Risiko Kesinambungan Risiko Nilai Tukar, berup 3. Risiko Perubahan Tingk Risiko Pembiayaan Ke Risiko Operasional

1. Risiko Kesinambungan

kesinambungan fiskal revenue ratio, Debt to G

2. Risiko Nilai Tukar, berup 3. Risiko Perubahan Tingk

adanya fluktuasi tingka suku bunga mengamba

4. Risiko Pembiayaan Ke

struktur jatuh tempo pinj

5. Risiko Operasional

termasuk di dalamnya pinjaman, kelemahan d Selain itu juga dibuk pinjaman pemerintah daer pendanaan daerah. Sumbe investasi sektor publik ya masyarakat. Sampai saat ini, sumber-sumber penerimaa Dari sisi skema pe sumber penerimaan pembia gambar berikut : III- 36 bungan Fiskal, pinjaman yang terlalu excessiv fiskal APBNAPBD. Indikatornya antara lain ebt to Government Expenditure ratio dan Debt to , berupa risiko terhadap perubahan kurs valuta Tingkat Bunga interest rate risk, merupakan si tingkat suku bunga pinjaman, terutama untuk p ngambang floating interest rate. ayaan Kembali refinancing risk, merupakan risi tempo pinjaman. operational risk, mencakup berbagai bentuk lamnya adanya kesalahan transaksi pada berbag mahan dalam pengawasansistem internal, adanya juga dibuka peluang bagi pemerintah daerah un ntah daerah yang bersumber dari masyarakat seb h. Sumber pendanaan tersebut adalah obligasi d publik yang menghasilkan penerimaan dan mem pai saat ini, Pemerintah Daerah provinsi Jawa Bara nerimaan pembiayaan yang lain kecuali SiLPA. ema pembiayaan, sejalan dengan PP 54 Tahun an pembiayaan yang dapat diperoleh pemerinta Gambar 3.4. Skema Pembiayaan dan Pinjaman Daer excessive dapat mempengaruhi lain Debt to GDP ratio, Debt to Debt to Service ratio. s valuta asing. upakan risiko yang timbul akibat untuk pinjaman dengan tingkat akan risiko yang terkait dengan gai bentuk risiko yang berbeda da berbagai tahapan pelaksanaan l, adanya bencana alam, dsb. daerah untuk menggalang dana akat sebagai salah satu sumber bligasi daerah untuk mendanai dan memberikan manfaat bagi wa Barat belum memanfaatkan Tahun 2005 tersebut, sumber merintah daerah, terlihat pada an Daerah III- 37 Seiring dengan terus berkembangnya kebutuhan pendanaan pembangunan daerah, terutama dalam pendanaan infrastruktur strategis seperti jalan tol, bandara dan pelabuhan, pemerintah daerah terus mencari peluang sumber pendanaan masyarakat. Dalam kerangka itu, sejalan dengan ketentuan pasal 57 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, telah diberi peluang kepada daerah untuk menerbitkan Obligasi daerah dalam mata using rupiah di pasar domestik, yang dapat digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Adapun persyaratannya sebagaimana diatur dalam pasal 54 dan 55 UU 33 Tahun 2004 tersebut meliputi : a. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; b. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan pemerintah; c. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersala dari pemerintah; d. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain; e. Pendapatan daerah danatau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah; f. Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah. Selain ketentuan tersebut, penerbitan Obligasi Daerah wajib mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. APBD Provinsi Jawa Barat setiap tahun mengalami defisit anggaran namun dapat ditutup dengan pembiayaan. Pertumbuhan realisasi defisit anggaran tersebut rata-rata per tahun selama kurun waktu 5 tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 164,14. Untuk menutupi anggaran defisit tersebut yaitu dari penerimaan pembiayaan dengan rata- rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 33,21, begitu pula pengeluaran pembiayaan rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami penurunan sebesar 45,25, sebagaimana terlihat pada tabel berikut : III- 38 Tabel 3.16. Perkembangan Realisasi Pembiayaan Tahun 2005 – 2009 Tahun Pembiayaan SurplusDefisit Pertum- buhan Defisit Penerimaan Pertumbuhan Penerimaan Pengeluaran Pertumbuhan Pengeluaran 2004 668.422.608.753,22 1.042.319.998.034,09 373.897.389.280,87 2005 875.138.565.709,09 30,93 1.390.744.563.948,00 33,43 515.605.998.238,91 37,90 2006 1.000.895.098.841,00 14,37 1.140.356.061.204,00 18,00 139.460.962.363,00 72,95 2007 956.579.936.351,00 4,43 366.854.431.319,00 67,83 589.725.505.032,00 522,86 2008 1.293.149.429.191,00 35,18 57.164.926.472,00 84,42 1.235.984.502.719,00 109,59 2009 2.457.196.766.549,00 90,02 264.714.067.255,00 363,07 2.192.482.699.294,00 77,39 Rata-Rata per Tahun 33,21 45,25 164,14 Sumber : Data Tahun 2005 s.d 2008 Perda tentang PerhitunganRealisasi APBD, Tahun 2009 Perda tentang Perubahan APBD

3.3.2. Non Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Non APBD