BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dengan dua tahap dimana pada tahap I menggunakan media perlakuan, tanah, media tanam, abu dan ekstrak abu dengan
berbagai perbandigan dan hasil pertumbuhan tanaman tidak sesuai. Dilanjutkan dengan tahp II dimana ekstrak abu yang bersifat asam dinetralkan dengan air
limbah boiler yang mengandung posfat, dimana pertumbuhan tanaman tomat pada media perlakuan tanah 50 : ekstrak abu fly ash pH netral 50 dan tanaman cabe
tanah 25 : endapan abu fly ash pH netral 25 melebihi pertumbuhan pada media kontrol. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk ini dapat menjaga
ketahanan tanaman dari hama, meningkatkan produksi dan kualitas tanaman.
5.2. Saran
Proses ekstraksi
yang dilakukan
dalam penelitian
hendaknya menggunakan peralatan yang lebih modern dan pengadukan yang konstan agar
diperoleh hasil yang maksimal pada saat pengadukan, yang selanjutnya dinetralkan dan digunakan sebagai pengganti pupuk. Proses ini yang nantinya
benar-benar bisa mengurangi limbah dari pembakaran batubara dalam bidang industri serta bisa menaikkan nilai ekonomisnya.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batubara di Indonesia
Bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi masih merupakan sumber energi utama di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar minyak
menyebabkan banyaknya industri yang beralih ke batubara sebaga sumber energi untuk produksinya Noviardi, 2013. Kualitas tingkat produksi batubara di
Indonesia dapat menjadi sumber energi selama ratusan tahun Suyartono,2004.
2.1.1. Sejarah Pembentukan Batubara
Marco Polo salah seorang petualang dunia di abad 13 berkebangsaan Italia, pada tahun 1271 telah menjelajah di negeri China. Selanjutnya melakukan
petualangnya selama 25 tahun kemudian kembali ke negerinya dengan membawa banyak cerita dan pengalaman. Salah satu kisah menarik adalah ditemukannya
benda aneh yang disebut black stone yang dimanfaatkan orang China sebagai bahan bakar. Black stone sudah ratusan tahun yang silam digunakan sebagai
bahan bakar. Bahan bakar secara berangsur-angsur berkurang, digeser oleh bahan bakar minyak yang dianggap lebih praktis dan efisien.
Negara-negara produsen minyak khususnya negara Timur tengah sekitar tahun 19731974 mengalami gejolak politik membuat ketidakstabilan di negara
tersebut. Akibatnya terjadi krisis minyak yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Persediaan minyak di dunia tidak dapat memenuhi
kebutuhan dunia, terutama oleh negara-negara industri, menyebabkan harga
Universitas Sumatera Utara
minyak meningkat tidak terkendali, dan biaya produksi di industri terpaksa meningkat tinggi.
Akibatnya, pada saat itu negara-negara industri di Eropa dan Asia mulai lagi melirik sumber bahan bakar batubara dan bahkan mencari sumber-sumber
energi alternatif lain seperti gas alam, panas bumi geothermal, tenaga angin, tenaga nuklir, tenaga gelombang laut, tenaga matahari dan lain-lain.
Secara khusus di Indonesia, penggunaan energi alternatif batubara kembali gencar setelah krisis moneter krismon melanda sekitar tahun 1996. Pilihan kembali
penggunaan batubara sebagai sumber energi alternatif cukup beralasan mengingat disamping semakin terasa krisis sumber energi minyak bumi dan gas, cadangan
batubara Indonesia masih cukup besar mencapai hampir 30 milyar ton yang tersebar di berbagai daerah, khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
serta sedikit tersedia cadangan di Jawa. Selain batubara sebagai sumber energi alternatif tidak terbaharukan
unrenewbale, pasca krisis moneter gencar pula dilakukan penelitian pembuatan dan penggunaan biodiesel sebagai biofuel atau energi alternatif terbarukan
renewable. Biodiesel memiliki kelebihan ramah lingkungan, dapat diproduksi dari berbagai sumber minyak nabati seperti minyak jarak, minyak sawit, minyak
bunga matahari dan lain-lain. Namun batubara matang memiliki keungulan lain, memiliki nilai kalor tinggi mencapai 8000 kkalkg dan mudah terbakar, sehingga
dapat dikatakan batubara tersebut siap terbakar dan siap pakai tanpa biaya proses yang mahal sebagaimana dalam proses pembuatan biodiesel Aladin, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Cara Terbentuknya Batubara
Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terbentuk dari unsur utama
yang terdiri dari unsur C,H,O,N,S,P. Hal ini mudah dimengerti, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan
coalification. Cara terbentuknya batubara dikenal 2 teori yaitu teori insitu dan teori drift. Teori insitu menjelaskan , tempat dimana batubara terbentuk sama
dengan tempat terjadinya proses coalification.Teori drift menjelaskan bahwa endapan yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan
kata lain tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mati Krevelen,1993.
Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan lama, disamping dipengaruhi faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu, terutama
ditinjau dari segi fisika, kimia ataupun biologis. Faktor-faktor tersebut antara lain posisi geoteknik, keadaan topografi daerah, iklim daerah, proses penurunan
cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan, proses dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan dan
etamorfosa organik.Hutton and Jones, 1995.
2.1.3. Reaksi Pembentukan Batubara
Proses pembentukan batubara, dikenal sebagai proses pembatubaraan atau coalification.
Faktor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah selulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara
dapat diperlihatkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
5C H O → C H O + 3CH + 8H O +6CO + CO
selulosa lignit gas metan
Gas metana yang terbentuk selama proses coalification akan masuk kedalam celah-celah vein batu lempung, dan inisangat berbahaya. Apabila lapisan
lignitnya tersingkap dipermukaan tanah, gas akan keluar dan apabila temperatur udara luar meningkat, akan terjadi kebakaran. Apabila lignit masih berada di
dalam tanah diantara lapisan batubara, dan padanya terjadi peningkatan temperatur, gas akan keluar secara mendadak dan terjadi lah ledakan. Oleh sebab
itu mengetahui bentuk endapan batubara, dapat membantu menentukan cara penambangan yang tepat.
2.1.4. Klasifikasi Batubara
Berdasarkan kualitasnya, batubara memiliki kelas grade yang secara umum diklasifikasikan menjadi empat kelas utama menurut standar ASTM Kirk-
Othmer, 1979 atau lima kelas jika dimasukkan peat atau gambut sebagai jenis batubara yang paling muda Larsen, 1978. Dalam hal ini kelas batubara disertai
dengan kriteria berdasarkan analisis proximate dan nilai kalornya, juga kriteria berdasarkan analisis ultimate dan kandungan sulfur total serta densitasnya.
1. Peat
gambut, biasa juga disebut brown coal batubara muda, merupakan jenis batubara yang paling rendah mutunya, bersifat lunak,
dapat dilihat dari warna dan struktur kayu, mudah pecah saat pemanasan.
2. Lignite
, yaitu jenis batubara di atas brown coal, namun kualitasnya masih tergolong rendah. Jenis batubara ini berwarna coklat mengkilat,
Universitas Sumatera Utara
struktur kayu masih nampak, kandungan air dan oksigen relatif tinggi, dengan kandungan kalor yang rendah.
3. Sub-bituminous
sering juga disebut black lignite adalah jenis batubara transisi antara lignite dan bituminous, dengan kualitas sedang.
4. Bituminous
, yaitu jenis batubara yang termasuk kategori kualitas baik, memiliki sifat lebih keras dari sub-bituminous, kandungan oksigen
rendah, sedangkan kandungan karbon dan kalor relatif tinggi. 5.
Anthracite , yaitu jenis batubara dengan kandungan karbon cukup
tinggi, zat mudah menguap volatile matter dan kandungan oksigennya relatif rendah, pada saat pembakaran tidak atau kurang
menghasilkan asap. Anthracite memiliki kandungan kalor tertinggi dengan kualitas terbaik diantara jenis batubara yang telah disebutkan
sebelumnya. Anthracite yang paling keras, dengan struktur kompak dan padat dikenal dengan nama graphite merupakan jenis batubara
dengan kualitas tertinggi Aladin, 2011.
2.1.5. Kualitas Batubara
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan pasti mengandung bahan pengotor impurities. Pada saat terbentuknya, batubara selalu bercampur dengan
mineral penyusun batuan yang selalu terdapat bersamaan selama proses sedimentasi, baik sebagai mineral anorganik ataupun sebagai bahan organik.
Disamping itu, selama berlangsung proses coalification terbentuk unsur S yang tidak dapat dihindarkan. Keberadaan pengotor dalam batubara hasil penambangan
diperparah lagi,
dengan adanya
kenyataan bahwa
tidak mungkin
membersihkanmemilihmengambil batubara yang bebas dari mineral. Hal
Universitas Sumatera Utara
tersebut disebabkan antara lain, penambangan batubara dalam jumlah besar selalu mempergunakan alat-alat berat antara lain : bulldoser, backhoe, tractor, truck, belt
conveyor, ponton, yang selalu bergelimang dengan tanah. Dikenal dua jenis
impurities yaitu:
1. Inherent impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang sudah dicuci washing dan dikecilkan ukuran butirnya diremuk crushing
sehingga dihasilkan ukuran tertentu, ketika dibakar habis masih memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada waktu proses pembentukan
batubara ketika masih berupa gelly. Pengotor tersebut dapat berupa gipsum CaSO .2H O, anhidrit CaSO , pirit FeS , silika SiO , dapat juga terbentuk
tulang-tulang binatang diketahui adanya senyawa fosfor dari hasil analisis abu selain mineral lainnya. Pengotor bawaan ini tidak mungkin dihilangkan sama
sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara bersih.
2. External impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup
overburden. Kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari, khususnya pada penambangan batubara dengan metode tambang terbuka open pit.
Batubara merupakan endapan organik yang mutunya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tempat terdapatnya cekungan batubara, umur,
banyaknya pengotor kontaminasi. Sebagai bahan baku pembangkit energi yang
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan dalam industri, peralatan yang dipergunakan dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan mutukualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal, antara
lain : 1.
Heating Value HV Calorific ValueNilai kalor
Dinyatakan dalam kkalkg, banyaknya jumlah kalor yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat dalam kilogram. Dikenal nilai kalor net net calorific
value atau low heating.
Fixed Carbon = 100 - Moisture Content – Ash Content
Apabila nilai moisture content dan ash content disamakan dengan nilai volatile matter,
persamaan tersebut diatas menjadi :
Fixed Carbon = 100 -Volatile Content
Dari rumusan tersebut tampak bahwa makin berkurang kandungan air berarti moisture content
makin kecil, nilai Fixed Carbon makin tinggi.
2. Hardgrove Grindability Index HGI
Suatu bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya batubara digilingdigerus menjadi bahan baku serbuk. Di dalam praktek sebelum batubara
dipergunakan sebagai bahan bakar, ukuran butirnya dibuat seragam, dengan rentang halus sampai kasar. Butir paling halus dengan ukuran 3 mm, sedang
ukuran paling kasar sampai 50 mm. Butir paling halus perlu dibatasi dengan sifat dustness
ukuran partikel agar tidak diterbangkan oleh angin, dengan harapan tidak mengotori lingkungan, sedangkan dustness dan tingkat kemudahan untuk
Universitas Sumatera Utara
diterbangkan angin dipengaruhi pula oleh kandungan lengas moisture content.
Makin kecil nilai HGI, maka makin keras keadaan batubaranya.
Harga HGI diperoleh dengan menggunakan rumus : HGI = 13,6 + 6,93 W
Di mana W adalah berat dalam gram dari batubara halus berukuran 200 mesh. Sebagai catatan, harga HGI batubara Indonesia berkisar antara 35-60.
Dalam penelitian Amperiadi 2005 terhadap batubara dari daerah Sebulu, Kalimantan timur didapatkan nilai HGI antara 41-45.
3. Ash fusion character of coal
Batubara apabila dipanaskan bersama-sama terutama anorganik impurities akan meleburmeleleh. Apabila ini sampai terjadi akan berpengaruh pada tingkat
pengotoran fouling, pembentukan kerak slagging, dan akibat terjadinya gangguan pada blower.
2.1.6. Analisis Batubara
Banyak cara yang dilakukan untuk mengetahui kualitasmutu batubara berkaitan
dengan pemanfaatannya.
Pada prinsipnya
dikenal 2
jenis pengujiananalisis yaitu Analisis Proksimat Proximate Analysis dan Analisis
Ultimat Ultimate Analysis Elemental Analysis.
1. Analisis Proksimat,
yang perlu diketahui antara lain : a.
Moisture Content b.
Ash Content
Universitas Sumatera Utara
c. Volatile Matter
d. Fixed Carbon
e. Total Sulfur
f. Gross Calorific Value
g. Hardgrove Gindability Index
2. AnalisisUltimate,
yang perlu diketahui antara lain:
a. Carbon Content
b. Hidrogen Content
c. Oxygen Content
d. Nitrogen Content
e. Sulfur Content
Dalam analisis ultimate ingin diketahui besaran dan jenis unsurelemen pembentuk batubara khususnya unsur C, H, O, N, dan S. Kandunganjumlah
oksigen merupakan salah satu indikator dari chemical properties batubara. Hal ini akan mampu menjelaskan sifat batubara terhadap kemudahan terbakarmenyala,
yang sering dikaitkan dengan macam tingkatan batubara, kemampuan mencair liquifaction dan sifat berubah menjadi coke coking dari batubara, di samping
merupakan informasi yang penting untuk determinasi dalam penggolongan batubara
rank determination
. Jumlah
kandungan oksigen
biasanya diperolehdihitung dengan cara mengurangkan hasil analisis ultimat dari unsur C,
H, N, S pada nilai 100. Metode ini dikenal sebagai “oxygen-by-difference” Penilaian jumlah oksigen dengan cara mengurangi akan menimbulkan kesalahan
secara akumulatif terhadap unsur lainnya dan juga perhitungan terhadap mineral matter
dan mineral matter free basis. Sebagai catatan, untuk menghitung
Universitas Sumatera Utara
persentase oksigen, suatu metode telah dikembangkan pada tahun 1950, khususnya untuk batubara, tetapi metode tersebut dirasakan kurang praktis karena
hanya mampu dilakukan apabila sarana laboratorium cukup lengkap. Menurut Ehmann et al.1986, melalui percobaannya terhadap 35 sampel
batubara Amerika, mengusulkan metode yang paling baik untuk mengetahui
keberadaan oksigen dalam batubara yaitu dengan PC-DMC Pyrolisis
Demineralized Coal pada 1200
⁰C dalam Nitrogen, mengembangkan konversi CO menjadi CO dan coulo-metric determination of CO . Hasilnya hampir sama
dengan hasil analisis dengan metode Fast Neutron Activation Analysis FNAA. Perbedaan hasil analisis antara metode
“oxygen-by-difference-procedure” 1 dengan metode PC-DMC berkisar pada nilai 1, dengan nilai deviasi dari +1 ke-
4 Menurut Ehmann et al. Khususnya pada tingkat rendah 3 dan tingkat tinggi 15, kandungan oksigen pada batubara yang perlu dipertimbangkan
keberadaannya. Proses demineralisation batubara, merupakan suatu keharusan yang perlu
dilakukan apabila batubara akan dimanfaatkan dalam industri baik sebagai coal plant, power plant
. Pencermatan analisis batubara lebih diarahkan pada kemampuan untuk menghasilkan panas.Pemanasan sangat dimungkinkan berjalan
sangat cepat atau agak lambat. Batubara cukup dipanaskan atau dicampur dengan bahan inert.
Sifat batubara ditentukan oleh beberapa hal antara lain: cara terbentuknyatumbuhan asal, dan tempat terbentuknyatempat penambangan.
Sangat boleh jadi sifat batubara yang berasal dari Sumatera, berbeda dengan sifat
Universitas Sumatera Utara
batubara yang berasal dari Kalimantan dibawah ini diberikan contoh hasil analisis proksimat batubara dari Sumatera dan batubara dari Kalimantan.
Tabel 2.1. Hasil Analisis Proksimat Batubara UNSUR
UNIT SUMATERA
SEBULU KALIMANTAN
WORST AVERAGE
High heating value Kcalkg 4,225
5,245 6,957
Total moisture 28,300
23,600 6,100
Volatile matter 15,100
30,300 43,900
Ash content 12,800
7,800 6,100
Sulfur content 0,9
0,400 0,3700
Hardgrove Grind.Ind
- 59,4-65
61,00 41,00
Sumber: Sukandarrumidi, 2006
2.1.7. Sistem Pembakaran Batubara
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar melalui proses sebagai berikut : 1.
Reclaim Hopper Pada bangunan ini terdapat bebarapa komponen yaitu :
Receiving Bin
: Komponen ini berupa bak untuk menampung batubara berukuran sekitar mm.
Vibrating Feeder
: alat ini berfungsi untuk menggetarkan batubara sehingga lebih mudah jatuh melalui kisi-kisi.
Splitter Gate SG
: Dalam bangunan ini terdapat dua buah SG. Ming-masing SG diharapkan dapat mengarahkan batubara ke Belt
Universitas Sumatera Utara
Conveyor BC 1 dan 2, sehingga bila SG 1 tidak beroperasi
rusak, maka SG 2 akan berfungsi penuh dan sebaliknya. Dalam keadaan normal keduanya berfungsi.
Dust Suppresion System
dan Spray Point : pada saat batubara jatuh ke splite gate partikel kecil debu akan berterbangan.
Chute Pludge Detector CPD
: Batubara dari reclaim klopper ditransfer ke Chrusher oleh Belt Convenyor 1 dan 2. BC berjalan
melewati dinding space bangunan dan CPD berfungsi untuk mendeteksi apakah terjadi penyumbatan pludge atau tidak pada
space yang dilalui.
2. Belt Conveyor
Ban berjalan ini berfungsi untuk membawa batubara dari reclaim hopper ke crusher house dengan kapasitas masing-masing 500 ton h.
3. Crusher House
Sebelum batubara masuk kebangunan ini terlebih dahulu dideteksi oleh metal detector
yang berfungsi untuk mendeteksi material yang bersifat magnetic
pada batubara. Non magnetic detector MD, berfungsi untuk mendeteksi material yang bersifat non material pada batubara. Bila
terdapat bahan non magnetic, maka Belt Conveyor akan berhenti dan bahan tersebut diambil.
Komponen yang terdapat pada bangunan ini adalah : a.
Magnetik Separator MS : diatas masing-masing Belt
Conveyor dipasang magnetic separator yang berfungsi untuk
Universitas Sumatera Utara
menangkap trampt bahan ikutan yang bersifat magnet di dalam coal.
b. Surge Bin
: Bak tempat penampungan batubara. c.
Diverter Gate DG : Alat untuk mengarahkan batubara ke
Crusher . DG 1 melayani Crusher 2 dan DG 2 untuk Crusher 1.
d. Crusher
: Batubara berukuran ± 76 mm digiling sehingga lebih halus dan keluar dengan ukuran ≤ 32 mm dan ditampung pada
DG 3 dan 4. Masing-masing Dg3 dan 4 dapat mengarahkan batubara ke BC 3 dan 4.
e. Chute Pludge detector
: Pada setiap space yang dilalui oleh belt conveyor
dipasang alat ini sehingga dapat dideteksi apakah ada atau tidaknya penyumbatan.
f. Dust Suppression System
dan Sprey Point : Fungsinya sama seperti reclaim hopper.
4. Belt Conveyor
3 dan 4 Ban ini berjalan ini membawa batubara berukuran ≤ 32 mm ke transfer
tower dengan kapasitas 500 ton h.
5. Transfer Tower
Terdiri dari : a.
Sampling System : batubara hasil Crusher perlu diperiksa ukurannya.
Secara berkala sebagian batubara diambil apakah ukuran sudah memenuhi syarat.
b. Spliter Gate, Devirter Gate, Dust Suppression
dan Chute Pludge Detector
fungsinya sama seperti pada Crusher House.
Universitas Sumatera Utara
6. Tripper Belt Conveyor
Alat ini bergerak secara berkala trip untuk mengisi coal silo. Pada lokasi tertentu sepanjang conveyor ini dipasang beberapa chute pludge detector
CPD. 7.
Coal Silo 4 silo bak bak besar diperlukan untuk menampung batubara per unit
boiler. Kapasitas masing-masing silo adalah 160 ton, satu silo sebagai cadangan batubara dari silo ini kemudian ditransfer ke pulverizer
penggiling dan hasilnya adalah bahan bakar boiler, batubara yang sudah halus bersama dengan udara panas ditekan ke alat pembakar burner
untuk menghasilan nyala api diruang bakar boiler. 8.
Bunker Berfungsi untuk menumpuk batubara yang akan ditransfer ke Mill.
9. Mill
Berfungsi untuk menggiling batubara dengan ukuran 200 mesh untuk dihembuskan ke Burner dengan menggunakan udara luar yang sudah
bercampur dengan udara panas yang akan terbakar dengan adanya tekanan panas dan udara.
10. Primary Air Fan
Berfungsi untuk menggiling batubara dengan ukuran 200 mesh untuk dihembuskan ke Burner dengan menggunakan udara luar yang sudah
Universitas Sumatera Utara
bercampur dengan udara panas yang akan terbakar dengan adanya tekanan panas dan udara.
11. Forced Draugh fan FDF
Berfungsi untuk meniupkan udara sekunder yang dibutuhkan untuk pembakaran udara.
12. Boiler
Merupakan tempat pemanasan air menjadi uap dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari pembakaran batubara
13. Tubuler Air Heater
Berfungsi untuk memanaskan udara bakar udara yang berasal dari udara luar melalui gas sisa pembakaran gas buang.
14. Induce Draugh Fan IDF
Berfungsi untuk mengisap gas dari furnace dan meniupkan ke udara.
2.1.8. Abu Batubara dan Pemanfaatannya
Limbah padat batubara dari pabrik terdiri dari abu terbang fly ash dan abu dasar bottom ash yang merupakan sisa pembakaran yang tidak sempurna
dari batubara. Jumlah limbah batubara yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara bervariasi tergantug sumber dan kualitas batubara. Evangelou, 1996.
Abu Ash merupakan hasil pembakaran batubara coal. Ash di kelompokkan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Bottom Ash
Merupakan abu yang ditampung pada suatu bak, lokasinya di dasar bottom
dari saluran gas asap. Gas hasil pembakaran mengalir berurutan
Universitas Sumatera Utara
mulai dari ruang bakar boiler, economizer, air heater, electrostatic precipitator, induced draft fan
dan cerobong asap. Berdasarkan aliran keluarnya bottom ash dibedakan menjadi dua yaitu boiler bottom ash dan
economizer bottom ash .
a. Boiler Bottom Ash
Gas hasil pembakaran terdiri dari beberapa komponen dengan spesific grafity
berat jenis yang berbeda-beda. Sebagian komponen abu akan jatuh ke bottom ash hopper secara grafity dan sebagian lainnya ikut
terbawa oleh gas asap. b.
Economizer Bottom Ash Gas asap hasil pembakaran melewati economizer sebelum ke cerobong
asap. Partikel abu yang relatif berat akan ditampung pada economizer storage tank
. Melalui air lock feeder abu kemudian dialirkan ke cylone separator
. Pada cylone separator abu dipisahkan dari gas. Gas dibuang ke atmosfer setelah melewati bag filter dan abunya ditampung pada bottom
ash silo. Pada proses ini udara dihasilkan oleh economizer ash blower ke
air lock feeder, cylone feeder, cylone separator dan economizer storage
tank. 2.
Fly ash handling system a.
Fly ash Bagian akhir yang dilewati gas adalah air heater dan electric
precipitator berfungsi untuk menangkap sejumlah abu terbang hasil
pembakaran batubara sebelum keluar ke cerobong asap berfungsi
Universitas Sumatera Utara
membuang gas sisa pembakaran dengan ketinggian 120 m hal ini bertujuan untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan sekitar.
b. Ash conditioner
Fly ash merupakan abu yang terdapat pada gas asap, abu dengan
specific grafity yang relatif ringan akan ikut terbawa oleh gas asap. Komponennya sebagai berikut :
1. Fly ash silo
: komponen ini merupakan suatu bak penampungan abu dari berbagai tempat.
2. Fluiding air blower
: alat ini berfungsi untuk mengalirkan udara ke fly ash silo
melalui electric air heater dan dry heater, udara ditekan ke fly ash silo sehingga terjadi proses pencampuran abu.
3. Vent van
: alat ini untuk mempermudah transfer abu dari fly ash silo
ke cyclo bath mixer secara vakum. Partikel abu yang lebih berat ditampung pada bak dan dengan menggunakan telescopic
spout disalurkan ke truk abu. Abu yang terbawa oleh vent van
kemudian dislaurkan lagi ke fly ash silo. 4.
Cyclo bath mixer : abu dan fly ash silo dialirkan ke alat ini melalui
rotary feeder . Disini abu dicampur dengan air dan service water
atau metal waste water sehingga mengumpul wet ash dan selanjutnya dikeluarkan dengan menggunakan belt conveyor atau
truk. c.
Dust collection .
Pada setiap perpindahan loading dan unloading batubara dari satu alat ke alat yang lainnya akan terdapat debu.
Universitas Sumatera Utara
Handling nya dengan komponen utama sebagai berikut :
a. Silo
: debu yang terdapat pada silo disalurkan ke dust collector secara vakum.
b. Dust collector
: setelah debu terkumpul pada dust collector, saluran ke silo ditutup dan kemudian debu disemprot oleh air sehingga
debu tersebut menggumpal slurry. Bagian udara dihisap oleh exhaust fan
untuk dibuang ke atmosfer. c.
Screw conveyor : slurry material disalurkan ke alat ini dan
dikembalikan ke silo-silo untuk dipakai kembali sebagai bahan bakar Aladin, 2011.
Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi, telah mengubah dan mengarahkan pola hidup manusia, mendatangkan kenutungan, serta mampu
menimbulkan kegiatan industri-industri baru yang bermanfaat untuk masyarakat. Dibalik itu semua ternyata juga mampu menimbulkan masalah terhadap
lingkungan. Sebagai akibat pembakaran batubara, antara lain pada PLTU akan menghasilkan abu terbang. Komposisi kimia unsur utama abu terbang secara
umum dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1 oksida logam seperti SiO , Al O , TiO , 2 oksida logam basa seperti Fe O , CaO, MgO, K O, Na O, dan 3
oksida unsur lainnya seperti P O5, SO , sisa karbon dan lain-lain. Dibawah ini akan ditunjukkan komposisi kimia abu terbang dari berbagai jenis batubara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Komposisi kimia abu terbang dari berbagai jenis batubara dalam berat
KOMPONEN BITUMINOUS
SUB BITUMINOUS
LIGNIT
SiO 20-60
40-60 15-45
Al O 5-35
20-30 10-25
Fe O 10-40
4-10 4-15
CaO 1-12
5-30 15-40
MgO 0-5
1-6 3-10
SO 0-4
0-2 0-10
Na O 0-4
0-2 0-10
K O 0-3
0-4 0-4
LOI 0-15
0-3 0-5
Sumber : ASTM C618-92a 1994 Keterangan :
LOI = lost on ignition hilang terbakar
Pada saat ini para ilmuwan mencoba memanfaatkan abu terbang yang ternyata terdapat dalam jumlah yang sangat banyak. Beberapa usaha pemanfaatan
abu terbang adalah sebagai berikut :
Fly ash sebagai bahan bangunan
Fly ash
sebagai bahan dasar sintesis zeolit
Fly ash sebagai bahan baku semen
Fly ash
sebagai bahan stabilisasi tanah lembek
Fly ash sebagai pupuk
Universitas Sumatera Utara
2.2. Abu Terbang Sebagai Pupuk
Disamping mengandung unsur beracun, fly ash juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa fly
ash dapat digunakan sebagai sumber dari kalium, fosfor, kalsium, magnesium,
sulfur dan beberapa unsur hara makro seperti silika Adriano dkk, 1980. Tanah yang diberi campuran abu fly ash memberikan peningkatan hasil pada
pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dikatakan bahwa fly ash memiliki potensi untuk pemanfaatan pada bidang pertanian yaitu sebagai pupuk Wong, 1997.
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk
berarti menambah unsur hara ke dalam tanah pupuk akar dan tanaman pupuk daun. Ada tiga hal yang harus dipahami bila ingin benar-benar menguasai liku-
liku memupuk, yaitu tanah, tanaman, dan pupuk Lingga,2000. Tanah sebagai media tumbuh tanaman mempunyai fungsi menyediakan
air-udara dan unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman, namun demikian kemampuan tanah menyediakan unsur hara sangat terbatas. Hal terbukti dengan
pemakaian tanah yang terus menerus secara intensif tanpa penambahan unsur hara mengakibatkan merosotnya produktifitas tanah, menurunnya hasil panenan dan
rusaknya sifat fisik, kimiawi dan biologi tanah kesuburan tanah Damanik,2010.
Unsur hara dalam tanah terdiri dari unsur hara makro dan unsur hara mikro. Dalam hal ini kita akan membahas unsur hara mikro. Unsur hara mikro
merupakan unsur hara penunjang yang hanya esensial atau dibutuhkan oleh
Universitas Sumatera Utara
tanaman tertentu atau tidak berlaku umum, malahan lain dapat menjadi unsur toksik. Unsur-unsur ini kadangkala mempunyai karakter penyediaan dan
penyerapan mirip unsur mikro, yaitu tanpa zona serapan mewah sehingga dalam kadar sedikit berlebihan sudah menjadi racun misalnya Al, sedangkan yang lain
mirip unsur makro dengan zona serapan mewah misal Si. Silika merupakan unsur penyusun lithosfer kedua terbesar 27,61
setelah oksigen 46,46; 60 dari bebatuan basalt dan granit tersusun oleh SiO ; serta 5 dari 7 kelompok mineral primer kecuali kelompok fosfat dan karbonat
mengandung Si; dan Si merupakan penyusun lempeng pada struktur liat silikat. Mineral silikatSiO yang kristalin meliputi kuarsa, tridimit dan kristobalit,
sedangkan yang nonkristalin adalah opalin silika yang terbentuk secara biologis dari proses selefikasi dari rerumputan dan bagian pohon deciduous
Hanafiah,2007 . Silikon merupakan unsur yang tidak penting untuk tanaman. Anehnya,
hampir semua tanaman yang mengandung Si dalam kadar yang berbeda-beda dan sering sangat tinggi. Si dapat menaikkan produksi tanaman karena dapat
memperbaiki sifat fisik tanaman dan berpengaruh terhadap kelarutan P dalam tanah. Pengaruh Si yang lain adalah menyebabkan resistensi tanaman terhadap
serangan hamapenyakit dan mengurangi transpirasi. Pemberian Si dapat menyebabkan kenaikan ketersediaan P. Sebab Si mampu mengganti P yang
tersemat fixed, sehingga P yang tidak tersedia oleh tanaman berubah menjadi tersedia karena digantikan oleh Si. Pemberian Si dapat mengurangi aktivitas Al,
Fe, Mn, dan anion silikat dapat menggantikan anion fosfat pada sisi sematan,
Universitas Sumatera Utara
sehingga P tersemat menjadi tersedia untuk tanaman. Pemupukan Si akan meningkatkan penyerapan P oleh tanaman Rosmarkam, 2002.
2.3 Kolorimetri