49
2. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
Montesquieu menyatakan bahwa kekuasaan ketiga yang dinamakannya sebagai kekuasaan yudikatif berwenang untuk menghukum para penjahat atau
memutuskan perselisihan yang timbul diantara orang- perorangan. Kekuasaan ini akan menjadi menakutkan orang-orang jika menjadi satu dengan cabang
kekuasaan lainnya, sehingga ia menginginkan pemisahan yang secara tegas antara cabang kekuasaan yang ada terutama cabang kekuasaan yudisial.
93
Sementara itu John Alder seperti yang dikutip oleh Jimly berpendapat “The principle of
separation of power is particulary important for the judiciary”.
94
Di dalam sistem negara modern, baik yang menganut sistem hukum common law maupun civil law, baik yang menganut sistem pemerintahan
parlementer maupun presidensial, tetap menempatkan posisi lembaga kekuasaan kehakiman yudikatif tersendiri, independen, dan bebas dari pengaruh kekuasaan-
kekuasaan lainnya.
95
M. Yahya Harahap seperti dikutip oleh H. Muchsin berpendapat ada dua tujuan utama kebebasan kekuasaan kehakiman dari
kekuasaan legislatif terutama dari eksekutif.Kedua hal tersebut adalah untuk menjamin terlaksananya peradilan yang jujur dan adil to ensures a fair and just
trial dan agar peradilan mampu berperan mengawasi semua tindakan pemerintahan to enable the judges to excercise control over govermant action.
96
Ada dua prinsip yang dianggap penting dalam sistem peradilan, yaitu prinsip independensi dari peradilan the principle of judicial independence dan
93
Montesquieu, op.cit., hal. 45.
94
Jimly Ashidiqie, op.cit., Ilmu Hukum Tata Negara, hal. 45.
95
Ibid.
96
Muchsin, Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka Dan Kebijakan Asasi, Cetakan I, STIH Iblam, Depok, 2004, hal.
Universitas Sumatera Utara
50 prinsip ketidakberpihakan the principle of judicial impartiality.
97
Sebagai konsekuensi dari pengakuan Indonesia sebagai negara hukum, maka penegakan hukum dan keadilan dibebankan di pundak hakim. Tugas hakim
untuk menegakkan hukum dan keadilan di dalam masyarakat merupakan tugas yang mulia, akan tetapi sangat berat untuk mengemban tugas tersebut. Berat
karena hakim sebagai manusia juga tidak luput dari kesalahan ataupun kekhilafan, tetapi dengan segala kekurangan yang dimiliki hakim sebagai manusia biasa, ia
diberi hak istimewa previlege oleh negara atas nama Tuhan Yang Maha Esa untuk menentukan salah atau benar tidaknya tindakan seseorang.Bahkan dalam
perkara pidana hakim juga dihadapkan kepada keputusan mati atau tidaknya seseorang. Tugas hakim menjadi tugas mulia manakala dengan putusannya hakim
mampu menunjukan cahaya kebenaran dan keadilan bagi masyarakat. Prinsip
independensi diwujudkan dengan bagaimana sikap hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara tanpa ada pengaruh apapun dari luar.Sementara prinsip
ketidakberpihakan dapat dilihat sebagai hakim yang berada ditengah-tengah suatu perkara tanpa adanya kepentingan apapun kecuali memberikan keputusan yang
memberikan rasa adil.
98
97
Jimly Ashidiqie, op.cit., Ilmu Hukum Tata Negara, hal. 52.
98
Komisi Yudisial Repubik Indonesia, Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jakarta, 20006, hal. 161.
Tidak sedikit tanggapan ataupun pandangan negatif terhadap hakim mengenai sejauh mana hakim dapat bekerja secara objektif, dan apakah hakim
sebagai manusia bebas dan tidak berpihak selain kepada kebenaran tidak akan “bias”, Jimly memberikan pendapat :
Universitas Sumatera Utara
51 “Dalam kegiatan bernegara, kedudukan hakim pada pokoknya bersifat
sangat khusus. Dalam hubungan kepentingan yang bersifat triadik triadic relation antara negara state, pasar market, dan masyarakat madani civil
society, kedudukan hakim haruslah berada di tengah. Demikian pula dalam hubungan antara negara state dan warga negara citizens, hakim juga
harus berada diantara keduanya secara jelas.”
99
Untuk memutus perkara secara objektif dan bebas tanpa adanya pengaruh apapun diantara pihak-pihak yang berkepentingan hakim haruslah bersifat
mandiri, karena hakim merupakan penentu dalam proses peradilan. Dalam melaksanakan proses peradilan pengaruh-pengaruh dari pihak lain diluar
kekuasaan kehakiman dilarang.
100
Selain dari pendapat sarjana tentang prinsip-prinsip penting dari suatu peradilan, ada juga prinsip-prinsip yang harus dijadikan pegangan oleh para
hakim. Forum International Judicial Confrence yang dilaksanakan di Banglore, India pada tahun 2001 disepakati draf kode etik dan perilaku hakim sedunia yang
disebut The Bangalora Draft. Setelah mengalami revisi dan penyempurnaan, draf tersebut diterima oleh kalangan hakim di dunia dan dikenal dengan sebutan resmi
The Bangalora Principles of Judicial Conduct yang salah satu isinya adalah prinsip-prinsip yang harus dijadikan pegangan hakim di dunia yaitu prinsip
independensi independence, ketidakberpihakan impartiality, integritas intergrity, kepantasan dan kesopanan propriety, kesetaraan equality, serta
prinsip kecakapan dan keseksamaan competence and dilgence.
101
Di Indonesia kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh dua lembaga tinggi negara, yakni Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
99
Jimly Ashidiqie, op.cit., Ilmu Hukum Tata Negara, hal. 47.
100
Pasal 3 ayat 2Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Pasal 3 ayat 2.
101
Jimly Ashidiqie, op.cit., Ilmu Hukum Tata Negara, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
52 dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
102
MA sebagai puncak perjuangan keadilan bagi warga negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan lembaga-lembaga
lainnya memiliki posisi yang strategis didalam hukum dan ketatanegaraan dengan format : 1. Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
2.mengadili pada tingkat kasasi; 3.menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang; dan 4.berbagai kekuasaan atau kewenangan lain yang
diberikan oleh undang-undang. Semenjak amandemen UUD 1945 dilakukan, MA tidak lagi menjadi satu-
satunya lembaga tinggi negara sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Saat ini MA duduk bersama MK di dalam kekuasaan kehakiman Indonesia.
103
Susunan dari Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota dan seorang sekretaris, yang mana pimpinan dan hakim anggota merupakan hakim
agung dan jumlahnya paling banyak 60 orang.
104
Ada empat lingkungan peradilan yang berada di bawah MA.Jika MA mengadili pada tingkat kasasi, maka peradilan yang ada dibawahnya mengadili
pada tingkat pertama dan kedua. Keempat lingkungan peradilan tersebut adalah : Para hakim agung diangkat oleh
presiden dari nama yang diajukan oleh DPR. Calon hakim agung dipilih oleh DPR dari nama yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
102
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 ayat 2
103
Titik Triwulan Tutik, op.cit., hal. 211.
104
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, Pasal 4 Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 9.
Universitas Sumatera Utara
53 a
Pengadilan Negeri PN dan Pengadilan Tinggi Negeri PTN dalam lingkungan peradilan umum.
b Pengadilan Agama PA dan Pengadilan Tinggi Agama PTA dalam
lingkungan peradilan agama. c
Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.
d Pengadilan Militer PM dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan
peradilan Militer. Disamping pengadilan tingkat pertama dan kedua dari keempat lingkungan
peradilan yang ada, dikenal pula beberapa pengadilan khusus baik yag bersifat tetap ataupun Ad hoc.
Sedangkan MK merupakan fenomena baru dalam dunia ketatanegaraan Indonesia. MK dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi
dapat ditegakkan sebagaimana mestinya, sehingga MK mendapat julukan lembaga pengawal konsitusithe guardian of the constitution.
105
MK di Indonesia memiliki kewenangan “...mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
106
105
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cetakan Kedua, Sekretariat Jendral Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2006, hal. 152.
106
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 C ayat 1.
serta memiliki kewajiban untuk “memberikan putusan atas pendapat
Universitas Sumatera Utara
54 Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden danatau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.”
107
Kelemahan sistem tersebut antara lain adalah kekuasaan yang sangat besarberada di tangan Presiden sebagai mandataris MPR, yang berarti satu-
satunyapelaksana amanat MPR. Di sisi lain, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertingginegara yang melaksanakan “sepenuhnya” kedaulatan rakyat. Presiden
Hakim di MK disebut hakim konstitusi yang berjumlah sembilan orang yang ditetapkan oleh Presiden.Pengajuan terhadap hakim konstitusidilakukan oleh
Mahkamah Agung sebanyak tiga orang, Dewan Perwakilan Rakyat sebanyak tiga orang, dan Presiden sebanyak tiga orang.Mengenai hukum acara yang digunakan,
Mahkamah Konstitusi memiliki hukum acaranya sendiri yang ditetapkan didalam pasal 28 sampai pasal 85 UU 242003 tentang Mahkamah Konstitusi.
C. Kedudukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konsitusi dalam LingkupKekuasaan Kehakiman di Indonesia