Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Manfaat Penelitian Urbanisasi .1 Pengertian

dengan orang tua mereka maupun tidak. Di tempat-tempat tersebut merka mendirikan gubuk karena lahan tidak harus di beli. Di Kotamadya Medan, para pekerja anak banyak yang bermukim di daerah pinggiran rel kereta apai di jalan salak, Kelurahan Pusat Pasar kecamatan Medan Kota. Sehingga penelitian kali ini dipusatkan pada pekekerja anak yang bermukim di lokasi tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul : “ Analisis Faktor Penyebab Permukiman Kumuh Di Kota Medan Studi Khasus : Kecamatan Medan Belawan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Apa faktor-faktor yang mengakibat terbentuknya permukiman kumuh di Kota Medan? 2. Bagaimana program penataan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan pemerintahan Kota Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mengakibatkan permukiman kumuh di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui program penataan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan pemerintahan Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswamahasiswi ataupun penelitian yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya. 2. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintahan Kota Medan, dalam menata kota menuju kota metropolitan yang lestari, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan program. 3. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. 4. Bagi masyarakat setempat dapat menjadi informasi untuk mendorong perbaikan kondisi lingkungan tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman Kumuh 2.1.1 Pengertian Permukiman Kumuh Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial ekonomi, dan budaya serta interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Namun yang terjadi dengan kota-kota di indonesia adalah bahwa pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan pembangunan sarana dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan. Bahkan yang terjadi justru sebagai kawasan perkotaan mengalami degradasi lingkungan yang berpotensi menciptakan permukiman kumuh. sebagian penghuni kota berprinsip sebagai alat mencari penghasilan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian prisip mereka harus hemat dalam arti yang luas, yaitu hemat mendapatkan lahan, pembiayaan pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan, termasuk dalam mendapatkan bahan dan sisitem strukturnya Sobirin, 2001:41. Akibatnya, muncul permukiman kumuh di beberapa wilayah kota yang merupakan hal yang tidak dapat dihindari, yaitu tidak direncanakan oleh pemerintah tetapi tumbuh sebagai proses alamiah.Dalam berbagai literatur dapat dilihat berbagai kriteria dalam menentukan kekumuhan atau tidaknya suatu kawasan permukiman. Menurut studi yang dilakukan oleh Program Pasca Sarjana Jurusan Arsitektur, Institut Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Teknologi Sepuluh November, Surabaya Titisari dan Farid Kurniawan, 1999 :8-9, untuk menentukan kekumuhan suatu kawasan, dapat ditinjau dari empat aspek, yaitu : 1. Kondisi bangunan atau rumah, 2. Ketersediaan prasarana dasar dan lingkungan, 3. Kerentanan status penduduk, dan 4. Berdasarkan aspek pendudukung, seperti tidak tersedianya lapangan kerja yang memadai, kurangnya tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan sosial dan dapat dikatakan hampir tidak ada fasilitas yang dibangun secara bersama swadaya maupun non swadaya oleh masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut maka studi tersebut menentukan tiga skala permukiman kumuh, yaitu tidak kumuh, kumuh dan sangat kumuh. Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Program Pasca Sarjana Jurusan Arsitek tersebut, Laboratorium Permukiman, Jurusan Arsitektur ITS, Surabaya Rudiyantono, 2000:8, hanya menentukan dua standart permukiman kumuh, yaitu : 1. Ditinjau dari keadaan kondisi rumahnya, yang antara lain dilihat dari stuktur rumahnya, pemisahan fungsi ruang, kepadatan hunianrumah dan bangunan dan tatanan bangunan. 2. Ditinjau dari ketersediaan prasarana dasar lingkungan, seperti pada air bersih, sanitasi, ketersediaan fasilitas tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, dan sarana ekonomi, ada tidaknya ruang terbuka di luar perumahan. Studi ini tidak mempertimbangkan kriteria non fisik seperti kerentanan status penduduk untuk melihat tingkat tingkat kekumuhan permukiman. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Johan Silas, seorang pakar dalam bidang arsitektur dan permukiman kumuh Titisari dan Farid Kurniawan, 1999:8, menjelaskan bahwasanya kriteria pokok untuk menentukan permukiman kumuhmarjinal adalah: bila berada di lokasi yang ilegal, dengan keadaan fisiknya yang sub standrat; penghasilan penghuni amat rendah miskin, tak dapat dilayani berbagai fasilitas kota; dan tidak diingini kehadirannya oleh publik kecuali yang berkepentingan. Berdasarkan kriteria Silas tersebut, aspek legalitas juga merupakan kriteria yang harus dipertimbangkan untuk menentukan kekumuhan suatu wilayah selain buruknya kondisi kualitas lingkungan yang ada Permukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya permukiman berasal dari kata housing dalam bahasa inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya adalah permukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungan. Perumahan menitikberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu house dan land settlement. Permukiman memberikan kesan tentang pemukiman atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga permukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia human. Dengan demikian perumahan dan permukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakikatnya saling melengkapi Kurniasih,2007. Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan Kurniasih,2007. Menurut UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, dimana permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya. Masrun 2009 memaparkan bahwa permukiman kumuh mengacu pada aspek lingkungan hunian atau komunitas. Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak mungkin dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar dalam lingkungan yang sangat membahanyakan kehidupannya. Pada umumnya permukiman kumuh memiliki ciri- ciri tingkat kepadatan penduduk yang sangat rendah, tidak memadainya kondisi sarana dan prasarana dasar, seperti halnya air bersih, jalan, drainase, sanitasi, listrik, fasilitas pendidikan, ruang terbuka rekreasi, fasilitas pelayanan kesehatan dan perbelanjaan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Khomarudin 1997 lingkungan permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai berikut : 1. Lingkungan yang berpenghuni padat melebihi 500 orang per Ha, 2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah, 3. Jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah standar, 4. Sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan, 5. Hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diatur perundang undangan yang berlaku. Gambaran lingkungan kumuh, Khomarudin,1997 adalah sebagai berikut : 1. Lingkungan permukiman yang kondisi tempat tinggal atau tempat huniannya berdesakan, 2. Luas rumah tidak sebanding dengan jumlah penghuni, 3. Rumah hanya sekedar tempat untuk berlindung dari panas dan hujan, 4. Hunian bersifat sementara dan dibangun di atas tanah bukan milik penghuni, 5. Lingkungan dan tata permukimannya tidak teratur tanpa perencanaan, 6. Prasarana kurang mck, air bersih, saluran buangan, listrik, jalan lingkungan, 7. Fasilitas sosial kurang sekolah, rumah ibadah, balai pengobatan, 8. Mata pencaharian yang tidak tetap dan usaha non-formal, 9. Pendidikan masyarakat rendah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut Sinulingga 2005 ciri-ciri kampungpermukiman kumuh terdiri dari : 1. Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwaHa. Pendapat para ahli perkotaan menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwaHa maka timbul masalah akibat kepadatan ini, antara perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit. 2. Jalan-jalan sempit dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain. 3. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan- jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah akan tergenang oleh air. 4. Fasilitas pembuangan air kotortinja sangat minim sekali. Ada diantaranya yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah. 5. Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan. 6. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umunya tidak permanen dan malahan banyak sangat darurat. 7. Pemilikan hak atas lahan sering legal, artinya status tanahnya masih merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut UNCHS 1982; dalam Sochi, 1993 ciri – ciri permukiman kumuh ini antara lain : 1. Sebagian besar terdiri atas rumah tua rusak pada bagian lama suatu kota semula didirikan dengan ijin, 2. Sebagian besar penghuninya merupakan penyewa, 3. Di beberapa tempat ada rumah bertingkat pemilik yang sekaligus menyewakan beberapa rumah kumuh, 4. Kepadatan rumahnya tinggi, 5. Ada yang berasal dari proyek perumahan yang kurang terpelihara, dan 6. Ada yang dibangun oleh sektor informal, dengan sewa murah untuk menampung migran ekonomi lemah yang datang dari desa. Permukiman kumuh dipilah atas tiga macam berdasarkan asal atau proses terjadinya, yaitu Sutanto, 1995:

A. Kumuh bangunan created, daerah hunian masyarakat ekonomi lemah

dengan ciri fisik : 1. Bangunan mudah dipindah, 2. Dibangun dengan bahan seadanya, 3. Sebagian besar dibangun sendiri oleh penghuni kumuh sejak awal.

B. Kumuh turunan generated;

1. Rumah – rumah yang semula dibanguan dengan ijin, pada bagian kota yang lama, kondisinya semakin memburuk sehingga menjadi rumah kumuh, 2. Desa lama yang terkepung oleh pemekaran kota yang cepat, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Banguan dan prasarana merosot oleh kurangnya pemeliharaan.

C. Kumuh dalam proyek perumahan in project housing;

1. Kelompok proyek perumahan yang disediakan oleh badan pemerintah bagi masyarakat ekonomi lemah, 2. Rumah – rumah diperluas sendiri oleh penghuni dengan pemeliharaan sangat jelek yang mengakibatkan kemerosotan jasa prasarana.

2.1.2 Penyebab Utama Tumbuhnya Permukiman Kumuh

Menurut Khomarudin, 1997 penyebab utama tumbuhnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut : 1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, 2. Sulit mencari pekerjaan, 3. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah, 4. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan, 5. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta disiplin warga yang rendah, 6. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah. Menurut Arawinda Nawagamuwa dan Nils Viking 2003:3-5 penyebab adanya permukiman kumuh adalah: 1. Karakter bangunan yaitu umur bangunan yang sudah terlalu tua, tidak terorganisasi, ventilasi, pencahayaan dan sanitasi yang tidak memenuhi syarat, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Karakter lingkungan yaitu tidak ada open space ruang terbuka hijau dan tidak tersedia fasilitas untuk rekreasi keluarga, kepadatan penduduk yang tinggi, sarana prasarana yang tidak terencana dengan baik. Menurut mereka keadaan kumuh tersebut dapat mencerminkan keadaan ekonomi, sosial, budaya para penghuni permukiman tersebut. Adapun ciri-ciri kawasan permukiman kumuh dapat tercermin dari : 1. Penampilan fisik bangunannya yang makin kontruksi, yaitu banyaknya bangunan-bangunan temporer yang berdiri serta nampak tak terurus maupun tanpa perawatan, 2. Pendapatan yang rendah mencerminkan status ekonomi mereka, biasanya masyarakat kawasan kumuh berpenghasilan rendah, 3. Kepadatan bangunan yang tinggi, dapat terlihat tidak adanya jarak antara bangunan maupun siteplan yang tidak terencana, 4. Kepadatan penduduk yang tinggi dan masyarakatnya yang heterogen, 5. Sistem sanitasi yang miskin atau tidak dalam kondisi yang baik, 6. Kondisi sosial yang tidak dapat baik dilihat dengan banyaknya tindakan kejahatan maupun kriminal, 7. Banyaknya masyarakat pendatang yang bertempat tinggal dengan menyewah rumah. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Karakteristik Permukiman Kumuh

Karakteristik permukiman kumuh, Silas,1996 adalah sebagai berikut : 1. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6 m²orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya. 2. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah opportunity value dan harga rumah juga murah asas keterjangkauan baik membeli atau menyewa. 3. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi.

2.1.4 Faktor Penyebab Pertumbuhan Permukiman Kumuh

Dalam perkembangannya pertumbuhan permukiman kumuh ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A.Doxiadis 1968, disebutkan bahwa pertumbuhan permukiman kumuh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : - Growth of density pertambahan penduduk Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara - Urbanization Urbanisasi Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanisasi yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di pusat kota, tentu saja memiliki untuk tinggal di permukiman di sekitar pusat kota. Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman di kawasan pusat kota. 2.2 Urbanisasi 2.2.1 Pengertian Pengertian urbanisasi ini sangatlah sulit untuk mendefinisikannya. Yaitu harus dengan pertimbangan-pertimbangan karena sangat multisektoral dan kompleks. Menurut Bintarto 1983:9-10 pengertiannya dapat dilihat dari beberapa sektor, misalnya : 1. Dari segi Demografi, urbanisasi ini dilihat sebagai suatu proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dan perubahan dalam jumlah penduduk dalam satu wilayah. 2. Dari segi ekonomi, urbanisasi ini dilihat dari perubahan struktural dalam sektor mata pencaharian. Ini dapat dilihat pada banyaknya penduduk desa yang meninggalkan pekerjaan di bidang pertanian beralih bekerja menjadi buruh atau pekerja yang sifatnya non-agraris di kota. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Dari sudut pandang seseorang ilmuwan perilaku behavioral scientist urbanisasi dilihat dari segi pentingnya atau sejauh mana manusia itu dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang berubah-ubah baik yang disebabkan oleh kemajuan teknologi maupun dengan adanya perkembangan baru dalam kehidupan.

2.2.2 Perkembangan Kota dan Urbanisasi

Secara teoritis pembangunan berarti menciptakan perbaikan dan meningkatkan kualitas, baik infrastruktur fisik maupun kehidupan sosial. Namun dalam proses dan implementasinya, pembangunan di perkotaan seringkali melahirkan dampak ikutan baru yang menimbulkan problema, antara lain masalah migrasi terutama urbanisasi. Ada beberapa pendapat mengenai penyebab migrasi khususnya urbanisasi. Organisasi Buruh Sedunia ILO berpendapat bahwa kota memberi kesempatan kerja lebih banyak daripada desa Darrundono, 2007. Keputusan bermigrasi merupakan suatu respon terhadap harapan tentang penghasilan yang lebih baik, yang akan diperoleh di tempat tujuan kota dibandingkan dengan yang diterima di tempat asal yakni desa Todaro dan Smith, 2004. Lebih lanjut, Douglass dalam Darrundono 2007 berpendapat bahwa perbedaan yang mencolok antara upah buruh di desa dengan di kota merupakan salah satu penyebab mengalirnya penduduk pedesaan ke kota. Sedangkan De Soto dalam Darrundono 2007 menyatakan bahwa tidak menjadi soal benar atau salah, penduduk membuat keputusan untuk bermigrasi karena mereka yakin bahwa migrasi akan memberi manfaat pada mereka. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut Anharudin 2004, migrasi merupakan salah satu yang mewarnai dinamika kependudukan dan berdasarkan arah persebarannya proses migrasi dapat terjadi secara terpaksa, spontan dan terencana. Mobilitas penduduk karena terpaksa migran terpaksa terjadi karena beberapa faktor, antara lain akibat bencana alam dan atau tragedi sosial seperti konflik bersenjata atau akibat dari situasi-situasi rawan lainnya. Sedangkan mobilitas penduduk secara spontan migran spontan terjadi secara alamiah atas inisiatif pelakunya dengan dorongan motif perbaikan ekonomi, namun apabila terjadi secara tidak terkendali dapat menimbulkan masalah-masalah baru seperti okupasi pendudukan lahan yang melahirkan permukiman liar tidak sesuai dengan peruntukannya. Reverstain, pelopor teori migrasi Sinulingga, 2005 mengatakan bahwa migrasi terdiri dari dua jenis, yaitu migrasi permanen dan migrasi sementara. Migrasi permanen adalah perpindahan penduduk yang berakhir pada menetapnya migran pada tempat tujuannya, sedangkan migrasi non permanensementara adalah perpindahan penduduk yang tidak menetap pada tempat tujuan migran, tetapi kembali ke tempat asal atau berpindah ke lain tempat. Migran non-permanen hanya tinggal untuk sementara waktu di kota bisa dalam hitungan minggu atau bulan tetapi datang dan pergi dalam jangka waktu tertentu. Karena sifatnya yang sementara dan masih berorientasi ke desadaerah asalnya dalam arti pendapatan yang diperoleh di kota dibawa pulang ke desa, pada umumnya migran non-permanen kurang memperhatikan kondisi lingkungan tempat tinggalnya selama berada di kota Haning dan Mita, 2005. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Bilsborrow dalam Sinulingga 2005 menyatakan bahwa faktor-faktor kontekstual atau kemasyarakatan perlu diperhitungkan dalam menjelaskan fenomena niat bermigrasi. Faktor-faktor tersebut meliputi karakteristik daerah asal dan tujuan, kesempatan kerja, tingkat upah, tanah dan sistem pemilikannya, ikatan keluarga, sistem warisan, jaringan transportasi dan komunikasi, akses terhadap berbagai fasilitas dan pelayanan, faktor iklim, program pemerintah, dan lain-lain. Tekanan arus urbanisasi yang melonjak begitu cepat menimbulkan akibat terhadap pengaturan tata ruang kota, yang pada umumnya kurang menguntungkan kelompok masyarakat miskin. Pola pengembangan kota yang konsentrik dan memusat, bukan hanya menyebabkan kelompok masyarakat miskin makin terdesak ke daerah pinggiran kota, tetapi seringkali mereka juga harus berpuas diri dengan minimnya berbagai fasilitas publik, jauh berbeda dengan warga kota yang ekonominya lebih maju. Luas tanah yang terbatas di perkotaan umumnya dikuasai oleh orang kaya dan pemerintah kota setempat. Salah satu yang merupakan masalah terbesar kota-kota di Negara Dunia Ketiga saat ini adalah peruntukan ruang untuk permukiman kelompok masyarakat miskin, dimana kesempatan kelompok ini untuk memperoleh akses tanah di perkotaan makin terbatas bahkan nyaris tidak ada. Kemampuan penyediaan perumahan secara formal seperti real estate, perumahan swastapemerintah hanya menyentuh golongan menegah ke atas, sedangkan golongan berpendapatan rendah belum tersentuh dan dibiarkan mencari jalan keluar sendiri. Menurut penelitian Dinas Perumahan DKI, karya perancang dan arsitek diperuntukkan bagi golongan menengah dan tinggi, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara orang miskin dibiarkan memikirkan nasib mereka sendiri Darrundono, 2007. Oleh karena rumah merupakan kebutuhan utama, maka pilihan kelompok masyarakat miskin perkotaan adalah melakukan penyerobotan tanah untuk membangun tempat tinggal di tanah-tanah kosong milik pemerintah atau swasta tanpa status yang jelas, yang diistilahkan sebagai permukiman liar.

2.2.3 Faktor Yang Mendorong Proses Urbanisasi

Adapun faktor-faktor pendorong urbanisasi menurut Hammond 1979:70 umunya berjumlah delapan dengan urutan sebagai berikut : 1. Kemajuan dalam bidang pertanian. Adanya mekanisme di bidang pertanian yang mendorong dual hal: tersedotnya sebagian tenaga kerja agraris ke kota untuk menjadi buruh industri, bertambahnya hasil pertanian untuk menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya dari pertanian. 2. Industrialisasi, karena industri-industri tergantung kepada bahan mentah dan sumber tenaga, maka pabrik-pabrik didirikan di lokasi sekitar bahan mentah demi murahnya pengolahan. 3. Potensi pasaran, dengan berkembangnya industri ringan melahirkan kota-kota yang menawarkan diri sebagai pasaran hasil diteruskan kepada kawasan pedesaan. Kota-kota perdagangan tersebut lalu menarik pekerja-pekerja baru dari pedesaan dan dengan begitu kota bertambah besar. 4. Peningkatan kegiatan pelayanan, dimana industri tersier dan kuarter tumbuh dan meningkatkan perdagangan, taraf hidup dan memacu munculnya organisasi ekonomi dan sosial. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5. Kemajuan transportasi, bersama kemajuan komunikasi ini didorong majunya mobilitas penduduk, khususnya dari pedesaan ke kota-kota di dekatnya. 6. Tarikan sosial dan kultural, dimana di kota banyak hal yang menarik dalam hal hiburan. 7. Kemajuan pendidikan, tak hanya sekolah-sekolah yang menarik kaum muda untuk pindah ke kota, juga media massa yang menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendididkan sebagai sarana untuk sukses dalam usaha. 8. Pertumbuhan penduduk alami, disamping penduduk kota bertambah oleh masuknya urbanisasi, angka kelahiran di kota lebih tinggi dibanding di desa, ini akibat kemajuan di bidang kesehatan.

2.2.4 Dampak Proses Urbanisasi

Kecepatan urbanisasi merupakan akibat dari lajunya pembangunan kota dan sekitarnya anatra lain perluasan daerah industri maupun perdagangan di kota, sehingga kesempatan kerja pun meningkat dan menarik tenaga kerja dari daerah di sekitar kota tersebut. Menurut Bintarto 1983:35 jika diinventarisasi masalah- masalah tersebut adalah : 1. Urbanisasi ini menyebabkan beberapa masalah dan problema-problema bagi kota-kota yang jumlahnya tidak sedikit. 2. Kepadatan penduduk kota menimbulkan masalah kesehatan lingkungan, masalah perumahan, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Pertambahan penduduk kota yang menimbulkan masalah kesempatan dan mendapatkan pekerjaan yang layak dan memadai, masalah pengangguran dan gelandangan, 4. Penyempitan ruang dengan segala akibat negatifnya di kota karena banyaknya orang, bertambahnya bangunan untuk perumahan, perkantoran, kegiatan industri dan bertambahnya kendaraan bermotor yang terus membanjiri kota- kota di negara berkembang, 5. Masalah lalu lintas, kemacetan jalan dan masalah parkir yang menghambat kelancaran kota, 6. Industrialisasi di kota yang menimbulkan polusi udara, polusi air dan polusi kebisingan. Urbanisasi juga membawa dampak terhadap berbagai sektor kehidupan menurut Bintarto 1983:36-37 dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Dalam sektor ekonomi, strutur ekonomi menjadi lebih bervariasa dari yang bermodal kecil hingga besar. 2. Perkembangan dibidang pariwisata juga nampak meluas, 3. Dalam bidang pendidikan makin banyak diusahakan adanya pendidikan kejuruan atau adanya program non gelar yang biasa dicapai dalam waktu yang singkat tetapi sudah dapat mendatangkan penghasilan. 4. Selain itu juga adanya perluasan fisik kota kearah pinggiran kota yang menimbulkan masalah baru mengenai batas administratif pertahanan dan pemerintahan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5. Harga tenaga baik di kota maupun di daerah tepian kota cenderung naik. 6. Perubahan tata guna lahan menjadi masalah yang juga patut diperhatikan. Banyak daerah hijau green belts telah menjai daerah industri atau daerah permukiman. Hal ini akan menyebabkan adanya pencemaran udara, tanah maupun air.

2.3 Permukiman Kumuh dan Liar