Pengelolaan Keuangan dan Selanjutnya, Badan Layanan Umum – Badan

6.1 Pengelolaan Keuangan dan Selanjutnya, Badan Layanan Umum – Badan

Pendanaan Pembangunan Hutan—yang akan

Administrasi Pendapatan

mengelola DR yang nilainya paling sedikit US$

Selama dan setelah pemerintahan Soeharto,

2,2 miliar—telah disahkan sebagai lembaga yang

pemanfaatan DR terhambat oleh pengelolaan

berwenang untuk mengelola keuangan yang

keuangan yang lemah dan administrasi

sangat luwes, yang mungkin menyimpang dari

pendapatan yang tidak efisien oleh lembaga-

praktik-praktik administrasi keuangan umum.

lembaga di semua tingkat pemerintahan,

Bagaimana BLU-BPPH akan mengelola dana yang

meskipun ada sejumlah kemajuan penting yang

dimandatkan kepadanya sampai sekarang masih

telah dicapai selama beberapa tahun terakhir.

belum banyak diketahui. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting, apakah bagian DR yang

Selama dekade terakhir Orde Baru, pengelolaan berada di tangan pemerintah pusat akan dikelola DR oleh Kementerian Kehutanan diwarnai oleh

dengan akuntabilitas penuh sesuai dengan salah urus yang meluas, karena praktik akuntansi

praktik akuntansi yang berlaku umum (yaitu

Tata Kelola Keuangan dan Dana Reboisasi selama Periode Soeharto dan Pasca Soeharto, 1989-2009 | 51

kemampuan dan koordinasi di antara lembaga- lembaga kunci di semua tingkat pemerintahan, dapat dibayangkan skenario pengelolaan dana REDD+—serta alokasi DR di masa depan yang akan dikelola secara tidak efisien dan dengan berbagai praktik yang serupa dengan praktik- praktik yang mencirikan pengurusan DR selama dua dekade terakhir. Jika hal ini terjadi, risikonya untuk kelangsungan arus pendapatan REDD+ ke Indonesia akan sangat besar.

Peningkatan kemampuan di bidang pengelolaan keuangan jelas perlu menjadi prioritas tinggi selama proses ‘kesiapan’ REDD+. Langkah ini tentu saja memerlukan pelatihan staf yang ekstensif dan pengembangan profesional, serta peningkatan struktur organisasi dan peningkatan kemampuan teknis di bidang-bidang yang terkait dengan administrasi dana REDD+. Seperti halnya investasi yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam perencanaan penggunaan lahan dan penghitungan karbon, terdapat kebutuhan mendesak untuk memperkuat kemampuan di bidang penganggaran, akuntansi keuangan, pengelolaan keuangan dan aspek administrasi pendapatan lainnya.

Berbagai intervensi yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam pengurusan pendapatan REDD+, baik di dalam satu dan beberapa tingkatan pemerintahan, juga sangat diperlukan. Tantangan utama tidak hanya terletak pada penentuan cara pembagian pendapatan dari REDD+ ke lembaga-lembaga utama dan di tingkat pemerintah, tetapi juga bagaimana pembagian peran dan tanggung jawab di antara lembaga-lembaga ini, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan mekanisme

pembayaran REDD+ dan arus pendapatan. 52 Sebagaimana ditunjukkan dalam pengalaman Indonesia mengelola DR, pembagian kewenangan administratif antara lembaga-lembaga utama

52 Dalam banyak hal, isu ini akan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah Indonesia untuk mengelola dana REDD+, yang mungkin akan sangat berbeda dari Dana Reboisasi. Setelah pemerintahan Soeharto DR telah dimasukkan ke dalam kas negara sebagai PNBP, tetapi sampai laporan ini disiapkan pemerintah Indonesia belum menentukan apakah dana REDD+ akan dikelola sebagai pajak, dan/atau apakah dana ini akan dibagikan sebagai hibah, dana perimbangan atau pendapatan asli daerah.

Generally Accepted Accounting Practices, atau GAAP) di tahun-tahun mendatang. Pengalaman menunjukkan bahwa meskipun telah menjadi badan hukum pada awal tahun 2007, BLU- BPPH gagal menyalurkan dana Rp 1,39 triliun yang dianggarkan untuk tahun 2008 dan sangat terlambat dari jadwal penggunaan dana sebesar Rp 3,09 triliun yang dianggarkan untuk tahun 2009.

Berdasarkan aturan perimbangan keuangan Indonesia, sekitar US$ 500 juta penerimaan DR telah dialokasikan untuk pemerintah kabupaten (dan untuk pemerintah provinsi dalam skala yang lebih kecil) sejak tahun 2001 untuk mendanai rehabilitasi lahan dan hutan yang rusak. Namun kemampuan pemerintah kabupaten di berbagai daerah tampaknya sangat tidak memadai untuk mengelola alokasi anggaran yang besar tersebut. Akibatnya sebagian besar DR—sering mencapai

50 persen atau lebih dari yang dianggarkan— hilang atau tidak terpakai. Di beberapa kabupaten, pelaksanaan proyek rehabilitasi hutan yang dibiayai oleh DR tidak banyak berhasil karena keterlambatan persetujuan atau pencairan dana oleh lembaga yang terlibat; dalam kasus tertentu, DR tampaknya dialihkan penggunaannya untuk keperluan lainnya. Dinas-dinas kehutanan provinsi juga tidak mampu menggunakan DR yang dialokasikan untuk program nasional GN- RHL, sehingga pencapaian proyek rehabilitasi lahan dan hutan di banyak provinsi jauh di bawah target. Kegagalan ini menunjukkan bahwa banyak pemerintah daerah dan birokrasi kehutanan daerah yang belum memiliki kemampuan kelembagaan yang diperlukan untuk mengelola DR yang berjumlah besar secara efektif, untuk proyek- proyek yang dibiayainya.

Pengalaman Indonesia dengan DR menunjukkan bahwa sistem pengelolaan yang ada saat ini di sektor kehutanan kemungkinan tidak mampu mengelola arus pendapatan baru yang berjumlah besar dan diharapkan mengalir sebagai pembayaran REDD+. Dalam kenyataannya, sejumlah lembaga yang kemungkinan akan mengelola dana REDD+ saat ini mengalami kesulitan untuk mengelola aliran dana yang berasal dari DR, dan adanya dana REDD+ juga berpotensi untuk menghadirkan sejumlah tekanan baru bagi lembaga-lembaga ini. Tanpa peningkatan mendasar dalam hal

52 | Christopher Barr, Ahmad Dermawan, Herry Purnomo dan Heru Komarudin

pemerintah (dalam hal ini, Kementerian Kehutanan Setelah masa pemerintahan Soeharto, korupsi dan dan Kementerian Keuangan) dapat memainkan

penyimpangan masih terus mencemari berbagai peran penting mengenai pemeriksaan dan

proyek rehabilitasi lahan dan hutan yang didanai pencocokan data untuk memastikan adanya

oleh DR, meskipun mungkin dalam skala yang akuntabilitas dalam pengelolaan dana negara. Selain

lebih kecil dan lebih terdesentralisasi daripada di itu, penting pula untuk mendukung mekanisme

masa lalu. Dalam beberapa tahun terakhir, beredar akuntabilitas dan koordinasi bersama antar lembaga

berbagai laporan yang menyebutkan keterlibatan yang efektif dalam mengelola dana REDD+ di

sejumlah pejabat kabupaten dan provinsi dalam tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional.

penyalahgunaan DR untuk membiayai proyek- proyek rehabilitasi hutan fiktif dan/atau yang tidak