunjukkan bahwa rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif pada subpopulasi Yordania berumur 15-80 tahun adalah 42,9 ± 5,7 mm.6 Dari penelitian yang dilakukan oleh Casanova-Rosado, dkk (2012) diperoleh data bahwa rata-rata pembukaan mulut maksimal aktif pada orang dewasa dan dewasa muda berumur 14-24 tahun di Meksiko adalah 46,61 ± 7,37 mm.7 Penelitian Sohail, dkk (2011) di Uni Emirat Arab


(19)

menunjukkan bahwa rata-rata pembukaan mulut maksimal aktif pada mahasiswa kelompok umur 19-24 tahun adalah 53,12 ± 7,95 mm.1 Adapun penelitian Singh (2012) pada kelompok umur 20-83 tahun di India menunjukkan bahwa rata-rata pembukaan mulut maksimal aktif adalah 46,82 ± 8,8 mm.2

Gambar 1. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif3

2.1.2 Pembukaan Mulut Maksimal Pasif

Pada pembukaan mulut maksimal pasif, jarak interinsisal diukur ketika mandibula dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking) yang disejajarkan antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula.9,10 Pembukaan mulut maksimal pasif dapat digunakan sebagai suatu teknik untuk diferensiasi dan pemeriksaan keterbatasan pembukaan mulut akibat otot atau sendi.5

Penelitian Casanova-Rosado dkk (2011) pada kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko menunjukkan bahwa rata-rata jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal pasif adalah 49,48 ± 6,59 mm.7 Adapun pada penelitian Zawawi, dkk (2003) pada kelompok umur 21-42 tahun di Amerika diperoleh rata-rata jarak interinsisal pembukaan mulut pasif sebesar 48,8 mm.9


(20)

Gambar 2. Pengukuran jarak interinsisal menggunakan lebar 4 jari9

2.1.3 Opening Ratio (OR)

Al-Tuhafi (2005) mendefinisikan Opening Ratio sebagai perbandingan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.5 Opening Ratio ditentukan sebagai :

Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif

OR = x 100

Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif

Ketika jaringan otot mengalami kelelahan dan kekejangan, kontraksi atau peregangan otot akan meningkatkan rasa sakit. Oleh karena itu, untuk mempertahankan rasa nyaman, seseorang cenderung mempertahankan pergerakan mandibula dalam suatu kisaran yang tidak meningkatkan rasa sakit. Secara klinis, hal ini dianggap sebagai ketidakmampuan pasien membuka mulutnya dalam kisaran normal. Secara umum jika pasien diminta untuk membuka mulutnya sedikit lebih lebar secara perlahan-lahan, pembukaan mulut yang lebih lebar dapat dicapai tetapi timbul rasa sakit pada pasien.5

Penelitian yang dilakukan oleh Al-Tuhafi (2005) pada kelompok umur 14-55 tahun di Irak menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara Opening Ratio dengan usia atau jenis kelamin (tabel 1). Opening Ratio juga berkorelasi negatif dengan otot temporalis dan otot pterigoideus lateral. Hiperaktivitas otot dapat


(21)

mengakibatkan terjadinya kekejangan, rasa sakit dan kelelahan disertai dengan penurunan pembukaan mulut aktif.5

Tabel 1. Rata-rata Opening Ratio pada kelompok dengan gangguan temporomandibula dan kelompok kontrol sesuai dengan kelompok umur dan jenis kelamin (Al Tuhafi AA, 2005)5

Age (Years)

Temporomandidbular Disorder Group

Control Group

Males Females Males Females

Mean (mm) ± Standard Deviation

10-19 70,12 ± 7,74 80,24 ± 11,39 92,11 ± 3,21 91,52 ± 1,95 20-29 72,90 ± 18,5 73,61 ± 10,24 90,91 ± 5,64 90,80 ± 1,41 30-39 76,71 ± 18,21 71,20 ± 12,31 88,97 ± 5,51 93,24 ± 4,24 40-49 74,11 ± 15,11 68,83 ± 15,55 89,93 ± 2,11 88,15 ± 2,20 ≥ 50 80,10 ± 13,45 70,58 ± 7,22 93,12 ± 10,12 92,19 ± 3,43

Total 72.96 ± 12,2 90,9 ± 4,28

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembukaan Mulut Maksimal 2.2.1 Umur

Berbagai studi menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal akan meningkat setelah lahir hingga dewasa, dan kemudian menurun secara bertahap selama proses penuaan.4,12 Yao, dkk (2009) menemukan adanya penurunan pembukaan mulut maksimal seiring dengan bertambahnya umur pada etnis Cina dewasa berumur 20-80 tahun di Taiwan (tabel 2). Penurunan ini sekitar 1,4 mm pada laki-laki dan 0,9 mm pada perempuan untuk setiap sepuluh tahun setelah memasuki masa dewasa.12 Adanya penurunan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal seiring dengan bertambahnya umur berhubungan dengan atropi otot skeletal, penurunan kekuatan dan kelemahan fisik yang terjadi akibat proses penuaan.11


(22)

Tabel 2. Rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif sesuai kelompok umur (Yao KT, 2009)12

Maximum mouth opening (mm) P

Young (20-39 years)

Middle (40-59 years)

Senior (≥ 60 years)

Male 52,39 ± 6,40 49,19 ± 5,95 46,90 ± 6,07 <0,001 Female 49,86 ± 6,29 47,82 ± 5,54 46,32 ± 5,27 <0.001 Total 51,11 ± 6,47 48,45 ± 5,76 46,62 ± 5,71 <0,001

Penelitian yang dilakukan oleh Sawair, dkk (2010) pada kelompok umur 15-80 tahun di Yordania juga menunjukkan adanya penurunan pembukaan mulut maksimal pada kelompok umur yang lebih tua (tabel 3). Hal ini mungkin diakibatkan oleh penyakit degeneratif pada sendi temporomandibula yang mempengaruhi rangkaian pergerakan mandibula. Progresi dan keparahan perubahan tulang pada kepala kondilus dan fosa mandibula meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kelompok usia tua lebih sering mengalami perubahan degeneratif akibat perkembangan osteoartritis pada sendi temporomandibula daripada kelompok usia muda.6

Tabel 3. Pembukaan mulut maksimal aktif populasi dewasa Yordania menurut umur dan jenis kelamin (Sawair FA, 2010)6

Active maximum mouth opening (mm) Age

(years)

Men Women Total

N Range Mean n Range Mean n Range Mea n 15-19 21 39-71 47,9 35 29-60 40,6 56 29-71 43,3 20-29 68 33-60 46,0 144 29-55 41,9 212 29-60 43,3 30-39 30 34-57 45,3 36 32-54 41,4 66 32-57 43,1 40-49 28 38-53 44,5 48 32-52 41,4 76 32-53 42,5 50-59 19 36-50 42,1 26 33-50 41,7 45 33-50 41,8 ≥ 60 19 37-59 44,2 22 32-48 40,5 41 32-59 42,2 Total 185 33-71 45,3 311 29,60 41,5 496 29-71 42,9


(23)

Hasil penelitian Khare, dkk (2012) pada populasi India dewasa berumur 21-70 tahun konsisten dengan fakta bahwa pembukaan mulut maksimal mengalami penurunan dengan bertambahnya usia dan hal ini berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan (tabel 4).3

Tabel 4. Variasi pembukaan mulut sesuai umur (Khare N, 2012)3

Age group Sex n Mean ± SD (mm)

21-30 Male 102 56,7 ± 7,2

Female 99 51,7 ± 4,5

31-40 Male 98 57,1 ± 6,5

Female 96 50,7 ± 2,5

41-50 Male 99 52,5 ± 8,8

Female 86 47,7 ± 3,9

2.2.2 Jenis kelamin

Penelitian yang dilakukan oleh Sawair, dkk (2010) pada kelompok umur 15-80 tahun di Yordania menemukan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki (45,3 ± 5,7 mm) lebih besar daripada perempuan (41,5 ± 5,3 mm).6 Pada penelitian Casanova-Rosado dkk (2012) terhadap kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko, pembukaan mulut maksimal pada laki-laki adalah 48,17 ± 7,86 mm lebih besar daripada pembukaan mulut maksimal pada perempuan yaitu 44,90 ± 6,40 mm.7 Penelitian yang dilakukan oleh Sohail, dkk (2011) pada kelompok umur 19-24 tahun di uni Emirat Arab juga menunjukkan pembukaan mulut maksimal yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dimana rata-rata pembukaan mulut maksimal pada laki-laki adalah 59,74 ± 5,26 mm dan pada perempuan adalah 46,50 ± 3,32 mm.1 Penelitian Khare, dkk (2012) pada kelompok umur 21-70 tahun juga menemukan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar daripada perempuan (51,3 ± 8,3 mm pada laki-laki dan 44,3 ± 6,7 mm pada perempuan).3

Adanya perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Sawair, dkk (2010) menduga


(24)

perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan terjadi akibat adanya perbedaan panjang mandibula. Panjang mandibula, dihitung dari aksis engsel ke insisivus bawah, berkorelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal. Semakin panjang mandibula, semakin besar sendi engsel dapat berotasi sehingga pembukaan mulut maksimal semakin besar.6 Casanova-Rosado, dkk (2012) menyatakan bahwa perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh ukuran fisik, dimana laki-laki umumnya lebih besar daripada perempuan, sehingga struktur tulang kepala dan wajah pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.7 Adapun Sohail, dkk (2011) menyatakan bahwa pembukaan mulut maksimal bergantung pada ukuran mandibula yang secara signifikan lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Pada penelitian tersebut juga ditemukan adanya kecenderungan laki-laki untuk membuka mulutnya rata-rata lima mm lebih lebar daripada perempuan.1

2.2.3 Ras

Pembukaan mulut maksimal memiliki nilai yang berbeda untuk populasi yang berbeda (tabel 5). Beberapa studi melaporkan bahwa tinggi badan merupakan faktor yang signifikan yang berpengaruh terhadap pembukaan mulut dan merupakan penjelasan adanya perbedaan pembukaan mulut maksimal pada populasi yang berbeda.3


(25)

Tabel 5. Perbandingan nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi yang berbeda (Sohail A, 2011)1

Author Country No. Of case Age (Years) Mean MMO

(mm) Sheppard and

Sheppard

USA 200 16-70 49,8

Agerberg Sweden 200 18-25 55,9 (male)

53,2 (female)

Mezitis et al Greece 1160 18-70 52,85 (male)

48,34 (female) Cox and

Walker

Nepal 700 18-68 47,1

Placko et al France 228 18-84 50,77

2.2.4 Tinggi Badan

Korelasi antara pembukaan mulut maksimal dan tinggi badan masih kontroversial. Beberapa studi menunjukkan korelasi yang positif, sementara yang lain tidak. Karena laki-laki umumnya lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan perempuan, dapat diterima jika pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.12

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sawair dkk (2010) terhadap kelompok umur 15-80 tahun di Yordania, sampel laki-laki secara signifikan lebih tinggi, dan tinggi badan memiliki korelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal. Terdapat kecenderungan di dalam populasi bahwa semakin berkurang tinggi badan seseorang, semakin berkurang kisaran pergerakan mandibula.6 Demikian juga dengan penelitian Hamad (2010) pada populasi Kurdish berumur 16-85 tahun menunjukkan adanya korelasi yang positif antara tinggi badan dan pembukaan mulut maksimal.11

2.2.5 Berat Badan

Penelitian Hamad, dkk (2010) pada populasi Kurdish berumur 16-85 tahun menunjukkan adanya korelasi yang positif antara pembukaan mulut maksimal dengan berat badan.11 Demikian juga dengan penelitian Abou-Atme (2007) pada anak-anak umur 4 sampai 15 tahun di Libanon menunjukkan adanya korelasi yang positif antara


(26)

berat badan dan pembukaan mulut maksimal.10 Akan tetapi penelitian de Sousa, dkk (2007) pada anak-anak umur 6 sampai 14 tahun di Brazil menunjukkan korelasi yang lemah antara berat badan dan pembukaan mulut maksimal.8

2.2.6 Morfologi Fasial

Ingervall (1971) (dikutip dari Fukui, 2002) menyatakan bahwa 25-40 persen variasi pembukaan mulut maksimal dapat dijelaskan oleh variasi morfologi fasial antar individu. Pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang mandibula dan basis kranial anterior tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus mandibula. Hasil penelitian Fukui, dkk (2002) juga menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang basis kranial anterior, panjang maksila dan sudut gonial tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus mandibula. Semakin besar sudut inklinasi ramus mandibula maka mandibula semakin berotasi dalam arah berlawanan jarum jam. Berbeda dengan hasil penelitian Ingervall, hasil penelitian Fukui tidak menunjukkan adanya korelasi antara pembukaan mulut maksimal dengan panjang mandibula.14

Variasi morfologi fasial antar individu dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Raadsheer, dkk (1996) meneliti hubungan antara ketebalan otot maseter dan morfologi fasial pada individu yang sedang dalam masa pertumbuhan dan menemukan bahwa ketebalan otot maseter berkorelasi negatif dengan tinggi wajah anterior dan panjang mandibula. Otot maseter mendukung pertumbuhan rahang dalam arah sagital namun terbatas dalam arah vertikal sehingga wajah tumbuh dalam pola yang lebih horizontal.18 Yamamoto (1996) (dikutip dari Parameshwaran, 2006) melakukan penelitian tentang efek konsistensi makanan terhadap pola aposisional tulang pada pusat pertumbuhan di regio palatal maksila. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsistensi makanan memengaruhi pola aposisional tulang pada pusat pertumbuhan di regio palatal maksila. Perbedaan pola pertumbuhan pada viserokranium atas yang diinduksi oleh perbedaan konsistensi makanan tidak hanya disebabkan oleh perbedaan tekanan mekanis otot-otot mastikasi tetapi juga akibat perbedaan pola pertumbuhan pada area yang menerima tekanan oklusal.19 Penelitian


(27)

Kiliadiris (2003) menunjukkan adanya hubungan antara otot pengunyahan dan lebar karaniofasial. Otot pengunyahan yang kuat meningkatkan mekanisme pengunyahan rahang sehingga memicu pertumbuhan dan aposisi tulang yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan rahang.20

2.2.7 Oklusi

Penelitian Tuncer, dkk (2011) menunjukkan tidak ada perbedaan pembukaan mulut maksimal yang signifikan antara kelompok Klas I Angle dan Klas II Angle. Pada kelompok Klas II Angle, pembukaan mulut maksimal berkorelasi negatif dengan posisi insisivus bawah namun berkorelasi postif dengan panjang korpus mandibula.21

Pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar secara signifikan daripada perempuan baik pada kelompok Klas I Angle maupun Klas II Angle. Hal ini didukung oleh adanya perbedaan panjang ramus dan korpus mandibula yang berbeda secara signifikan antara laki-laki dan perempuan pada masing-masing kelompok.21

2.2.8 Pertumbuhan dan Perkembangan Mandibula

Mandibula dapat dipandang sebagai tulang panjang dengan dua prosesus untuk perlekatan otot dan prosesus alveolaris untuk tempat gigi. Osifikasi endokondral pada kondilus menyumbang pertumbuhan mandibula ke arah posterior. Aposisi dan remodeling di tempat-tempat lain menyebabkan mandibula bertambah besar sesuai dengan bentuknya. Pada usia 1 tahun kedua simfisis mandibula telah menyatu dan tidak memberi sumbangan pada pertumbuhan.22

Arah pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke depan. Pertambahan panjang mandibula disebabkan adanya aposisi di sisi posterior ramus dan terjadi resorpsi di sisi anterior ramus. Pertambahan tinggi korpus mandibula sebagian besar disebabkan adanya pertumbuhan tulang alveolaris. Dagu menjadi lebih menonjol karena mandibula memanjang dan terdapat sedikit penambahan tulang pada dagu tetapi tidak terjadi lagi sesudah masa remaja. Pertumbuhan mandibula berakhir pada umur sekitar 15 tahun untuk wanita dan sekitar 17 tahun untuk pria.


(28)

2.3 Gangguan Temporomandibula yang Berhubungan dengan Pembukaan Mulut Maksimal

Gangguan temporomandibula merupakan istilah umum yang digunakan untuk berbagai masalah terkait sendi rahang.23 Gangguan temporomandibula umumnya terjadi pada kelompok umur 20 hingga 40 tahun, dan lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.23,24 Penyebab gangguan temporomandibula bersifat multifaktorial. Faktor-faktor ini dapat berperan dalam memulai, memperburuk, atau memperlama terjadinya gangguan sendi tempromandibula. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan temporomandibula antara lain kebiasaan parafungsional (bruksism, menggertakkan gigi, atau menggigit pipi), tekanan emosional, trauma akut akibat benturan atau pukulan, trauma akibat hiperekstensi (misalnya prosedur dental, intubasi oral untuk anastesi umum, menguap), ketidakstabilan hubungan maksila-mandibula, kesehatan umum yang tidak baik serta gaya hidup yang tidak sehat.24

2.3.1 Gangguan Sendi Temporomandibula

Gangguan sendi temporomandibula memiliki gejala utama dan disfungsi terkait adanya perubahan fungsi kondilus dan diskus. Terjadinya disfungsi berhubungan dengan pergerakan kondilus dan dilaporkan sebagai sensasi clicking pada sendi. Sensasi ini umumnya konstan, berulang, dan terkadang bersifat progresif. Adanya rasa sakit bukan merupakan gejala utama gangguan sendi temporomandibula.25

Salah satu penyebab gangguan sendi temporomandibula adalah akibat adanya perubahan pada kompleks kondilus-diskus. Perubahan kompleks kondilus-diskus terjadi akibat kerusakan fungsi rotasi normal diskus pada kondilus. Hilangnya fungsi pergerakan normal dari diskus terjadi akibat adanya pemanjangan ligamen kolateral diskal dan lamina retrodiskal inferior. Etiologi yang umum terjadi adalah trauma. Trauma yang terjadi dapat berupa makrotrauma seperti pukulan pada rahang atau


(29)

mikrotrauma yang berhubungan dengan hiperaktivitas otot kronis atau ketidakstabilan ortopedi.25

Salah satu contoh perubahan kompleks kondilus-diskus adalah dislokasi sendi. Dislokasi sendi terjadi akibat longgarnya diskus karena pemanjangan atau robeknya ligamen sehingga letak diskus berubah dari posisi normal ke puncak kondilus. Dislokasi sendi terdiri dari dislokasi sendi dengan redusi dan dislokasi sendi tanpa reduksi. Reduksi adalah kemampuan pasien dalam memanipulasi rahang untuk mereposisi kondilus kembali ke tepi posterior diskus artikularis.25

Dislokasi sendi akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan pembukaan mulut. Pada dislokasi sendi dengan reduksi, terjadi perubahan jalur pembukaan mulut sehingga jarak pembukaan mulut yang sebelumnya terbatas menjadi normal. Adapun pada dislokasi sendi tanpa reduksi, pembukaan mulut berkisar antara 25 sampai 30 mm. Jika pada insisivus mandibula diaplikasikan suatu tekanan yang ringan, mulut akan terbuka sedikit lebih lebar.25

Gangguan sendi temporomandibula juga dapat terjadi akibat adanya inkompabilitas struktural permukaan artikulasi. Faktor penyebab utama terjadi inkompabilitas struktural ini adalah makrotrauma. Pukulan pada rahang dan gigi dapat mengakibatkan benturan pada permukaan artikulasi yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada permukaan sendi.25

Salah satu contoh inkompabilitas struktural permukaan artikulasi adalah adhesi. Adhesi merupakan perlekatan sementara permukaan artikulasi dan dapat terjadi antara kondilus dan diskus (ruang sendi inferior) atau antara diskus dan fossa (ruang sendi anterior). Meskipun adhesi bersifat sementara, jika dibiarkan adhesi dapat mengarah ke kondisi yang lebih permanen. Adhesi terjadi akibat perkembangan jaringan ikat diantara permukaan artikulasi pada fossa atau kondilus dan juga pada diskus atau pada jaringan yang mengelilinginya.25

Ketika adhesi terjadi diantara diskus dan fossa, translasi normal kompleks kondilus-diskus akan terhambat. Pergerakan kondilus hanya terbatas pada gerakan rotasi. Pembukaan mulut pada pasien hanya berkisar antara 20 sampai 30 mm. Adapun adhesi yang terjadi diantara diskus dan fossa akan menghambat pergerakan


(30)

rotasi yang normal, sementara gerakan translasi tetap berlangsung normal. Pasien-pasien yang mengalami kondisi ini tetap dapat membuka mulut dengan normal, tetapi timbul perasaan kaku saat pembukaan mulut akan mencapai maksimal.25

2.4 Cara Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal

Jarak interinsisal selama pembukaan mulut digunakan sebagai pengukuran pembukaan mulut maksimal dalam banyak studi. Pengukuran jarak interinsisal ini memiliki keuntungan berupa titik ukur yang relatif lebih permanen dan lebih mudah ditentukan.4,12

Beberapa metode dan instrumentasi yang digunakan untuk mengukur jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal antara lain pengukuran linear menggunakan penggaris,3,5,11,15 kaliper,4 atau Willis Bite Gauge,2 goniometer mandibula,16 serta instrumen opto-elektrik.14

2.4.1 Penggaris

Pengukuran dengan penggaris dilakukan dengan meletakkan penggaris di antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula dimana hasil pengukuran dicatat dalam satuan milimeter.3,5,11,15


(31)

Gambar 3. Pengukuran jarak interinsisal

pem-bukaan mulut maksimal

meng-gunakan penggaris yang sudah dikali-brasi15

2.4.2 Kaliper

Kaliper merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur dimensi linear (panjang) suatu objek dengan akurasi mencapai sepersepuluh milimeter atau lebih. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal menggunakan kaliper merupakan metode pengukuran yang aman dan sederhana untuk dilakukan dan memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat.4


(32)

Gambar 4. Kaliper (dok.)

Pada penelitian Kumar, dkk (2012) pada anak-anak usia 6-12 tahun, pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dilakukan dengan menggunakan kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi. Kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi ini lebih ringan, mudah digunakan dan tidak menakutkan khususnya untuk anak-anak.4

Gambar 5. Pengukuran jarak inter-insisal pembukaan mu-lut

maksimal dengan menggunakan kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi.4


(33)

2.4.3 Willis Bite Gauge

Willis Bite Gauge juga digunakan untuk mengukur jarak antara tepi insisal

insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal dimana hasil pengukuran dicatat dalam satuan milimeter.2

Gambar 6. Pengukuran jarak inter-insisal pembukaan mulut maksimal dengan meng-gunakan Willis Bite Gauge2

2.4.4 Goniometer Mandibula

Goniometer mandibula merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur sudut pembukaan mulut dimana hasil pengukurannya dicatat dalam satuan derajat. Pengukuran pembukaan mulut maksimal secara linear merupakan suatu metode yang mudah dan dapat diandalkan untuk mengevaluasi mobilitas sendi temporomandibula. Akan tetapi, hasil pengukuran pembukaan mulut secara linear memiliki keterbatasan karena dipengaruhi oleh panjang mandibula. Pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer mandibula tidak dipengaruhi oleh panjang mandibula sehingga lebih dapat diandalkan untuk mengevaluasi sendi temporomandibula.16


(34)

Gambar 7. Goniometer (kiri) dan pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer (kanan)16

2.4.5 Instrumen Opto-Elektrik

Instrumen opto-elektrik merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencatat pergerakan mandibula. Selama pencatatan, sampel diminta untuk membuka mulutnya selebar mungkin dan kemudian menutup mulutnya. Pergerakan mandibula dicatat selama 30 detik selama pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit. Dengan menggunakan instrumen opto-elektrik, pembukaan mulut maksimal dan pergerakan kondilar dapat diukur secara tiga dimensi.14


(35)

2.5 Landasan Teori

Pembukaan mulut maksimal dideskripsikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau bagian lain dari mulut.2,4,5 Pembukaan mulut maksimal merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.1,6

Pembukaan mulut maksimal terdiri dari pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif. Pembukaan mulut maksimal aktif diukur sebagai jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut masimal aktif bervariasi antara 42,9 mm6 sampai 53,12 mm.7 Pada pembukaan mulut maksimal pasif, jarak interinsisal diukur ketika mandibula dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking) yang disejajarkan antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula.7,9,10 Pembukaan mulut maksimal pasif bervariasi antara 48,8 mm9 sampai 49,48 mm.7 Perbandingan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif menghasilkan suatu indeks yang disebut Opening Ratio.5 Rerata Opening Ratio normal menurut Al-Tuhafi (2005) adalah 90,9.5

Pembukaan mulut maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi umur,11-13 jenis kelamin,11,12 ras,7,13 tinggi badan,7,8,11,12 berat badan,4,8,11 morfologi fasial,11,14 oklusi,21 serta pertumbuhan dan perkembangan mandibula.22

Pengukuran jarak interinsisal memiliki keuntungan berupa titik ukur yang lebih permanen dan lebih mudah ditentukan.4,12 Pengukuran jarak interinsisal dapat dilakukan dengan beberapa metode dan instrumentasi meliputi pengukuran linear menggunakan penggaris,3,5,11,15 kaliper4 atau Willis Bite Gauge,2 pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer mandibula,16 serta pengukuran jarak interinsisal dan pergerakan kondilar secara tiga dimensi menggunakan instrumen opto-elektrik.14


(36)

Kerangka Teori

Pembukaan mulut maksimal

Pembukaan mulut maksimal aktif

Pembukaan mulut maksimal pasif

Jarak interinsisal saat pembukaan mulut

maksimal aktif

Jarak interinsisal saat pembukaan mulut

maksimal pasif

Opening Ratio

• Usia • Ras

• Tinggi badan • Berat badan • Morfologi

fasial • Oklusi Gangguan Sendi


(37)

2.6 Kerangka Konsep

• Usia • Ras

• Tinggi badan • Berat badan • Morfologi

fasial • Oklusi Jenis Kelamin

Pembukaan mulut maksimal

Pembukaan mulut maksimal pasif Pembukaan mulut

maksimal aktif

Jarak interinsisal saat pembukaan mulut

maksimal pasif Jarak interinsisal saat

pembukaan mulut maksimal aktif

Opening Ratio

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin

berdasarkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio. 2. Hα : Terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin

berdasarkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio.


(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : Departemen Biologi Oral FKG USU Waktu : Bulan Oktober 2014

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah semua mahasiswa FKG USU angkatan 2011/2012, 2012/2013, dan 2013/2014 yang masih aktif dalam perkuliahan.

3.3.2 Sampel

Sampel diperoleh dengan cara purposive sampling dimana penelitian tidak dilakukan pada seluruh populasi, tetapi terfokus pada target yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.2.1 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :26

n = �

21−�

/2 �( 1−�)2

�2

Keterangan:

n = besar sampel minimum


(39)

= 1,96)

P = proporsi dari penelitian yang telah ada (bila tidak ada dianggap 50% atau 0,5)

d = kesalahan yang dapat ditolerir (13%)

Hasil perhitungan :

n = (1,96)2 0,5 (1-0,5) = 56,83 ≈ 60 (0,13)2

Jadi jumlah sampel minimal adalah 60 orang mahasiswa FKG USU berumur 17-22 tahun yang terdiri dari 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.

3.4 Kriteria Pemilihan Sampel 3.4.1 Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu: 1. Memiliki gigi-geligi yang lengkap (I1- M2)

2. Oklusi klas I Angle

Gambar 9. Oklusi Klas I Angle27

3. Berumur 17-22 tahun


(40)

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:

1. Memiliki riwayat gangguan sendi temporomandibula, trauma pada kepala atau daerah maksilofasial, atau tumor kepala atau leher

2. Memiliki riwayat penyakit sistemik rheumatoid arthritis 3. Memiliki anomali perkembangan fasial

4. Atrisi gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula

5. Mengalami erosi gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula 6. Maloklusi klas II, maloklusi klas III, crossbite, atau open bite

7. Menjalani perawatan konservasi gigi pada gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula seperti:

a. Tambalan klas IV b. Jaket

c. Veneer d. Protesa

8. Pernah atau sedang menjalani perawatan dental seperti ortodonti atau bedah rahang

9. Fraktur pada tepi insisal gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula 10. Mengalami pergeseran midline

11.Terdapat gigi yang erupsinya tidak sempurna, gigi yang crowded, serta gigi yang elongasi

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Yang termasuk variabel bebas pada penelitian ini adalah tepi insisal gigi insisivus sentralis di rahang atas dan rahang bawah.


(41)

3.5.2 Variabel Tergantung

Yang termasuk variabel tergantung pada penelitian ini adalah jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal.

3.5.3 Variabel Terkendali

1. Mahasiswa FKG USU 2. Umur (17-22 tahun) 3. Ras (Batak)

4. Oklusi klas I A ngle

5. Kaliper digital (ketelitian 0,01) 6. Cara pengukuran

7. Posisi sampel saat dilakukan pengukuran 8. Tempat dilakukannya pengukuran (pada kursi)

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

1. Ukuran rahang 2. Diet

3. Kebiasaan tidur

Variabel Terkendali Mahasiswa FKG USU Umur (17-22 tahun) Ras (Batak)

Oklusi klas I Angle

•Kaliper digital (ketelitian 0,01) •Cara pengukuran

•Posisi sampel saat pengukuran •Tempat dilakukannya pengukuran

(pada kursi)

Variabel Tidak Terkendali Ukuran rahang Diet

Kebiasaan tidur

Variabel Tergantung

Jarak interinsisal pembukaan mulut

maksimal

Variabel Bebas

Tepi insisal gigi insisivus sentralis di rahang atas dan


(42)

3.6 Definisi Operasional

a. Opening Ratio adalah perbandingan antara jarak interinsisal saat pembukaan

mulut maksimal aktif dan pasif.

b. Jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara

tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut sampel terbuka maksimal tanpa bantuan jari sampel tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher, atau bagian lain dari mulut.

c. Jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak antara

tepi insisal gigi insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut sampel dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari manis, jari tengah, dan jari kelingking) sampel yang bisa disejajarkan diantara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut sampel terbuka maksimal, tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher, atau bagian lain dari mulut.

d. Oklusi adalah kontak maksimum antara gigi-geligi rahang atas dengan rahang

bawah dimana lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan tertutup.

Oklusi klas I Angle (neutro oklusi) : Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio

bukal molar permanen atas terletak pada celah (groove) bagian bukal molar pertama permanen bawah.

Oklusi klas II Angle (disto oklusi) : Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio

bukal molar permanen atas terletak pada ruangan antara dua tonjol gigi (embrassure) molar pertama permanen dengan premolar kedua bawah.

Oklusi klas III Angle (mesio oklusi): Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio

bukal molar pertama permanen atas terletak antara gigi molar pertama dan molar kedua permanen bawah.

e. Atrisi adalah keausan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi

geligi.

f. Erosi adalah hilangnya struktur gigi secara irreversible akibat bahan kimia tanpa


(43)

g. Pergeseran midline adalah pergeseran garis tengah lengkung gigi terhadap garis

tengah muka.

h. Rheumatoid arthritis adalah suatu keadaan progresif yang ditandai dengan

pembengkakan, rasa sakit yang timbul hilang, dan keterbatasan pergerakan sendi yang terlibat.

i. Gangguan sendi temporomandibula adalah kondisi abnormal sendi temporomandibula yang timbul karena kebutuhan fungsional melampaui kebutuhan adaptasi, ditandai dengan adanya rasa sakit atau nyeri sendi, bunyi pada sendi dan keterbatasan pergerakan mandibula.

3.7 Alat penelitian

Alat penelitian meliputi : a. Kursi

b. Kaliper digital Krisbow model kw06-358 (150 mm x 6”) dengan ketelitian 0,01 mm

Gambar 10. Kaliper digital Krisbow (dok.)

c. Kalkulator

d. Kertas dan ATK (Alat Tulis Kantor) e. Masker

f. Sarung tangan g. Kaca mulut


(44)

3.8 Cara Kerja

3.8.1 Pemilihan sampel

Sampel diperoleh melalui pengisian kuesioner dan pemeriksaan klinis rongga mulut pada mahasiswa FKG USU angkatan 2011/2012, 2012/2013 dan 2013/2014. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan. Apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian maka subjek diminta untuk menandatangani informed

concent.

3.8.2 Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif 3.8.2.1 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif

a. Sampel penelitian duduk dengan posisi tegak dimana kepala sampel didukung oleh sandaran kursi.

Gambar 11. Posisi duduk subjek di kursi (Dok)

b. Sampel penelitian membuka mulutnya semaksimal mungkin tanpa bantuan jari sampel (pembukaan mulut maksimal aktif).


(45)

Gambar 12. Pembukaan mulut maksimal aktif (dok.)

c. Pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal aktif dengan menggunakan kaliper digital.

Gambar 13. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dengan kaliper digital (dok.)

d. Pencatatan hasil pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal aktif pada lembar pengamatan.


(46)

Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif

32,30 mm

3.8.2.2 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Pasif

a. Sampel penelitian membuka mulutnya semaksimal mungkin dengan bantuan empat jari kiri (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking) sampel.

Gambar 14. Pembukaan mulut maksimal pasif (Dok)

b. Pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal pasif menggunakan kaliper digital dimana kaliper digital diletakkan di sebelah kanan jari tangan kiri sampel.


(47)

Gambar 15. Pengukuran pembukaan mulut maksimal pasif dengan kaliper digital (dok.)

d. Pencatatan hasil pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal pasif pada lembar pengamatan.

Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut

Maksimal Aktif 32,30 mm

3.8.3 Perhitungan Opening Ratio (Contoh Perhitungan)

Opening Ratio ditentukan menggunakan rumus:

Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif

OR = x 100

Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif

32,30

OR = x 100


(48)

OR = 90,7 Normal ( penelitian AL Tuhafi AA Tabel 1)

3.9 Alur Penelitian

Populasi Penelitian

Sampel duduk tegak dengan kepala didukung oleh sandaran kursi Kuesioner

Sampel Penelitian

Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif

Pengukuran pembukaan mulut maksimal pasif

Nilai pembukaan mulut maksimal aktif

Nilai pembukaan mulut maksimal pasif

Opening Ratio

Pengolahan data


(49)

3.10 Analisis Data

Data yang telah diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi meliputi gambaran statistik jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan dan uji Oneway Anova. Uji T tidak berpasangan digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antara mahasiswa FKG USU laki-laki dan perempuan kelompok umur 17-22 tahun. Adapun uji Oneway Anova digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antar kelompok umur 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 tahun.


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada mahasiswa FKG USU suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dengan oklusi Klas I Angle dengan jumlah sampel 60 orang yang dibagi atas 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan estimasi jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, serta Opening Ratio. Sampel diambil secara purposive sampling melalui penyebaran kuesioner dan pemeriksaan klinis rongga mulut sehingga diperoleh sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Sebelum dilakukan pengukuran pembukaan mulut maksimal, sampel diminta untuk duduk dengan rileks selama sepuluh menit di ruang tunggu. Sampel penelitian kemudian didudukkan pada kursi dengan posisi tegak dimana kepala sampel didukung oleh sandaran kursi. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dilakukan saat mulut sampel terbuka maksimal tanpa bantuan jari (gambar 11). Pembukaan mulut maksimal pasif dilakukan saat sampel membuka mulutnya semaksimal mungkin dengan batuan empat jari yaitu jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking (gambar 13). Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif dilakukan dengan menggunakan kaliper digital. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif dilakukan dengan menggunakan kaliper digital karena prosedurnya yang mudah dan memberikan hasil yang akurat. Hasil pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif kemudian digunakan untuk menghitung Opening Ratio.

Data di tabel 6 menunjukkan data karakteristik sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin dan umur. Pada penelitian ini dipilih 60 orang sampel yang terdiri dari 30 orang laki-laki (50%) dan 30 orang perempuan (50%). Sampel berumur 17-22 tahun dan jumlah sampel bagi setiap kelompok umur berbeda. Untuk kelompok umur 17 tahun jumlah sampel sebanyak 3 orang (5%), kelompok umur 18 tahun jumlah


(51)

sampel sebanyak 5 orang (8,33%), kelompok umur 19 tahun sebanyak 21 orang (35%), kelompok umur 20 tahun sebanyak 14 orang (23,33%), kelompok umur 21 tahun sebanyak 9 orang (15%), dan kelompok umur 22 tahun sebanyak 8 orang (13,33%).

Tabel 6. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur Karakteristik Frekuensi (orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 30 30 50 50

Total 60 100

Umur (tahun) 17 18 19 20 21 22 3 5 21 14 9 8 5 8,33 35 23,33 15 13,33

Total 60 100

4.1Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif

Tabel 7 yang dianalisa dengan uji T tidak berpasangan menunjukkan H0

ditolak, artinya terdapat perbedaan yang signifikan rerata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun, dimana jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki lebih besar daripada perempuan (p<0,05).


(52)

Tabel 7. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan

Jenis Kelamin N Rerata Jarak

Interinsisal

Pembukaan Mulut Maksimal Aktif (mm) ± SD

P Rerata Jarak

Interinsisal

Pembukaan Mulut Maksimal Pasif (mm) ± SD

P

Laki-laki 30 44,52 ± 7,27

0,000*

46,28 ± 6,79

0,000*

Perempuan 30 38,13 ± 4,16 39,59 ± 4,62

Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05

Tabel 8 yang dianalisa dengan uji T tidak berpasangan menunjukkan H0

diterima, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif baik pada laki-laki maupun perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (p>0,05).

Tabel 8. Perbedaan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki dan perempuan

Jenis Kelamin N Rerata Jarak Interinsisal

Pembukaan Mulut Maksimal Aktif (mm) ± SD

Rerata Jarak Interinsisal

Pembukaan Mulut Maksimal Pasif (mm) ± SD

P

Laki-laki 30 44,52 ± 7,27 46,28 ± 6,79 0,336

Perempuan 30 38,13 ± 4,16 39,59 ± 4,62 0,206

Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05

Tabel 9 yang dianalisa dengan uji Oneway Anova menunjukkan H0 diterima,

artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antar masing-masing kelompok umur 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 tahun (p>0,05).


(53)

Tabel 9. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antar kelompok umur

Kelompok umur (tahun)

N Rerata Jarak

Interinsisal

Pembukaan Mulut Maksimal Aktif (mm) ± SD

P Rerata Jarak

Interinsisal

Pembukaan mulut Maksimal Pasif (mm) ± SD

P

17 3 41,79 ± 7,13

0,983

43,99 ± 6,87

0,975

18 5 41,74 ± 8,48 43,44 ± 9,33

19 21 40,97 ± 7,21 42,69 ± 7,23

20 14 40,62 ± 3,23 41,83 ± 3,24

21 9 42,89 ± 10,10 44,24 ± 9,49

22 8 41,28 ± 5,76 43,31 ± 5,89

Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05

4.2Opening Ratio (OR)

Tabel 10 yang dianalisa dengan uji T tidak berpasangan menunjukkan H0

diterima, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (p>0,05).

Tabel 10. Opening Ratio berdasarkan jenis kelamin `

Jenis Kelamin N Rerata Opening Ratio ± SD P

Laki-laki 30 96,00 ± 3,16

0,558

Perempuan 30 96,45 ± 2,67

Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05

Tabel 11 yang dianalisa dengan uji Oneway Anova menunjukkan H0 diterima,

artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata Opening Ratio antar masing-masing kelompok umur 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 tahun (p>0,05).


(54)

Tabel 11. Opening Ratio berdasarkan kelompok umur Kelompok umur

(tahun)

N Rerata Opening Ratio ± SD P

17 3 94,88 ± 1,99

0,705

18 5 96,32 ± 1,65

19 21 95,96 ± 3,53

20 14 97,11 ± 2,38

21 9 96,67 ± 3,00

22 8 95,32 ± 2,92


(55)

BAB 5

PEMBAHASAN

Data hasil pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif serta perhitungan Opening Ratio dianalisa menggunakan uji T tidak berpasangan dan uji Oneway Anova. Uji T tidak berpasangan digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan, sedangkan uji Oneway

Anova digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan

mulut maksimal aktif dan pasif serta Opening Ratio antar kelompok umur. Untuk uji statistik yang dilakukan, tingkat signifikan yang diinginkan adalah p<0,05.

5.1 Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif

Hasil penelitian ini (tabel 7) menunjukkan bahwa jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki adalah 44,52 ± 7,27 mm dan pada perempuan adalah 38,13 ± 4,16 mm. Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif baik pada laki-laki maupun perempuan pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Casanova-Rosado (2012) pada kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko yang menunjukkan bahwa jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki adalah 48,17 ± 7,86 mm dan pada perempuan adalah 44,90 ± 6,40 mm,7 demikian juga bila dibandingkan dengan penelitian Sohail (2011) pada kelompok umur 19-24 tahun di Uni Emirat Arab yang menunjukkan bahwa jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki adalah 59,74 ± 5,26 mm dan pada perempuan adalah 46,50 ± 3,32 mm.1

Pada penelitian ini (tabel 7), jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif laki-laki adalah 46,28 ± 6,79 mm dan pada perempuan adalah 39,59 ± 4,62 mm. Hasil penelitian ini lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian Zawawi, dkk (2003) pada kelompok umur 21-42 tahun di Amerika yang


(56)

menunjukkan bahwa jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif pada laki-laki adalah 58,1 ± 0,5 mm dan pada perempuan 57,5 ± 0,5 mm,9 demikian juga bila dibandingkan dengan penelitian Casanova-Rosado (2012) pada kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko yang menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal pasif pada laki-laki adalah 51,00 ± 7,15 mm dan pada perempuan adalah 47,83 ± 5,49 mm.7

Beberapa penelitian melaporkan bahwa tinggi badan merupakan faktor yang signifikan yang mempengaruhi pembukaan mulut sehingga mengakibatkan perbedaan nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi yang berbeda.3 Populasi dengan rerata tinggi badan yang lebih rendah cenderung memiliki nilai pembukaan mulut maksimal yang lebih kecil bila dibandingkan dengan populasi yang memiliki rerata tinggi badan yang lebih tinggi. Rerata tinggi badan pria Indonesia adalah 158 cm dan untuk wanita adalah 147 cm. Rerata tinggi badan pria dan wanita Indonesia lebih rendah bila dibandingkan dengan rerata tinggi badan pria (172 cm) dan wanita (160 cm) Meksiko, juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tinggi badan pria (176,3 cm) dan wanita (172 cm) Amerika.28 Hal ini menjelaskan alasan rerata pembukaan mulut maksimal pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rerata pembukaan mulut maksimal pada populasi Meksiko dan Amerika.

Hasil analisis uji statistik T tidak berpasangan terhadap jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (tabel 7) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan (p<0,05). Dengan demikian, H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan jarak interinsisal

pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan dimana jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki lebih besar secara signifikan daripada perempuan.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.1-3,6,7 Sawair, dkk (2010) menduga perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan terjadi akibat adanya perbedaan panjang mandibula. Panjang mandibula, dihitung dari aksis


(57)

engsel ke insisivus bawah, berkorelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal. Semakin panjang mandibula, semakin besar sendi engsel dapat berotasi sehingga pembukaan mulut maksimal semakin besar.6 Casanova-Rosado, dkk (2012) menyatakan bahwa perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh ukuran fisik, dimana laki-laki umumnya lebih besar daripada perempuan, sehingga struktur tulang kepala dan wajah pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.7

Hasi analisis uji T tidak berpasangan terhadap perbedaan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki dan perempuan (tabel 8) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif baik pada laki-laki maupun perempuan (p>0,05). Dengan demikian, H0 diterima. Hal ini berarti jarak interinsisal

pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif memiliki ukuran dalam batasan yang sama baik pada laki-laki maupun perempuan. Tidak adanya perbedaan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada penelitian ini dikarenakan semua sampel dianggap normal sesuai dengan kriteria inklusi yaitu gigi geligi yang lengkap (I1-M2), oklusi Klas I Angle, tidak mengalami pergeseran midline, tidak mengalami atrisi, erosi, fraktur dan tambalan pada gigi insisvus

sentralis maksila dan mandibula, serta tidak ada keluhan rasa sakit, bunyi, atau keterbatasan pembukaan mulut saat membuka atau menutup mulut.

Hasil analisis uji Oneway Anova terhadap jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (tabel 9) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antar tiap kelompok umur 17-22 tahun (p>0,05). Dengan demikian, H0 diterima. Hal ini berarti jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal

aktif dan pasif kelompok umur 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 tahun memiliki ukuran dalam batasan yang sama. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Casanova-Rosado pada kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal baik aktif maupun pasif antar antar masing-masing kelompok umur.7


(58)

Pertumbuhan mandibula berakhir pada umur sekitar 15 tahun untuk wanita dan sekitar 17 tahun untuk pria.22 Oleh karena itu pada kelompok umur 17-22 tahun tidak terjadi lagi pertambahan panjang mandibula yang dapat mengakibatkan perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal.

5.2 Opening Ratio

Hasil penelitian (tabel 10) mengenai Opening Ratio berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa Opening Ratio pada laki-laki yaitu 96,00 ± 3,16 dan pada perempuan yaitu 96,45 ± 2,67. Nilai Opening Ratio pada penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian Al-Tuhafi (2005) yang menunjukkan bahwa rerata Opening

Ratio pada laki-laki adalah 92,11 ± 3,21 dan pada perempuan adalah 91,52 ± 1,95

untuk kelompok umur 10-19 tahun sedangkan untuk kelompok umur 20-29 tahun nilai Opening Ratio untuk laki-laki adalah 90,91 ± 5,64 dan perempuan 90,80 ± 1,41.5

Opening Ratio adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan antara jarak

interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.5 Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal baik aktif maupun pasif akan mengakibatkan perbedaan

Opening Ratio. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada

berbagai penelitian diakibatkan oleh perbedaan latar belakang ras.7,11 Perbedaan ras bermanifestasi pada perbedaan ukuran dan bentuk anatomis struktur fasial.7 Ingervall (1971) (dikutip dari Fukui, 2002) menyatakan 25-40 persen variasi jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal antar individu dapat dijelaskan oleh variasi morfologi fasial. Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang mandibula dan basis kranial anterior, tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus.14 Pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian mengenai panjang mandibula sehingga tidak diketahui korelasi antara panjang mandibula dan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai panjang mandibula, khususnya pada suku Batak, dalam hubungannya dengan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal.

Hasil uji T tidak berpasangan terhadap Opening Ratio suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (tabel 10) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang


(59)

signifikan Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan (p>0,05). Demikian juga hasil uji Oneway Anova (tabel 11) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan Opening Ratio antar tiap kelompok umur 19-25 tahun (p>0,05). Dengan demikian, H0 diterima. Hal ini berarti Opening Ratio laki-laki dan perempuan pada

masing-masing kelompok umur memiliki ukuran dalam batasan yang sama

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Tuhafi (2005) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata Opening Ratio yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur.5 Opening Ratio merupakan perbandingan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif. Pada penelitian ini, selisih rata-rata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif dan aktif pada laki-laki (1,76 mm) tidak jauh berbeda dengan selisih rata-rata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif dan aktif pada perempuan (1,46 mm). Hal ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan. Demikian juga dengan selisih rata-rata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif dan aktif pada kelompok umur 17 tahun (2,2 mm), kelompok umur 18 tahun (1,7 mm), kelompok umur 19 tahun (1,65 mm), kelompok umur 20 tahun (1,21 mm), kelompok umur 21 tahun (1,35 mm) dan kelompok umur 22 tahun (2,03 mm) yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain, sehingga tidak terdapat adanya perbedaan Opening Ratio antar kelompok umur.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif yang signifikan antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dimana jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, namun tidak ada perbedaan Opening Ratio yang signifikan antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian terhadap suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dapat disimpulkan bahwa:

1. Adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif yang lebih besar secara signifikan pada laki-laki daripada perempuan pada p<0,05.

2. Tidak adanya perbedaan Opening Ratio yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada p<0,05.

6.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan hal-hal berikut:

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal menggunakan instrumen opto-elektrik untuk melihat hubungan panjang mandibula dengan pembukaan mulut maksimal pada suku Batak yang ada di Medan.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada oklusi dan ras yang berbeda.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sohail A, Amjad A. The range of inter-incisal opening among university students of Ajman, UAE. Pakistan Oral & Dent J 2011; 31(1): 37.

2. Singh AM. A study to establish the normal range of mouth opening of Jamshedpur population. Guident 2012: 98-100.

3. Khare N, Patil SB, Kale SM, Sumeet J, Sonali I, Sumeet B. Normal mouth opening in an adult Indian population. J Maxillofac Oral Surg 2012; 11(3): 309-13.

4. Kumar A, Mehta R, Goel M, Dutta S, Hooda A. Maximal mouth openng in Indian children using a new method. J of Cranio-Maxillary Diseases 2012; 1(2): 79-85.

5. Al-Tuhafi AA. Assesment of mouth opening limitation in myogenic temporomandibular disorder patient. Al-Rafidain Dent J 2005; 5(2): 180-4.

6. Sawair FA, Hassoneh YM, Al-Zawawi BM, Baqain ZH. Maximum mouth opening; Associated factors and dental significance. Saudi Med J 2010; 31(4): 370.

7. Casanova-Rosado JF dkk. Clinical characterization of mouth opening among Mexican adolescents and young adults. J of Dent Sci 2012; 7: 81-4.

8. de Sousa LM, Nagamine HM, Chaves TC, Grossi DB, Regalo SCH, de Oliveira AS. Evaluation of mandibular range of motion in Brazilian children and its correlation to age, height, weight, and gender. Braz Oral Res 2008; 22(1) : 61-6. 9. Zawawi KH, Al-Badawi EA, Lobo SL, Melis M, Mehta NR. An index for the

measurement of normal maximum mouth opening. J of the Canadian Dent Association 2003; 69(11): 73.

10. Abou-Atme YS, Chedid N, Melis M, Zawawi KH. Clinical measurement of normal maximum mouth opening in children. J Of Craniomand Practice 2008; 26(3). 1-5.

11. Hamad SA, Al Kamali RK, Ali HM. The normal range of mouth opening in Kurdish population and its correlation to age, sex, height, and weight. Zanco J Med Sci 2010; 14(3): 1-5.


(62)

12. Yao KT, Lin CC, Hung CH. Maximum mouth opening of ethnic Chinese in Taiwan. J Dent Sci 2009; 4(1): 40-4.

13. Ezirganli S, Kara MI, Kucuk D, Ozan F. Investigation amount of maximum mouth opening and association with temporomandibular joint disorders in Turkish adult population. J Dent Fac Ataturk Uni 2013; 21(1): 58.

14. Fukui T, Tsuruta M, Murata K, Wakimoto Y, Tokiwa H, Kuwahara Y. Correlation between facial morphology, mouth opening ability, and condylar movement during opening-closing jaw movements in female adults with normal occlusion. European J of Orthodontics 2002; 24: 327.

15. Muller L, van Waes H, Langerweger C, Molinari L, Saurenmann RK. Maximal mouth opening capacity: percentiles for healthy children 4-17 years of age. Pediatric Rheumatology 2013; 11(17): 1-2.

16. Gokce B, Destan UI, Ozpinar B, Sonugelen M. Comparison of mouth opening angle between dentate and edentulous subjects. J Of Craniomand Practice 2009; 27(3): 174-8.

17. Daldjoeni N. Ras-ras umat manusia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1991: 189-91. 18. Raadsheer MC, Kiliadiris S, Van Eijden TMGJ, Van Ginkel FC, Prahl-Andersen.

Masseter muscle thickness in growing individuals and its relation to facial morphology. Archs Oral Biol 1996; 41: 60.

19. Parameshwaran VN. Effect of masseter muscle thickness on maxillary dental arch witdh and growth pattern on face : A cross sectional study. Dissertation: Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. Karnataka: Rajiv Ghandi University of Health Sciences, 2006: 31.

20. Kiliadiris S, Georgiakaki I, Katsaros C. Masseter muscle thickness and maxillary dental arch width. Eur J of Orthod 2003; 25: 262.

21. Tuncer BB, Ozogul B, Akkaya S. Difference in opening and protrusive mandibular movements between class I and class II malocclusions in healthy adolescents. Korean J Orthod 2011; 41(2): 134.

22. Rahardjo P. Ortodonti dasar. Surabaya: Airlangga University Press. 2009: 13. 23. Ingawale S, Goswami T. Temporomandibular joint: Disorders, treatments, and


(63)

24. Blasberg B, Greenberg MS. Temporomandibular disorders. In: Burket’s oral medicine diagnosis & treatment. Ontario: BC Decker Inc, 2003: 272-81.

25. Okeson JP. Functional anatomy and biomechanics of the masticatory system. In: Management of temporomandibular disorders and occlusion. Missouri: Elsevier Mosby, 2008: 300-16.

26. Hermawanto H. Biostatistika dasar : Dasar-dasar statistik dalam kesehatan. Jakarta: Trans Info Media, 2010: 68.

27. Varma M, Singh G. Occlusion in orthodontics. In: Textbook of orthodontics. Gurkeerat Singh ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2007: 55.

28. Melly Febrida. Orang Indonesia paling pendek se-ASEAN?. 24 April 2014.


(64)

Skema Alur Pikir

1. Pembukaan mulut maksimal didefinisikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau bagian lain dari mulut. (Sohail, 2011; Singh, 2012; Khare, 2012; Kumar, 2012; Al-Tuhafi, 2005)

2. Dengan pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat diperoleh ukuran pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, dan Opening Ratio. (Al-Tuhafi, 2005; Sawair, 2010; de Sousa, 2008; Zawawi, 2003)

3. Pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat subjek membuka mulutnya sendiri tanpa bantuan jari. (Sawair, 2010; Casanova-Rosado, 2012)

4. Pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat mulut subjek dibuka dengan bantuan jari. (Casanova-Rosado, 2012; Zawawi, 2003; Abou-Atme, 2008)

5. Opening Ratio digunakan untuk melihat berapa besar pertambahan jarak interinsisal pada pembukaan mulut maksimal pasif bila dibandingkan dengan pembukaan mulut maksimal aktif. (Al-Tuhafi AA, 2005)

6. Ukuran pembukaan mulut maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi usia, jenis kelamin, ras, tinggi badan, berat badan, morfologi fasial, keadaan sendi dan otot, serta ukuran mandibula dan basis kranial. (Casanova-Rosado JF, 2012; de Sousa LM, 2008; Hamad SA, 2010; Yao KT, 2009)

7. Pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat dilakukan dengan menggunakan penggaris, kaliper, Willis Bite Gauge, goniometer mandibula, serta instrumen opto-elektrik. (Khare, 2012; Kumar, 2012; Singh, 2012; Gokce, 2009; Fukui, 2002)


(65)

Berdasarkan uraian di atas dan mengingat belum adanya penelitian terhadap pembukaan mulut maksimal di Indonesia, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun untuk mendapatkan estimasi jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal baik untuk pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, maupun Opening Ratio pada laki-laki maupun perempuan.

Masalah

• Berapakah jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun?

• Adakah perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening

Ratio antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur

17-22 tahun?

8. Suku Batak yang termasuk bagian dari ras Proto-Melayu merupakan suku terbesar yang menempati Sumatera Utara. (Daldjoeni N, 1991)


(66)

Tujuan

1. Tujuan Umum

• Untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

2. Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening

Ratio pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

• Untuk mengetahui perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.

Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi khususnya bagian Biologi Oral tentang jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun

2. Manfaat Praktis

Sebagai parameter jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dengan oklusi Klas I Angle.


(67)

LEMBARAN PENGAMATAN JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK UMUR 17-22 TAHUN

No. Kartu : Tanggal : Petunjuk pengisian : Isilah daftar pertanyaan

A. Identitas responden

1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Umur : 4. Stambuk : 5. No. Telepon :

B. Pemeriksaan klinis

1. Gigi – geligi (I1-M2)

Lengkap Tidak Lengkap

2. Oklusi :


(68)

Klas II Angle

Klas III Angle

3. Atrisi gigi insisivus sentralis :

Ada, Tidak ada

1/3 insisal


(69)

1/3 servikal

4. Erosi gigi insisivus sentralis :

Ada Tidak ada

5. Pergeseran midline :


(70)

6. Fraktur dan tambalan sewarna gigi pada gigi insisivus sentralis

C. Suku

Suku dari ayah Suku dari ibu

Suku kakek dari ayah Suku kakek dari ibu Suku nenek dari ayah Suku nenek dari ibu

D. Hasil Pengukuran Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif

Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut

Maksimal Aktif

... mm

E. Hasil Pengukuran Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Pasif

11 21

41 31

Keterangan :

Fraktur

Tambalan sewarna gigi


(71)

Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut

Maksimal Pasif

... mm

F. Opening Ratio

OR = x 100

OR = ...

Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif

OR = x 100


(1)

pembukaan mulut maks pasif

Equal variances assumed

4.459 58 .000

Equal variances not assumed

4.459 51.156 .000

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means Mean

Difference

Std. Error Difference pembukaan mulut

maks pasif

Equal variances assumed

6.69033 1.50038

Equal variances not assumed

6.69033 1.50038

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

pembukaan mulut maks pasif

Equal variances assumed

3.68699 9.69367

Equal variances not assumed


(2)

T-Test

Group Statistics pembukaan mulut

maks N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

laki-laki

aktif 30 44.5213 7.27709 1.32861

pasif 30 46.2827 6.79106 1.23987

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

laki-laki

Equal variances assumed

.055 .815

Equal variances not assumed


(3)

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

laki-laki

Equal variances assumed

1.81727 -5.39900 1.87633

Equal variances not assumed

1.81727 -5.39937 1.87670

T-Test

Group Statistics pembukaan mulut

maks N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

perempuan aktif 30 38.1373 4.16569 .76055

pasif 30 39.5923 4.62773 .84490

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances


(4)

perempuan Equal variances assumed

.328 .569

Equal variances not assumed

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference perempuan Equal variances

assumed

-1.280 58 .206 -1.45500

Equal variances not assumed

-1.280 57.370 .206 -1.45500


(5)

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

perempuan Equal variances assumed

1.13679 -3.73054 .82054

Equal variances not assumed

1.13679 -3.73107 .82107

T-Test

Group Statistics jenis

kelamin N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean Opening

Ratio

laki-laki 30 96.0037 3.16531 .57790

perempuan 30 96.4500 2.67436 .48827

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances


(6)

Opening Ratio

Equal variances assumed

.111 .740

Equal variances not assumed

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference Opening

Ratio

Equal variances assumed

-.590 58 .558 -.44633

Equal variances not assumed

-.590 56.427 .558 -.44633

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means