Pembiayaan Program GN-RHL

4.3 Pembiayaan Program GN-RHL

Dalam masa otonomi daerah sebagian besar

oleh Pemerintah Pusat

tanggung jawab untuk merehabilitasi lahan dan hutan yang rusak juga telah dialihkan ke

Sejak tahun 2003, pemerintah pusat telah pemerintah kabupaten (dalam kasus DAK-DR/

menggunakan sebagian DR untuk membiayai DBH-DR) dan lembaga teknis regional dari

inisiatif kebijakan kehutanan utama yang disebut Kementerian Kehutanan, bekerja sama dengan

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan dinas kehutanan provinsi dan kabupaten

Lahan (GN-RHL atau GERHAN), yang dibuat (dana GN-RHL dibahas di bawah ini). Namun

melalui keputusan bersama Menteri Koordinator kemampuan kelembagaan badan-badan ini masih

Kesejahteraan Sosial, Perekonomian serta Politik terbatas. Hanya tersedia sejumlah kecil staf yang 40 dan Keamanan. Tujuan utama program GN-RHL

terlatih dan memiliki ketrampilan teknis untuk adalah untuk merehabilitasi lahan kritis dan hutan melaksanakan proyek rehabilitasi sesuai dengan

di kawasan khusus seperti: DAS prioritas; hutan pedoman pemerintah nasional (Resosudarmo

lindung dan hutan produksi yang rusak; areal yang dkk. 2006). Selain itu, kemampuan mereka juga

rawan banjir, tanah longsor dan kekeringan; daerah masih sangat terbatas untuk mengelola DR yang

sekitar danau, bendungan dan waduk, dan hutan berjumlah besar dan dialokasikan ke pemerintah

mangrove dan pesisir. Untuk periode 2003-2007, daerah—kadang sampai ratusan miliar rupiah per

program GN-RHL telah menargetkan rehabilitasi tahun. Untuk lembaga yang anggarannya tergolong

lahan dan hutan seluas 3,0 juta hektar selama lima kecil, membelanjakan dana besar seperti ini melalui

tahun (lihat Tabel 13).

sejumlah proyek yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dan kelompok tani umumnya bukan merupakan hal yang mudah. 39

Tabel 13. Target Lima Tahun untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Program GN-RHL, 2003–2007

Kegagalan sejumlah kabupaten dan pemerintah provinsi untuk menghabiskan anggaran dana DAK-

Tahun

Luas target (ha) % Total

DR/DBH-DR sesuai jadwal telah menyebabkan

300.000 10,0 ketegangan di sejumlah pemerintah daerah

500.000 16,7 dan Kementerian Kehutanan. Misalnya, pada

600.000 20,0 bulan Januari 2008 Kementerian Kehutanan

39 Implementasi proyek-proyek rehabilitasi lahan dan hutan oleh

Total

pemerintah kabupaten mengalami kendala lebih lanjut karena batasan peraturan yang melarang penggunaan dana DAK-DR

Sumber: BPK (2008c–i)

untuk membiayai kegiatan pendukung proyek-proyek tersebut (Resosudarmo dkk. 2006). Artinya, pemerintah kabupaten diwajibkan untuk memperoleh sumber dana alternatif untuk kegiatan seperti ‘sosialisasi’ proyek di antara para pemangku kepentingan; ketentuan penyuluhan atau bimbingan teknis kepada peserta proyek, serta pengawasan kegiatan dan hasil proyek. Di kabupaten-kabupaten yang lahannya luas dan/atau lokasi proyeknya sangat tersebar secara geografis, sejumlah kegiatan ini

40 Keputusan Bersama Menteri Koordinator Kesejahteraan menambahkan beban yang cukup besar bagi biaya keseluruhan

Sosial, Menteri Koordinator Urusan Ekonomi dan Koordinator rehabilitasi kawasan yang rusak. Ketika sumber-sumber alternatif

Bidang Politik dan Keamanan No. 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003, pendanaan belum tersedia, tidak adanya kegiatan rehabilitasi

No. 16/M. Ekon/03/2003, No. Kep. 08/Menko/Polkam/III/2003 diduga telah mengurangi keefektifan kegiatan rehabilitasi lahan

tentang Pembentukan Tim Koordinasi Nasional untuk Perbaikan dan hutan yang telah dilaksanakan (Resosudarmo dkk. 2006).

Lingkungan melalui Reboisasi dan Rehabilitasi.

Tata Kelola Keuangan dan Dana Reboisasi selama Periode Soeharto dan Pasca Soeharto, 1989-2009 | 37

Program GN-RHL ini dibiayai oleh pemerintah pusat (dari bagian 60 persen penerimaan DR), yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kehutanan (Resosudarmo dkk. 2006) Kementerian Kehutanan melaksanakan kegiatan GN-RHL melalui Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), bekerja sama dengan dinas kehutanan pemerintah provinsi dan kabupaten. Sebagai perwakilan lokal Kementerian Kehutanan, BP-DAS dan BKSDA bertanggung jawab untuk menentukan lokasi rehabilitasi di wilayah mereka, menyediakan benih dan bibit, dan menyediakan informasi teknis serta melakukan evaluasi dan pemantauan.

Program GN-RHL menekankan pengembangan sistem silvikultur multitahun di dalam dan di luar kawasan hutan negara. Kegiatan rehabilitasi umumnya dilakukan berdasarkan kontrak selama beberapa tahun oleh perusahaan nasional dan daerah, kadang bekerja sama dengan masyarakat setempat. Untuk bagian-bagian dari kawasan hutan negara yang memiliki fungsi keamanan khusus, Peraturan Presiden No. 89/2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi dilaksanakan secara mandiri (Swakelola) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Untuk wilayah di luar kawasan hutan negara, kegiatan rehabilitasi dilakukan melalui kontrak sementara dengan kelompok tani (BPK 2008b–e).

Sejak awal program di tahun 2003, pelaksanaan GN-RHL mengalami banyak masalah yang sama dengan proyek-proyek rehabilitasi lahan dan hutan DAK-DR, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Di beberapa provinsi, dana yang dialokasikan untuk rehabilitasi lahan dan hutan dalam program GN-RHL secara rutin tidak habis dibelanjakan dan luasan kawasan rehabilitasi yang dilaksanakan tidak mencapai target. Di tujuh provinsi yang diaudit oleh BPK, temuan tentang pengeluaran yang direalisasikan melalui proyek GN-RHL selama periode 2003-2006 berkisar antara 42,0 persen (Kalimantan Tengah) dan 59,9 persen (Kalimantan Barat) dari jumlah yang dianggarkan. Demikian pula realisasi kawasan yang direhabilitasi lahan dan hutannya berkisar antara 26,2 persen (Jawa Tengah) dan 76,9 persen (Sulawesi Selatan) (lihat Tabel 14).