Berdasarkan penjelasan
diatas, penulis
tertarik memilih judul
“Analisis Pengaruh Related Party Transaction RPT dan Total Asset Turnover TATO terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property
dan Real Estate
yang terdaftar di BEI”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah RPT dan TATO memiliki pengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada Perusahaan property dan real estate yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah RPT dan TATO memiliki pengaruh secara parsial terhadap
manajemen laba pada Perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh RPT dan TATO terhadap
manajemen laba secara simultan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh RPT dan TATO terhadap manajemen laba secara parsial pada perusahaan property dan real estate
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman penulis mengenai pengaruh RPT dan TATO terhadap manajemen laba.
2. Bagi Perusahaan Sebagai bahan masukan terutama untuk pihak manajemen dan pemilik
perusahaan dalam melakukan aktivitas RPT dalam hubungannya dengan manajemen laba.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis di masa yang
akan datang.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
Menurut Felianna Yie Ke dalam Simposium Akuntansi Nasional X 2007, “transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan berelasi RPT
memiliki dua hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai transaksi opportunis
atau sebagai transaksi efisien”. RPT dalam transaksi yang opportunis menyebabkan conflict of interest yang konsisten dengan agency
theory dan sebagai transaksi efisiensi, RPT dilakukan untuk pertimbangan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan perusahaan.
Agency Theory teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai kepentingan yang berbeda. Perusahaan yang
memisahkan pengelolaan dan kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Menurut Sunarto dalam Jurnal Teori Keagenan dan Manajemen
Laba 2009, “Perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak pada maksimalisasi manfaat pemilik dan insentif yang akan diterima oleh
manajemen agent. Karena kepentingan yang berbeda sering muncul konflik kepentingan antara pemilik dengan manajemen”.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
2.1.1. Related Party Transaction RPT atau Transaksi Pihak Berelasi
Menurut PSAK No. 7, “Pihak-pihak yang dianggap mempunyai
hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak
lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional ”.
Definisi yang RPT menurut International Financial Statement Standar IFRS dalam IAS 24.9 , yaitu:
“A related party is a person or entity that is related to the entity that is preparing its financial statements referred to as the ‘reporting entity’
A related party transaction is a transfer of resources, service, or obligations between related parties, regardless of whether a pr ice is
changed”. Yang berarti, “Pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait
dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangannya disebut sebagai pelapor. Jadi yang dimaksud dengan RPT adalah transfer sumber daya,
jasa, atau kewajiban antara pihak terkait, terlepas dari apakah harga berubah
”
2.1.1.1 Pihak-pihak yang Mempunyai Related Party Hubungan
Berelasi
Pihak-pihak yang memiliki related party hubungan berelasi adalah sebagai berikut PSAK No. 7:
1. Perusahaan yang
melalui satu
atau lebih
perantara, mengendalikan, atau dikendalikan oleh atau berada di bawah
pengendalian bersama dengan perusahaan pelapor termasuk holding companies, subsidiaries, dan fellow subsidiaries.
2. Perusahaan asosiasi associated company.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
3. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor
yang berpengaruh secara signifikan dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut. Yang dimaksudkan dengan anggota
keluarga dekat
adalah mereka
yang dapat
diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi perorangan tersebut dalam
transaksinya dengan perusahan pelapor. 4. Karyawan
kunci, yaitu
orang-orang yang
mempunyai wewenang
dan tanggung
jawab untuk
merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor
yang meliputi anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan, serta anggota keluarga dekat orang-orang
tersebut.
5. Perusahaan dengan kepentingan substansial dalam hak yang dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
setiap orang yang diuraikan dalam 3 atau 4, atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan
tersebut. Ini mencakup perusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan
pelapor dan perusahaan-perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan perusahaan pelapor.
2.1.1.2 Transaksi yang terjadi dalam RPT
Transaksi-transaksi yang
karena sifatnya
mungkin memberikan indikasi adanya pihak yang memiliki hubungan
berelasi, seperti transaksi peminjaman yang tanpa beban bunga atau dengan suku bunga di atas atau di bawah yang berlaku
umum, transaksi penjualan dengan harga yang berbeda yang berlaku umum, transaksi pertukaran aset, dan transaksi
peminjaman tanpa ketentuan mengenai jadwal dan cara
pembayaran.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
2.1.1.3 Metode Penetapan Harga dalam RPT
Ada tiga metode penetapan harga dalam RPT, yaitu: 1. Metode Harga Sebanding
Metode ini menetapkan harga yang sama dengan pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
2. Metode Harga Penjualan Metode harga penjualan menjelaskan penetapan harga dalam
RPT merupakan penetapan harga awal pada barang tersebut. 3. Metode Cost Plus
Metode cost plus menambahkan biaya mark up tertentu pada pemasok.
2.1.1.4 Dampak Positif dan Negatif dari RPT
1. Dampak positif Dampak positif dari RPT dapat dilihat jika pemilik ataupun
manajemen melakukan RPT yang bersifat efisien, artinya tindakan tersebut tidak merugikan pihak manajeman, pemilik
dan investor. 2. Dampak Negatif
Menurut Vera dkk dalam Jurnal Pengaruh Kepemilikan Pengendali Akhir
terhadap Transaksi Pihak Berelasi, “Di Indonesia RPT menjadi salah satu cara untuk memperoleh
keuntungan pribadi baik manajemen maupun pemilik. RPT yang merugikan dapat dipandang konsisten dengan conflict of
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
interest hypothesis yang merupakan cerminan dari agency theory Gordon, 2005, seperti yang telah dijelaskan diawal.
2.1.2. Total Asset Turnover TATO
TATO adalah rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan
sumber dayanya yang berupa asset. Semakin tinggi efisien penggunaan asset dan semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk kas Abdul
Halim, 2007. TATO sendiri merupakan rasio antara penjualan dengan total aktiva yang mengukur efisiensi penggunaan aktiva secara
keseluruhan. Apabila rasio rendah itu merupakan indikasi bahwa perusahaan beroperasi pada volume yang memadai bagi kapsitas
investasinya. TATO disebut juga sebagai rasio pengelolaan aktiva terakhir yang mengukur perputaran atau pemanfaatan dari semua aktiva
perusahaan. Apabila perusahaan tidak menghasilkan volume usaha yang cukup untuk ukuran investasi sebesar total aktivanya, penjualan harus
ditingkatkan. Beberapa aktiva harus dijual, atau gabungan dari langkah- langkah tersebut harus segera dilakukan.
Apabila dalam menganalisis rasio selama ini beberapa periode menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan
gambaran bahwa
semakin efisien
penggunaan aktiva
sehingga meningkat Sawir, 2001.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
TATO secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Kasmir, 2008
Total Asset Turnover
2.1.3. Manajemen Laba
2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba
Menurut Darsono dan Ari 2008, laba ialah prestasi seluruh karyawan dalam suatu perusahaan yang dinyatakan dalam
bentuk angka keuangan, yaitu selisih positif antara pendapatan dikurangi beban expense. Laba merupakan dasar ukuran kinerja
bagi kemampuan
manajemen dalam
mengoperasikan harta
perusahaan. Laba harus direncakan dengan baik agar manajemen dapat mencapainya secara efektif.
Beberapa peneliti
mendefinisikan manajemen
laba. Baharuddin dan Satyanugraha 2004 mengutip dua definisi
manajemen laba yaitu: 1. Fisher dan Rosenzweig 1995
Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan menurunkan laba periode berjalan dari sebuah
perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabakan kenaikan penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.
2. Healy dan Wahlen 1999
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam laporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk
mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau besarnya
laba.
Sedangkan menurut
Sugiri 2001
membagi definisi
manajemen laba menjadi dua, yaitu: 1. Definisi sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian
sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajemen untuk “bermain” dengan komponen discretionary accrual dalam
menentukan besarnya laba.
2. Definisi luas Manajemen
laba merupakan
tindakan manajer
untuk meningkatkan mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas
suatu unit di mana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan kenaikan penurunan profitabilitas ekonomi
jangka panjang unit tersebut.
Maka manajemen laba adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh manajer perusahaan melalui pemilihan metode
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
akuntansi yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginannya dalam
merekayasa laba
demi tujuan
dan kepentingan
pribadinya.
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Manajemen Laba
Menurut Watt dan Zimmerman dalam Creative Accounting 2011 ada 6 motivasi yang mendorong individu atau perusahaan
melakukan manajemen laba, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Motivasi Bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau
evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam relatif tetap dan rutin.
Sementara bonus yang relatif besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian
bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi
para manajer untuk memberikan performa terbaiknya, sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen
laba agar dapat menampilkan kinerja performance yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal.
2.
Motivasi Hutang Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham,
untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan
dananya di perusahaan, tentunya manajer harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk memperoleh
hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik
dari laporan keuangan pun seringkali muncul. 3. Motivasi Pajak
Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih
rendah untuk bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih
rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan.
4. Motivasi Penjualan Saham Motivasi ini banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan go
public ataupun yang sudah go public. Proses penjualan saham perusahaan ke publik akan direspon positif oleh pasar ketika
peruahaan penerbit saham emiten dapat menjual kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang baik adalah penyajian laba
pada laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini sering kali memotivasi manajer untuk berperilaku kreatif dengan berusaha
menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya. 5. Motivasi Pergantian Direksi
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Praktek manajemen laba biasanya terjadi sekitar periode pergantian direksi atau chief executive officer CEO. Menjelang
berakhirnya masa jabata, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimumkan laba agar performa kerjanya tetap
terlihat baik pada tahun terakhir menjabat. Motivasi utamanya adalah memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa
jabatannya. 6. Motivasi Politis
Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya
banyak menyentuh
masyarakat luas,
seperti perusahaan-perusahaan industri strategis perminyakan, gas,
listrik dan air. Manajer
cenderung melakukan
manajemen laba
untuk menyajikan laba lebih rendah dari nilai yang sebenarnya,
terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik
perhatian pemerintah, media, atau konsumen yang dapat menyebabkan
meningkatnya biaya
politis perusahaan.
Rendahnya biaya politis akan menguntungkan manajemen.
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong terjadinya manajemen laba semuanya karena keadaan dan tujuan
tertentu yang ingin dicapai oleh manajer perusahaan. Manajer perusahaan akan menaikkan laba jika dalam keadaan ingin
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
memperoleh insentif atau bonus atas kinerjanya, ingin menjaga nama baik perusahaan terhadap pihak kreditur agar tetap diberikan
pinjaman, dalam masa-masa-masa akan pensiunnya CEO agar mendapat bonus, dan pada saat penawaran perdana saham agar
harga saham perusahaan tersebut naik. Dan manajer perusahaan akan menurunkan laba misalnya untuk tujuan menurunkan pajak.
2.1.3.3 Teknik Manajemen Laba
Ada tiga teknik dalam manajemen laba, antara lain:
1.
Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, yaitu manajemen mempengaruhi laba melalui estimasi piutang
tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi,dan
lain-lain. Teknik ini misalnya dilakukan dengan merekayasa beban perusahaan seperti beban piutang tak tertagih, beban
garansi dan
beban amortisasi.
Apabila manajer ingin
menaikkan laba pada tahun tertentu, maka beban-beban tersebut akan dikurangi jumlahnya pada tahun tersebut yang
berakibat beban
terlalu rendah
dan akhirnya
akan meningkatkan laba. Apabila manajer ingin menurunkan laba
pada tahun tertentu, maka beban-beban tersebut akan ditingkatkan jumlahnya pada tahun tersebut yang berakibat
beban terlalu tinggi dan akhirnya akan menurunkan laba.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
2.
Mengubah metode akuntansi, misalnya mengubah metode penyusutan
aktiva tetap. Teknik ini dilakukan dengan mengubah metode penyusutan aktiva, misalnya dari metode
garis lurus menjadi metode saldo menurun atau menjadi metode jumlah angka tahun atau sebaliknya. Hal ini juga
berkaitan dengan
menaikkan atau
menurunkan beban
penyusutan pada tahun tertentuyang diinginkan oleh manajer sesuai dengan kehendaknya apakah ingin menaikkan atau
menurunkan laba. 3. Menggeser periode beban dan pendapatan, antara lain
menundamempercepat pengeluaran
untuk penelitian dan
pengembangan sampai
periode akuntansi
berikutnya, menundamempercepat
beban promosi
sampai periode
akuntansi berikutnya,
menundamempercepat pengiriman
produk ke pelanggan, dan lain-lain. Teknik ini mengakibatkan beban atau pendapatan pada tahun tertentu dicatat tidak sesuai
dengan beban atau pendapatan yang sebenarnya terjadi di tahun tersebut. Misalnya untuk menaikkan laba tahun tertentu
maka manajer menaikkan pula jumlah pendapatan pada tahun tersebut dengan cara mengakui pendapatan pada tahun tersebut
yang seharusnya diterima tahun berikutny. Dapat pula menaikkan laba dengan cara mengurangi beban yaitu menunda
beban promosi atau beban lainnya, sehingga beban tersebut
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
yang seharusnya terjadi pada tahun ini tetapi baru akan dicatat pada tahun berikutnya.
2.1.3.4 Model
– model Manajemen Laba
Menurut Dedhy dan Yeni 2011, model-model untuk deteksi manajemen laba antara lain:
1. Jones Model 1991 Model ini berfokus pada total akrual sebagai sumber informasi
manipulasi akuntansi atau manajemen laba. Secara spesifik, model ini membagi total akrual menjadi akrual diskresioner
dan akrual nondiskresioner. Jones
Model JM
mengasumsikan bahwa
akrual nondiskresioner bersifat tetap dari satu periode ke periode
lainnya sehingga akrual perbedaan antara akrual tahun ini dengan tahun lalu yang terjadi disebabkan karena adanya
pertimbangan diskresi dari pihak manajemen, dalam hal ini permainan kebijakan akuntansi.
2. Modified Jones Model 1995 Modified Jones Model MJM dikembangkan oleh Dechow
dan kawan-kawan 1995. Model ini muncul untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam Jones Model JM. Dechow
mengasumsikan bahwa
perubahan yang
terjadi dalam
penjualan kredit pada periode berjalan merupakan objek manipulasi laba sehingga dirinya memperbaiki JM dengan
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
menghilangkan variabel perubahan piutang dari variabel perubahan
pendapatan untuk
mengestimasi akrual
nondiskresioner pada saat periode kejadian. 3. Klasznik Model 1999
Kasznik Model
KM telah
mempertimbangkan dimasukkannya operating cash flow OCF sebagai variabel
penjelas yang tidak dipertimbangkan dalam MJM. Lebih lanjut dijelaskan dibawah ini:
Pada MJM, diasumsikan bahwa akrual non dikresioner bersifat
tetap sehingga total akrual berubah maka
perubahan akrual total merefleksikan perubahan yang terjadi pada akrual diskresioner.
Pada MJM, Dechow dan kawan – kawan menunjukkan
perubahan dalam arus kas berhubungan negatif dengan total akrual. Ini berarti ketika total akrual berubah, maka arus
kas bersifat tetap. 4. Performance
– Matched Discretionary Accruals Model 2005 Model ini dikembangkan oleh Kothari dan kawan
– kawan, yang memiliki ide dasar bahwa akrual yang terdapat dalam
perusahaan yang sedang memiliki kinerja yang “tidak biasa” unusual performance secara sistematis diharapkan bukan nol
sehingga kinerja perusahaan pastinya berhubungan dengan akrual.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang tidak biasa,
seperti perusahaan
yang sedang
mengalami pertumbuhan hubungan positif dengan akrual. Bahkan, jika
kinerja perusahaan sedang baik, bisa jadi akrual yang dimiliki perusahaan cukup tinggi. Nilai akrual yang tinggi ini
disebabkan karena
perusahaan sedang
mengalami pertumbuhan atau memang kinerjanya sedang dalam keadaan
baik, yang bisa saja ditunjukkan dengan jumlah piutang yang tinggi, bukan karena manajemen laba.
2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan tentang hubungan antarvariabel yakni variabel
independen dan variabel dependen yang disusun dari berbagai teori yang telah diuraikan Sugiyono, 2007. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
Transaksi Hubungan Istimewa dan Total Asset Turnover. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Hubungan antara Related
Party Transaction dan Total Asset Turnover terhadap Manajemen Laba digambarkan dalam kerangka konseptual sebagai berikut ini:
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Pengungkapan dan pelaporan atas RPT yang diwajibkan oleh PSAK 7 yaitu meliputi mengenai besarnya asset, liabilities, sales dan expenses yang
dilakukan perusahaan atas dasar transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
TATO merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah yang diperoleh selama periode tertentu. Rasio ini menjadi ukuran
seberapa jauh aktiva yang digunakan dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam periode tertentu. Semakin cepat tingkat perputaran
aktiva maka semakin meningkat penjualan yang nantinya akan mempengaruhi laba.
2.3 Hubungan RPT dengan Manajemen Laba