5 Analisis Regresi Linier Tanpa Naungan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dalam praktikum ini adalah tanah percobaan memiliki hantaran hidrolik atau mempunyai kemampuan dalam meloloskan air sebesar 46.35 cm/dt. dan termasuk dalam kategori sangat cepat. Kategori ini dapat mengakibatkan pencucian unsur hara yang ada pada tanah sangat besar.

B. Saran

Karena rumitnya kondisi lapangan, sebaiknya praktikan melakukan studi pustaka terlebih dahulu sebelum turun ke lapang, sehingga pendugaan hama berdasarkan gejala serangannya tepat pada sasaran dan tidak memakan banyak waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Pres. Bogor.

Asdak, C. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Buckman, Harry O dan Nyle C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Angkasa: Jakarta.

Darmansyah, Adang. 2004. Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah Sebagai Akibat Berbagai Pola Pengelolaan Lahan . IPB Pres. Bogor.

Fredlund, D.G., and Rahardjo, H. 1993. Soil Mechanics for Unsaturated Soils. New York: Willey Publications.

Hillel, D. 1980. Foundamentas of Soil Physiscs. Academis Press. New York.

Kemalasari, Lubis. 2007. Keterhantaran Hidrolik dan Permeabilitas. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kodoatie, R.J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kurnia, Undang, dkk. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisinya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian. London.

Limbong, W.H. dan P. Sitorus, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian . Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, Kemala Sari. 2007. Keterhantaran Hidrolik dan Permeabilitas. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Marshal, T. J., and W. Holmes. 1998. Soil Physics. Cambridg University Press. New York.

Prasetyo, T. B., Ruhaimah, Wardhana, S. A. 2006. Pengaruh pengelolaan air terhadap konsentrasi besi (Fe) pada sawah bukaan baru. J. Solum Vol. III(1):8-18

Rachman, A,S.H Anderson, C.J Gantzer and E.E Alberts. 2004. Soil Hydraulic Properties Influenced by stiff-stemmed Grass Hedge System. Soc. Am. J. 3(1) : 21-27

Rohmat, dede. 2009. Tipikal Kuantitas Infiltrasi Menurut karaktereristik lahan. Bandung.

Warrick, A.W.., G.J. Mullen., and D.R. Nielsen. 1977. Pre dictions of the soil water flux based upon filed-mea sured soil-water properties, Soil Sci. Soc. Am. J ., 41, 14-19.

Werdiningsih. 2013. Rancangan Dimensi Sumur Resapan untuk Konservasi Air Tanah di Kompleks Tambakbayan . Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

LAMPIRAN 2

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN

ACARA III PENGUKURAN INFILTRASI

Semester: Ganjil 2016

Atika Nur Solikhah NIM. A1L014029 Rombongan 2 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pertanian, tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber hara, air dan oksigen bagi tumbuhan dan sebagai tempat berjangkarnya akar tumbuhan. Air yang berada di dalam tanah dapat berasal dari air hujan. Air hujan jatuh pada permukaan bumi lalu masuk ke dalam tanah. Proses masuknya air ke dalam tanah disebut dengan infiltrasi .

Pengukuran infiltrasi, baik kapasitasnya maupun kecepatannya dari suatu tanah untuk mengetahui bentuk-bentuk keadaan keberadaan air dan pengelolaan air yang baik dalam tanah. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang melewati suatu

3 luasan penampang permukaan tanah perwaktu dengan satuan m 2 /m /det, atau sama dengan satuan kecepatan = meter/detik. Bila suatu saat air mulai

menggenang di permukaan tanah, berarti laju penambah air di permukaan tanah telah melampaui laju infiltrasi tertinggi. Laju infiltrasi maksimum dinamakan kapasitas infiltrasi atau disebut juga sebagai infiltrability.

Laju infiltrasi pada penyediaan air dengan intensitas pemberian air yang konstan dan kontinyu (baik dari hujan maupun sprinkle) umumnya konstan di awal proses kemudian menurun dan akhirnya mencapai laju yang relative konstan. Bila permukaan tanah tergenang air dengan tebal genangan beberapa cm saja, maka laju infiltrasi atau infiltrability langsung menurun sehingga mencapai lebih kurang konstan. Hubungan infiltrasi dengan waktu pada keadaan tanah tergenang Laju infiltrasi pada penyediaan air dengan intensitas pemberian air yang konstan dan kontinyu (baik dari hujan maupun sprinkle) umumnya konstan di awal proses kemudian menurun dan akhirnya mencapai laju yang relative konstan. Bila permukaan tanah tergenang air dengan tebal genangan beberapa cm saja, maka laju infiltrasi atau infiltrability langsung menurun sehingga mencapai lebih kurang konstan. Hubungan infiltrasi dengan waktu pada keadaan tanah tergenang

B. Tujuan

Praktikum acara III ini bertujuan untuk menentukan laju infiltrasi pada suatu lahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri dari lapisan-lapisan yang berkembang secara genetik. Proses-proses pembentukan tanah atau perkembangan tanah dapat dilihat sebagai penambahan, pengurangan, perubahan atau translokasi (Hakim, 1986). Tanah merupakan bagian dari lapisan permukaan bumi. Pembentukan tanah berasal dari proses pelapukan yaitu proses pemecahan atau penghancuran. Pelapukan tersebut berasal dari batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang lapuk oleh mikroorganisme. Pelapukan bahan induk dipengaruhi oleh faktor iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup (termasuk vegetasi, mikroba, organisme tanah dan manusia), pada suatu topografi atau relief dalam jangka waktu tertentu. Karena adanya faktor-faktor tersebut, maka tanah suatu tempat pasti berbeda dengan tempat lainnya. Perbedaan tersebut ada pada ciri-ciri morfologi tanah baik itu dari warna, tekstur, struktur, hingga menyangkut masalah unsur-unsur pembentukannya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka dapat diketahui profil tanah yang merupakan petunjuk dari proses-proses yang dialami oleh suatu tanah selama pelapukan dan perkembangannya. Perbedaan intensitas faktor-faktor pembentuk tanah dapat digunakan untuk menentukan suatu jenis tanah (Buckman, 1982).

Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti), melalui permukaan dan secara vertikal (Asdak, 1989). Perkolasi Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti), melalui permukaan dan secara vertikal (Asdak, 1989). Perkolasi

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk ke dalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi (Wibowo, 2010).

Pengukuran infiltrasi di lapang selain membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit, juga terkadang terlalu memberatkan sehingga sering terabaikan. Untuk itu diperlukan transformasi data empiris di lapangan menjadi suatu pendekatan model yang tepat dengan kondisi di suatu daerah sebagai dasar estimasi dalam menentukan besarnya infiltrasi tanah (Hidayah dkk, 2000).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Praktikum ini membutuhkan beberapa bahan dan alat. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu lahan dan air. Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran infiltrasi diantaranya adalah double ring infiltrometer, alat ukur, ember, gayung air, alat-alat tulis, alat pemukul ring, stop watch.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada acara I ini adlah sebagai berikut:

1. Semua alat dan bahan disiapkan.

2. Tempat dipilih yang baik yang tidak terlalu banyak akar mati.

3. Ring infiltrasi dimasukkan ke dalam tanah, kurang lebih 15 cm.

4. Penggaris diletakkan secara tegak lurus pada ring bagian dalam.

5. Ring diisi dengan air hingga penuh.

6. Penurunan diamati terus.

7. Hasil setiap pengukuran berdasarkan interval waktu yang ada dicatat, adapun interval waktunya adalah :

a. Menit 1-5 pengukuran dilakukan pada interval 1 menit.

b. Menit 5-7 dilakukan sesekali pengukuran pada interval 2 menit.

c. Menit 7-25 dilakukan enam kali pengukuran ( interval 3 menit ).

d. Menit 25-50 dilakukan lima kali ( interval 5 menit ).

e. Menit 50-140 dilakukan sembilan kali ( interval 10 menit ).

f. Pengukuran terakhir pada menit ke 160 ( 20 menit kemudian).

8. Jika air dalam ring sudah sangat kurang, tambahkan lagi air dan dicatat penurunan permukaannya setiap pengukuran. Dan hitung laju infiltrasi dengan persamaan Horton dan Kostiakov.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Laju Infiltrasi

Tabel 3.2 Persamaan Horton

x 2 y Δt (x) 2 ln Δh (y) xy 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 2 0 4 0 0 3 0 9 0 0 3 0 9 0 0 5 0 25 0 0 5 0 25 0 0

Σ 20 0 74 0 0

Tabel 3.3 Persamaan Konstiakof

B. Pembahasan

Tanah mengandung air yang cukup sehingga tanah digunakan sebagai media tumbuhnya tanaman karena menyediakan air bagi pertumbuhan tanaman. Air did

dalam tanah bisa berasal dari air hujan. Air hujan jatuh lalu masuk ke dalam tanah. Proses tersebut disebut dengan infiltrasi. Menurut Asdak (2007), infiltrasi adalah suatu proses masuknya air, baik air hujan maupun air irigasi, dari permukaan tanah ke dalam tanah. Aliran air ini bisa ke arah vertikal ke bawah maupun ke arah samping (horizontal). Infiltrasi merupakan proses yang sangat penting dalam daur air di suatu wilayah. Proses ini berkaitan erat dengan laju pemberian air irigasi, agar air irigasi dapat diberikan secara efektif dan efisien. Di samping itu, infiltrasi berhubungan pula dengan aliran permukaan dan erosi. Usaha konservasi air dan tanah di DAS bisa diarahkan dengan memperbesar infiltrasi tanah yang dapat memperkecil limpasan permukaan, dan pada akhirnya akan memperkecil erosi dan sedimentasi DAS. Haridjaja (2005) menambahkan infiltrasi merupakan aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam.Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum yang ditentukan oleh jenis tanah dimana terjadinya infiltrasi, sedangkan laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan kapasitas hujan. Suatu tanah dalam kondisi kering memiliki daya serap yang tinggi sehingga laju infiltrasi semakin besar, dan akan berkurang perlahan-lahan apabila tanah tersebut jenuh terhadap air.

Perkolasi adalah peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah. Kadang- kadang istilah “perkolasi dalam” dipergunakan, yang menunjukkan perkolasi air ke bawahdaerah perakaran tanaman yang normal (Asdak, 1989). Terdapat persamaan dan perbedaan Antara infiltrasi dan perkolasi. Menurut

Viessman dan Lewis (1977) secara umum infiltrasi dan perkolasi disamakan dengan rembesan (permeabilitas, seepage). Perkolasi dan infiltrasi dibedakan pada kedalamannya saja. Infiltrasi merupakan gerakan air melalui permukaan tanah menuju ke dalam tanah. Besarnya infiltrasi tergantung dari tipe vegetasi di permukaan tanah, faktor lapisan permukaan tanah, suhu, intensitas hujan, karakteritik fisik tanah, dan kualitas airnya.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi tanah diantaranya adalah:

1. Kelembaban tanah Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat mempengaruhi laju infiltrasinya. Makin tinggi kadar air dalam tanah, laju infiltrasinya semakin kecil, dengan demikian dalam satu waktu proses infiltrasi akan terlihat bahwa laju infiltrasi semakin kecil terhadap waktu (Sosrodarsono, 1993).

2. Tekstur tanah Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir – butir pasir, debu, dan liat didalam tanah. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir lebih dari 70%, dan tanah liat apabila kandungan liatnya lebih dari 35%. Pada tekstur tanah pasir, laju infiltrasi akan sangat cepat. Sedangkan pada tekstur lempung, laju infiltrasi akan sedang hingga cepat. Dan pada tekstur liat, laju infiltrasi tanah akan lambat (Subagyo, 1990).

3. Kerapatan massa tanah Kerapatan massa adalah suatu ukuran berat yang memperhitungkan seluruh volume tanah. Kerapatan massa ditentukan baik oleh banyaknya pori, maupun oleh butir – butir tanah padat. Tanah yang lepas dan bergumpal akan mempunyai berat persatuan volume (kerapatan massa) rendah dan tanah yang lebih tinggi kerapatan massanya. Semakin tinggi kepadatan tanah maka infiltrasi akan semakin kecil (Subagyo, 1990).

4. Total ruang pori tanah Tanah terdiri atas 2 macam pori, yakni pori makro dan pori mikro. Kemampuan tanah menyimpan air tergantung dari porositas tanah. Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh udara dan air sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Pada porositas yang tinggi, maka tanah akan dapat menyimpan air dalam jumlah yang besar, sehingga air hujan yang datang akan dapat meresap atau mengalami infiltrasi dengan cepat tanpa terjadinya aliran permukaan (Subagyo, 1990).

5. Bahan organic tanah Bahan organik tanah merupakan bahan yang sangat penting dalam tanah. Bahan organik yang dikandung oleh tanah hanya berkisar antara 3 – 5% dari berat tanah. Bahan organik berperan sebagai pembentuk butir (granulator) dari butir – butir mineral yang menyebabkan terjadinya keadaan gembur pada tanah produktif (Subagyo, 1990).

6. Kadar air tanah Vegetasi pada suatu lahan dapat meningkatkan kadar air kapasitas lapang dan kadar air maksimum. Hal ini disebabkan oleh pemberian mulsa hasil pangkasan yang menjadi bahan organik. Berkurangnya laju infiltrasi karena bertambahnya kadar air dan kelembaban dari tanah sehingga menyebabkan butiran tanah berkembang dan menutup pori – pori tanah (Subagyo, 1990).

7. Struktur tanah Struktur tanah adalah susunan agregat – agregat primer tanah secara alami menjadi bentuk tertentu yang dibatasi oleh bidang – bidang. Struktur tanah dapat dinilai dari stabilitas agregat, kerapatan lindak, dan porositas tanah (Subagyo, 1990).

Praktikum ini menggunakan metode Double Ring Infiltrometer. Alasan penggunaan metode ini adalah daerah atau tempat yang diambil hanya yang berada di bawah tajuk pohon dan lingkupnya sangat kecil. Menurut Subagyo (1990), cara double ring infiltrometer sering digunakan karena mudah dalam pengukuran dan alatnya mudah dipindah – pindah. Kartasapoetra (1990) menambahkan ring infiltrometer utamanya digunakan untuk menetapkan infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi, sorptivitas dan kapasitas infiltrasi. Kelebihan penggunaan double ring infiltrometer adalah secara langsung dapat dengan mudah mengukur infiltrasi pada satuan luas lahan dengan biaya yang relatif murah dibanding cara analisis hidrografi atau limpasan, lingkaran luar digunakan untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap ke Praktikum ini menggunakan metode Double Ring Infiltrometer. Alasan penggunaan metode ini adalah daerah atau tempat yang diambil hanya yang berada di bawah tajuk pohon dan lingkupnya sangat kecil. Menurut Subagyo (1990), cara double ring infiltrometer sering digunakan karena mudah dalam pengukuran dan alatnya mudah dipindah – pindah. Kartasapoetra (1990) menambahkan ring infiltrometer utamanya digunakan untuk menetapkan infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi, sorptivitas dan kapasitas infiltrasi. Kelebihan penggunaan double ring infiltrometer adalah secara langsung dapat dengan mudah mengukur infiltrasi pada satuan luas lahan dengan biaya yang relatif murah dibanding cara analisis hidrografi atau limpasan, lingkaran luar digunakan untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap ke

Pengukuran laju infiltrasi selain menggunakan double ring infiltrometer dapat juga digunakan metode lain diantaranya adalah:

1. Testplot Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

2. Lysimeter Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage dan pemberian air. Untuk mencapai tujuan ini lebih baik digunakan lysimeter timbang, dengan lysimeter timbang besarnya infiltrasi dengan kondisi curah hujan yang sebenarnya dapat dipelajari. Curah hujan harus diukur dengan alat pencatat hujan (recording rain gauge) yang harus ditemptkan di dekat lysimeter tersebut.

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan

Model Philip Tanah Dua-Lapis, Pada satu seri dari papernya, Philip memperkenalkan analisis dari infiltrasi berdasarkan persamaan Fokker-Planck, atau persamaan aliran untuk tanah homogen dengan kadar lengas tanah awal dan suplai air yang berlebihan dipermukaan.

Menurut Knap (1978) untuk mengumpulkan data infiltrasi dapat dilakukan dengan tiga cara yakni:

1. Inflow-Outflow

2. Analisis data hujan dan Hidrograf

3. Double ring inflometer Ketiga cara tersebut yang paling sering digunakan pengukuran infiltrasi dilapangan yaitu dengan menggunakan doble ring inflometer.Double ring infiltometer merupakan cara yang termudah dilakukan dimana selain pengukuran 3. Double ring inflometer Ketiga cara tersebut yang paling sering digunakan pengukuran infiltrasi dilapangan yaitu dengan menggunakan doble ring inflometer.Double ring infiltometer merupakan cara yang termudah dilakukan dimana selain pengukuran

1. Persamaan Horton:

f = fc + (fo -kt – fc) e

keterangan:

f = laju infiltrasi (cm/menit)

t = waktu (menit)

fo = laju infiltrasi awal (cm/menit)

fc = laju infiltrasi konstan (cm/menit)

k = konstanta yang menunjukkan penurunan laju infiltrasi

e = bilangan alam 2,7182

2. Persamaan Kostiakov:

f = ca 𝑡𝑎 −1

keterangan:

f = laju infiltrasi (cm/menit) f = laju infiltrasi (cm/menit)

c = konstanta

a = parameter yang mencerminkan sifat fisik tanah

3. Persamaan Philips:

f= 0,5 Sp 𝑡 – 0,5 + Ap

keterangan:

f = laju infiltrasi (cm/menit)

t = waktu (menit)

Sp = parameter yang menunjukkan sorpsivitas tanah

Ap = parameter yang menunjukkan hantaran hidrolik (Fadli, 2013).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut: persamaan yang digunakan adalah persamaan Horton dan persamaan Kostiakov. Persamaan Horton diperoleh nilai K sebesar 0 dan nilai f sebesar 0.264. sedangkan dengan persamaan Kostiako v diperoleh nilai α sebesar 0 dan nilai i sebesar 2.718. Laju infiltrasi termasuk ke dalam kategori lambat dengan nilai 0.264. Hal tersebut dikarenakan kelembapan di lokasi pengukuran cukup tinggi karena berada di bawah pepohonan yang rimbun. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Asdak (2002), yang menyatakan bahwa berkurangnya laju infiltrasi dapat terjadi karena bertambahnya kadar air atau kelembaban dari tanah, sehingga menyebabkan butiran tanah berkembang dengan demikian menutup pori-pori tanah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Laju infiltrasi merupakan banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah yang vertikal. Pengukuran laju infiltrasi dapat menggunakan metode Double Ring Infiltrometer. Setelah dihitung menggunakan Persamaan Horton diperoleh nilai K sebesar 0 dan nilai f sebesar 0.264. sedangkan dengan persamaan Kostiakov diperoleh nilai α sebesar 0 dan nilai i sebesar 2.718. Laju infiltrasi termasuk ke dalam kategori lambat dengan nilai 0.264. Hal tersebut dikarenakan kelembapan di lokasi pengukuran cukup tinggi karena berada di bawah pepohonan yang rimbun.

B. Saran

Sebaiknya menggunakan dua buah stopwatch agar bila sudah konstan, waktu tetap berjalan dan sesuai dengan interval waktunya.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB : Bandung.

______.2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Buckman, Harry O dan Nyle C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Angkasa:

Jakarta.

Elfiati, Deni dan Delvian. 2010. Laju Infiltrasi Pada Berbagai Tipe Kelerengan Dibawah Tegakan Ekaliptus di Areal HPHT PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli. J. Hidrolitan. Vol. 1 (2) : 29-34.

Fadli, Ahmad. 2013. Studi Metode Infiltrasi Falling Head dan Constant Head pada

Beberapa Variasi Ketinggian Genangan Air . Fakultas Pertanian, IPB

Bogor.

Hakim, Nurhajati dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA: Lampung.

Haridjaja, O., K. Murtilaksono., Sudarmo., dan L. M. Rachman. 2005. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah , Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hidayah, N., Suharto, B. dan Widianto (2000). Evaluasi Model Infiltrasi Horton dengan Teknik Constant Head Melalui Pendugaan Beberapa Sifat Fisik Tanah Pada Berbagai Pengelolaan Lahan . Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Kartasapoetra, A. G. 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya . Bina Aksara : Jakarta.

Sosrodarsono. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita : Jakarta.

Subagyo, S. 1990. Dasar –Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Viessman dan K. Lewis. 1977. Introduction to Hydrology. Harper and Row, New York.

Wibowo, Hari. 2010. Laju Infiltrasi pada Lahan Gambut yang Dipengaruhi Air Tanah (Study Kasus Sei Raya dalam Kecamatan Sei Raya Kabupaten Kubu Raya). Jurnal Belian. Vol. 9 (1) : 90-103.

LAMPIRAN 3

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN

ACARA IV CARA MENGANALISIS SIFAT-SIFAT HUJAN

Semester: Ganjil 2016

Atika Nur Solikhah NIM. A1L014029 Rombongan 2 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di bumi. Banyaknya air yang ada di planet ini adalah sama walaupun manusia, binatang dan tumbuhan banyak menggunakan air untuk kebutuhan hidupnya. Jumlah air bersih sepertinya tidak terbatas, namun sebenarnya air mengalami siklus hidrologi di mana air yang kotor dan bercampur dengan banyak zat dibersihkan kembali melalui proses alam. Hujan merupakan peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Awalnya air hujan berasal dari air dari bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk, air rumpon, air sawah, air comberan, air susu, air jamban, air kolam, air ludah, dan lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air.

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, di mana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Praktikum ini akan dilakukan analisis sifat-sifat hujan.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan:

1. Menghitung indeks erosivitas hujan (R) menurut metode Wischmier dan Smith (1959) atau EI30.

2. Menghitung indeks erosivitas hujan menurut R LAL (1976) atau Aimp.

3. Menghitung KE > 1 (Ke. 25).

4. Menduga EI30 menurut rumus Bols.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter (Asdak, 1995).

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Hujan digolongkan menjadi tiga yaitu jenis hujan berdasarkan trjadinya, jenis hujan berdasarkan ukuran butirannya dan jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (Subagyo, 1990).

Daerah beriklim basah faktor klim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentkan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah aliran permukaan dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas atau secara lebh umum dinyatakan dalam tinggi air yaitu milimeter (mm). Besarnya curah hujan dapat dimaksudka untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per taun (Arsyad S,1989). Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria yaitu:

1. Atas Normal (A) Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115%.

2. Normal (N) Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya antara 85-115%.

3. Bawah Normal (BN) Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya kurang dari 85% (Kartasapoetra, 1985).

Air hujan yang jatuh di kawasan ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan tumbuhannya. Kawasan ini cenderung menjadi sasaran erosi angin. Daerah dengan curah hujan sedang, menghadapi ancaman erosi berat selama musim hujan, jauh melebihi laju erosi di daerah tropis basah. Hal ini disebabkan antara lain:

1. Daerah tropis agak kering masih kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan tumbuhan sehingga kurang mampu memberikan penutupan tetap pada 1. Daerah tropis agak kering masih kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan tumbuhan sehingga kurang mampu memberikan penutupan tetap pada

2. Daerah tropis agak kering didukung oleh golongan tanah yang lebih peka daripada tanah di daerah tropis basah.

3. Erosivitas hujan kawasan ini dapat melebihi daerah tropika basah, terutama jika musim hujannya cukup panjang. Daerah bercurah hujan > 750 mm/tahun banyak mempunyai tumbuhan berupa hutan. Adanya hutan alami yang tumbuh baik akan melindungi tanah dari erosivitas hujan yang tinggi. Jika tumbuh-tumbuhan di kawasan hutan itu ditebang, permukaan tanahnya terbuka maka laju erosi tanah pada iklim tropika basah akan melebihi iklim lainnya (Romadhon, 2009).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Praktikum ini membutuhkan beberapa bahan dan alat. Bahan yang digunakan adalah fotocopy kertas pias. Alat yang digunakan adalah pen marker dan kalkulator.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada acara IV ini adlah sebagai berikut:

1. Kertas pias yang terlampir dibagi menjadi beberapa priode a - b, b - c, c - d dan seterusnya sesuai dengan bentuk grafik hujan yang ada. Pembagian ini berdasarkan kemiringan kurva.

2. Selanjutnya sifat - sifat hujan yang diperoleh dianalisis dan dibuat dalam bentuk tabel.

IV. HASIL DAN PEMBAHSAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Analisis Sifat Hujan Bagia Besar

I Lo I 30 E E EI 30 n

Lama

(ton/m (S) Hujan

Hujan Hujan

(cm/h) gI (c

(Q)

ha) (K)

(cm) (menit)

Perhitungan: (N)

a-b = (Lx60)/M = (2x60)/30

= (Lx60)/M = (4x60)/120

= (Lx60)/M = (1x60)/10

= 6 cm

Log 6

Log 0.68 = -0.16 i-j

= (Lx60)/M = (0.8x60)/70

= 0.68 cm

Log 1.2 = 0.08 k-l

= (Lx60)/M = (0.4x60)/20

= 1.2 cm

Log 0.75 = -0.124 (P)

= (Lx60)/M = (1x60)/80

= 0.75 cm

I -1 = (curah hujan tertinggi x 60)/30 = (4 x 60)/30 = 8 cm/h I -1 = (curah hujan tertinggi x 60)/30 = (4 x 60)/30 = 8 cm/h

= 236.7

e-f = 210+(89 x 0.09)

= 279.25

g-h = 210+(89 x 0.27)

= 195.76

i-j = 210+(89 x 0.38)

= 217.12

k-l = 210+(89 x 0.07)

= 198.96

(R) a-b

= Q x L = 263.4 x 1 cm

= 526.8

c-d = Q x L = 236.7 x 4 cm

= 946.6

e-f = Q x L = 279.25 x 0.8 cm = 279.25 g-h

= Q x L = 195.76 x 0.8 cm = 156.60 i-j

= Q x L = 217.12 x 0.8 cm = 86.848 k-l

= Q x L = 198.96 x 0.4cm

S= -2 R x P x 10 = 2195.058 x 8 x 10 = 175.604664 ton mha/cm

Kesimpulan: Jadi, intensitas hujan pada kertas pias adalah 175.60464 ton mha/cm hujan. Oleh karena itu, intensitas hujan yang dianalisis mengakibatkan erosi karena nilai

EI 30 >25.

B. Pembahasan

Hujan merupakan suatu peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air. Air-air tersebut umumnya mengalami proses penguapanatau evaporasi akibat adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang ke

udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama uap – uap air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami proses pemadatan atau kondensasi sehingga membentuk awan. Dengan bantuan angin awan-awan tersebut dapat bergerak kesana-kemari baik vertikal, horizontal dan diagonal (Sutedjo, 2002). Utomo et.al., (2012) menambahkan Hujan adalah peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Hujan sebagai sumber utama air yang turun ke permukaan bumi menjadi data dasar yang memengaruhi daur hidrologi yang terjadi di suatu daerah dan akan menentukan karakter hidrologi daerah tersebut. Setiap kejadian hujan memiliki karakter masing-masing. Karakter tersebut dapat berupa lama, tebal, dan intensitas hujan. Intensitas hujan maksimal selama 30 menit atau I 30’ merupakan intensitas yang akan memberikan pengaruh besar terhadap aliran permukaan.

Hujan memiliki beberapa sifat yang perlu diketahui. Menurut Tjasjono (2007), sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu (Tjasjono, 2007):

a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata- ratanya.

b. Normal (N): jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya.

c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata- ratanya.

Menurut Hardjowigeno (1987), sifat-sifat hujan yang perlu diketahui adalah:

1. Intensitas hujan, menunjukan banyaknya curah hujan per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

2. Jumlah hujan, menunjukan banyaknya air hujan selama terjadi hujan, selama satu bulan,selama satu tahun dan seterusnya.

3. Distribusi hujan, menunjukan penyebaran waktu terjadi hujan. Sifat-sifat hujan tersebut penting diketahui karena ia berperan atas terjadinya ruoff (limpasan),erosi, dan dapat menentukan dan berpengaruh pada peristiwa dan kejadian alam, peristiwa boiligik, dan lain-lainnya. Pendataan hujan, seperti pendataan unsur-unsur iklim lainnnya diperlakukan untuk digunakan dalam hampir setiap perencanaan di bidang pertanian, pembangunan jembatan, gedung dan lain-lain. Pendataan hujan dan unsur iklim lainnya sering diperlukan untuk menunjang penelitian yang berkenaan dengan alam benar.

Menurut Arsyad (1989), energi kinetik hujan didapatkan dari persamaan (Wiscmeier dan Smith, 1958):

E = 210 + 89 log i

Yang bermakna E adalah energi kinetik dalam metrik ton meter per hektar per sentimeter hujan dan i adalah intensitas hujan dalam sentimeter per jam. Term interaksi energi dengan intensitas maksimum 30 menit didapat dari hubungan:

EI -2

30 = E (I 30 – 10 )

Yang bermakna EI 30 adalah interaksi energi dengan intensitas maksimum 30 menit. E adalah energi kinetik selama periode hujan dalam ton meter per hektar,

I 30 adalah intensitas maksimum 30 menit dalam sentimeter per jam. Oleh karena EI 30 berkorelasi sangat erat dengan besarnya erosi yang terjadi, maka EI 30 dinyatakan sebagai indeks potensial erosi hujan atau indeks erosi hujan. Untuk menghitung nilai EI 30 diperlukan penakar hujan otomatik yang mencatat banyaknya air yang jatuh setiap saat. Erosi tanah oleh air adalah pemindahan tanah dari tempat asalnya oleh aliran air di lahan. Proses erosi tanah oleh air adalah terpisahnya antara butiran-butiran tanah karena kejatuhan air (raindrops impact) dan terbawa hanyutnya butiran di lahan oleh aliran air di lahan (overland flow). Erosi tanah oleh air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti hidrologi, tana, tata guna lahan dan topografi (Salim dkk , 2006). Marizca (2013) menjelaskan bahwa proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah kedalam bentuk butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus tersebut, dan tahap ketiga pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai atau waduk.

Indeks erosivitas hujan adalah daya erosi hujan pada suatu tempat dengan satuan MJ/Ha/jam/tahun. Data hujan yang dikumpulkan meliputi data banyak hujan, jumlah hari hujan dan hujan maksimum rata-rata per bulan selama 10 tahun (Desifindiana, 2013). Karyati (2015) mengatakan bahwa indeks erosivitas hujan Indeks erosivitas hujan adalah daya erosi hujan pada suatu tempat dengan satuan MJ/Ha/jam/tahun. Data hujan yang dikumpulkan meliputi data banyak hujan, jumlah hari hujan dan hujan maksimum rata-rata per bulan selama 10 tahun (Desifindiana, 2013). Karyati (2015) mengatakan bahwa indeks erosivitas hujan

Indeks erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan Rumus Bols (1978) (Asdak, 2002; Seta, 1987; Suripin, 2004) :

EI 0,53

30 = 6,119 R xD

EI 30 = Indeks erosivitas hujan bulanan

R = Curah hujan bulanan (cm)

D = Jumlah hari hujan bulanan

M = Curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut (cm). Alat Pengukur Curah Hujan merupakan alat yang digunakan untuk mencatat intensitas curah hujan dalam kurun waktu tertentu. Hasil pencatatan curah hujan pada umumnya dihubungkan dengan hasil pencatatan pergerakan tanah pada extensometer. Hasil pencatatan alat pengukur curah hujan dapat digunakan sebagai pembanding dengan hasil pencatatan pergerakan tanah pada extensometer yang dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas curah hujan, maka tanah cenderung mudah bergerak, Rain Gauge atau Alat Pengukur Curah Hujan terdiri dalam beberapa type yaitu Manual dan juga otomatis.

Gambar 1. Alat penakar curah hujan ( Jenis Obs/Observatorium).

Keterangan Gambar :

1. Mulut penakar seluas 100 cm.

2. Diameter = 11,3 cm terbuat dari kuningan. Harus terpasang horizontal.

3. Pipa sempit untuk menyalurkan air ke kolektor.

4. Tabung kolektor dengan kapasitas 3-5 liter, setara dengan 300-500 mm curah hujan.

5. Keran.

6. Gelas ukur

Alat pengukur curah hujan, Penakar hujan merupakan peralatan meteorologi yang dipergunakan untuk mengukur curah hujan yang terdiri atas dua macam penakar hujan yaitu penakar hujan recording dannon recording. Berikut adalah alat-alat penakar hujan yang biasanya digunakan oleh BMKG. Alat penakar curah hujan (Jenis Obs/Observatorium), penakar hujan biasa termasuk tipe kolektor Alat pengukur curah hujan, Penakar hujan merupakan peralatan meteorologi yang dipergunakan untuk mengukur curah hujan yang terdiri atas dua macam penakar hujan yaitu penakar hujan recording dannon recording. Berikut adalah alat-alat penakar hujan yang biasanya digunakan oleh BMKG. Alat penakar curah hujan (Jenis Obs/Observatorium), penakar hujan biasa termasuk tipe kolektor

Gambar 2. Alat Ukur Curah Hujan Netta (Manual) Mudah dan akurat memantau jumlah curah hujan dengan Rain Gauge Netta Stratus manual, cuaca instrumen presisi diproduksi untuk Cuaca Amerika Serikat spesifikasi Biro. Pengamat cuaca resmi di seluruh negeri bergantung pada standar-standar untuk pelaporan cuaca yang akurat. Dibangun dari tugas berat, tahan polikarbonat UV, ini pengukur hujan akan berdiri untuk tahun

cuaca buruk dan matahari penuh tanpa memudar atau korosi. Sebuah saluran atas pada pengukur hujan menangkap hujan dan memberikan ke tabung ukur satu-inci, sedangkan ekstra besar menangkap silinder volume hujan luar lebih dari satu inci hingga 11 inci, dan dapat

dilepaskan untuk mengukur salju, hujan es, atau hujan es .

Gambar 3. Alat Ukur Curah Hujan Hellmann (otomatis)

Pada umumnya penakar hujan jenis Hellman yang dipakai di BMG yaitu Rain Fues yang di impor dari Jerman. Tetapi Penakar hujan jenis Hellman ini ada juga yang dibuat didalam negeri. Pada bagian depan alat ini terdapat sebuah pintu dalam keadaan tertutup. Apabila pintu dalam keadaan terbuka, maka bagian-baian alat ini akan terlihat seperti gambar dibawah ini :

Penakar hujan jenis hellman beserta bagian-bagiannya keterangan gambar :

1. Bibir atau mulut corong.

2. Lebar corong.

3. Tempat kunci atau gembok.

4. Tangki pelampung

5. Silinder jam tempat meletakkan pias

6. Tangki pena

7. Tabung tempat pelampung

8. Pelampung

9. Pintu penakar hujan

10. Alat penyimpan data.

11. Alat pengatur tinggi rendah selang gelas (siphon)

12. Selang gelas

13. Tempat kunci atau gembok

14. Panci pengumpul air hujan bervolume. Cara Kerja Alat, Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik keatas.Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang gelas), pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas,maka berdasarkan sistem siphon otomatis (sistem selang air),air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung.Bersamaan dengan keluarnya air,tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal.Jika hujan masih terus-menerus turun,maka pelampung akan naik kembali seperti diatas. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung garis-garis vertical.

Nilai erosivitas yang ada menunjukkan bahwa tingkat curah hujan tertinggi. Intensitas hujan yang cukup tinggi akan menimbulkan erosi. Tetesan butiran- butiran hujan yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya agregat –agregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan butiran hujan yang memiliki energi kinetik yang cukup besar. Indeks erosi hujan adalah pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan erosi. Kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi itu dinamakan daya erosi hujan atau erosivitas hujan. Pada praktikum ini erosivitas didapatkan 2007 yang di dapat dari rata – rata penjumlahan daya erosi dari data peta erosivitas hujan. Hudson (1973) berkesimpulan bahwa kemampuan hujan di daerah tropika untuk menimbulkan erosi lebih besar dari pada hujan di daerah beriklim sedang. Menurut Arsyad (2004), suatu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah korelasinya dalam menciptakan energi kinetik akibat hujan tersebut, oleh karena hujan merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Hudson (1973), menambahkan karakteristik hujan akan mementukan besarnya energi yang dimiliki hujan, terutama energi kinetik hujan, karakteristik hujan

yang berpengaruh terhadap beasrnya erosivitas hujan. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan terhadap analisis sifat hujan diperoleh nilai intensitas hujan pada kertas pias sebesar 175,60464 ton mha/cm. Hal ini dapat mengakibatkan erosi karena nilai EI 30 > 25. Menurut Karyati (2015), erosivitas hujan adalah salah satu faktor yang menentukan dalam prakiraan besarnya erosi tanah. Secara umum karakteristik curah hujan yang turun akan berpengaruh terhadap jenis erosi yang terjadi di suatu tempat. Blanco dan

Lal (2008) menambahkan bahwa distribusi curah hujan tahunan berpengaruh terhadap erosivitas hujan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dalam praktikum ini adalah:

1. Berdasarkan metode Wischmier dan Smith (1959) atau EI 30 , cara menghitung indeks erosivitas hujan (R) adalah dengan rumus EI 30 = E (I 30 – 10 -2 ). Pada praktikum ini nilai erosivitas hujan sebesar 175,60464 ton mha/cm yang berpotensi menyebabkan erosi.

2. Berdasarkan metode R.LAL (1976) atau Aimp, cara menghitung indeks erosivitas hujan (R) adalah dengan rumus A im =

3. Hujan yang dapat menimbulkan erosi adalah hujan yan mempunyai intensitas yang lebih dari 1 (satu) inci/jam atau setara dengan 25 cm/jam dan dikenal dengan istilah indeks erosivitas hujan Ke > 1.

4. -0,47 Persamaan pendugaan EI

30 menurut Bols adalah EI 30 = 6,119 R xD x M 0,53

B. Saran

Sebaiknya diperlukan ketelitian dalam membaca data pada kertas pias dan perlunya pemahaman rumus dalam penghitungan nilai intensitas hujan agar lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB : Bogor.

Asdak, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB : Bandung.

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Blanco, H. and R. Lal. 2008. Principles of Soil Conservation and Management. Springer . New York.

Desifindiana, M.D. 2013. Analisa Tingkat Bahaya Erosi pada DAS Bondoyudo Lumajang dengan Menggunakan Metode Musle (In Press). J. Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem . 1(2): 9-17.

Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo : Jakarta.

Hudson, N.W. 1976. Soil Conservation. Badfort, London.

Karyati. 2015. Parameter-parameter Curah Hujan yang Mempengaruhi Penaksiran Indeks Erosivitas Hujan di Sri Aman, Sarawak. J. AGRIFOR. 14(1): 79-86.

Marizca Monica Rantung. 2013. Analisis Erosi dan Sedimentasi Lahan di Sub DAS Panasen Kabupaten Minahasa. J. Sipil Statistik. 1(5): 309-317.

Romadhon, Mohammad. 2009. Laju Erosi pada Areal Bekas Pemanenan Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB : Bogor.

Salim, H.T., M.S. Badri Kusuma dan Nazili. 2006. Pemodelan Hubungan Hujan, Limpasan dan Kapasitas Erosi pada Suatu DAS yang Masuk ke Palung Sungai. Proc. ITB Sains dan Teknologi. 38A(1): 51-72.

Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam Mulia.

Subagyo, Kasdi dan Elsa Surmaini. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Antisipasi Perubahan Iklim. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol. 8 (1) : 27-41.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. CV. Andi. Yogyakarta.

Sutedjo, M. M., dan A. G. Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Bhineka Cipta. Jakarta.

Tjasjono, Bayong . 2007. Klimatologi Umum. Bandung, Penerbit ITB.

Utomo, M.M.B., Hatma S., dan Sri Astuti Soedjoko. 2012. Kajian Pengaruh Karakteristik Hujan Terhadap Volume Aliran dan Berat Suspensi di Kawasan Karst. J. Widyariset. 15(3): 527-534.

LAMPIRAN 4

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN

ACARA V PEMBUATAN GARIS KONTUR (SABUK GUNUNG) MENGGUNAKAN ONDOL-ONDOL