Pembahasan 1. Dampak Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi Kehamilan terhadap
Tabel 5.5 Risiko Relatif Dampak Pendidikan Kesehatan terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Amplas Value
Lower Upper
Asymp. sig Odds Ratio kelompok
intervensikontrol 10
0,648 154.397
0,099
5.2. Pembahasan 5.2.1. Dampak Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi Kehamilan terhadap
Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil
Penelitian ini mencari dampak pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil. Dari hasil penelitian
didapatkan kelompok intervensi yang termasuk dalam kategori terpelihara sebelum pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan sebanyak 6 orang 50 dan
setelah pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan sebanyak 8 orang 66,7, sedangkan pada kelompok kontrol yang termasuk dalam kategori
terpelihara pada penilaian pertama sebanyak 5 orang 41,7 dan penilaian kedua sebanyak 3 orang 25. Hasil uji statistik Mc Nemar menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna pemeliharaan tekanan darah antar penilaian pertama dan kedua kelompok intervensi dan kontrol dimana nilai p 0,05. Berdasarkan Odds
Ratio didapatkan nilai estimasi sebesar 10 dengan Asymp. Sig: 0,099 yang menunjukkan bahwa kelompok intervensi 10 kali lebih besar melakukan
pemeliharaan tekanan darah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pemeliharaan tekanan darah dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah
ANC. Menurut Henderson 2006, kunjungan antenatal care adalah kontak ibu
Universitas Sumatera Utara
hamil dengan pemberi perawatanasuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi
informasi bagi ibu dan petugas kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Amplas mayoritas kelompok intervensi berumur 21-35 tahun sebanyak
10 orang 83.3, dan kelompok kontrol sebanyak 9 orang 75. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini memiliki usia yang ideal untuk
hamil dan mempunyai anak. Usia hamil pertama yang ideal bagi seorang wanita adalah 20 tahun, sebab pada usia tersebut rahim wanita sudah siap menerima
kehamilan Manuaba, 2005. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan karena ibu merasa berada rentang usia yang masih belum memasuki kehamilan risiko tinggi
sehigga tidak perlu melakukan pemeriksaan kehamilan dan pemantauan tekanan darah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Amiruddin 2005 di Puskesmas
Ulaweng Jawa Timur yang menyebutkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok risiko tinggi, salah satunya usia di atas 35
tahun. Status obstetri kelompok intervensi mayoritas multigravida sebanyak 75, dan kelompok kontrol adalah multigravida sebanyak 66,7. Pada ibu multigravida
menurut Bobak 2004 ada kecenderungan wanita yang sudah pernah melahirkan kurang menganggap penting melakukan pemeriksaan kehamilan. Depkes 2008 juga
menyatakan hal yang sama bahwa ibu yang sudah pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang pemeriksaan kehamilan, dari pengalaman yang terdahulu
tersebut kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya sehingga ibu paritas tinggi lebih cenderung untuk tidak melakukan pemeriksaan kehamilan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Naibaho 2013 yang menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
responden yang melakukan pemeriksaan kehamilan 4 kali kunjungan adalah multigravida. Mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 75 pada
kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan, dan sebanyak 38.3 pada kelompok yang tidak diberikan pendidikan kesehatan tentang
hipertensi kehamilan. Status pendidikan seseorang akan mepengaruhi seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan Neilsen, 2001. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Simanjuntak 2000 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu terhadap kunjungan pemeriksaan kesehatan.
Demikian juga hasil penelitian Wardhani dan Lusiana 2007 yang menyatakan bahwa rendahnya pendidikan ibu akan berdampak pada rendahnya pengetahuan ibu
yang berpengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ritonga 2013 di Desa Tanjung Rejo
yang menyatakan bahwa ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan berpendidikan rendah 22 orang sebanyak 95,7. Pekerjaan juga dapat memberikan
distribusi terhadap perilaku ibu dalam melakukan pemeliharaan tekanan darah selama hamil. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini lebih dari setengah responden
bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 75 pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan yang berdampak pada
penghasilan keluarga. Status sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi pemeliharaan tekanan darah berupa kunjungan ke klinik atau pemeriksaan
kehamilan. Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan berkurangnya alokasi dana bagi ibu hamil untuk memperoleh layanan kesehatan Wiludjeng, 2002 dalam
Suprapto, 2005. Oleh karena itu kelompok yang miskin mempunyai resiko yang
Universitas Sumatera Utara
lebih besar untuk mengalami risiko tinggi kehamilan dibandingkan dengan kelompok yang mampu Royston Amstrong, 1994 dalam Hutapea, 2007.
Pemeliharaan tekanan darah juga dapat dilakukan denngan cara mengubah gaya hidup seperti diet. Makanan sehat adalah hal yang penting terutama saat hamil.
Kebutuhan kalsium yang tinggi, untuk pembentukan tulang dan organ lain janin. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium bumil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan
sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot, kekurangan kalsium akan menimbulkan kontraksi pada otot pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah Manuaba, 2001. Faktor tidak langsung yang mempegaruhi nutrisi ibu selama hamil adalah tingkat pendidikan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif, dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan seseorang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan nutrisi ibu baik maka diharapkan status nutrisi ibu juga baik. Hampir setengah dari responden dalam
penelitian berpendidikan SMA 41,7 pada kelompok intervensi dan 38,3 pada kelompok kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian Budiani 2007 yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status nutrisi ibu hamil. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kartika 2010 yang menyatakan bahwa pendidikan baik belum tentu memiliki status gizi yang baik. Hal ini disebabkan karena pendidikan tidak hanya dapat
diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga diperoleh dari pendidikan informal, contohnya pendidikan informal dapat diperoleh dari perkumpulan ibu-ibu,
posyandu, atau mengikuti penyuluhan yang berhubungan dengan perbaikan gizi.
Universitas Sumatera Utara
Selain dari pendidikan informal, pendidikan dapat pula didapatkan dari media lain, seperti majalah, koran, televisi, radio, dan sebagainya, sehingga dapat menambah
pengetahuan ibu hamil. Pada masa kehamilan, sehat merupakan dambaan setiap wanita yang sedang
hamil. Selain makanan, olah raga merupakan salah satu cara untuk memperoleh keadaan sehat tersebut. Namun, masih banyak wanita hamil yang takut untuk berolah
raga, mereka khawatir olah raga bisa menyebabkan gangguan pada kehamilan. Pada umumnya, olah raga aman dilakukan saat hamil. Beberapa olah raga yang dianjurkan
atau diperbolehkan pada masa kehamilan yaitu aerobik, jalan jalan, berenang, senam air, menari, bersepeda statis, dan yoga. Setiap wanita hamil mempunyai karakteristik
yang berbeda beda sehingga olah raga yang dipilih harus disesuaikan dengan keadaan si ibu hamil Yudik, 2009. U.S. Department of Health and Human Services
2008, menganjurkan kepada wanita hamil melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang moderate-intensity physical activity sangat bermanfaat karena
melakukan aktivitas fisik ini akan meningkatkan kesehatan kardiorespiratori dan mengurangi terjadinya komplikasi seperti hipertensi dalam kehamilan
preeklampsia. Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden berpendidikan SMA
41,7 pada kelompok intervensi sedangkan pada kelompok kontrol lebih dari setengah responden berpendidikan SMA 38,3. Tingkat pendidikan seseorang
mempengaruhi pengetahuan, semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang
dilakukan Notoatmodjo, 2010. Kurangnya pengetahuan ibu hamil akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan rendahnya minat ibu hamil untuk melakukan senam hamil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nur Aini dan Kartika Sari di BPS Ar Rahman
Semarang 2010 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil terhadap kepatuhan ibu dalam pelaksanaan senam hamil.