11
hospitalisasi, dan memerlukan tindakan medis yang lebih luas serta memerlukan peralatan di rumah.
Penyakit kronis terbagi 2 yaitu penyakit kronis infeksi dan non infeksi. Penyakit kronis non infeksi adalah suatu keadaan sakit yang tidak menular dan
berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus menerus Vickers, 2008. Contoh penyakit kronis non infeksi adalah penyakit jantung
bawaan, kegagalan jantung kongestif, distrimia jantung, hyperlipidemia, diabetes, hiperplasia adrenal kongenital,
short bowel syndrome, atresia bilier, celiac disease, sickle cell anemia, thalassemia, aplastic anemia, hereditary anemias,
hemophilia, defisiensi imun, penyakit ginjal, cerebral palsy, ataxia telangiectasia, distrofi otot, seizure disorder, traumatic brain injury, tumor otak, leukemia,
limfoma, solid tumors, bone tumors, rare tumors, dan asma.
2.2.2 Masalah yang terjadi pada anak dengan penyakit kronis
Peyakit kronis adalah suatu kondisi yang berlangsung lama atau perlahan- lahan, menunjukkan perubahan yang sedikit, dan sering mengganggu fungsi
sehari-hari. Setiap jenis penyakit kronis membutuhkan manajemen yang berbeda sesuai dengan proses penyakit dan kemampuan anak dan keluarga untuk
memahami dan mematuhi aturan dalam pengobatan. Semua masalah kesehatan kronis menyebabkan masalah bagi anak dan keluarga, antara lain: 1
Kekhawatiran keuangan, seperti biaya untuk perawatan, biaya hidup di fasilitas pelayanan kesehatan yang jauh, pengasuh yang menjaga anak kehilangan
pekerjaan karena tidak bekerja akibat harus menemani anak di pelayanan kesehatan, 2 Mengurus perawatan dan obat-obatan di rumah, 3 Menganggu
kehidupan keluarga, seperti liburan, tujuan keluarga, karir, 4 Mengganggu
Universitas Sumatera Utara
12
pendidikan anak, 5 Isolasi sosial karena kondisi anak, 6 Adaptasi keluarga karena akibat penyakit kronis, 7 Reaksi saudara kandung, 8 Stres antara
pengasuh, 9 Rasa bersalah dan penerimaan kondisi penyakit kronis, dan 10 Pengganti pengasuh anak ketika anggota keluarga yang biasa mengasuh anak
tidak dapat lagi memberikan perawatan.
2.2.3 Dampak yang terjadi pada anak akibat penyakit kronis
Anak dengan penyakit kronis mungkin menghadapi banyak masalah yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan normal. Misalnya, anak usia
sekolah yang harus immobilisasi selama tahap pengobatan merasa rendah diri karena tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, seperti membantu pekerjaan
rumah tangga atau kegiatan lain dengan saudara atau teman sebaya. Sikap anak terhadap kondisi adalah elemen penting dalam pengelolaan jangka panjang dan
penyesuaian keluarga. Tanggapan anak dengan kondisi kronis dipengaruhi oleh respon dari anggota keluarga keluarga. Beberapa tanggapan yang khas telah
diidentifikasi: perlindungan berlebihan, penolakan, dan penerimaan secara bertahap Hatfield et al., 2007.
Anggota keluarga yang bereaksi dengan memberikan perlindungan yang berlebihan mencoba untuk melindungi anak di semua hal: mereka membatasi,
sehingga mencegah anak dari belajar keterampilan baru; mereka gagal untuk menggunakan disiplin; dan mereka menggunakan segala cara untuk mencegah
anak mengalami frustrasi apapun. Anggota keluarga yang berada dalam tahap penolakan menjauhkan diri secara emosional dari anak. Meskipun mereka
memberikan perawatan fisik, mereka cenderung memarahi dan mengkoreksi anak terus menerus. Anggota keluarga yang berada dalam tahap penolakan merasa
Universitas Sumatera Utara
13
seolah-olah kondisi kritis tidak ada, dan mereka mendorong anak untuk mengkompensasi segala ketidakmampuan secara berlebihan. Anggota keluarga
yang berada pada tahap penerimaan berekasi biasa terhadap kondisi anak, mereka membantu anak untuk menentukan tujuan yang realistis untuk perawatan diri dan
kemandirian, daan mendorong anak untuk mencapai keterampilan sosial dan fisik sesuai kemampuannya Hatfield et al., 2007.
Anak-anak sering menganggap penyakit yang dialaminya sebagai hukuman karena memiliki pikiran atau tindakan yang buruk. Persepsi anak tentang penyakit
kronis yang dialaminya tergantung pada tahap perkembangan anak saat didiagnosis. Persepsi ini juga dipengaruhi oleh sikap orang tua dan teman sebaya
dan bagian tubuh mana yang mengalami disfungsi yang terlihat. Masalah seperti asma, alergi, dan epilepsi sulit dimengerti oleh anak-anak karena masalahnya
berada di dalam tubuh, bukan di luar Hatfield et al., 2007. Keluarga, teman sebaya, dan teman sekolah anak merupakan pemberi
dukungan yang dapat mempengaruhi anak dalam beradaptasi. Kadang-kadang, akibat upaya dan waktu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik anak
begitu besar, anggota keluarga dan system pendukung lainnya mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan emosional anak. Anak yang lebih tua
dengan penyakit kronis juga telah mengalami perkembangan kebutuhan seksual yang tidak boleh diabaikan tetapi harus diakui dan disediakan. Tekanan tambahan
terus terjadi selama proses penyakit berlangsung. Misalnya, penyakit Hodgkin dapat berhasil diobati dengan kemoterapi dan terapi radiasi, tetapi hal ini
menimbulkan efek samping dari pengobatan steroid-induced acne, edema, dan alopecia seperti berkeringat malam, kelelahan kronis, pruritus, dan perdarahan
Universitas Sumatera Utara
14
gastrointerstinal. Anak dengan Duchenne muscular dystrophy mengalami kelemahan secara bertahap, sehingga pada masa remaja anak harus menggunakan
kursi roda, ketika teman-teman yang aktif melakukan olahraga dan mengeksplorasi hubungan seksual Hatfield et al., 2007.
Beberapa perawatan akan membuat anak-anak takut atau merasa kesakitan sehingga menimbulkan trauma pada dirinya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian
lebih besar dari keluarga untuk mengatasinya Boyse et al., 2012. Anak usia sekolah dapat merasa khawatir karena pembatasan, kebutuhan pengobatan dan
disabilitas yang terlihat nyata yang berhubungan dengan kondisi mereka yang dapat membuat mereka berbeda dari teman sebayanya. Keterbatasan yang dibawa
kondisi kronis tersebut dapat bertentangan dengan kebutuhan meningkatkan kemandirian dan hal ini dapat mengganggu hubungan dengan teman sebaya
Rudolph, 1999. Kesulitan penyesuaian dan perilaku diantara anak yang menderita penyakit
kronis adalah sekitar dua kali lebih sering dibandingkan pada anak sehat semua usia. Berdasarkan penelitian pada anak dengan kondisi kronis adalah anak yang
paling mungkin menunjukkan keadaan rendah diri, ansietas, depresi serta penarikan diri secara sosial Rudolph, 1999. Diskriminasi dapat dialami oleh
anak dan keluarga dengan penyakit kronis. Diskriminasi dapat terjadi dalam hubungan antara anak-anak, dan pengucilan sosial pada anak dengan penyakit
kronis biasa terjadi. Hambatan fisik dapat menimbulkan masalah dan keluarga harus berjuang dalam membantu anak untuk mengatasinya. Kadang-kadang
diskriminasi menyakitkan adalah hal sederhana seperti ditatap banyak orang di tempat umum Hatfield et al., 2007.
Universitas Sumatera Utara
15
2.3 Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah 2.3.1 Defenisi Hospitalisasi