LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMA

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN

Semester: Ganjil 2016

Atika Nur Solikhah NIM. A1L014029 Rombongan 2 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil praktikum ini dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih dalam penyusunan laporan penulis ini kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan laporan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terimakasih kepada segenap Dosen Konservasi dan Reklamasi Lahan, segenap asisten praktikum Konservasi dan Reklamasi Lahan, terkhusus untuk asisten penanggungjawab rombongan 2 yaitu Muhamad Faisal, teman-teman rombongan 2 sebagai partner penulis dalam praktikum ini serta kepada orang tua penulis yang telah mendukung penyusunan laporan ini baik secara materil maupun moril. Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah sebagai pertanggungjawaban penulis yang telah melaksanakan serangkaian praktikum Konservasi dan Reklamasi Lahan.

Penulis sadar bahwa tidak ada sebuah karya yang sempuna, begitu juga dengan laporan praktikum ini. Semoga dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan praktikum ini bermanfaat.

Purwokerto, 12 Desember 2016

Penulis

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN

ACARA I PENGUKURAN ENERGI KINETIK HUJAN DENGAN METODE SPLASH CUPS

Semester: Ganjil 2016

Atika Nur Solikhah NIM. A1L014029 Rombongan 2 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki jenis tanah yang cukup subur. Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pertanian, tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber hara bagi tumbuhan dan sebagai tempat berjangkarnya akar tumbuhan. Tanah selalu mengalami perubahan-perubahan baik yang disebabkan oleh material yang dimiliki tanah itu sendiri atau pun yang disebabkan karena material yang berasal dari luar tubuh tanah. Perubahan yang terjadi akan menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas tanah. Penurunan produktivitas tanah sama dengan tanah tersebut mengalami kerusakan tanah. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh kehilangan unsur hara dan bahan organik di daerah perakaran, terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpul atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, penjenuhan tanah oleh air (water logging) dan erosi.

Erosi adalah proses perpindahan material tanah dari satu tempat ke tempat yang lain oleh media tertentu, seperti air, angin dan lain sebagainya. Perpindahan tanah dari tempat satu ke tempat lain tersebut akan menimbulkan beberapa dampak yang tidak diinginkan karena di tempat asal tanah tersebut, perpindahannya akan membuat tanah lebih terbuka dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman hilang karena sebagian besar unsur yang terkandung di dalam tanah menjadi telah terkikis. Sedangkan pada tempat di mana tanah hasil Erosi adalah proses perpindahan material tanah dari satu tempat ke tempat yang lain oleh media tertentu, seperti air, angin dan lain sebagainya. Perpindahan tanah dari tempat satu ke tempat lain tersebut akan menimbulkan beberapa dampak yang tidak diinginkan karena di tempat asal tanah tersebut, perpindahannya akan membuat tanah lebih terbuka dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman hilang karena sebagian besar unsur yang terkandung di dalam tanah menjadi telah terkikis. Sedangkan pada tempat di mana tanah hasil

Besarnya erosi yang terjadi di suatu wilayah perlu diketahui. Hal tersebut merupakan hal yang penting karena selain dapat mengetahui banyaknya tanah yang terangkut juga dapat digunakan sebagai salah satu jalan untuk mencari sebuah solusi dari permasalahan tersebut. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersaebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan atau menghasilkan jasa atau barang. Salah satu penyebab terjadinya erosi adalah dengan adanya hujan, sehingga untuk mengetahui kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi perlu dilakukan pengujian salah satunya ialah dengan metode splash cups. Praktikum acara I ini akan dilakukan pengukuran energy kinetic hujan dengan metode Splash Cups.

B. Tujuan

Praktikum acara I ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui besarnya energi kinetis hujan melalui pendekatan splash cup dengan media pasir.

2. Mengetahui energi kinetis hujan pada berbagai macam vegetasi.

3. Melihat hubungan antar energi kinetis hujan dengan jumlah curah hujan bulanan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri dari lapisan-lapisan yang berkembang secara genetik. Proses-proses pembentukan tanah atau perkembangan tanah dapat dilihat sebagai penambahan, pengurangan, perubahan atau translokasi (Hakim, 1986). Tanah merupakan bagian dari lapisan permukaan bumi. Pembentukan tanah berasal dari proses pelapukan yaitu proses pemecahan atau penghancuran. Pelapukan tersebut berasal dari batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang lapuk oleh mikroorganisme. Pelapukan bahan induk dipengaruhi oleh faktor iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup (termasuk vegetasi, mikroba, organisme tanah dan manusia), pada suatu topografi atau relief dalam jangka waktu tertentu. Karena adanya faktor-faktor tersebut, maka tanah suatu tempat pasti berbeda dengan tempat lainnya. Perbedaan tersebut ada pada ciri-ciri morfologi tanah baik itu dari warna, tekstur, struktur, hingga menyangkut masalah unsur-unsur pembentukannya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka dapat diketahui profil tanah yang merupakan petunjuk dari proses-proses yang dialami oleh suatu tanah selama pelapukan dan perkembangannya. Perbedaan intensitas faktor-faktor pembentuk tanah dapat digunakan untuk menentukan suatu jenis tanah (Buckman, 1982).

Erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat Erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat

Erosi tanah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin atau air, dan seringkali karena kombinasi ketiga-tiganya. Tanah sangat peka terhadap radiasi, khususnya di daerah beriklim kering. Ketika suhu tanah terlalu tinggi atau tanah terlalu kering, misalnya setelah terjadi penggundulan dari vegetasi atau penutup mulsa, kehidupan tanah menjadi terancam, pertumbuhan dan berfungsinya akar menjadi tidak optimal, dan humus pada lapisan atas terurai. Sebagai akibatnya permukaan tanah liat akan tertutup karena terpaan air hujan, sedangkan tanah pasir akan kehilangan ikatannya. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan meningkatnya erosi oleh air dan angin (Reijntjes et al, 1999).

Kemampuan hujan untuk dapat menghancurkan agregat tanah ditentukan oleh besarnya energi kinetik dari air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah. Tinggi rendahnya intensitas hujan akan mencerminkan besar kecilnya energi

kinetik yang dihasilkan yang dapat menentukan besar kecilnya erosi yang akan diakibatkannya. Semakin tinggi intensitas hujan maka akan semakin banyak proses pelepasan butiran tanah dari agregatnya melalui erosi percikan (Splash Erosion ). Dengan intensitas hujan yang tinggi maka limpasan permukaan akan tinggi pula. Oleh karena itu, kombinasi antara percikan air hujan dan laju limpasan permukaan merupakan dua kekuatan yang saling mempengaruhi untuk menyebabkan terjadinya erosi tanah. Penataan lahan dan tanaman dapat membantu memperkecil erosi sekaligus dapat meningkatkan produktivitas tanah, karena jika permukaan tanah tertutup oleh tanaman maka pukulan air hujan tidak langsung dapat menghantam permukaan tanah tersebut sehingga erosi percikan yang terjadi sangat kecil. Selain itu dengan penataan lahan seperti penterasan maka laju limpasan permukaan menjadi lambat sehinga daya gerus limpasan permukaan terhadap permukaan tanah akan menjadi kecil. Akibatnya pada daerah yang telah mengalami penataan lahan dan tanaman dengan baik maka bahaya erosi dapat dihindarkan (Thamrin dan Hendarto, 1992).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Praktikum ini membutuhkan beberapa bahan dan alat. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pasir lolos saringan 0,5 mm dan aquades. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu splash cups, timbangan analitik, dapur pengering, kantong plastik, dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada acara I ini adlah sebagai berikut:

1. Splash cups ditimbang terlebih dahulu.

2. Splash cups diisi dengan pasir yang telah dicuci berdiameter 0,25-0,50 mm sampai penuh. Sambil diketuk-ketuk secara pelan-pelan hingga rata.

3. Lokasi dengan naungan vegetasi dicari dan titik-titik pemasangan untuk splash cups ditentukan berdasarkan lokasi tersebut. Splash cups juga dipasang di tempat terbuka sebagai pembanding.

4. Splash cups yang telah diketahui beratnya diperciki air dan ditempatkan pada nampan lalu diletakkan pada titik pengamatan yang telah ditentukan.

5. Setiap 24 jam splash cups diamati lalu besarnya curah hujan dicatat dengan mengukur jumlah air yang tertampung didalam nampan, dan splash cups tersebut ditimbang setelah dikeringkan pada dapur pengering.

6. Setiap 24 jam sekali dilakukan pengamatan selama 3 hari lalu hasil

pengamatan dicatat dan ditabulasikan dalam tabel yang telah ditentukan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1.1 Tipe Vegetasi Naungan

Energi kinetik No Tanggal

Curah hujan Berat awal Berat akhir

(joule/dm²)

1. 15-11-16

2. 15-11-16

3. 15-11-16

4. 15-11-16

5. 16-11-16

6. 16-11-16

7. 16-11-16

8. 16-11-16

9. 17-11-16

10. 17-11-16

11. 17-11-16

12. 17-11-16

Tabel 1.2 Tipe Vegetasi Tanpa Naungan

Energi kinetik No Tanggal

Curah hujan Berat awal Berat akhir

(joule/dm²)

1. 15-11-16

2. 15-11-16

3. 15-11-16

4. 15-11-16

5. 16-11-16

6. 16-11-16

7. 16-11-16

8. 16-11-16

9. 17-11-16

10. 17-11-16

11. 17-11-16

12. 17-11-16

Tabel 1.3 Uji T Energi Kinetik

(T- )² (N- )² 192,80

Tabel 1.4 Analisis Regresi Linier Naungan

2 X 2 Y X Y XY

25 -13,80

190,44 -345

Tabel 1.5 Analisis Regresi Linier Tanpa Naungan

2 X 2 Y X Y XY

22 192,80

484

37.171,84 4.241,6

22 -184,09

484

33.889,12 -4.049,98

22 45,45

484

2.065,70 999,9

22 95,18

484

9.059,23 2.093,96

0 26,13

0 682,77

0 37,5

0 1.406,25

0 28,40

0 806,56

0 35,73

0 1.276,63

37 66,28

1.369

4.393,03 2.452,36

37 73,86

1.369

5.455,29 2.732,82

37 88,25

1.369

7.788,06 3.265,25

11.419,05 3.953,82 Σ 236

37 106,86

1.369

616,35

7.412

115.713,53 15.689,73

B. Pembahasan

Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pertanian, tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber hara bagi tumbuhan dan sebagai tempat berjangkarnya akar tumbuhan. Tanah selalu mengalami perubahan-perubahan baik yang disebabkan oleh material yang dimiliki tanah itu sendiri atau pun yang disebabkan karena material yang berasal dari luar tubuh tanah. Menurut Sutedjo (2002), tanah akan selalu mengalami perubahan- perubahan yaitu antara lain perubahan segi fisik, kimia ataupun biologi. Perubahan-perubahan ini terutama terjadi karena pengaruh berbagai unsur iklim, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia. Kerusakan tubuh tanah mengakibatkan berlangsungnya perubahan-perubahan yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah yang dikenal dengan istilah erosi tanah.

Erosi adalah proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat seperti sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai. Hal ini berdampak pada mendangkalnya sungai sehingga mengakibatkan semakin seringnya terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau (Sucipto, 2007). Arsyad (1989), menambahkan erosi adalah pengikisan atau kelongsoran material yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Erosi yang juga disebut sebagai pengikisan atau kelongsoran tanah adalah merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat atau tindakan dari manusia.

Baver (1989) menggambarkan hubungan fungsi erosi dengan faktor-faktor penyebab erosi sebagai berikut:

E = f (C;S;V;T;H)

E adalah jumlah erosi f adalah fungsi.

C adalah faktor iklim (curah hujan, sinar matahari, angin dan temperatur). S adalah faktor tanah (tekstur dan struktur).

V adalah faktor vegetasi (pengelolaan tanaman). T adalah faktor topografi (panjang dan kemiringan lereng)

H adalah faktor tindakan manusia (teknologi yang digunakan untuk mengolah lahan dan tanaman). Mengkaji fungsi erosi yang dikemukakan oleh Baver di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa erosi adalah merupakan fungsi-fungsi dari iklim, tanah, tanaman, topografi dan tindakan manusia; artinya bahwa kejadian hujan yang menimbulkan erosi merupakan interaksi dari kelima faktor di atas; dengan perkataan lain bahwa erosi tidak dapat dihitung bila kita hanya mengetahui satu faktor saja.

Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah. Kekuatan perusak air yang mengalir diatas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan makin panjang lereng permukaan tanah. Erosivitas adalah kekuatan hujan menimbulkan erosi. Erosivitas hujan merupakan fungsi dari intensitas dan durasi hujan, massa, diameter dan kecepatan air hujan. Untuk menghitung erosivitas diperlukan analisis dari distribusi ukuran butiran hujan. Laws dan Parsons (1943) berdasarkan penelitian di Timur Amerika Serikat menunjukkan bahwa ukuran butir hujan bervariasi seiring denga intensitas hujan.

Thamrin dan Hendarto (1992), kemampuan hujan untuk dapat menghancurkan agregat tanah ditentukan oleh besarnya energi kinetik dari air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah. Tinggi rendahnya intensitas hujan akan

mencerminkan besar kecilnya energi kinetik yang dihasilkan yang dapat menentukan besar kecilnya erosi yang akan diakibatkannya. Semakin tinggi intensitas hujan maka akan semakin banyak proses pelepasan butiran tanah dari agregatnya melalui erosi percikan (Splash Erosion). Dengan intensitas hujan yang tinggi maka limpasan permukaan akan tinggi pula. Oleh karena itu, kombinasi antara percikan air hujan dan laju limpasan permukaan merupakan dua kekuatan yang saling mempengaruhi untuk menyebabkan terjadinya erosi tanah. Penataan lahan dan tanaman dapat membantu memperkecil erosi sekaligus dapat meningkatkan produktivitas tanah, karena jika permukaan tanah tertutup oleh tanaman maka pukulan air hujan tidak langsung dapat menghantam permukaan tanah tersebut sehingga erosi percikan yang terjadi sangat kecil. Selain itu dengan penataan lahan seperti penterasan maka laju limpasan permukaan menjadi lambat sehinga daya gerus limpasan permukaan terhadap permukaan tanah akan menjadi kecil. Akibatnya pada daerah yang telah mengalami penataan lahan dan tanaman dengan baik maka bahaya erosi dapat dihindarkan.

Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya partikel- partikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu :

1. Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang, dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan.

2. Penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir dipermukaan tanah (Suripin, 2001). Metode splash cups yang dilakukan adalah dengan menentukan lokasi yang mempunyai berbagai vegetasi (tertutup) dan terbuka untuk kemudian menempatkan splash cup pada masing –masing satu titik dilokasi tersebut. Lalu Splash cup yang masih kosong dan bersih ditimbang massanya dan Splash cup diisi dengan pasir sampai penuh dan ditimbang kembali massanya. Sebuah Splash cup yang telah terisi masing-masing ditempatkan pada titik –titik yang telah ditentukan.

Suatu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetik hujan tersebut, oleh karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Energi Kinetik Hujan (Ek) adalah energi hujan yang jatuh sampai permukaan tanah mempunyai energi. Menurut Abdul (2009), energi kinetik merupakan suatu energi gerak dimana energi yang dimaksud adalah partikel yang bergerak, khususnya gas, karena energi kinetik dari partikel ini membantu untuk menentukan apakah suatu reaksi dapat terjadi, selain faktor ada tidaknya tumbukan antar partikel dan perpindahan energi.

Pengertian Energi kinetik adalah energi gerak yang diperoleh sebagai gerakan dari obyek, partikel, atau seperangkat partikel. Sebuah obyek yang memiliki gerak, apakah itu gerak vertikal atau horizontal, maka sebuah obyek tersebut berarti memiliki energi kinetik. Faktor yang mempengaruhi energi kinetik adalah semakin berat sebuah obyek tersebut dan semakin cepat pula obyek tersebut bergerak maka energi kinetik yang yang dimiliki obyek tersebut semakin

besar. Ada banyak bentuk energi kinetik antara lain yaitu: getaran (energi karena gerak getaran), rotasi (energi karena gerak rotasi atau berputar), dan translasi (energi karena gerakan perpindahan dari satu lokasi ke lokasi lain). Menurut Rahim (2000), kecepatan jatuhnya butir-butir hujan itu sendiri ditentukan ukuran butir-butir hujan dan angin. Lakitan (1994), menambahkan bahwa butiran yang berukuran besar akan jatuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibanding butiran yang lebih kecil, sehingga dalam proses jatuhnya butiran yang lebih besar ini akan menabrak dan bergabung dengan butiran yang lebih kecil. Oleh karena itu energi kinetik hujan pun akan semakin besar. Selain tergantung pada efek pemecahan air hujan, jumlah total tanah yang terkikis juga tergantung pada tindakan hujan yang menyebabkan erosi dan kapasitas angkut aliran permukaan. Tanpa limpasan permukaan, jumlah erosi tanah yang disebabkan oleh curah hujan relatif kecil.

Aktifitas yang menyebabkan erosi akibat air hujan ditentukan oleh energi kinetik air hujan, sedangkan aktifitas yang menyebabkan erosi akibat pengangkutan kapasitas aliran permukaan tergantung pada kuantitas, kecepatan, dan tingkat penyatuan atau titik temu aliran permukaan (Schwab, 1981). Hubungan antara energy kinetik dengan erosi yaitu semakin besar energi kinetik hujan maka erosi juga akan semakin besar, namun dapat dikendalikan dengan adanya peranan vegetasi. Sebaliknya, apabila semakin kecil energi kinetik hujan maka kemungkinan erosi semakin kecil. Erosi dapat terjadi karena tumbukan air hujan (energi kinetik) yang mengenai tanah yang tidak tertutup atau dari kecepatan aliran air yang tidak dihambat oleh akar – akar atau vegetasi (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Arsyad (1989), menambahkan semakin besarnya energi Aktifitas yang menyebabkan erosi akibat air hujan ditentukan oleh energi kinetik air hujan, sedangkan aktifitas yang menyebabkan erosi akibat pengangkutan kapasitas aliran permukaan tergantung pada kuantitas, kecepatan, dan tingkat penyatuan atau titik temu aliran permukaan (Schwab, 1981). Hubungan antara energy kinetik dengan erosi yaitu semakin besar energi kinetik hujan maka erosi juga akan semakin besar, namun dapat dikendalikan dengan adanya peranan vegetasi. Sebaliknya, apabila semakin kecil energi kinetik hujan maka kemungkinan erosi semakin kecil. Erosi dapat terjadi karena tumbukan air hujan (energi kinetik) yang mengenai tanah yang tidak tertutup atau dari kecepatan aliran air yang tidak dihambat oleh akar – akar atau vegetasi (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Arsyad (1989), menambahkan semakin besarnya energi

Erosivitas merupakan kemampuan hujan yang dapat menyebabkan erosi. Energi Kinetik Hujan (Ek) adalah energi hujan yang jatuh sampai permukaan tanah mempunyai energi. Kegunaan mengetahui energy kinetic hujan dan erosovitas adalah untuk mengetahui potensi terjadinya erosi pada suatu tempat atau suatu daerah yang disebabkan oleh energy kinetic yang ditimbulkan oleh hujan. Menurut Arsyad (1989), semakin besarnya energi kinetik yang dihasilkan oleh hujan maka kemungkinan terjadinya erosi juga semakin besar. Hal ini desebabkan karena partikel-partikel yang terpecah akibat energi kinetik hujan lebih banyak. Jadi dapat dikatakan bahwa erosi sangat dipengaruhi oleh jenis vegetasi, seperti vegerasi pohon, semak atau pun rumput memiliki potensi yang berbeda-beda untuk mencegah erosi.

Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil sebagai berikut : pada splash cup yang ternaungi Ek 1 2 = 28,40 joule/dm 2 , Ek 2 = 73,48 joule/dm , Ek 3 = 101,91 joule/dm 2 , Ek 4 = -13,80 joule/dm 2 , Ek 5 = 7,95 joule/dm 2 , Ek 6 = 31,43 joule/dm 2 ,

2 2 Ek 2

7 = 34,67 joule/dm , Ek 8 = 152,86 joule/dm , Ek 9 = 197,72 joule/dm , Ek 10 = 201,89 joule/dm 2 , Ek 11 2 = 217,26 joule/dm 2 , Ek 12 = 218,32 joule/dm , dan rata-rata

Ek = 104,26 joule/dm 2 . Sedangkan pada splash cup tidak naungan diperoleh Ek

2 2 2 3 = 192,80 joule/dm 2 , Ek = -184,09 joule/dm , Ek = 45,45 joule/dm , Ek 4 = 95,18

2 5 2 6 2 7 joule/dm 2 , Ek = 26,13 joule/dm , Ek = 37,5 joule/dm , Ek = 28,40 joule/dm ,

2 2 2 Ek

8 = 35,73 joule/dm , Ek 9 = 66,28 joule/dm , Ek 10 = 73,86 joule/dm , Ek 11 =

2 2 88,25 joule/dm 2 , Ek

12 = 106,86 joule/dm dan rata-rata Ek = 51,02 joule/dm . Setelah itu dari hasil besarnya energy kinetic tersebut kemudian dilakukan analisis menggunakan uji t untuk membandingkan besarnya energi kinetic di tempat terbuka dan tempat ternaungi ternyata diperoleh hasil t hitung 1.48 dan t tabel 2,074, maka besarnya energi kinetic pada daerah terbuka dan ternaungi tidak berbeda nyata atau tidak signifikan. Nilai Ek naungan sebesar 104,26 joule/dm 2

dan Ek tanpa naungan sebesar 51,02 joule/dm 2 . Menurut Nur’saban (2006) dalam Lubis et.al., (2013), menyatakan pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya 1) intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi melalui energi air hujan, sehingga memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar -akarnya, 3) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 4) peningkatan aktifitas mikroorganisme dalam tanah, 5) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Vegetasi juga dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi, selain itu juga penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penyerapan air melalui vegetasi).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah:

1. Besarnya energi kinetis hujan melalui pendekatan splash cup dengan media

pasir sebesar 51,02 joule/dm 2 .

2. Energi Kinetik Hujan (Ek) adalah energi hujan yang jatuh sampai permukaan tanah. Energi kinetic pada perlakuan naungan adalah sebesar Ek = 104,26

joule/dm 2 sedangkan energy kinetic pada perlakuan tanpa naungan sebesar Ek = 51,02 joule/dm 2 .

Curah hujan mempengaruhi energi kinetik hujan. Semakin besar jumlah curah hujan maka energi kinetik hujannya semakin besar.

B. Saran

Sebaiknya adanya pengaturan jadwal yang tersusun baik dalam melakukan penyangraian agar tidak bentrok atau penuh di dalam laboratorium atau dapat juga dengan penambahan alat. Ketelitian perlu dilakukan dalam mengerjakan acc analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. S. 1992. Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Arsyad S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Baver, L.D. 1959. Soil Physics. John Wiley and Sons, inc: New York.

Buckman, Harry O dan Nyle C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Angkasa: Jakarta.

Hakim, Nurhajati dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA: Lampung.

Kartasapoetra G., A. G. Kartasapoetra, M. M. Sutedjo. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.

Lakitan, Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Laws, J.O. dan Parsons, D.A., 1943, The Relation of Raindrop Size to Intensity, Transactions American Geophysics Union , Vol. 24, hal. 452-460.

Lubis K.M., Gantar Sitanggang dan M. Juwita Oktafia Butar-Butar. 2013. Pendugaan Erosi Tanah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode USLE. J. Online Agroekoteknologi. Vol 1(2): 190- 200.

Rahim, S. E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup . Bumi Aksara. Jakarta.

Reijntjes C., B. Haverkort, A. Waters-Bayer. 1999. Pertanian Masa DepanPengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah . Kanisius. Yogyakarta.

Schwab, G. O., R. K Frevert, T. W. Edminster, and K. K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. 3rd ed. John Wiley Sons, Inc. P. 13. (Abstr).

Sucipto. 2007. Analisis Erosi yang Terjadi di Lahan Karena Pengaruh Kepadatan Tanah. Jurnal Wahana Teknik Sipil. Vol. 12. No. 1. Hlm.51-60.

Suripin. 2001. Konservasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Takapala Kabupaten

Dati II Gowa Propinsi Sulawesi Selatan . UGM Press. Yogyakarta.

Sutedjo, M. M., dan A. G. Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. BhinekaCipta, Jakarta.

Thamrin, M dan T. Hendarto. 1992. Peranan Penataan Lahan dan Tanaman Dalam Pengendalian Erosi Pada Lahan Lithic Troporthent Di Desa Sumber Kembar Blitar . Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah Blitar.

Tim Peneliti BP2TPDAS IBB. 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat (BP2TPDAS IBB). Surakarta.

LAMPIRAN 1

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN

ACARA II HANTARAN HIDROLIK (HIDROLIC CONDUCTIVITY)

Semester: Ganjil 2016

Atika Nur Solikhah NIM. A1L014029 Rombongan 2 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk pertanian, tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya dan sebagai tempat berjangkarnya akar tumbuhan itu sendiri. Selain itu tanah juga sebagai tempat tumbuh tanaman yang menyediakan air serta oksigen di dalam tanah. Tanah itu sendiri memiliki pori-pori yang berbeda-beda sehingga kemampuannya dalam menyediakan air untuk tanaman di dalam tanah pun berbeda-beda tergantung tingkat porositas pada tanah.

Tanah dengan tingkat porositas yang kecil, kemampuan melewatkan airnya sangat kecil sehingga menyebabkan tanah menjadi jenuh akan air. Hydraulic Conductivity (HC) merupakan suatu parameter sifat fisik tanah yang menunjukkan kemampuan tanah dalam keadaan jenuh untuk melewatkan air. Dengan demikian nilai hantaran hidrolik suatu tanah juga mencerminkan suatu kondisi pori tanah oleh penyusunan butir-butir dan agregat tanah.

Hydraulic Conductivity (HC) dapat ditentukan dengan metode pendugaan (metode kolerasi) dan melalui pengukuran. Pendugaan Hydraulic Conductivity (HC) melalui metode kolerasi dilakukan dengan memakai metode distribusi ukuran butir atau metode permukaan spesifik. Kedua metode dapat digunakan untuk pendugaan Hydraulic Conductivity (HC) karena ada hubungan yang erat Hydraulic Conductivity (HC) dapat ditentukan dengan metode pendugaan (metode kolerasi) dan melalui pengukuran. Pendugaan Hydraulic Conductivity (HC) melalui metode kolerasi dilakukan dengan memakai metode distribusi ukuran butir atau metode permukaan spesifik. Kedua metode dapat digunakan untuk pendugaan Hydraulic Conductivity (HC) karena ada hubungan yang erat

Hydraulic Conductivity (HC) terutama sangat penting dalam perencanaan drainase suatu wilayah, beberapa diantaranya yaitu:

a. Untuk membandingkan kecepatan Hydraulic Conductivity (HC) pada horizon-horizon tanah yang berbeda sebagai petunjuk pergerakan air dan permasalahan drainase yang mungkin terdapat dalam profil tanah tersebut.

b. Dengan mengetahui HC-nya, maka dapat dirancang system drainase lapangan, terutama kedalaman dan jarak antar saluran. Hydraulic Conductivity (HC) dapat ditentukan dengan metode pendugaan (metode kolerasi) dan dapat melalui pengukuran. Pendugaan Hydraulic Conductivity (HC) melalui metode kolerasi dilakukan dengan memakai metode distribusi ukuran butir atau metode permukaan spesifik. Kedua metode dapat digunakan untuk pendugaan Hydraulic Conductivity (HC) karena adanya hubungan yang erat antara ukuran dan jumlah pori serta ukuran butir dengan Hydraulic Conductivity (HC). Penetapan nilai Hydraulic Conductivity (HC) melalui pengukuran dapat dapat dilakukan di laboratorium atau lapangan. Metode yang sering digunakan adalah metode Constand Head, Falling Head, dan Ring Sample (di laboratorium). Sedangkan di lapangan dipergunakan metode Auger Hole, Inverse Auger Hole dan Peizometer. Praktikum acara II ini akan dilakukan metode Ring Sample.

B. Tujuan

Praktikum acara II ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu tanah untuk meloloskan atau melewatkan air.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah merupakan bagian dari lapisan permukaan bumi. Pembentukan tanah berasal dari proses pelapukan yaitu proses pemecahan atau penghancuran. Pelapukan tersebut berasal dari batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang lapuk oleh mikroorganisme. Pelapukan bahan induk dipengaruhi oleh faktor iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup (termasuk vegetasi, mikroba, organisme tanah dan manusia), pada suatu topografi atau relief dalam jangka waktu tertentu. Karena adanya faktor-faktor tersebut, maka tanah suatu tempat pasti berbeda dengan tempat lainnya. Perbedaan tersebut ada pada ciri-ciri morfologi tanah baik itu dari warna, tekstur, struktur, hingga menyangkut masalah unsur-unsur pembentukannya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka dapat diketahui profil tanah yang merupakan petunjuk dari proses-proses yang dialami oleh suatu tanah selama pelapukan dan perkembangannya. Perbedaan intensitas faktor-faktor pembentuk tanah dapat digunakan untuk menentukan suatu jenis tanah (Buckman, 1982).

Air tanah adalah subjek untuk sejumlah gaya, gaya ini termasuk gravitasi, tekanan hidrolik, atraksi matriks tanah terhadap air, keberadaan solute dan aksi tekanan gas eksternal (Hillel, 1980). Parameter sifat fisik tanah yang paling berpengaruh terhadap hantaran hidrolik jenuh adalah pori makro. Pori makro nyata meningkatkan hantaran hidrolik jenuh. Pori mikro berpengaruh negatif terhadap hantaran hidrolik jenuh. Indeks Stabilitas Tanah berpengaruh secara Air tanah adalah subjek untuk sejumlah gaya, gaya ini termasuk gravitasi, tekanan hidrolik, atraksi matriks tanah terhadap air, keberadaan solute dan aksi tekanan gas eksternal (Hillel, 1980). Parameter sifat fisik tanah yang paling berpengaruh terhadap hantaran hidrolik jenuh adalah pori makro. Pori makro nyata meningkatkan hantaran hidrolik jenuh. Pori mikro berpengaruh negatif terhadap hantaran hidrolik jenuh. Indeks Stabilitas Tanah berpengaruh secara

Permeabilitas juga sering dikenal sebagai konduktivitas hidrolik jenuh. Istilah permeabilitas didefinisikan oleh beberapa ahli dalam kalimat yang ber- beda tetapi mengandung arti yang sama. Kesulitan utama dari penggunaan parameter ini adalah rentang nilai resistivitas yang cukup besar untuk beberapa jenis tanah. Nilai resistivitas suatu tanah sangat di- pengaruhi oleh kandungan air didalamnya. Tanah jenuh mempunyai nilai resistivitas lebih kecil jika dibandingkan dengan tanah tidak jenuh. Resistivitas atau hambatan jenis yang kecil berarti bahwa mudah menghantarkan listrik karena pengaruh keberadaan air (Kodoatie, 1996).

Menurut Fredlund dan Rahardjo (1993), hukum Darcy juga diterapkan untuk aliran air dalam tanah tidak jenuh. Perbedaannya adalah pada koefisien permeabilitas. Pada tanah jenuh koefisien permea- bilitas dianggap konstan sebab hanya tergantung pada angka pori. Anggapan ini tidak berlaku pada tanah tidak jenuh. Koefisien tanah tidak jenuh dipengaruhi oleh perubahan kadar air atau matric suction. Air tidak dapat mengalir melalui ruang pori yang terisi udara, namun air hanya dapat mengalir melalui ruang pori yang terisi oleh air. Pada waktu tanah dalam kondisi tidak jenuh, udara menempati ruang pori yang besar. Akibatnya air hanya dapat mengalir melalui pori yang lebih kecil. Dalam keadaan jenuh, menurut hukum Darcy (1856) dalam Soedarmo dan Djojoprawiro, (1984) volume air yang mengalir melalui satu irisan melintang suatu luasan persatuan waktu (disebut fluk q) adalah sebanding dengan hantaran hidrolik dan gradien Menurut Fredlund dan Rahardjo (1993), hukum Darcy juga diterapkan untuk aliran air dalam tanah tidak jenuh. Perbedaannya adalah pada koefisien permeabilitas. Pada tanah jenuh koefisien permea- bilitas dianggap konstan sebab hanya tergantung pada angka pori. Anggapan ini tidak berlaku pada tanah tidak jenuh. Koefisien tanah tidak jenuh dipengaruhi oleh perubahan kadar air atau matric suction. Air tidak dapat mengalir melalui ruang pori yang terisi udara, namun air hanya dapat mengalir melalui ruang pori yang terisi oleh air. Pada waktu tanah dalam kondisi tidak jenuh, udara menempati ruang pori yang besar. Akibatnya air hanya dapat mengalir melalui pori yang lebih kecil. Dalam keadaan jenuh, menurut hukum Darcy (1856) dalam Soedarmo dan Djojoprawiro, (1984) volume air yang mengalir melalui satu irisan melintang suatu luasan persatuan waktu (disebut fluk q) adalah sebanding dengan hantaran hidrolik dan gradien

adalah: q = K.ΔH/L. Menurut O’Neal (1949) mendefinisikan hantaran hidrolik jenuh sebagai kapasitas tanah untuk meloloskan air, atau tingkat kecepatan perkolasi dari air yang melalui kolom tanah di bawah kondisi standar. Secara kuantitatif hantaran hidrolik jenuh diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan melalui media berpori pada keadaan jenuh dan dinyatakan dalam satuan cm/jam (Limbong dan Sitorus, 1987).

Menurut Marshal (1998), pengukuran HC di lapangan dapat dilakukan dengan metode Auger Hole, Inverse Auger Hole dan Peizometer. Dalam pelaksanaannya, pengukuran HC dapat dilaksanakan dengan membuat permuakan air tanah tetap (yang diukur dengan jumlah air yang dikeluarkan per satuan waktu) dan permuakan air tanah berubah (yang diukur adalah kenaikan atau penurunana permukaan air tanah per satuan waktu).

Menurut Arsyad, (2010), HC jenuh adalah suatu konstanta yang menentukan aliran suatu cairan melalui suatu medium jenuh pada suatu luas penampang tertentu yang berasal dari turunan empiris hubungan beberapa factor yang dikemukakan oleh Darcy, yaitu: q = KA.h/L Keterangan: q = kecepatan volume aliran yang melewati suatu bidang normal (tegak lurus arah aliran).

K = Konsatanta.

h = Hidraulik head, yang mempengaruhi pergerakan air dari suatu tempat ke tempat lain. L = panjang atau tebal suatu media/contoh tanah yang dialiri aliran.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Praktikum ini membutuhkan beberapa bahan dan alat. Bahan yang digunakan pada praktikum acara II ini adalah air dan sebidang tanah. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bor tanah, pelampung, meteran, ember, gayung, stopwatch, dan penyangga.

B. Prosedur Kerja

1. Sebidang tanah dipilih yang jauh dari perakaran.

2. Tanah dibor dengan bor tanah sedalam 20 cm dan diulang 4 kali hingga mencapai kedalaman 80 cm.

3. Lubang disiram dengan air sampai penuh

4. Penyangga diletakkan di atas lubang.

5. Pelampung yang telah disambung dengan meterann diletakkan di atas penyangga.

6. Penurunan permukaan air diukur dan dicatat dengan periode 1 menit diulang

5 kali, 2 menit diulang 1 kali, 3 menit diulang 3 kali, dan 5 menit diulang 3 kali. ,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 2.1 Data pengukuran 1

Tabel 2.2 Data pengukuran

2 x y x xy

B. Pembahasan

Hantaran hidrolik (HC) merupakan fungsi utama dari kadar air tanah dan dapat didefinisikan sebagai kemudahan dimana air dapat bergerak di dalam tanah pada kadar air tanah yang berbeda. Tanah yang memiliki lahan resapan air yang sangat sedikit sekali disertai dengan penggunaan air tanah yang sangat berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah serta mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan air berkualitas baik dan cukup di kawasan tersebut. Dengan demikian keseimbangan lingkungan yang harus terus menerus dilestarikan dan dijaga pun semakin rusak dan tidak terkendali. Untuk itulah diperlukan adanya gerakan pelestarian alam sekitar yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak serta berkesinambungan (Darmansyah, 2004). Lubis (2007), menambahkan Konduktivitas hidrolik tanah merupakan ukuran kemampuan tanah untuk mengirimkan air ketika disampaikan kepada gradien hidrolik. Konduktivitas hidrolik yang didefinisikan oleh hukum Darcy, yang, untuk dimensi vertikal aliran – satu , dapat ditulis sebagai berikut:

U=-K U adalah yang kecepatan Darcy (atau kecepatan rata-rata dari cairan tanah

melalui luas penampang geometris dalam tanah), h adalah kepala hidrolik, dan z adalah jarak vertikal dalam tanah. Koefisien proporsionalitas K, disebut konduktivitas hidrolik. Istilah Koefisien permeabilitas juga kadang-kadang digunakan sebagai sinonim untuk konduktivitas hidrolik. Berdasarkan rumus diatas, konduktivitas hidrolik didefinisikan sebagai rasio dari kecepatan Darcy's melalui luas penampang geometris dalam tanah), h adalah kepala hidrolik, dan z adalah jarak vertikal dalam tanah. Koefisien proporsionalitas K, disebut konduktivitas hidrolik. Istilah Koefisien permeabilitas juga kadang-kadang digunakan sebagai sinonim untuk konduktivitas hidrolik. Berdasarkan rumus diatas, konduktivitas hidrolik didefinisikan sebagai rasio dari kecepatan Darcy's

Hantaran Hidrolik perlu diketahui karena memiliki bebarapa manfaat pada kehidupan nyata. Menururt Rohmat (2009), hantaran hidrolik memiliki manfaat diantaranya adalah untuk membandingkan kecepatan hantaran hidrolik pada horizon-horizon tanah tanah yang berbeda sebagai petunjuk pergerakan air dan permasalahan drainase yang mungkin terdapat dalam profil tanah tersebut dan dengan mengetahui hantaran hidrolik, maka dapat dirancang sistem drainase lapangan terutama kedalaman dan jarak antar saluran.

Data konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh (Hc) sangat diperlukan dalam program-program pembangunan seperti perencanaan irigasi, konservasi tanah dan air, pengendalian banjir, penetapan bahaya kelongsoran tanah, perencanaan sumber-sumber air, dan pergerakan bahan-bahan polutan di dalam tanah. Nilai konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh dapat diperoleh bukan hanya dengan melakukan pengukuran secara langsung, namun dapat juga melalui pendekatan-pendekatan atau estimasi dengan menggunakan data morfologi tanah (Kemalasari, 2007).

Konduktivitas hidrolik tanah tidak jenuh (K), diketahui sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air (w c ) atau tegangan air pori negatif (suction, -U w ) dimana nilai K ini sangat penting untuk memperkirakan volume air didalam zone tidak jenuh (Revil and Cathles, 1999). Pada pengukuran lapangan, variasi nilai kon- duktivitas hidrolik arah horisontal dan vertikal cukup besar (Reynolds and Elrick, 1985; Mohanty et al., 1994) sehingga membutuhkan data pengamatan yang Konduktivitas hidrolik tanah tidak jenuh (K), diketahui sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air (w c ) atau tegangan air pori negatif (suction, -U w ) dimana nilai K ini sangat penting untuk memperkirakan volume air didalam zone tidak jenuh (Revil and Cathles, 1999). Pada pengukuran lapangan, variasi nilai kon- duktivitas hidrolik arah horisontal dan vertikal cukup besar (Reynolds and Elrick, 1985; Mohanty et al., 1994) sehingga membutuhkan data pengamatan yang

Secara umum meresapnya air merupakan proses masuknya air hujan ke dalam tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler dan gaya gravitasi dengan cara infiltrasi maupun perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Dengan pengaruh gaya gravitasi air hujan akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan gaya kapiler akan mengalirkan air tersebut ke atas ke bawah dan ke arah horizontal. Sedangkan laju peresapan air adalah kecepatan masuknya air hujan ke dalam tanah selama hujan berlangsung karena faktor alam maupun berkat adanya campur tangan manusia. Laju peresapan air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: tekstur tanah, bahan organik tanah, kepadatan tanah, jenis dan jumlah vegetasi (Asdak, 2004).

Tekstur tanah adalah perbandingan antara fraksi pasir, debu dan liat dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, maka akan semakin besar ruang pori yang terdapat di antara partikel-partikel tanah tersebut, sehingga akan memperlancar pergerakan air di dalam tanah (Rachman et al, 2004). Menurut Prasetyo (2006) tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir, debu dan liat. Rachman et al (2004) mengemukakan bahwa kepadatan tanah yang dimanifestasikan dengan kerapatan isi tanah adalah perbandingan antara berat persatuan volume penyusun tanah dalam keadaan kering oven dengan volume tanah (dinyatakan dalam

gram/cm3).

Menurut Uhland and O’neil (1951) dalam Darmansyah (2004) nilai hantaran hidrolik ini tergolong agak cepat. Hal ini berhubungan dengan sifat-sifat pori tanah pada lahan praktikum yang cenderung gembur sehingga mempunya kandungan pori yang banyak. Sebagaimana pendapat Rauf (2009) hantaran hidrolik jenuh tidak berkaitan erat dengan sifat-sifat fisika tanah. Secara umum hantaran hidrolik jenuh dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas, ukuran pori, kemantapan agregat serta peristiwa yang terjadi selama proses aliran. Akan tetapi pengaruh sifat fisika tanah terhadap hantaran hidrolik jenuh tidak sama. Penggunaan lahan sangat mempengaruhi karakteristik hantaran hidrolik jenuh tanah. Penggunaan lahan yang bijaksana dapat menjamin kerusakan sifat fisika tanah minimum, sedangkan penggunaan lahan yang buruk dapat merusak sifat fisika tanah sehingga mengganggu hantaran hidrolik jenuh tanah. Penetapan hantaran hidrolik tanah baik vertikal maupun horizontal sangat penting peranannya dalam pengolahan tanah dan air. Baver dalam Darmansyah (2004) mengemukakan bahwa tanah dengan hantaran hidrolik lambat lebih mudah tererosi daripada tanah dengan hantaran hidrolik cepat. Namun sebaliknya hantaran hidrolik yang terlalu besar akan menurunkan produktivitas lahan pertanian akibat proses pencucian unsur hara tanah. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan jumlah, waktu aliran, dan kualitas air sejauh mungkin melalui cara pengelolaan dan penggunaan tanah yang baik.

Tanah dengan kemiringan lebih tajam memiliki keterhantaran hidrolik yang lebih besar. Semakin tinggi kecepatan aliran air semakin besar pula keterhantaran hidrolik. Ini terjadi pada pada tanah berpasir, sebaliknya kecepatan aliran air Tanah dengan kemiringan lebih tajam memiliki keterhantaran hidrolik yang lebih besar. Semakin tinggi kecepatan aliran air semakin besar pula keterhantaran hidrolik. Ini terjadi pada pada tanah berpasir, sebaliknya kecepatan aliran air

Kehantaran hidrolik dapat ditentukan dengan metode pendugaan (metode kolerasi) dan dapat melalui pengukuran. Pendugaan kehantaran hidrolik melalui metode kolerasi dilakukan dengan memakai metode distribusi ukuran butir atau metode permukaan spesifik. Kedua metode dapat digunakan untuk pendugaan kehantaran hidrolik karena adanya hubungan yang erat antara ukuran dan jumlah pori serta ukuran butir dengan kehantaran hidrolik. Penetapan nilai kehantaran hidrolik melalui pengukuran dapat dapat dilakukan di laboratorium atau lapangan. Metode yang sering digunakan adalah metode Constand Head, Falling Head, dan Ring Sample (di laboratorium). Sedangkan di lapangan dipergunakan metode Auger Hole, Inverse Auger Hole dan Peizometer (Kurnia, dkk, 2006).

Menentukan konduktivitas hidrolik dengan metode Auger Hole kita dapat menghitung nilai debit air dan menghitung kecepatan aliran air dalam tanah. Hal tersebut memungkinkan bagi kita untuk menentukan lahan mana yang potensial untuk digunakan untuk sumber air tanah dan sebagai patokan penggunaan air di suatu lahan tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk diambil sumber airnya (Lubis, 2007). Sedangkan menentukan konduktivitas hidrolik dengan metode pengukuran permeabilitas tanah (metode invers auger hole) menurut Werdiningsih

(2013), berdasarkan kepadatan bangunan dan lereng, pengukuran kedalaman muka air tanah, cek digitasi lapangan dan penggunaan lahan, serta profil tanah .

Praktikum hantaran hidrolik (Hidraulic Conductivity) kali ini dilakukan dengan mengunakan metode pengukuran HC di lapang, yaitu dengan menggunakan metode Inverse Auger Hole. Praktikum kali ini menggunakan peralatan dan bahan seperti bor tanah, pelampung, mistar rol 2 meteran, tali, ember, dan gayung air. Kegiatan yang kemudian dilakukan untuk menentukan pengukuran HC adalah dengan mengebor tanah sampai kedalaman tertentu, kemudian menyiram lubang dan tanah sekitarnya. Setelah itu diisi lubang dengan air dan turunkan alat pelampung. Selanjutnya diukur penurunan permukaan air untuk setiap periode tertentu dan dicatat setiap data yang diperoleh.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dalam pengukuran hantaran konduktivitas yang dilakukan dalam waktu 35 menit dimana menit 1 dilakukan 5 kali, menit 2 dilakukan 1 kali, menit 3 dilakukan 3 kali dan menit 5 dilakukan 3

kali. Praktikum yang dilakukan memperoleh h 2 asil ∑xy = 251.33 ∑x = 30.92 dan tan

= 8.13 karena jari-jari (r) diketahui 5 sehingga didapatkan kesimpulan bahwa kemampuan air pada tanah yang sudah diamati didapatkan hasil 46.35

cm/dt. Perolehan yang didapat tersebut termasuk dalam kategori sangat cepat. Menurut Uhland dan O’Neal (1949) dalam Darmansyah (2004), berdasarkan