Hasil Analisis Multivariat

5.3 Hasil Analisis Multivariat

a. Seleksi Bivariat Seleksi bivariat masing-masing variabel independen dengan variabel dependen untuk menentukan variabel yang dapat masuk pemodelan multivariat. Variabel yang dapat masuk dalam pemodelan adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p-value < 0.25. Hasil seleksi bivariat variabel dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut :

Tabel 5.17 Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel Pengganggu Terhadap Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien DM Tipe 2 di RSUP Nusa Tenggara Barat Bulan Juni 2011 (n=96)

Variabel

P - value

Kualitas Tidur

0.006 Diet

0.058 Aktivitas Fisik

0.029 Penggunaan Obat

0.644 Lama Menderita DM

0.249 Berdasarkan Tabel diatas hasil analisis bivariat dengan korelasi menunjukkan

bahwa variabel yang mempunyai nilai p-value < 0.25 adalah aktivitas fisik (p=0.029), sehingga variabel tersebut dapat masuk ke dalam pemodelan multivariat. Sedangkan variabel diet (p=0.058), penggunaan obat (p=0.201), stress (p=0.052), umur (p=0.644), lama menderita DM (p=0.292) dan komplikasi (p=0.249) mempunyai nilai p-value > 0.25 maka tidak dapat masuk ke dalam pemodelan, akan tetapi karena variabel diet, penggunaan obat, stress, umur, lama menderita DM dan komplikasi secara substansi berhubungan dengan kadar glukosa darah maka variabel tersebut tetap dimasukkan ke dalam pemodelan multivariat.

b. Pemodelan Multivariat Universitas Indonesia

Uji regresi linier ganda untuk menganalisis variabel yang masuk dalam kandidat pemodelan multivariat. Pertama memasukkan variabel kualitas tidur sebagai variabel bebas dan selanjut memasukkan semua variabel yang termasuk variabel confounding. Setelah semua variabel masuk dalam pemodelan selanjutnya variabel yang mempunyai nilai p-value > 0.05 dikeluarkan dari pemodelan mulai dari variabel yang mempunyai p-value paling besar secara berurutan yaitu komplikasi (p=0.891), penggunaa obat (p=0.409), umur (p=0.395), stress (p=0.178), diet (p=0.095), aktivitas fisik (p=0.074) dan lama menderita DM (0.059). Setiap mengeluarkan variabel dari pemodelan selalu melakukan evaluasi terhadap perubahan nilai koefisien B pada variabel utama yaitu kualitas tidur, jika perubahan koefisien B lebih dari

10 % maka variabel tersebut tetap dipertahankan dalam pemodelan dan variabel tersebut dianggap sebagai variabel confounding. Perubahan koefisien

B pada variabel kualitas tidur dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut : Tabel 5.18 Hasil Seleksi Multivariat Uji Regresi Linier Ganda Variabel Bebas dan

Variabel Confounding dengan Kadar Glukosa Darah Responden di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat Bulan Juni 2011 (n=96)

Perubahan Variabel

Coef. B

- 0.006 KT+Komplikasi

Kualitas Tidur (KT)

0.148 0.003 KT+Penggunaan Obat 4.587

0.151 0.002 KT+Umur

0.155 0.001 KT+Stress

0.146 0.001 KT+Diet

0.113 0.003 KT+Aktivitas Fisik

0.070 0.003 KT+Lama DM

0.0.067 0.006 Perubahan nilai koefisien B pada variabel kualitas tidur pada saat beberapa

varibel dikeluarkan adalah ketika variabel komplikasi dikeluarkan terjadi perubahan koefisien B sebesar 0.25% dengan nilai koefisien kualitas tidur berubah 4.272 menjadi 4.261 dengan perubahan koefisien B kurang dari 10%.

Universitas Indonesia

penggunaan obat 7.3 %. Pada saat variabel umur dikeluarkan terjadi perubahan koefisien B sebesar 8.3 %. Perubahan koefisien B pada variabel kualitas tidur kurang dari 10 % sehingga variabel umur, penggunaan obat dan komplikasi bukan merupakan variabel confounding terhadap hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2.

Sedangkan pada saat variabel stress dikeluarkan dari pemodelan terjadi perubahan koefisien B pada variabel kualitas tidur yaitu dari 4.272 menjadi 4.998 hal ini menunjukkan adanya perubahan sebesar -16.9% (> 10%) dengan perubahan R Square sebesar 0.182 (18,2%). Hal ini menunjukkan bahwa dalam hubungan antara kualitas tidur dengan kadar glukosa darah, variabel stress dapat menjadi confounding. Variabel diet juga merupakan variabel confounding, dimana pada saat dikeluarkan dari pemodelan terjadi perubahan koefisien B kualitas tidur sebesar 4.272 menjadi -4.733 (10.7% ). Pengeluaran variabel aktivitas fisik menyebabkan perubahan koefisien kualitas tidur dari 4.272 menjadi 5.275 (-23.4%) dan ketika variabel lama menderita DM dikeluarkan dari pemodelan menyebabkan perubahan koefisien kualitas tidur dari 4.272 menjadi 5.241 (-22.6%). Berdasarkan analaisis tersebut menunjukkan bahwa variabel stress, diet, aktivitas fisik dan lama DM merupakan variabel confounding yang berkontribusi terhadap hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah.

Pemodelan akhir hubungan variabel kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat setelah dikontrol dengan variabel confounding aktivitas fisik, diet, stress dan lama DM dapat seperti pada tabel 5.19 berikut :

Universitas Indonesia

Tabel 5.19 Hasil Pemodelan Akhir Variabel Bebas dan Variabel Confounding

dengan Kadar Glukosa Darah Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Umum

Propinsi Nusa Tenggara Barat Bulan Juni 2011 (n=96)

Variabel

B Beta

P-value

Kualitas Tidur

Aktivitas Fisik

Lama DM

Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan kadar glukosa darah. Setiap peningkatan skor kualitas tidur akan meningkatkan kadar glukosa darah puasa sebesar 4.630 setelah dikontrol oleh variabel aktivitas fisik, diet, stress dan lama menderita DM. Variabel kualitas tidur, aktivitas fisik, diet, lama menderita DM dan stress berperan menjelaskan kadar glukosa darah puasa sebesar 20 % sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Dan variabel penggunaan obat, umur, dan komplikasi tidak mempunyai kontribusi terhadap hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 di RumahSakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Universitas Indonesia