Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Konseptual

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik memilih judul “Analisis Pengaruh Related Party Transaction RPT dan Total Asset Turnover TATO terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah RPT dan TATO memiliki pengaruh secara simultan terhadap manajemen laba pada Perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah RPT dan TATO memiliki pengaruh secara parsial terhadap manajemen laba pada Perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh RPT dan TATO terhadap manajemen laba secara simultan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh RPT dan TATO terhadap manajemen laba secara parsial pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman penulis mengenai pengaruh RPT dan TATO terhadap manajemen laba. 2. Bagi Perusahaan Sebagai bahan masukan terutama untuk pihak manajemen dan pemilik perusahaan dalam melakukan aktivitas RPT dalam hubungannya dengan manajemen laba. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis di masa yang akan datang. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

Menurut Felianna Yie Ke dalam Simposium Akuntansi Nasional X 2007, “transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan berelasi RPT memiliki dua hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai transaksi opportunis atau sebagai transaksi efisien”. RPT dalam transaksi yang opportunis menyebabkan conflict of interest yang konsisten dengan agency theory dan sebagai transaksi efisiensi, RPT dilakukan untuk pertimbangan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan perusahaan. Agency Theory teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai kepentingan yang berbeda. Perusahaan yang memisahkan pengelolaan dan kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Menurut Sunarto dalam Jurnal Teori Keagenan dan Manajemen Laba 2009, “Perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak pada maksimalisasi manfaat pemilik dan insentif yang akan diterima oleh manajemen agent. Karena kepentingan yang berbeda sering muncul konflik kepentingan antara pemilik dengan manajemen”. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD

2.1.1. Related Party Transaction RPT atau Transaksi Pihak Berelasi

Menurut PSAK No. 7, “Pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional ”. Definisi yang RPT menurut International Financial Statement Standar IFRS dalam IAS 24.9 , yaitu: “A related party is a person or entity that is related to the entity that is preparing its financial statements referred to as the ‘reporting entity’ A related party transaction is a transfer of resources, service, or obligations between related parties, regardless of whether a pr ice is changed”. Yang berarti, “Pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangannya disebut sebagai pelapor. Jadi yang dimaksud dengan RPT adalah transfer sumber daya, jasa, atau kewajiban antara pihak terkait, terlepas dari apakah harga berubah ”

2.1.1.1 Pihak-pihak yang Mempunyai Related Party Hubungan

Berelasi Pihak-pihak yang memiliki related party hubungan berelasi adalah sebagai berikut PSAK No. 7: 1. Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara, mengendalikan, atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian bersama dengan perusahaan pelapor termasuk holding companies, subsidiaries, dan fellow subsidiaries. 2. Perusahaan asosiasi associated company. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 3. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut. Yang dimaksudkan dengan anggota keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahan pelapor. 4. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan, serta anggota keluarga dekat orang-orang tersebut. 5. Perusahaan dengan kepentingan substansial dalam hak yang dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang yang diuraikan dalam 3 atau 4, atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Ini mencakup perusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan pelapor dan perusahaan-perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan perusahaan pelapor.

2.1.1.2 Transaksi yang terjadi dalam RPT

Transaksi-transaksi yang karena sifatnya mungkin memberikan indikasi adanya pihak yang memiliki hubungan berelasi, seperti transaksi peminjaman yang tanpa beban bunga atau dengan suku bunga di atas atau di bawah yang berlaku umum, transaksi penjualan dengan harga yang berbeda yang berlaku umum, transaksi pertukaran aset, dan transaksi peminjaman tanpa ketentuan mengenai jadwal dan cara pembayaran. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD

2.1.1.3 Metode Penetapan Harga dalam RPT

Ada tiga metode penetapan harga dalam RPT, yaitu: 1. Metode Harga Sebanding Metode ini menetapkan harga yang sama dengan pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa. 2. Metode Harga Penjualan Metode harga penjualan menjelaskan penetapan harga dalam RPT merupakan penetapan harga awal pada barang tersebut. 3. Metode Cost Plus Metode cost plus menambahkan biaya mark up tertentu pada pemasok.

2.1.1.4 Dampak Positif dan Negatif dari RPT

1. Dampak positif Dampak positif dari RPT dapat dilihat jika pemilik ataupun manajemen melakukan RPT yang bersifat efisien, artinya tindakan tersebut tidak merugikan pihak manajeman, pemilik dan investor. 2. Dampak Negatif Menurut Vera dkk dalam Jurnal Pengaruh Kepemilikan Pengendali Akhir terhadap Transaksi Pihak Berelasi, “Di Indonesia RPT menjadi salah satu cara untuk memperoleh keuntungan pribadi baik manajemen maupun pemilik. RPT yang merugikan dapat dipandang konsisten dengan conflict of 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD interest hypothesis yang merupakan cerminan dari agency theory Gordon, 2005, seperti yang telah dijelaskan diawal.

2.1.2. Total Asset Turnover TATO

TATO adalah rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya yang berupa asset. Semakin tinggi efisien penggunaan asset dan semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk kas Abdul Halim, 2007. TATO sendiri merupakan rasio antara penjualan dengan total aktiva yang mengukur efisiensi penggunaan aktiva secara keseluruhan. Apabila rasio rendah itu merupakan indikasi bahwa perusahaan beroperasi pada volume yang memadai bagi kapsitas investasinya. TATO disebut juga sebagai rasio pengelolaan aktiva terakhir yang mengukur perputaran atau pemanfaatan dari semua aktiva perusahaan. Apabila perusahaan tidak menghasilkan volume usaha yang cukup untuk ukuran investasi sebesar total aktivanya, penjualan harus ditingkatkan. Beberapa aktiva harus dijual, atau gabungan dari langkah- langkah tersebut harus segera dilakukan. Apabila dalam menganalisis rasio selama ini beberapa periode menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran bahwa semakin efisien penggunaan aktiva sehingga meningkat Sawir, 2001. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD TATO secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Kasmir, 2008 Total Asset Turnover

2.1.3. Manajemen Laba

2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba

Menurut Darsono dan Ari 2008, laba ialah prestasi seluruh karyawan dalam suatu perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk angka keuangan, yaitu selisih positif antara pendapatan dikurangi beban expense. Laba merupakan dasar ukuran kinerja bagi kemampuan manajemen dalam mengoperasikan harta perusahaan. Laba harus direncakan dengan baik agar manajemen dapat mencapainya secara efektif. Beberapa peneliti mendefinisikan manajemen laba. Baharuddin dan Satyanugraha 2004 mengutip dua definisi manajemen laba yaitu: 1. Fisher dan Rosenzweig 1995 Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabakan kenaikan penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. 2. Healy dan Wahlen 1999 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam laporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau besarnya laba. Sedangkan menurut Sugiri 2001 membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu: 1. Definisi sempit Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajemen untuk “bermain” dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba. 2. Definisi luas Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit di mana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan kenaikan penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut. Maka manajemen laba adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh manajer perusahaan melalui pemilihan metode 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD akuntansi yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginannya dalam merekayasa laba demi tujuan dan kepentingan pribadinya.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Manajemen Laba

Menurut Watt dan Zimmerman dalam Creative Accounting 2011 ada 6 motivasi yang mendorong individu atau perusahaan melakukan manajemen laba, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Motivasi Bonus Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam relatif tetap dan rutin. Sementara bonus yang relatif besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya, sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja performance yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal. 2. Motivasi Hutang Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaan, tentunya manajer harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangan pun seringkali muncul. 3. Motivasi Pajak Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah untuk bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan. 4. Motivasi Penjualan Saham Motivasi ini banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan go public ataupun yang sudah go public. Proses penjualan saham perusahaan ke publik akan direspon positif oleh pasar ketika peruahaan penerbit saham emiten dapat menjual kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang baik adalah penyajian laba pada laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini sering kali memotivasi manajer untuk berperilaku kreatif dengan berusaha menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya. 5. Motivasi Pergantian Direksi 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Praktek manajemen laba biasanya terjadi sekitar periode pergantian direksi atau chief executive officer CEO. Menjelang berakhirnya masa jabata, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimumkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir menjabat. Motivasi utamanya adalah memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa jabatannya. 6. Motivasi Politis Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan industri strategis perminyakan, gas, listrik dan air. Manajer cenderung melakukan manajemen laba untuk menyajikan laba lebih rendah dari nilai yang sebenarnya, terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik perhatian pemerintah, media, atau konsumen yang dapat menyebabkan meningkatnya biaya politis perusahaan. Rendahnya biaya politis akan menguntungkan manajemen. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong terjadinya manajemen laba semuanya karena keadaan dan tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh manajer perusahaan. Manajer perusahaan akan menaikkan laba jika dalam keadaan ingin 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD memperoleh insentif atau bonus atas kinerjanya, ingin menjaga nama baik perusahaan terhadap pihak kreditur agar tetap diberikan pinjaman, dalam masa-masa-masa akan pensiunnya CEO agar mendapat bonus, dan pada saat penawaran perdana saham agar harga saham perusahaan tersebut naik. Dan manajer perusahaan akan menurunkan laba misalnya untuk tujuan menurunkan pajak.

2.1.3.3 Teknik Manajemen Laba

Ada tiga teknik dalam manajemen laba, antara lain: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, yaitu manajemen mempengaruhi laba melalui estimasi piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi,dan lain-lain. Teknik ini misalnya dilakukan dengan merekayasa beban perusahaan seperti beban piutang tak tertagih, beban garansi dan beban amortisasi. Apabila manajer ingin menaikkan laba pada tahun tertentu, maka beban-beban tersebut akan dikurangi jumlahnya pada tahun tersebut yang berakibat beban terlalu rendah dan akhirnya akan meningkatkan laba. Apabila manajer ingin menurunkan laba pada tahun tertentu, maka beban-beban tersebut akan ditingkatkan jumlahnya pada tahun tersebut yang berakibat beban terlalu tinggi dan akhirnya akan menurunkan laba. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 2. Mengubah metode akuntansi, misalnya mengubah metode penyusutan aktiva tetap. Teknik ini dilakukan dengan mengubah metode penyusutan aktiva, misalnya dari metode garis lurus menjadi metode saldo menurun atau menjadi metode jumlah angka tahun atau sebaliknya. Hal ini juga berkaitan dengan menaikkan atau menurunkan beban penyusutan pada tahun tertentuyang diinginkan oleh manajer sesuai dengan kehendaknya apakah ingin menaikkan atau menurunkan laba. 3. Menggeser periode beban dan pendapatan, antara lain menundamempercepat pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya, menundamempercepat beban promosi sampai periode akuntansi berikutnya, menundamempercepat pengiriman produk ke pelanggan, dan lain-lain. Teknik ini mengakibatkan beban atau pendapatan pada tahun tertentu dicatat tidak sesuai dengan beban atau pendapatan yang sebenarnya terjadi di tahun tersebut. Misalnya untuk menaikkan laba tahun tertentu maka manajer menaikkan pula jumlah pendapatan pada tahun tersebut dengan cara mengakui pendapatan pada tahun tersebut yang seharusnya diterima tahun berikutny. Dapat pula menaikkan laba dengan cara mengurangi beban yaitu menunda beban promosi atau beban lainnya, sehingga beban tersebut 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD yang seharusnya terjadi pada tahun ini tetapi baru akan dicatat pada tahun berikutnya.

2.1.3.4 Model

– model Manajemen Laba Menurut Dedhy dan Yeni 2011, model-model untuk deteksi manajemen laba antara lain: 1. Jones Model 1991 Model ini berfokus pada total akrual sebagai sumber informasi manipulasi akuntansi atau manajemen laba. Secara spesifik, model ini membagi total akrual menjadi akrual diskresioner dan akrual nondiskresioner. Jones Model JM mengasumsikan bahwa akrual nondiskresioner bersifat tetap dari satu periode ke periode lainnya sehingga akrual perbedaan antara akrual tahun ini dengan tahun lalu yang terjadi disebabkan karena adanya pertimbangan diskresi dari pihak manajemen, dalam hal ini permainan kebijakan akuntansi. 2. Modified Jones Model 1995 Modified Jones Model MJM dikembangkan oleh Dechow dan kawan-kawan 1995. Model ini muncul untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam Jones Model JM. Dechow mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi dalam penjualan kredit pada periode berjalan merupakan objek manipulasi laba sehingga dirinya memperbaiki JM dengan 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD menghilangkan variabel perubahan piutang dari variabel perubahan pendapatan untuk mengestimasi akrual nondiskresioner pada saat periode kejadian. 3. Klasznik Model 1999 Kasznik Model KM telah mempertimbangkan dimasukkannya operating cash flow OCF sebagai variabel penjelas yang tidak dipertimbangkan dalam MJM. Lebih lanjut dijelaskan dibawah ini:  Pada MJM, diasumsikan bahwa akrual non dikresioner bersifat tetap sehingga total akrual berubah maka perubahan akrual total merefleksikan perubahan yang terjadi pada akrual diskresioner.  Pada MJM, Dechow dan kawan – kawan menunjukkan perubahan dalam arus kas berhubungan negatif dengan total akrual. Ini berarti ketika total akrual berubah, maka arus kas bersifat tetap. 4. Performance – Matched Discretionary Accruals Model 2005 Model ini dikembangkan oleh Kothari dan kawan – kawan, yang memiliki ide dasar bahwa akrual yang terdapat dalam perusahaan yang sedang memiliki kinerja yang “tidak biasa” unusual performance secara sistematis diharapkan bukan nol sehingga kinerja perusahaan pastinya berhubungan dengan akrual. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang tidak biasa, seperti perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan hubungan positif dengan akrual. Bahkan, jika kinerja perusahaan sedang baik, bisa jadi akrual yang dimiliki perusahaan cukup tinggi. Nilai akrual yang tinggi ini disebabkan karena perusahaan sedang mengalami pertumbuhan atau memang kinerjanya sedang dalam keadaan baik, yang bisa saja ditunjukkan dengan jumlah piutang yang tinggi, bukan karena manajemen laba.

2.2 Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan tentang hubungan antarvariabel yakni variabel independen dan variabel dependen yang disusun dari berbagai teori yang telah diuraikan Sugiyono, 2007. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Transaksi Hubungan Istimewa dan Total Asset Turnover. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Hubungan antara Related Party Transaction dan Total Asset Turnover terhadap Manajemen Laba digambarkan dalam kerangka konseptual sebagai berikut ini: 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengungkapan dan pelaporan atas RPT yang diwajibkan oleh PSAK 7 yaitu meliputi mengenai besarnya asset, liabilities, sales dan expenses yang dilakukan perusahaan atas dasar transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. TATO merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah yang diperoleh selama periode tertentu. Rasio ini menjadi ukuran seberapa jauh aktiva yang digunakan dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam periode tertentu. Semakin cepat tingkat perputaran aktiva maka semakin meningkat penjualan yang nantinya akan mempengaruhi laba.

2.3 Hubungan RPT dengan Manajemen Laba

Dokumen yang terkait

Pengaruh Total Asset Turn Over Ratio dan Debt Equity Ratio terhadap Audit Delay dengan Return On Asset Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

6 114 110

Pengaruh Total Asset Turn Over, Debt to Equity Ratio dan Debt to Asset Ratio terhadap profitabilitas pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 74 88

Pengaruh leverage, Ukuran Perusahaan, dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Periode 2011-2013)

0 68 89

Pengaruh Current Ratio (CR), Longterm Debt Equity Ratio (LtDER), Total Asset Turnover (TATO), Return On Asset (ROA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di BEI Tahun 2010-2012

0 52 102

Pengaruh Good Corporate Governance, Total Asset Turnover, dan Earnings management Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 55 173

Analisis Pengaruh Receivable Turnover Ratio, Inventory Turnover Ratio, dan Total Assets Turnover Ratio Terhadap Earning Power pada Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia

2 48 75

Pengaruh Financial Leverage dan Total Assets Turnover Terhadap Earning Per Share (EPS) Pada Perusahaan Perkebunan dan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006 - 2009

12 60 81

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Leverage (DER), Total Assets Turnover (TATO), Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Real Estate Dan Property Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012.

0 2 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Analisis Pengaruh Related Party Transaction (RPT) dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI

0 1 19

Analisis Pengaruh Related Party Transaction (RPT) dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI

0 0 11