Keuntungan Repositori Repositori Internal pada Perguruan Tinggi

Jonner Hasugian, Internal Repository pada Perguruan Tinggi – Oktober 2012 ‐ 5 adalah bahwa output penelitian ilmiah dapat dipublikasikan lebih cepat tanpa intermediasi seperti penerbit. Alasan kedua adalah bahwa penilaian terhadap output penelitian akademis lebih efektif dari segi biaya. Secara khusus, ketika menyangkut jumlah biaya berlangganan jurnal yang sangat mahal sehingga mengarah pada krisis jurnal, maka akses terbuka terlihat menjadi opsi yang menarik. Walaupun tersedia akses gratis, bukan berarti penerbitan terhadap output karya ilmiah gratis seluruhnya. Biaya untuk menjalankan repositori harus diperhitungkan.

3. Keuntungan Repositori

Membangun repositori akan menghasilkan keuntungan baik bagi individu maupun bagi lembaga. Hasil-hasil penelitian, artikel ilmiah, makalah, tesis, disertasi dan karya ilmiah lainnya yang tersedia secara online dapat diakses, didownload, danatau disitir lebih cepat dan lebih sering dibanding dengan yang tersedia dalam format tercetak. Sehingga, menaruh karya akademis karya ilmiah pada sebuah repositori dengan akses terbuka, maka akan meningkatkan profil seorang penulis di bidangnya pada tingkat yang lebih luas internasional, termasuk penyebaran dan dampak dari hasil penelitiannya. Apabila penulis memuat curriculum vitae CV singkat dalam karyanya, maka repositori dapat menggunakan data tersebut untuk keperluan promosi pekerjaan yang lebih baik bagi penulis. Repositori pada perguruan tinggi menjadi sarana penting untuk mempublikasikan penelitian dan karya-karya akademik yang dimilikinya. Reputasi perguruan tinggi akan semakin dikenal melalui peran repositori. Karya akademik perguruan tinggi tidak hanya tersebar melalui jurnal, akan tetapi dapat juga melalui repositori, sehingga akan meningkatkan visibilitas dan prestise.

4. Repositori Internal pada Perguruan Tinggi

Clifford Lynch 2003 mendefinisikan repositori pada perguruan tinggi adalah serangkaian pelayanan yang diberikan oleh perguruan tinggi kepada anggota komunitasnya untuk mengelola dan menyebarluaskan bahan-bahan digital yang dihasilkan oleh institusi tersebut. Bahan-bahan digital yang dimaksud adalah seluruh karya ilmiah danatau output intelektual yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi. Ada juga yang mendefinisikan repositori internal adalah tempat menyimpan seluruh karya yang dihasilkan oleh sivitas akademika suatu Jonner Hasugian, Internal Repository pada Perguruan Tinggi – Oktober 2012 ‐ 6 perguruan tinggi danatau karya lain mengenai perguruan tinggi yang bersangkutan. Akses terhadap karya tersebut sangat tergantung kepada kebijakan masing-masing perguruan tinggi. Pendapat di atas secara jelas menunjukkan bahwa bahan digital yang menjadi dokumen utama dalam repositori perguruan tinggi. Oleh karena itu, repositori adalah suatu upaya untuk menciptakan perpustakaan digital. Jones.et.al 2006 menganggap bahwa repositori adalah unsur-unsur konstituen dari perpustakaan digital, atau yang melengkapi perpustakaan digital dengan menyeleksi koleksi-koleksi tertentu apakah berdasarkan lingkup institusi ataupun menurut disiplin ilmu tertentu disipliner untuk disediakan sebagaimana halnya sebuah perpustakaan. Penekanan secara institusi ataupun disipliner adalah bergantung kepada ruang lingkup dari sebuah respositori atau perpustakaan digital, apakah pengelolaan dan pelayanannya berdasar kepada bahan yang dihasilkan oleh satu institusi atau hanya mengumpulkan bahan- bahan yang berhubungan dengan suatu disiplin ilmu yang spesifik. Repositori sangat penting dilakukan terutama untuk mendukung komitmen perguruan tinggi untuk menyimpan bahan-bahan digital yang dimilikinya, termasuk sebagai upaya untuk preservasi jangka panjang, pengorganisasian, akses dan pendistribusian yang baik. Harus diakui bahwa bahan-bahan digital lebih mudah disimpan, dipelihara, diorganisasikan, diakses dan lebih cepat didistribusikan. Repositori bukan hanya melihat banyak jenis bahan digital yang dimiliki atau banyak bahan yang telah didigitaliasi dan disimpan, akan tetapi juga melihat maksud pelayanannya. Mencari, mengumpulkan, mengelola dan menyebarluaskan output intelektual dari satu atau beberapa komunitas perguruan tinggi menjadi hal penting dalam repositori. Sebagaimana telah disebutkan bahwa repositori berkaitan dengan perpustakaan digital, oleh karena itu tanggungjawab operasional repositori pada perguruan tinggi memerlukan kerjasama diantara pustakawan, pakar teknologi informasi, manajer arsip dan record, tenaga administrasi dan pengambil kebijakan Pennock, 2009. Pada titik tertentu, repositori harus didukung oleh serangkaian teknologi informasi baik untuk kebutuhan perangkat lunak maupun untuk perangkat keras yang digunakan untuk membangun respositori. Peran pakar teknologi informasi sangat dominan dalam hal ini. Dukungan teknologi informasi sangat menentukan keberlangsungan repositori. Repositori memerlukan manajemen teknologi informasi yang dinamis yang dapat mengikuti perubahan yang terjadi. Migrasi dari dokumen cetak ke digital adalah peran dari teknologi informasi. Migrasi digital content yang menggunakan program sistem aplikasi teknologi informasi yang lama ke aplikasi sistem yang baru dan seterusnya Jonner Hasugian, Internal Repository pada Perguruan Tinggi – Oktober 2012 ‐ 7 adalah juga merupakan peran dari pakar teknologi informasi. Perlu diketahui bahwa repositori bukanlah serangkaian software dan hardware yang permanen, melainkan dinamis mengikuti perkembangan yang terjadi. Program aplikasi yang digunakan dalam repositori cenderung berubah mengikuti perkembangan teknologi informasi. Ada kalanya, repositori pada perguruan tinggi mengkombinasikan bahan-bahan arsip atau record dengan bahan-bahan lainnya. Misalnya, berkas hasil penelusuran online yang dilakukan oleh pustakawan selama bertahun-tahun disimpan dan organisasikan agar dapat digunakan oleh pengguna yang lain. Untuk itu, manajer arsip dan record tentu harus dilibatkan dalam hal ini. Selain itu, peran tenaga administrasi juga sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan respositori. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa koleksi repositori tidaklah seluas koleksi perpustakaan. Untuk itu, kebijakan untuk menentukan bahan-bahan apa saja yang termasuk ke dalam koleksi repositori internal suatu perguruan tinggi menjadi hal yang penting. Kebijakan akses terhadap koleksi repositori juga harus ditetapkan dengan pertimbangan yang cermat. Apakah koleksi repositori dapat diakses secara terbuka open acces? Apakah hanya menyediakan akses terbatas?. Hal ini semuanya tentu memerlukan pertimbangan sesuai dengan kebijakan perguruan tinggi setempat. Dipastikan akan terdapat sejumlah kebijakan yang diberlakukan untuk pelaksanaan repositori. Peran pengambil kebijakan dalam hal ini menjadi sangat penting. Tanggung jawab operasional pelayanan merupakan bahagian terdepan dari repositori. Pelayanan juga mencakup pelayanan teknis seperti pengumpulan, pengorganisasian, pengelolaan pemeliharaan contents dan penyediaan akses. Peran pustakawan dalam hal ini sangat dominan dan menjadi titik senteral dari kegiatan repositori sehari-hari. Repositori internal pada suatu perguruan tinggi dapat berisi berbagai bahan yang mencerminkan kekayaan intelektual dari suatu perguruan tinggi misalnya, berkas artikel jurnal ilmiah yang ditulis oleh sivitas akademika, makalah, kertas kerja, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian dan sebagainya. Ada juga repositori internal pada perguruan tinggi yang hanya berfokus kepada satu kelompok materi tertentu, misalnya hanya mengumpulkan karya tulis yang benar-benar dinilai bermutu. Selain itu, ada juga repositori internal pada perguruan tinggi yang berisikan bahan-bahan seperti disebut di atas ditambah dengan memuat seluruh artikel yang dimuat pada jurnal yang diterbitkan di lingkungan suatu perguruan tinggi. Jonner Hasugian, Internal Repository pada Perguruan Tinggi – Oktober 2012 ‐ 8 Secara internal, sejumlah perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia telah melaksanakan kegiatan repositori, yang pada umumnya melakukan digitalisasi terhadap local content yang dimilikinya seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian dan karya ilmiah lainnya. Repositori pada perguruan tinggi di Indonesia umumnya dilakukan oleh perpustakaannya, sehingga menjadi bahagian dari sistem pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Kegiatan repositori internal pada perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia mulai terlihat pada awal tahun 2000-an. Kegiatan tersebut bersamaan dengan pengembangan perpustakaan digital pada berbagai perpustakaan perguruan tinggi. Sekitar awal tahun 2000, Perpustakaan ITB misalnya memperkenalkan repositorinya melalui pemunculan Ganesa Digital Library Networking GDL yang sampai saat ini masih banyak diikuti oleh perpustakaan perguruan tinggi sebagai model repositori. Konsep repositori yang ditawarkan GDL idenya sangat baik, karena mengarah kepada konsep jaringan yang memungkinkan berbagai repositori yang ada pada setiap perguruan tinggi dapat menjadi kontributor dan pengguna jaringan. Para pengelola perpustakaan perguruan tinggi menyadari bahwa mengelola dokumen digital jauh lebih mudah dibanding dengan dokumen cetak dan diseminasi dan akses terhadap dokumen tersebut lebih cepat. Untuk itu, repositori terhadap local content semakin dirasakan penting oleh perguruan tinggi. Repositori yang diinginkan adalah berisi dokumen akademis dan artikel jurnal yang diterbitkan sendiri oleh masing-masing perguruan tinggi. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa kegiatan repositori berkaitan erat dengan pengembangan perpustakaan digital di Perguruan Tinggi. Untuk pengembangan perpustakaan digital tersebut, sejak tahun 2004 DIKTI telah melakukan bebagai pelatihan terhadap pengelola perpustakaan pergruan tinggi, lokakarya, workshop dan berbagai pertemuan diantaranya: Pelatihan Manajer Perpustakaan PTNPTS se Jabodetabek di Graha Dinar, Cisarua, Bogor dan UI, 27 Sept – 1 Oktober, 2004; Pelatihan Pengelola Manajer Perpustakaan PT Se Jawa, Cisarua Bogor 16 – 20 Mei 2005; Pelatihan Pengelola Manajer Perpustakaan PT Se Sumatera, Cisarua Bogor 30 Mei – 4 Juni 2005; Workshop Pengembangan Perpustakaan Digital di Perguruan Tinggi Jakarta, 30 Agustus – 1 September 2005; Lokakarya Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi Indonesia Cisarua, 8 – 9 Desember 2006; Pelatihan Manajemen Perpustakaan Digital bagi PengelolaManajer Perpustakaan Perguruan Tinggi di Wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Barat, Hotel Pangrango 1, 13 – 15 Desember 2006; Pelatihan Manajemen Perpustakan Digital bagi Perpustakaan Perguruan Tingggi di Wilayah Indonesia Bagian Timur, Makassar Desember Jonner Hasugian, Internal Repository pada Perguruan Tinggi – Oktober 2012 ‐ 9 2006, Seminar Towards World Class University Library, Jakarta, 14 Agustus 2007; Pengembangan Jaringan Perpustakaan Digital menuju Perpustakaan Perguruan Tinggi Bertaraf Internasional di Indonesia Hotel Inna Garuda, Jogjakarta, 29 November 2007 dan sebagainya. Kegiatan repositori pada perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia semakin meluas ketika DIKTI pada tahun 2005 memperkenalkan program INHERENT Indonesian Higger Education Network dengan menyediakan fasilitas jaringan internet dan memberi kesempatan kepada institusi perguruan tinggi untuk memanfaatkannya secara maksimal. Selain itu, pada tahun 2006 s.d 2007 DIKTI melalui program hibah kompetisi INHERENT K-1 juga memberi kesempatan kepada perguruan tinggi termasuk unit struktural akademik seperti perpustakaan untuk mendanai kegiatan pengembangan sistem, pengembangan konten pembelajaran dan sebagainya. Digitalisasi bahan perpustakaan untuk menghasilkan sumberdaya informasi digital dan pengembangan program aplikasi untuk pemanfaatannya termasuk dalam program yang ditawarkan oleh DIKTI. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh sejumlah perpustakaan perguruan tinggi untuk mendigitalisasi local content yang dimilikinya dan sekaligus membangun repositori internalnya. Local contents yang telah didigitaliasi tersebut dikelola dengan menggunakan perangkat lunak tertentu agar dapat diakses secara online. Program aplikasi yang digunakan sejumlah perguruan tinggi ada yang menggunakan program aplikasi yang berupa open source software, ada yang membangun program aplikasi yang baru dan ada pula yang hanya melakukan modifikasi terhadap program aplikasi yang sudah ada. Variasi penggunaan program aplikasi untuk repositori ini sebenarnya adalah untuk kemudahan pengelolaan aspek manejerial dan kemudahan akses bagi pengguna. Standar metadata yang digunakan untuk membangun repositori local content pada perguruan tinggi di Indonesia umumnya adalah Dublin Core. Dublin Core adalah salah satu skema metadata yang digunakan untuk web resource description and discovery. Penyediaan akses terhadap repositori local content perguruan tinggi di Indonesia bervasirasi. Umumnya hanya dapat diakses secara terbatas oleh pengguna. Ada perpustakaan yang hanya menyediakan akses terhadap metadata dan abstrak saja, ada yang menyediakan akses penuh fulltext hanya kepada sivitas akademiknya, dan ada pula yang membuka ases terbuka opened access dengan fulltext kepada masyarakat luas. Jonner Hasugian, Internal Repository pada Perguruan Tinggi – Oktober 2012 ‐ 10

5. Menuju Repositori Institusi