METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Surakarta terutama pada daerah yang terdapat Halte Angkutan Umum. Lingkup area daerah penelitian adalah Kota Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian diawali dengan tahap persiapan hingga laporan penelitian. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan November 2010, yang perinciannya dapat dilihat pada tabel di bawah :

Tabel 6. Waktu Penelitian

NO Kegiatan

Mei – Juni

’10

Juli ’10

Agust- Sept’10

Sept- Okt’10

Nov ’10

1. Tahap persiapan

2. Penyusunan proposal

3. Penyusunan instrumen penelitian

4. Pengumpulan data

5. Analisis data

6. Penulisan laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan bentuk penelitian survei. Penelitian survei adalah “suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan

sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang

commit to user

bersamaan. Data yang dikumpulkan melalui individu atau sampel fisik tertentu dengan tujuan agar dapat menggeneralisasikan terhadap apa yang diteliti” (Tika,

1997: 9).

2. Strategi Penelitian

Strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif spasial. Penelitian deskriptif adalah “ penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan

suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis” (Tika, 1997: 6). Tujuan utama dari penelitian deskriptif adalah untuk memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan variabel-variabel yang ada (Mardalis, 2002:26). Dalam studi geografi, untuk melihat kaitan antar variabel-variabel yang ada pada fenomena tersebut dilakukan dengan kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan yang disebut dengan pendekatan spasial.

Dalam (http://himago.wordpress.com ). Geografi mengkaji obyek, fenomena, potensi dan masalah yang ada pada ruang mukabumi dalam perspektif spasial. Obyek itu divisualkan dalam bentuk peta dengan tema tertentu dan dikenal sebagai peta tematik. Peta itu menampilkan obyek, fenomena, potensi ruang mukabumi dalam bentuk tema tunggal dan dapat pula sintesis dari beberapa tema. Selain itu, peta tematik ini dapat pula merupakan presentasi analisis spasial.

Model spasial dalam prespektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola ( spatial pattern) dan proses (spatial processess). Penggambaran dari struktur keruangan dapat disimbolkan dalam tiga bentuk yaitu : kenampakan titik (point features), kenampakan garis (line features) dan kenampakan bidang (areal features) dalam (Riche, 2009:32).

Dalam (http://partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id). Segi lain dalam analisis spasial adalah dengan melakukan korelasi yaitu membandingkan dua hal (tema, layer) yang berbeda untuk melihat ada tidaknya kaitan sebab akibat. Korelasi

dapat berbentuk korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik, antara unsur

commit to user

fisik dengan unsur sosial ekonomi, juga antara unsur sosial ekonomi dengan unsur sosial ekonomi.

Dalam penelitian ini ketiga korelasi tersebut dapat digunakan untuk mendiskripsikan beberapa variabel. Korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik untuk mengetahui persebaran halte. Persebaran tersebut didapat secara keruangan antara penempatan halte dijalan raya dan penempatan halte terhadap lalu lintas dengan fungsi jalan yang terdapat di Kota Surakarta. Korelasi unsur fisik dengan unsur sosial menghubungkan antara kondisi halte. Korelasi unsur fisik dan unsur sosial yang lain adalah menghubungkan lokasi halte dengan jumlah penumpang yang naik dari halte.

Maka hasil akhir dari pengolahan data spasial dalam penelitian ini adalah berupa peta dan deskripsi korelasi spasial. Adapun peta tersebut antara lain :

1. Peta Sebaran Halte Angkutan Umum

2. Peta Kondisi Fisik Halte

3. Peta Pemenuhan Kriteria Lokasi Halte

4. Peta Lokasi Halte Ruang Lalu Lintas

5. Peta Efektifitas Halte Angkutan Umum

commit to user

C. Sumber Data

1. Data Sekunder

“Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi di luar dari pemeliti sendiri, walaupun yang

dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli” (Tika, 1997: 7). Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait.

Tabel 7. Jenis dan Sumber Data Penelitian No.

Jenis Data

Inventaris halte angkutan umum tahun 2006 Kota Surakarta. Perseberan halte angkutan umum. Peta Rupa Bumi Lembar 1408-343 Surakarta Jumlah

Surakarta tahun 2008 Data jaringan jalan Kota Surakarta

DLLAJ Kota Surakarta

DLLAJ Kota Surakarta

BAKOSURTANAL

BPS Kota Surakarta

DPU Kota Surakarta

2. Data Primer

“Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau obyek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti” (Tika, 1997: 7).

Data primer diperoleh melalui observasi lapangan. Data-data yang diperoleh dari observasi lapangan antara lain:

- Data lokasi - Kondisi Halte Angkutan Umum - Kondisi lingkungan sekitar halte - Tata letak halte terhadap ruang lalu lintas - Tata letak halte di jalan raya - Persepsi penumpang dan supir angkutan umum

commit to user

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyak terbatas atau tidak terbatas (Tika, 1997:32). Penelitian efektivitas halte angkutan umum merupakan penelitian populasi yang berarti seluruh populasi digunakan dalam penelitian ini. Banyaknya populasi tergantung dari banyaknya halte di Kota Surakarta yang terletak pada jalan arteri dan kolektor dan seluruh pengguna halte yang naik dan turun di halte. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas Jalan Kota Surakarta jumlah halte yang ada di Kota Surakarta adalah 45, setelah dilakukan cek lapangan jumlah halte yang ada hanya 30 sedangkan 15 halte yang lain telah berganti dengan halte BST dan ada yang dirobohkan.

Sampel adalah sebagian dari obyek atau individu –individu yang mewakili dalam suatu populasi (Tika, 1997: 33). Tujuan penentuan sampel adalah untuk mengemukakan dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi dan untuk menarik generalisasi dari hasil penyelidikan. Dalam pengambilan sampel harus dipenuhi syarat-syarat utama dalam proses pengambilannya yang berarti sampel yang digunakan harus dapat mewakili populasi yang telah dikemukakan. Tujuan pengambilan sampel adalah untuk mengetahui persepsi penumpang angkutan umum tentang pemahaman keberadaan dan fungsi halte angkutan umum. Dalam penelitian ini untuk menentukan jumlah sampel yang diambil menggunakan Rumus Solvin (Sevilla,1993:161 )sebagai berikut : n= N

1+Ne² Dimana :

n= ukuran sampel N=ukuran populasi e=nilai kritis(batas ketelitian) yang diinginkan

Populasi diperoleh dari jumlah penumpang yang naik dan turun di halte selama 1 minggu yaitu sebanyak 1008 orang. Dengan pengambilan setiap 15

commit to user

menit selama 2 jam. Derajat kecermatan yang diambil 10 %, yang menunjukkan bahwa tingkat kecermatan studi dikategorikan cermat untuk tingkat kepercayaan

90 %. Perhitungan jumlah sampelnya adalah sebagai berikut: n=

N 1+Ne²

n= 1472 { 1+1472 (10%)²} = 99,9 diambil 100 responden

E. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling kemudahan atau convenience sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan data. Sampel yang dipilih atau diambil karena berada pada tempat dan waktu yang tepat, peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang menjadi responden. Pengambilan sampel ini dilakukan pada satu halte yang dijadikan tempat naik dan turunnya penumpang dari angkutan umum. Sasaran sampel adalah seluruh penumpang yang naik dan turun di halte.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Lapangan

“Observasi adalah cara atau teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang

ada pada obyek penelitian” (Tika, 1997: 68). Observasi dilakukan secara langsung terhadap obyek di tempat penelitian dengan cara yang sistematik atau berstruktur, yaitu menentukan unsur –unsur utama yang akan diobservasi secara sistematik. Unsur –unsur yang ditentukan tersebut disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah dibuat.

Data yang dikumpulkan dengan observasi lapangan ini adalah: Data lokasi halte angkutan umum

commit to user

Kondisi halte angkutan umum Kondisi lingkungan sekitar halte angkutan umum Jumlah penumpang yang dapat ditampung halte Pemenuhan Kriteria Lokasi Halte

2. Dokumentasi

Studi dokumen dilakukan untuk mendapatkan data sekunder penelitian yang didapatkan dari instansi –instansi terkait. Dilaksanakan dengan mencatat, menyalin, mempelajari dan memilah data yang termuat, baik berupa peta, diagram, maupun buku-buku sesuai kebutuhan penelitian. Adapun data sekunder yang dikumpulkan melalui analisis dokumen dalam penelitian ini adalah:

Inventaris halte dan jarak antar halte Peta Rupa Bumi Lembar 1408-343 Surakarta Jumlah penduduk Kota Surakarta

3. Wawancara

“ Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan – keterangan lisan melalui bercakap–cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti” (Mardalis, 2002: 64). Wawancara ini dilakukan dengan pengemudi atau kondektur angkutan umum yang bertujuan untuk mengetahui persepsi mereka tentang halte angkutan umum. Data yang diperoleh dari wawancara berupa pengetahuan halte angkutan umum, fungsi dari halte angkutan umum, peranan halte angkutan umum sebagai salah satu fasilitas penunjang transportasi.

4. Kuesioner

Menurut Dr. Hudari Nawawi dalam Tika kuesioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden (Tika, 1997:82). Responden adalah orang yang memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang dimuat dalam angket. Dalam penelitian ini pengumpulan data dengan angket (kuesioner) tujuannya adalah untuk mengetahui persepsi penumpang tentang halte angkutan umum.

commit to user

G. Analisis Data

“Analisis data adalah proses mengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan acuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data” (Moleong, 1989: 112). Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah didapat, yaitu dari hasil observasi dan studi dokumentasi, untuk kemudian dilakukan reduksi data, mengkategorikan data sampai dengan penafsiran data.

1. Persebaran Halte Angkutan umum Aktual di Kota Surakarta Penentuan lokasi angkutan halte angkutan umum dengan cara perekaman/pencatatan dengan GPS pada tiap halte angkutan umum di semua kelas jalan yang ada di Kota Surakarta, kemudian diolah dan ditampilkan dalam peta menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

2. Efektivitas Halte di Kota Surakarta Penentuan efektivitas halte angkutan umum di Kota Surakarta dengan cara memberi harkat/scor pada setiap faktor yang mempengaruhi, sehingga diperoleh tingkat efektivitas halte angkutan umum. Semakin besar nilai parameternya maka halte tersebut semakin efektif. Sebaliknya, semakin kecil nilai parameternya maka halte tersebut semakin tidak efektif. Data fisik dan kondisi lingkungan jalan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Kondisi halte angkutan umum Dalam penentuan kondisi halte angkutan umum dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

1) Melakukan klasifikasi data sekunder yang diperoleh dari DLLAJ Kota Surakarta.

2) Melakukan cek lapangan kondisi halte angkutan umum di seluruh jalan arteri maupun kolektor di Kota Surakarta. Untuk mengetahui kondisi halte angkutan umum dinilai berdasarkan pada

kondisi fisik halte yang meliputi kondisi tiang, kondisi atap dan kondisi lantai. Pemberian nilai pada tiap-tiap kondisi fisik halte menggunakan nilai 1 untuk

commit to user

kondisi fisik halte yang jelek, nilai 2 untuk kondisi fisik halte cukup baik dan nilai

3 untuk kondisi fisik halte baik. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7 berikut. Tabel 8. Skor Kondisi Halte Angkutan Umum

Kondisi fisik halte

Keterangan

Skor

Buruk Jika kondisi tiang halte sudah berkarat, kondisi atap pada halte terdapat banyak lubang atau hilang dan kondisi lantai pada halte hilang.

Cukup Jika kondisi tiang halte sedikit berkarat, kondisi atap pada halte terdapat lubang tapi masih dapat melindungi penumpang dan kondisi lantai halte terdapat lubang.

Baik Jika kondisi tiang pada halte tidak berkarat, kondisi atap tidak terdapat lubang dan kondisi lantai masih baik.

Sumber : Analisis

Setelah semua data terkumpul, kemudian diklasifikasikan dengan cara scoring terhadap kondisi halte.

b. Kondisi lingkungan Untuk mengetahui kondisi lingkungan di sekitar halte angkutan umum, dilakukan pengamatan langsung terhadap lingkungan tersebut. Pada umumnya lingkungan di sekitar halte angkutan umum antara lain :

1. Akses terbatas, Jalan masuk langsung terbatas atau tidak ada sama sekali (sebagai contoh, karena adanya hambatan fisik, jalan samping) sehingga tidak ada kendaraan yang keluar masuk jalan, arus lalu lintas berjalan lancar.

2. Permukiman, Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

3. Komersial, Tata guna lahan komersial (sebagai contoh: toko, restoran, kantor) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

commit to user

c. Jarak antar Halte Untuk mengetahui jarak antar halte menggunakan salah satu fitur yang terdapat pada program SIG, kemudian diklasifikasikan dengan cara scoring sehingga diperoleh klasifikasi jarak antar halte yang sesuai standar Departemen Perhubungan Darat. Dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Jarak antar halte.

Zona

Tata Guna Lahan

Lokasi

Jarak tempat henti(m)

1 Pusat kegiatan sangat padat:pasar pertokoan

CBD, Kota

200-300

2 Padat: perkantoran, sekolah dan jasa

4 Campuran padat : perumahan, sekolah, jasa

Pinggiran

300-500

5 Campuran jarang : perumahan, ladang, sawah.

Pinggiran

500-1000

Sumber : Departemen Perhubungan (1996 : 3)

d. Penempatan halte terhadap ruang lalu lintas Tata letak halte terhadap ruang lalu lintas menurut Dirjen Perhubungan

Darat (1996):

1. Jarak maksimum halte terhadap fasilitas penyeberang jalan kaki adalah 100 meter.

2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter setelah atau bergantung pada panjang antrian

3. Jarak minimal halte dari gedung yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit dan tempat ibadah adalah 100 meter.

4. Peletakan halte di persimpangan menganut sistem campuran yaitu sesudah persimpangan (far side) dan sebelum persimpangan (near side).

Untuk mengetahui nilai penempatan halte terhadap ruang lalulintas menggunakan nilai 1 untuk penempatan yang tidak memenuhi standar, nilai 2

commit to user

untuk penempatan yang cukup memenuhi standar dan nilai 3 untuk penempatan yang memenuhi standar. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

Tabel 10. Skor penempatan halte di jalan raya

Kondisi

Keterangan

Skor tidak memenuhi

jarak penempatan halte terhadap fasilitas pejalan kaki >100 m, jarak penempatan halte dengan persimpangan >50 m.

Cukup memenuhi

jarak penempatan halte terhadap fasilitas 100m dan jarak penempatan halte dengan persimpangan >50 m

Memenuhi

jarak penempatan halte dengan fasilitas pejalan kaki 100 m dan jarak penempatan halte dengan persimpangan adalah

50 m

Sumber :Analisis

e. Kriteria penempatan lokasi halte Pemenuhan kriteria penempatan halte menurut LPKM dibagi menjadi empat yaitu keselamatan, arus lalulintas, efisiensi dan public relation.

1. Keselamatan meliputi - Jarak pandang penumpang, penilaian terhadap jarak pandang menggunakan

nilai 1 untuk jarak pandang tidak jelas, nilai 2 untuk jarak pandang cukup jelas dan nilai 3 untuk jarak pandang jelas. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11. Skor jarak pandang penumpang saat menunggu di halte kondisi

keterangan

skor tidak jelas

jarak pandang penumpang tidak jelas disebabkan adanya pohon yang menghalangi, terdapat mobil yang parkir.

cukup Terdapat pepohonan tetapi tidak terlalu menghalangi pandangan penumpang.

2 jelas

pandangan penumpang tidak ada yang menghalangi.

Sumber : Analisis

- Keamanan penumpang, penilaian terhadap keamanan penumpang menggunakan nilai 1 untuk tidak aman, nilai 2 untuk keamanan cukup dan

commit to user

nilai 3 untuk keamanan yang aman. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12. Skor keamanan penumpang

tidak aman ketika penumpang naik atau turun angkutan umum

mendapat banyak gangguan dari kendaraan lain.

cukup ketika penumpang naik atau turun angkutan umum tidak mendapat banyak gangguan dari kendaraan lain.

aman ketika penumpang tidak mengalami gangguan dari kendaraan lain.

Sumber : Analisis

- Jarak pandang terhadap kendaraan lain, untuk mengetahui jarak pandang terhadap kendaraan lain menggunakan nilai 1 untuk jarak pandang terhadap kendaraan lain tidak jelas, nilai 2 untuk jarak pandang terhadap kendaraan lain cukup jelas dan nilai 3 untuk jarak pandang terhadap kendaraan lain jelas. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13. Skor jarak pandang terhadap kendaraan lain.

tidak jelas terdapat angkutan umum yang berhenti di halte tetapi

kurang menepi sehingga dapat menghalangi jarak pandang pengemudi angkutan umum terhadap kendaraan lain yang hendak keluar dari halte.

cukup Terdapat angkutan umum yang berhenti tidak begitu menghalangi pengemudi angkutan umum.

jelas tidak terdapat angkutan umum lain yang berhenti di halte sehingga tidak menggangu pandangan pengemudi ketika hendak keluar dari halte.

Sumber : Analisis

- Gangguan terhadap kendaraan lain, untuk gangguan terhadap kendaraan lain menggunakan nilai 1 untuk menggangu kendaraan lain, nilai 2 untuk cukup

commit to user

mengganggu kendaraan lain dan nilai 3 untuk tidak mengganggu kendaraan lain. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 14 berikut.

Tabel 14. Skor gangguan terhadap kendaraan lain.

kondisi

keterangan

skor mengganggu

ketika angkutan umum berhentinya tidak menepi ke halte sehingga mengganggu kendaraan lain. Biasanya halte yang tidak memiliki teluk sehingga tidak tersedia ruang untuk angkutan umum menepi.

cukup ketika angkutan umum berhenti agak menepi ke halte dan kendaraan lain masih dapat lewat.

2 tidak

mengganggu

angkutan umum berhenti menepi ke halte, kondisi yang demikian biasanya terjadi ketika halte tersebut terdapat teluk sehingga terdapat ruang untuk berhenti angkutan umum.

Sumber : Analisis

- Jarak yang cukup terhadap penyeberangan, untuk mengetahui jarak yang cukup terhadap penyeberangan menggunakan nilai 1 untuk jarak jauh dari penyeberangan, nilai 2 untuk jarak yang cukup dari penyeberangan dan nilai

3 untuk jarak yang dekat dengan penyeberangan. Lebih jelas disajikan pada tabel 15 berikut.

Tabel 15. Skor jarak halte dengan fasilitas pejalan kaki.

kondisi keterangan skor jauh

jarak dari penyeberangan >100m atau tidak ada penyeberangan.

1 cukup

jarak penyeberangan 100m

2 dekat

jarak penyeberangan <100m

Sumber : Analisis

2. Arus lalulintas meliputi - Gangguan terhadap lalulintas lain saat berhenti, untuk mengetahui nilai

gangguan terhadap lalulintas saat berhenti menggunakan nilai 1 untuk mengganggu lalulintas, nilai 2 untuk cukup mengganggu lalulintas dan nilai

3 untuk tidak menggangu lalulintas lain. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 16 berikut.

commit to user

Tabel 16. Skor gangguan terhadap lalulintas saat berhenti kondisi

ketika angkutan umum berhenti kurang menepi sehingga mengakibatkan kemacetan karena lajur untuk kendaraan lain lewat kurang. Terjadi ketika halte tidak memiliki lay bus(teluk bus)

cukup mengganggu

ketika angkutan umum berhenti di halte masih terdapat lajur yang cukup untuk kendaraan lain lewat.

tidak menggangu

halte yang tidak mengganggu lalulintas ketika halte tersebut memiliki lay bus (teluk bus), sehingga angkutan umum yang berhenti dapat menepi.

Sumber : Analisis

- Gangguan terhadap lalulintas saat masuk dan keluar halte, untuk mengetahui nilai gangguan terhadap lalulintas lian saat masuk dan keluar pemberian nilainya sama dengan gangguan saat berhenti.

3. Efisiensi meliputi - Jumlah penumpang yang terangkut banyak, untuk mengetahui nilainya

menggunakan nilai 1 untuk sedikit penumpang yang naik dari halte tersebut, nilai 2 cukup banyak penumpang yang naik dari halte tersebur dan nilai 3 penumpang yang naik dari halte tersebut banyak. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 17 berikut.

Tabel 17. Skor efisiensi halte

kondisi

keterangan

skor sedikit

jumlah penumpang yang naik selama jam-jam sibuk 0-10 penumpang.

cukup jumlah penumpang yang naik selama jam-jam sibuk 11-20

penumpang .

banyak jumlah penumpang yang naik selama jam sibuk >20

penumpang.

3 Sumber : Analisis

- Memungkinkan penumpang untuk berpindah rute atau jalur lain, untuk kriteria ini seluruh halte dapat memenuhi karena tiap halte dilalui lebih dari

2 rute angkutan umum. - Pembatas parkir, mengetahui nilai pembatas parkir menggunakan nilai 1 untuk tidak ada pembatas parkir dan nilai 2 untuk terdapat pembatas parkir.

commit to user

4. Public relation meliputi - Informasi jalur dan tersedia tempat sampah dan telepon umum untuk

seluruh halte yang diteliti fasilitas tersebut tidak tersedia. - Tidak menyebabkan gangguan bagi lingkungan lain, untuk seluruh halte yang diteliti telah memenuhi kriteria tersebut.

Setelah data terkumpul semua dan dianalisis kemudian diklasifikasikan dengan cara scoring terhadap pemenuhan kriteria penempatan halte pada tiap-tiap halte.

Analisis efektifitas halte angkutan umum dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas penempatan halte angkutan umum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memberi harkat (scor) terhadap parameter yang berpangaruh, diantaranya kondisi halte, jarak antar halte, pemenuhan karakteristik halte . Untuk memperoleh skor total, menggunakan formula berikut ini:

Nilai total = nilai A + nilai B + ... + nilai n

Dari formula di atas diperoleh nilai total terbesar dan nilai total terkecil. Satuan analisis untuk parameter yang mempunyai nilai total terkecil, maka tingkat efektivitas penempatan halte angkutan umum adalah rendah, sedangkan jika nilai total besar berarti tingkat efektivitas penempatan halte angkutan umum adalah tinggi.

Klasifikasi efektivitas halte angkutan umum dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelas, yaitu tingkat efektivitas tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan tingkat efektivitas halte angkutan umum dilakukan dengan menjumlahkan skor dari setiap faktor-faktor yang berpengaruh pada setiap halte angkutan umum, dengan penentuan kelas interval sebagai berikut :

Xt Xr

Ki

Keterangan : Ki

: nilai interval

commit to user

Xt

: harkat tertinggi

Xr

: harkat terendah

: jumlah kelas

Setelah diketahui kelas efektivitas halte angkutan umum, kemudian menyajikannya ke dalam bentuk peta efektivitas halte angkutan umum, dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Fungsi analisis SIG yang dipilih sebagai fungsi analisis spasial, yaitu klasifikasi (reclassify) . Klasifikasi (reclassify) mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan kriteria tertentu.

Fungsi klasifikasi (reclassify) ini digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat efektivitas halte angkutan umum pada setiap kelas jalan. Sehingga dapat disajikan efektivitas halte angkutan umum pada setiap kelas jalan, baik jalan arteri, jalan kolektor, maupun jalan lokal di Kota Surakarta.

3. Analisis Jangkauan halte Untuk mengetahui jangkauan halte digunakan analisis buffer dengan bantuan SIG. Jarak yang digunakan dalam pengukuran digunakan asumsi yang diperoleh dari hasil teknik dokumentasi dan wawancara serta angket yang kemudian diambil rata-rata ketersediaan seseorang untuk menggunakan halte. Dari hasil wawancara serta angket akan diketahui jarak jangkauan halte yang kemudian dibuffer dari lokasi halte.

commit to user

H. Prosedur Penelitian

Tahapan –tahapan yang ditempuh dalam penelitian adalah:

1. Tahap Pra Penelitian

a. Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka untuk memperoleh literatur dan hasil penelitian yang relevan serta melakukan kajian data awal untuk keperluan penyusunan proposal penelitian.

b. Penyusunan Proposal Proposal disusun sebagai pengajuan untuk melakukan penelitian. Melalui proposal dijelaskan latar belakang penelitian, permasalahan yang dikaji, tujuan, landasan teori, serta metode apa yang digunakan. Bahkan gambaran mengenai hasil penelitian juga tertuang di dalamnya.

c. Penyusunan instrumen Instrumen penelitian disusun dan dibuat terkait dengan kegiatan pengumpulan data penelitian, sebagai pedoman maupun alat pengumpul data.

d. Perijinan Perijinan ditujukan kepada instansi –instansi yang terkait berkenaan dengan legalisasi kegiatan pengumpulan data yang akan dilakukan pada saat penelitian dan penyusunan laporan.

2. Tahap Penelitian

a. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung untuk pengumpulan data primer di lokasi penelitian dan studi dokumen (data sekunder) dari instansi – instansi yang terkait.

b. Penyusunan data Data yang telah diperoleh dari observasi lapangan dan studi dokumen dikumpulkan, kemudian dipilah –pilah sesuai kebutuhan, disusun dan dikategorisasikan sedemikian rupa sehingga menjadi terstruktur.

commit to user

3. Tahap Akhir

a. Pengolahan Data Struktur data yang telah dikategorisasikan kemudian diolah termasuk didalamnya dilakukan pemeriksaan keabsahan data.

b. Analisis Data Analisis dilakukan dengan cara penafsiran data untuk memperoleh suatu teori substantif dengan metode tertentu.

c. Pelaporan Kegiatan pelaporan dilakukan dengan penyusunan laporan dalam bentuk hardcopy maupun softcopy sebagai output kegiatan penelitian secara nyata.

commit to user