Respon Pengarang terhadap Problem Intern Masyarakat Jakarta

2. Respon Pengarang terhadap Problem Intern Masyarakat Jakarta

Respon peangarang terhadap problem intern masyarakat Jakarta dapat bersumber dari kenyataan yang terjadi pada masyarakat Jakarta. Jakarta sebagai kota metropolitan mempunyai banyak problem, diantaranya adalah masalah penggusuran dan banjir. Problem penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk membangun wilayah Jakarta agar semakin maju. Banyak penduduk asli menjadi korban dalam program penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta. Hal itu bisa dilihat dari sebauah artikel berikut ini.

Masyarakat Pecah Kulit Jakarta, yang merupakan warga Betawi asli yang tinggal di kawasan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat, disambangi salah satu Calon Gubernur Alex Noerdin. Pada kunjungannya tersebut, Alex mendengarkan keluhan warga yang perkampungannya digusur untuk dijadikan ruko-ruko. "Di sini ada penggusuran dan pembebasan lahan untuk dijadikan pertokoan. Bapak dan ibu harus mikir, masyarakat pemilik lahan tidak boleh terpinggirkan setelah lahannya diganti rugi. Padahal uang ganti rugi itu sudah habis dalam setahun, "tegas Alex, Minggu (10/6/2012). Cagub yang diusung Partai Golkar ini menilai masyarakat Betawi asli makin lama makin tergusur ke pinggiran daerah, jauh dari tanah kelahiran karena tanah miliknya sudah dimiliki orang lain. "Harus

commit to user

ada pemabagian lahan yang seimbang agar masyarakat Betawi asli tidak jauh tergusur dari tanah kelahirannya," sambungnya.

Pengalaman menjadi Ketua Bappeda, baik kota maupun provinsi, Alex mengungkapkan seharusnya warga mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi. Sementara itu, salah satu warga Masyarakat Pecah Kulit, Jumhar, mengatakan dirinya yakin program yang ditawarkan Alex Noerdin bukanlah sesumbar semata. "Tanah kelahiran saya asli di sini. Dia mengatakan seperti itu enggak sesumbar, sudah terlihat di Sumatera Selatan. Saya yakinlah dia bisa pegang amanah, "pungkasnya. ( http://jakarta.okezone.com/read/2012/06/10/505/644559/alex-noerdin- prihatin-lihat-nasib-warga-betawi-asli)

Berdasarkan kutipan di atas pengarang merespon problem intern masyarakat Betawi yang berupa penggusuran tanah warga Betawi asli melalui tokoh Haji Jaelani yang diciptakan. Pengarang menciptakan tokoh Haji Jaelani sebagai seniman Betawi sejati. Melalui tokoh Haji Jaelani, pengarang berusaha merespon masalah mulai tergusurnya masyarakat Betawi karena kemajuan zaman. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Ampek rasanya dada ini, melihat anak-anak sekarang tidak punya tanah lapang lagi untuk bermain. Lihat anak-anak sekarang butuh perempatan jalan untuk main bola. Terus, kalau ada mobil lewat harus berhenti dulu kasih jalan buat mobil padahal sekarang nyaris tiap rumah punya mobil atau setidaknya motor (Ratih Kumala, 2009:76).

Heran, orang-orang itu bela-belain datang jauh-jauh ke Jakarta Cuma buat hidup berhimpit-himpitan. Apa betul hijrah ke Jakarta itu sama dengan memperbaiki nasib? Apa tidak sama saja susahnya dengan tinggal di kampung asal atau malah lebih susah? Saya tidak mengerti (Ratih Kumala, 2009:77).

Saya merasa ada yang salah dengan kota ini. Orang-orang yang menggusur kami adalah warga pendatang. Kenapa kami sampai bisa dikalahkan oleh warga pendatang? Saya merenung-renung sambil memandang ke atas, ke julang gedung-gedung yang berdiri sombong. Generasi beton yang melantahkan pepohonan. Kota ini panggung, dan kami ada di atasnya. Kota-kota lain adalah penontonnya, dan kami tidak sadar bahwa kami sudah berada di panggung sejak awal. Sedang orang- orang berlomba-lomba untuk naik ke panggung, menyingkirkan kami (Ratih Kumala, 2009:228).

Cuplikan di atas menunjukkan pemikiran Haji Jaelani yang merasa heran terhadap para pendatang yang datang dari berbagai daerah untuk datang ke Jakarta

commit to user

berharap mendapat kehidupan yang lebih layak justru mereka harus tinggal di gubuk-gubuk penggiran rel kereta api, taman kota dan bantaran sungai. Masyarakat Betawi asli terutama Haji Jaelani merasakan diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah membiarkan warga pendatang merusak keindahan kota Jakarta dengan mendirikan gubuk di sembarang tempat.

Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan menambahkan, pengendalian banjir dan genangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan berarti. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta telah berusaha menangani banjir dengan berbagai upaya, antara lain pembangunan Kanal Banjir Timur (KBT) dan penyelesaian 110 titik genangan.

Ia menilai, KBT secara signifikan telah mampu mengurangi banjir sebanyak 30 persen, khususnya di wilayah timur dan utara Jakarta. Setidaknya 15.400 hektar yang dihuni oleh 2,7 juta jiwa penduduk telah terbebas dari banjir sejak beroperasinya KBT. "Dewan sangat sependapat dengan dibentuknya unit pengelola KBT, sehingga ke depan lingkungan di kawasan KBT dapat terjaga, dipelihara, dan dikembangkan dengan baik," kata Ferrial. Ferrial berharap agar wilayah selatan dan barat Jakarta menjadi perhatian pengendalian banjir. Hal tersebut dapat dilakukan melalui upaya yang berkesinambungan, seperti rehabilitasi Kanal Banjir Barat (KBB), normalisasi sungai, situ, dan waduk, serta mengantisipasi titik genangan baru.

Untuk mengamankan Jakarta dalam jangka panjang dari ancaman penurunan permukaan tanah dan perubahan iklim, DPRD mendorong diwujudkannya rencana pembangunan tanggul raksasa atau Jakarta Coastal Development Strategy (JCDS). Terkait program pengerukan dan normalisasi 13 sungai di Jakarta atau Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), diharapkan menjadi perhatian serius Pemprov DKI Jakarta, khususnya dalam hal pembebasan lahan. "Warga yang berada di bantaran sungai yang direlokasi harus diupayakan menempati rusun yang lokasinya, jika memungkinkan, masih berdekatan dengan lokasi semula. Selain itu juga perlu diintensifkan koordinasi dengan pemerintah pusat sebagai pelaksana pembangunan fisik, agar program ini dapat segera direalisasikan," ujar Ferrial.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2012/07/05/20080334/DPRD. Apresiasi.Penanganan.Banjir.dan.Macet.di.Jakarta)

commit to user

Berdasarkan kutipan di atas, pengarang merespon masalah banjir yang selalu dialami warga Jakarta melalui tokoh Haji Jaelani yang diciptakan. Meskipun pemerintah selalu mengumbar janji untuk mengatasi masalah banjir, namun sampai sekarang bencana banjir masih saja melanda kota Jakarta. Hal ini disebabkan berkurangnya lahan untuk penyerapan air hujan. Tokoh Haji Jaelani diciptakan pengarang sebagai warga Betawi asli yang sudah tidak lagi kaget ketika bencana banjir datang. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

“Banjir! Salomah..Noh..Enoh…banjir! Jan.., bangun! Banjir!” teriaknya tidak dengan suara panik membangunkan istri dan anaknya, Enoh dan Fauzan. Teriakan yang agak beda dari biasanya, yang selalu mebangunkan dengan mengingatkan agar salat subuh segera didirikan sebelum matahari muncul di Timur. Sudah terlalu sering banjir menyapa rumahnya, ia tak lagi kaget (Ratih Kumala, 2009:2).

commit to user

82