Respon Pengarang terhadap Kebudayaan

1. Respon Pengarang terhadap Kebudayaan

Respon pengarang terhadap kebudayaan dapat bersumber dari kenyataan yang terjadi pada masyarakat Jakarta. Masyarakat Jakarta terutama generasi muda masyarakat Betawi seharusnya mampu melestarikan kebudayaan yang telah ada. Kebudayaan Betawi seharusnya mampu berkembang mengikuti kemajuan zaman. Hal itu bisa dilihat dari sebuah artikel berikut ini.

Upaya melestarikan budaya Betawi tidak cukup hanya mempertahankan tradisi yang ada dalam masyarakat tetapi juga harus disiapkan agar bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman."Masyarakat Betawi harus tampil percaya diri mempertahankan seni budaya peninggalan nenek moyangnya. Tetapi budaya Betawi juga harus fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan zaman," kata Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga DKI Jakarta, Tatiek Fauzi Bowo, usai menerima

Wanita Betawi (PWB)diJakarta,Jumat. Tatiek menambahkan, salah satu cara agar kebudayaan Betawi tidak punah, sekaligus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, adalah dengan menjadikan kebudayaan Betawi sebagai gaya hidup. Namun, hal itu mesti diikuti dengan upaya mengedepankan intelektualitas masyarakat Betawi yang semakin baik. "Sudah banyak generasi muda Betawi yang maju dan tampil sebagai pemimpin. Namun, akhlak juga perlu dijaga di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta dengan segala pengaruh positif dan negatifnya," ujar istri Gubernur Fauzi Bowo ini. Khusus berkaitan dengan wanita Betawi, Tatiek mengharapkan, mereka dapat mengambil peran menjadi tiang pendukung keluarga dan berada di lini terdepan dalam mencerdaskan generasi muda Betawi. Menurut Tatiek, budaya Betawi adalah merk atau "brand" Kota Jakarta, yakni, budaya asli yang secara turun temurun menjadi cermin kemajemukan ibukota. "Karena itu, apa pun bentuk dan aktivitasnya, setiap upaya untuk memperkuat budaya Betawi sekaligus berarti memperkuat Jakarta. "Namun, diingatkan, penyebutan masyarakat Betawi tidak selalu berkonotasi hanya pada mereka yang tinggal di Jakarta. Masyarakat Betawi tersebar luas, termasuk mereka yang tinggal di Tangerang, Bekasi, Depok, dan wilayah lain, karena lingkup Jakarta sebagai kota metropolitan sangat luas dan terintegrasi dengan wilayah di sekitarnya.

(http://www.antaranews.com/berita/312557/budaya-betawi-harus- adaptif-terhadap-perkembangan-zaman)

commit to user

Berdasarkan kutipan di atas pengarang menciptakan permasalahan kebudayaan sebagai masalah utama penyebab munculnya masalah sosial yang lebih luas, yaitu problem intern masyarakat Jakarta dalam novel Kronik Betawi. Pengarang menciptakan tokoh Haji Jarkasi yang mempunyai darah seni Betawi. Haji Jarkasi sewaktu muda adalah seniman gambang kromong. Seiring dengan kemajuan kota Jakarta, kesenian gambang kromong semakin terpinggirkan. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Jarkasi sendiri sampai saat ini, selain mengurus lima buah rumah petak yang dikontrakkan, juga tak pernah absen mengurus kelompok gambang kromong meskipun nyaris tak ada lagi orang yang menanggap kesenian tradisional itu (Ratih Kumala, 2009:45).

Cuplikan di atas menunjukkan Haji Jarkasi yang tetap ingin melestarikan kesenian gambang kromong, meskipun kesenian tersebut sudah tidak mendapatkan tempat lagi di tengah masyarakat. Haji Jarkasi sebagai seniman sejati berharap darah seninya akan menurun kepada kepada anak perempuannya yang bernama Edah. Keinginan Haji Jarkasi bertentangan dengan istrinya yang tak ingin anaknya menjadi penari. Enden tidak mau anaknya dicap sebagai perempuan murahan. Bahkan ketika Edah akan berangkat ke Jepang bersama Bramantyo, Enden tidak mengetahui. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Ia mengadu pada lelakinya, “Bang, masa si Edah mau ke Jepang!” “Iye, gue udah tau…”Jawab Haji Jarkasi dengan santai. “Hah? Abang udah tau?” Enden merasa dikhianati, ia beralih pada

Ed ah yang sejak tadi diam saja,”elu bilang ama babehlu dulu Dah? Lu cari dekingan ya?”(Ratih Kumala, 2009:137).

Pengarang menciptakan tokoh Edah sebagi perempuan yang cantik dan pandai menari. Edah memang tidak menempuh bangku kuliah, namun ia berhasil mewakili Indonesia dalam Misi Seni Budaya Indonesia ke Belanda. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

commit to user

Edah berangkat dua bulan kemudian setelah latihan koreografi yang dilatih oleh Guruh Soekarno Putra. Jarkasi, Enden, Juleha, dan Enoh mengantarnya hingga ke bandara udara, Enden menangis terharu tak henti- hentinya (Ratih Kumala, 2009:246).

Berdasarkan gambaran di atas, dapat diketahui bahwa pengarang merespon masalah kebudayaan yang dihadapi keluarga Haji Jarkasi sebagai masalah sosial. Pengarang menciptakan tokoh Haji Jarkasi sebagai sosok seniman yang tetap ingin melestarikan kesenian gambang kromong di tengan kemajuan zaman kita Jakarta. Haji Jarkasi bertekad menurunkan darah seninya kepada anak perempuannya. Sedangkan Edah, oleh pengarang digambarkan sebagai sosok yang dapat mewakili generasi muda masyarakat Betawi untuk tetap melestarikan kebudayaan Betawi.