III-12
Kapasitas perekonomian domestik Jawa Barat tampaknya lebih tinggi dari nasional karena keunggulan daerah dari dominasi sektor industri pengolahan yang didukung oleh
industri kreatif yang melekat pada pencapaian value added yang lebih tinggi pada tiap-tiap sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas kaki, sub sektor industri makanan,
sub sektor industri pengolahan lainnya yakni kerajinan tangan, dan juga pada produk jasa berbasis teknologi informasi dan seni. Program restrukturisasi mesin Tekstil dan Produk
Tekstil TPT yang telah berjalan sejak tahun 2007, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sub sektor ini merespon permintaan ekspor. Selain itu potensi agribisnis
terutama dari sub sektor tanaman pangan dan perikanan yang memasok kebutuhan pasar ibukota negara, memiliki kapasitas untuk terus ditingkatkan. Pertumbuhan sektor PHR pun
akan memperkuat pencapaian kondisi ekonomi yang lebih baik untuk tahun 2010. Pada tahun 2008 Pemerintah Provinsi telah mencanangkan program “West Java Tourism Board
2008”, sehingga diperkirakan kunjungan wisatawan asing dan domestik akan meningkat. Perkuatan bidang akomodasi wisata di berbagai obyek kunjungan wisata akan ditopang oleh
dukungan standarisasi pelayanan di bidang kepariwisataan sesuai dengan perkembangan teknologi.
Keunggulan lain adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan investasi, maka PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Perkiraan yang optimis, aliran
PMA global meningkat dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya resesi di semester II-2009, sehingga kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi,
Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut. Terlebih jika kawasan industri di daerah-daerah tersebut akhirnya terpilih sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus KEK maka diprediksi aliran PMA akan lebih besar lagi dibandingkan dengan tahun 2009 sekarang. Diperkuat dengan semakin luasnya implementasi program Pelayanan
Terpadu Satu Pintu baik di tingkat provinsi maupun kabupatenkota. Diproyeksikan ke depan adanya strategi pendekatan revitalisasi kembali kawasan-kawasan industri Jawa Barat sejalan
dengan perubahan-perubahan global ke depan.
3.2. Arah Kebijakan Perekonomian Daerah
Gambaran perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 serta proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2010
dan 2011 secara ringkas divisualisasikan pada gambar berikut :
Perkemban
Gejolak ekonomi g cukup besar terhadap pere
perekonomian Jawa Barat, pertumbuhan positif sebe
mengalami perlambatan dima Pertumbuhan tersebut didu
sektor pengangkutan dan pertumbuhan ekonomi Jaw
sektor ekonomi, maka kine 1. Kelompok pertama ada
LPE Jawa Barat, terdiri da 2. Kelompok Kedua adala
masih di bawah rata sektor listrik, gas dan
pertimbangan dan peng 3. Kelompok ketiga adalah
pengangkutan dan kom
III-13
Gambar 3.1 kembangan Dan Proyeksi Ekonomi Jawa Barat Tah
onomi global yang terjadi pada tahun 2008 me dap perekonomian Jawa Barat. Keadaan tersebut be
a Barat, dimana pada tahun 2008 perekonomian itif sebesar 5,84 namun jika dibandingkan deng
batan dimana pada tahun 2007 mengalami pertum ebut didukung oleh pertumbuhan positif semua
utan dan komunikasi yang tumbuh negatif sebe nomi Jawa Barat digunakan sebagai dasar dalam
aka kinerja per sektoral dapat dikelompokkan menj tama adalah sektor yang berhasil mencapai pertum
t, terdiri dari sektor industri pengolahan dan sektor dua adalah sektor yang berhasil mencapai pertum
h rata-rata, terdiri dari sektor keuangan, persewa as dan air bersih LGA, sektor perdagangan, ho
dan penggalian, sektor pertanian dan sektor jasa. a adalah sektor yang mengalami pertumbuhan ne
dan komunikasi
Barat Tahun 2011
008 memberikan dampak yang rsebut berimplikasi pada kinerja
onomian Jawa Barat mengalami kan dengan tahun sebelumnya
mi pertumbuhan sebesar 6,4 1. semua sektor ekonomi kecuali
gatif sebesar -0,30. Bila laju r dalam evaluasi kinerja sekto r-
menjadi 3 kelompok, yaitu : pai pertumbuhan di atas rata -rata
n sektor bangunan. i pertumbuhan p ositif walaupun
persewaan dan jasa perusahaan, gan, hotel dan restoran, sektor
tor jasa. buhan negatif, terdiri dari sektor
III-14
Sejalan dengan membaiknya perekonomian global berdampak pula pada pemulihan perekonomian Jawa Barat dengan karakteristik pada sisi produksi didominasi oleh industri
pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB sekitar 43, perdagangan, hotel dan restoran 20, dan pertanian 13 Tabel 3.4. Sedangkan dari sisi penggunaan didominasi oleh
konsumsi sebesar 65 dan investasi 18. Disamping itu Jawa Barat tidak dapat mengabaikan dampak yang akan muncul dari pemberlakuan ACFTA di awal tahun 2010. Berdasarkan data
historis dari tahun 2000 sampai tahun 2009 serta memperhatikan berbagai fenomena global maupun nasional, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 akan naik pada kisaran 4,1 -
5,1 dan pada tahun 2011 akan meningkat sebesar 5 – 6. Membaiknya perekonomian global akan menyebabkan persaingan di pasar
internasional semakin ketat. Namun kondisi tersebut juga merupakan peluang yang harus segera direspon oleh pemerintah pusat, daerah dan para pelaku usaha di Indonesia untuk
meningkatkan daya saingnya dan upaya-upaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan kegiatan ekspor.
Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh maka kebijakan inflation targetting framework masih menjadi perhatian dengan melakukan koordinasi kebijakan
makro antara pemerintah, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Penetapan APBN-P 2010 menetapkan laju inflasi akan mencapai 5 dengan rentang 4,0 – 6,0, dan pada tahun
2011 berada pada kisaran yang sama yaitu 4,0 – 6,0. Nilai tukar Nominal Rp US pada tahun 2010 berada pada kisaran 9.750 – 10.250 dan pada tahun 2011 menjadi 9.250 – 9.750.
Kebijakan stabilitas ekonomi tahun 2010 dan 2011 juga dikawal ketat oleh pemerintah, antara lain tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang masih berkisar antara 6,0 – 7,5
di kedua tahun tersebut. Pemantauan yang ketat pula pada perkembangan harga minyak dunia. Meskipun sempat tembus pada angka US 80, namun pemerintah menyatakan tidak
ada kenaikan harga BBM tahun ini. Pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas harga untuk melindungi daya beli masyarakat dengan menaikkan anggaran subsidi APBN. Tahun
2010, total alokasi anggaran subsidi BBM, LPG dan bahan bakar nabati tahun 2010 mencapai Rp. 96,8 triliun. Kenaikan subsidi tersebut sebagai dampak kenaikan harga minyak mentah
dunia yang diatas asumsi yang ditetapkan, yaitu US 65 per barrel. Alokasi subsidi yang meningkat juga pada subsidi listrik sebagai dampak kenaikan
harga minyak dunia. Beban subsidi yang tinggi mendorong pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik, khususnya untuk kelompok pengguna menengah ke atas diatas 900 watt
rata-rata sebesar 15 pada tahun 2010. Pada awalnya, kenaikan tarif TDL akan diberlakukan
III-15
pada bulan Maret 2010, namun mengingat dampak pemberlakuan ACFTA yang memukul banyak sektor ekonomi, khususnya industri, maka untuk mengurangi dampak tersebut
rencana kenaikan akhirnya ditunda hingga akhir tahun 2010. Upaya mengendalikan laju inflasi melalui penentuan tingkat suku bunga perbankan
yang relatif rendah, menahan sumber-sumber pemicu inflasi ternyata juga dipengaruhi oleh tingkat risiko dunia usaha. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mendorong kegiatan
ekonomi di sektor riil, baik kegiatan investasi maupun produksi. Berdasarkan kondisi dan kebijakan pemerintah pusat serta berbagai upaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam rangka mengendalikan inflasi maka diproyeksikan inflasi pada tahun 2010 adalah sebesar 4 – 6.
Selanjutnya peluang-peluang yang ditawarkan dalam kerangka integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN mendapat perhatian untuk ditindaklanjuti dalam kerangka pengembangan
investasi maupun pengembangan perdagangan serta jasa-jasa.
Tabel 3.4. Karakteristik Perekonomian Jawa Barat
Pendekatan Komponen Dominan
Konsekuensi Implikasi
Sektor Persen
Produksi Industri
Pengolahan 43
LPE Jabar sangat dipengaruhi oleh
fluktuasi total nilai tambah
ketiga sektor tersebut
Tingkatkan daya saing industri
pengolahan Perbaikan struktur
pasar Tingkatkan
produktivitas sektor pertanian
Perdagangan, hotel dan
restoran 20
Pertanian 13
Sumber utama LPE Jabar adalah
konsumsi. Hal ini mencirikan
domestic-demand led growth
Menjaga ukuran pasar market size
dan daya beli masyarakat.
Tingkatkan iklim investasi yang
kondusif Penggunaan
Konsumsi 65
Investasi 18
Trend pemulihan perekonomian global yang semakin menguat, baik untuk negara maju maupun negara berkembang, serta kecenderungan meningkatnya volume perdagangan
dunia, diharapkan akan mendorong kembali permintaan ekspor Jawa Barat yang sempat turun pada tahun 2009 disamping adanya perluasan pasar baru di dunia yang sedang
digalakkan. Upaya-upaya perbaikan iklim investasi, peningkatan daya saing, diversifikasi
III-16
produk ekspor Jawa Barat akibat tantangan ACFTA juga akan mendorong kembali bangkitnya sektor industri pengolahan di Jawa Barat.
Kekhawatiran dampak ACFTA sebaiknya tidak dianggap sebagai sebuah ancaman, namun sebagai sebuah peluang bagi industri di Jawa Barat untuk lebih memperluas pasarnya
ke negara lain. Sehingga untuk menghadapi dunia usaha yang kompetitif, maka sinergitas antara pelaku usaha, pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta instansi terkait perlu terus
ditingkatkan. Permasalahan yang menghambat daya saing produk Jawa Barat harus segera dibenahi seperti perbaikan infrastruktur listrik, air, jalan raya, pelabuhan laut, dan udara,
penyederhanaan proses perizinan dan segera mendorong masyarakat dalam negeri untuk menggunakan produk dalam negeri, disamping dilaksanakannya berbagai aktivitas promosi
produksi dan investasi di Jawa Barat. Peluang besar di sektor industri juga tercermin dalam proyeksi laju pertumbuhan
sektor tersebut pada tahun 2010 pada kisaran 5,3 dan 6,34, dan pada tahun 2011 diproyeksikan turun menjadi 5,8 – 6,8. Proyeksi penurunan laju pertumbuhan sektor
industri di tahun 2011 mengimbangi isu adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik TDL, yang semula akan diberlakukan 2010 namun diundur sampai akhir tahun. Kemudian pulihnya
perekonomian global disamping sebagai peluang untuk memperluas pasar namun disisi lain juga memperketat persaingan di pasar internasional disamping potensi pasar Jawa Barat dan
pasar nasional yang menarik. Pulihnya perekonomian global juga diperkirakan akan mendorong penguatan nilai mata uang Dollar Amerika Serikat, dan juga mendorong
permintaan negara-negara akan minyak mentah sehingga dikhawatirkan akan mendorong kenaikan harga minyak mentah menembus angka US100 per barrel.
Namun laju pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian pada tahun 2010 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 2,8 – 3,62 atau maksimalnya tidak mengalami pertumbuhan, setelah
tumbuh sangat tinggi yakni 13 pada tahun sebelumnya. Shock yang mendorong peningkatan tajam di tahun 2009 berangsur-angsur bergerak menuju keseimbangannya,
sehingga wajar pada tahun 2010 melambat. Proses menuju keseimbangan terus berlanjut sehingga hasil perhitungan trend pada tahun 2011 kembali tumbuh positif dalam kisaran
3,0 - 4,0. Meskipun demikian terdapat fenomena yang harus direspon terkait dengan perubahan iklim yang mendorong perubahan cuaca, dimana sektor pertanian sangat
dipengaruhi oleh cuaca dan kemungkinan adanya kenaikan harga pupuk akibat pengurangan subsidi. Kondisi pemanasan global, luas lahan pertanian yang semakin sempit akibat semakin
maraknya alih fungsi lahan, dan fenomena La Nina kekeringan yang panjang akan menjadi ancaman sektor pertanian.
III-17
Sektor dominan lain dalam perekonomian Jawa Barat yang mengalami perlambatan, juga sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dimana pada tahun 2010 diharapkan tumbuh
antara 4,8 – 6,17, sementara tahun 2011 kenaikan diproyeksikan menjadi 6,0 – 6,6 selaras dengan faktor-faktor penopang yang diperkirakan mengalami kenaikan.
Laju inflasi Jawa Barat yang sempat menurun drastis pada tahun 2009, tidak terlepas dari faktor non fundamental, berupa hilangnya pengaruh penurunan harga BBM, kenaikan
harga emas di pasar Internasional, dan sebagainya. Sementara di sisi lain produksi khususnya pangan; padi, unggas dan ikan mengalami kenaikan yang lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga mampu menahan kenaikan laju inflasi. Sementara dampak peningkatan permintaan relatif tidak signifikan.
Namun di tahun 2010 laju inflasi diperkirakan naik lagi dalam kisaran 6,0 – 7,0 atau berada jauh diatas proyeksi laju inflasi nasional yaitu 4,0 – 6,0. Kenaikan tersebut
dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam padi pada tahun 2009 yang berdampak pada kenaikan harga padi di awal tahun 2010. Kemudian isu kenaikan TDL, tingginya harga minyak
dunia, tekanan eksternal, konflik hukum dan politik telah membuat nilai ekspektasi inflasi masyarakat yang tinggi pula. Sedangkan pada tahun 2011 laju inflasi diperkirakan sedikit
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu berada pada kisaran 4,0 – 6,0. Kenaikan laju inflasi pada tahun 2010 dan 2011 juga tidak terlepas dari isu
perdagangan bebas dan pulihnya kondisi perekonomian pasca krisis global di negara-negara maju. Kondisi tersebut memicu kenaikan harga komoditas strategis di pasar internasional,
termasuk kenaikan harga minyak dunia. Kondisi tersebut diperkirakan akan mendorong pula naiknya harga komoditas bahan baku, di mana perekonomian di Indonesia, termasuk Jawa
Barat, kandungan impor untuk bahan baku dan barang modal relatif masih tinggi. Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, dukungan
investasi atau penanaman modal merupakan suatu syarat penting. Melalui dukungan investasi tentunya akan menambah kemampuan produksi untuk menghasilkan barang dan
jasa, penyerapan tenaga kerja, mendorong kenaikan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya memberikan efek ganda yang besar pada perekonomian. Untuk mencapai sasaran
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1 – 5,1 pada tahun 2010 dan 5 – 6 pada tahun 2011 maka dibutuhkan total investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto berdasarkan harga
berlaku adalah sebesar Rp. 118,79 trilyun pada tahun 2010 atau naik sebesar 11,85 dan sebesar Rp.131,578 trilyun pada tahun 2011 atau naik sebesar 10,77. Investasi dibidang
pembangunan infrastruktur yang ditopang potensi pemerintah dan potensi swasta perlu mendapat topangan regulasi investasi dalam proses percepatannya.
III-18
Total kebutuhan investasi terdiri dari investasi pemerintah yang bersumber dari penerimaan pajak dan bukan pajak, dan juga dapat berasal dari hibah, dan sebagainya. Sisa
kebutuhan investasi dapat dipenuhi oleh dunia usaha dan masyarakat yang berasal dari perbankan, lembaga keuangan non bank, pasar modal saham dan obligasi, laba ditahan.
Peningkatan proporsi pendanaan investasi dunia usaha diharapkan terutama terjadi pada komponen PMA dan PMDN sejalan dengan penciptaan iklim usaha yang kondusif, serta
peningkatan pasar modal sejalan dengan perbaikan regulasi dan perbaikan kepercayaan lembaga keuangan internasional atas lembaga pasar modal di Indonesia. Juga perlu didukung
pula oleh penguatan manajemen pasar modal serta meningkatnya tata kelola dan kinerja perusahaan, dan pertimbangan peluang obligasi daerah untuk berbagai investasi yang
memiliki margin profit yang mencukupi dalam lingkup pelayanan publik. Optimisme pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha mereka, mendorong
peningkatan investasi dalam rangka memenuhi kenaikan permintaan yang datang, baik dari domestik maupun luar negeri. Jawa Barat sebagai salah satu daerah tujuan PMA harus segera
membenahi infrastruktur, untuk merespon minat PMA yang masih tinggi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, China yang telah menyatakan berminat untuk melakukan investasi di
industri tekstil agar dapat segera di respon. Potensi PMA masih pada sektor sekunder dengan pangsa pasar diperkirakan berkisar
75. Disamping sektor industri seperti industri logam, mesin, kendaraan bermotor, dan sebagainya, tingginya kebutuhan investasi sektor infrastruktur regional juga pada sub sektor
listrik, gas, air, jalan raya khususnya jalan tol, bandara internasional, dan sebagainya. Minat investasi untuk proyek pengadaan listrik cukup besar, salah satunya adalah perusahaan
Jepang, Marubeni Corp, yang akan berinvestasi membangun pembangkit listrik swasta di Cirebon dengan target operasi 2010.
Peningkatan peluang investasi tidak terlepas dari berbagai prestasi yang diraih Indonesia dan Jawa Barat sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada
tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing Indonesia berada pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun 2008. Kemudian dalam rangka proyeksi ke
depan akan terus diperkuat sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota didalam orientasi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
investasi lintas kabupatenkota di Jawa Barat termasuk penanggulangan kesenjangan pembangunan antar wilayah
mendorong peningkatan investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah telah memberikan
penghargaan kepada pemerintah daerah yang dinilai berhasil dalam penenaman modal Investment Award. Dari penghargaan tersebut, empat KabupatenKota di Jawa Barat
III-19
berhasil meraih peringkat yang cukup tinggi. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten Purwakarta, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kota Banjar yang diharapkan segera diikuti pula
oleh kabupatenkota yang lainnya di Jawa Barat. Adapun penghargaan tersebut dilakukan setelah menilai 6 indikator utama, yaitu
kelembagaan instansi
penanaman modal,
pelayanan perizinan
usaha, mekanisme
pengaduan, pemanfaat teknologi dan sistem infomasi, ketersediaan informasi, serta inovasi dan capaian kinerja. Berdasarkan data Doing Business tahun 2009, posisi Jawa Barat dalam
kemudahan mendirikan usaha, kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan dan kemudahan mendaftarkan properti menduduki posisi yang cukup baik dibandingkan daerah-
daerah lain di Indonesia. Ke depan dalam bidang promosi investasi perdagangan dan pariwisata, perkuatan sistem informasi akan lebih ditingkatkan utamanya terkait dengan
infrastrukturnya. Selain mendorong peningkatan PMA dan PMDN di dalam negeri, pemanfaatan
pinjaman dari perbankan juga diprioritaskan. Perbankan sebagai lembaga intermediasi pendanaan mempunyai peranan sangat penting dalam penyediaan dana investasi yang
berasal dari tabungan masyarakat dan sumber-sumber global. Disamping perbankan, penyaluran dana masyarakat juga dapat melalui lembaga
keuangan non bank lainnya, seperti lembaga pembiayaan infrastruktur dan ekspor, lembaga asuransi, pegadaian, dan sebagainya. Potensi yang besar tersebut perlu diarahkan oleh
pemerintah pada pembiayaan sektor riil, termasuk sektor usaha kecil, untuk mendorong investasi.
Target pertumbuhan ekonomi serta investasi tersebut perlu disertai dengan berbagai kebijakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan antara lain kebijakan dalam
ketenagakerjaan, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan kemiskinan. Dari pertumbuhan ekonomi yang telah disebutkan di atas diharapkan tingkat
partisipasi angkatan kerja akan mencapai 55 - 56. Dampak multiplier effect dari investasi dan trickle down effect-nya diharapkan dapat menopang perluasan lapangan kerja baik
sektor formal maupun sektor informal sebagai imbas perluasan skala ekonomi. Proyeksi penyerapan tenaga kerja tidak menunjukkan angka yang cukup besar
mengingat pada tahun 2010 selain investasi baru, khususnya dari PMA sebagai dampak perdagangan bebas akan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja baru, namun disisi
lain perdagangan bebas akan memicu banyaknya industri, khususnya industri kecil, yang akan collaps sehingga mendorong peningkatan angka pengangguran.
III-20
Peningkatan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi pada tahun 2011 tidak terlepas
dari membaiknya
perekonomian domestik
dan global
serta bangkitnya
perekonomian Jawa Barat pasca perdagangan bebas. Kondisi tersebut telah mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi kenaikan
permintaan, khususnya permintaan ekspor. Perbaikan perekonomian telah mendorong penyerapan kembali tenaga kerja, khususnya di sektor industri.
Proyeksi pertumbuhan makro ekonomi Jawa Barat tersebut sangat dipengaruhi oleh tercapainya kondisi ideal berbagai faktor determinan sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi:
a. Kecenderungan kondisi ekonomi dunia terus membaik dan semakin kondusif. b. Fenomena pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur yang semakin
membesar. c. Liberalisasi perdagangan di kawasan Asia ACFTA.
d. Volatilitas rupiah terhadap dollar AS dan stabilitas moneter nasional. e. Upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, perbaikan infrastruktur dan
reformasi birokrasi berjalan baik termasuk pemberantasan korupsi. f.
Bertahan dan meningkatnya kapasitas ekonomi domestik Jabar: stabilitas produksi sektor-sektor ekonomi terutama sektor dominan dan berkembangnya trend berbagai
ekonomi kreatif pada usaha kecil serta menengah. g. Meningkatnya permintaan domestik Jabar konsumsi rumah tangga karena
meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat utamanya pada lingkungan usaha kecil dan menengah.
h. Alokasi dari stimulus fiskal APBD yang tepat sasaran i.
Ekspektasi dan kepercayaan pada pemerintah, semakin akseleratif upaya untuk meningkatkan nilai-nilai “good governance”.
2. Inflasi:
Tingkat Inflasi ini sangat dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat, pengaruh eksternal harga minyak mentah, harga komoditas pangan di pasar internasional, serta
fluktuasi kurs rupiah dollar.
3. Investasi PMTB harga berlaku :
a. Berlanjutnya pemulihan ekonomi global b. Iklim usaha membaik, perbaikan berbagai regulasi.
III-21
4. Pengangguran:
Pertumbuhan ekonomi meningkat yang diperkuat
oleh berkembangnya kegiatan ekonomi lokal.
Pada tahun 2011 merupakan tahap penguatan sektor yang sudah mendapatkan special treatment dari tahun 2009-2010, sehingga setiap tahun merupakan proses yang
berkesinambungan. Berdasarkan kerangka pemikiran penyusunan rencana induk, sintesa permasalahan dan kerangka model pembangunan berkelanjutan, maka arah perekonomian
Jawa Barat adalah: 1. Penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan melalui
pendekatan diversifikasi usaha dan berbagai pemberdayaan; 2. Peningkatan daya saing industri manufaktur;
3. Perluasan produk agroindustri melalui pendekatan peningkatan rantai nilai dari hulu sampai hilir;
4. Pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya didukung infrastruktur; 5. Menginternalisasikan masalah lingkungan dalam kebijakan pembangunan;
6. Mengintegrasikan aspek lingkungan dalam bisnis; 7. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai baik jalan, irigasi, listrik,
bandara, pelabuhan, pusat pemasaran secara bertahap; 8. Utilisasi energi air dan panas bumi;
9. Perluasan akses pasar lokal, regional, nasional dan internasional bagi produk Jabar melalui promosi;
10. Peningkatan skill pelaku ekonomi melalui berbagai strata UKM dan industri, perdagangan;
11. Penguatan kelembagaan regulasi dan kebijakan yang tepat, fokus dan tepat sasaran, transparan, keberpihakan, koordinasi dan sinergitas.
Berdasarkan arah perekonomian Jawa Barat sebagaimana terungkap dalam 11 point di atas, maka orientasi pembangunan sektoral adalah peningkatan produktivitas sektor
pertanian melalui pendekatan intensifikasi dan perluasan produk agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB,
pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan
infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi, penguatan kelembagaan yang ditopang oleh mekanisme Public Private Partnership.
III-22
Rencana utama penguatan sektor pertanian adalah penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan termasuk perluasan produk agroindustri dalam
rangka peningkatan pendapatan petani sekaligus konservasi lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan dan peningkatan dari berbagai lini baik dari sisi produksi yang
berorientasi pada pasar maupun distribusi atau pemasarannya. Tahapan pada tahun 2011 merupakan kegiatan lanjutan yakni perluasan cakupan lokasi atau wilayah target kegiatan
yang sifatnya memperkuat kebijakan yang digulirkan pada tahun 2009 yang mencakup: 1 Pengembangan sistem usaha tani terpadu berorientasi agribisnis dan agroindustri perdesaan
dengan siklus tertutup, yang implementasinya melalui Program Gerakan Multi Agribisnis GEMAR; 2 Pengembangan agroforestry di area lahan kritis; 3 Pengembangan ikan
keramba di muara sungai sepanjang pantai Selatan Jawa Barat, yang implementasinya melalui Gerakan Pengembangan Perikanan Muara Pantai Selatan GAPURA SELATAN; 4
Pengembangan hutan mangrove, rumput laut dan perikanan tambak, serta pengendalian perikanan tambak di pantura Jawa Barat, yang implementasinya melalui Gerakan
Pengembangan Perikanan Pantai Utara GAPURA UTARA; 5 Pengembangan dan penguatan komoditas unggulan daerah melalui pendekatan agribisnis; 6 Gerakan Pengembangan dan
Perlindungan Pasar Tradisional GEMPITA; dan 7 Pengembangan Lumbung Pangan dan Desa Mandiri Pangan.
Penguatan sektor industri pengolahan diarahkan pada penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB melalui upaya mempertahankan industri yang ada
dengan melakukan perbaikan iklim usaha, product development, perluasan pasar, aliansi startegi usaha dan pembenahan terhadap hambatan-hambatan untuk memperkuat struktur
industri di Jawa Barat lebih kuat. Pada tahun 2011 dari lima kebijakan, yaitu: peningkatan daya saing, penguatan rantai nilai, pengembangan industri kreatif, optimalisasi keberadaan
PPTSP Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu, dan pendekatan EPR Extended Producer Responsibility, terdapat
beberapa langkah yang merupakan kelanjutan tahun 2010, terutama pengembangan SDM dan teknologi dalam peningkatan daya saing melalui
perintisan terwujudnya Greater Bandung Techno Park di kawasan cekungan Bandung dan dalam klaster-klaster industri.
Pengembangan sektor pariwisata diarahkan pada tumbuh kembangnya lokasi dan tipe wisata unggulan di tiap kabupatenkota di Jawa Barat sesuai karakteristik lokal masing-
masing daerah. Pada tahun 2011, pengembangan sektor pariwisata berlanjut sesuai pencapaian pada tahun sebelumnya. Pada tahun ini diharapkan lokasi dan tipe wisata sudah
siap beroperasi, sehingga dapat dipromosikan untuk mengundang calon pengunjung,
III-23
ditopang dukungan promosi akomodasi wisata yang semakin baik untuk tinggal dalam kunjungan.
Rencana utama pemanfaatan sektor energi panas bumi dan air ditujukan untuk peningkatan utilisasi potensi energi panas bumi dan air dalam rangka memenuhi kebutuhan
konsumsi domestik terutama untuk sektor manufaktur yang relevan, maupun untuk di jual ke daerah lain. Pada tahun 2011, diharapkan database sudah memadai dan tim pengelola sudah
siap dengan pilihan teknologi eksploitasi energi panas bumi dan air. Pada tahun ini seyogianya sudah tersedia pembiayaan untuk eksploitasi dan pengolahannya.
Dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan, implementasi kebijakan Common Goal CG diharapkan mampu memberikan berbagai manfaat terhadap pelaksanaan
pembangunan ke depan, antara lain: 1 Mengintegrasikan berbagai kegiatan secara sinergis sehingga tujuan masing-masing kegiatan dapat lebih terlihat kontribusinya terhadap tujuan
utama yang ditetapkan dalam setiap program; 2 output kegiatan dapat lebih diarahkan untuk secara tegas mendukung masing-masing program pembangunan Jawa Barat; 3
Pelaksanaan pembangunan dapat lebih mendorong team work dari OPD terkait dan antar Bidang di setiap OPD; 4 Mengefektifkan fungsi pelayanan yang harus dilakukan oleh setiap
OPD; 5 Mengefisienkan penggunaan anggaran yang relatif terbatas jumlahnya; 6 Mengefisienkan
dan mengefektifkan
penggunaan sarana
dan prasarana;
dan 7 Memudahkan dan mengefisienkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan. Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2011, yang merupakan tahun
midterm dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat, dimana tolok ukur kinerja pembangunannya adalah sebagai berikut :
III-24
Tabel 3.5. Target Indikator Kinerja Pembangunan
Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
No Indikator Kinerja
Target 2011 MISI PERTAMA : Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat Yang Produktif dan Berdaya Saing
1 Angka Rata-rata Lama Sekolah
9 - 9,5 tahun 2
Angka Melek Huruf 95 - 96
3 Angka Kematian Bayi Kelahiran HidupKH
35-361.000 KH 4
Angka Kematian Ibu Kelahiran HidupKH 215-220100.000 KH
5 Indeks Pembangunan Gender
63-64 6
Indeks Pemberdayaan Gender 61-63
MISI KEDUA : Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal
1 Laju Pertumbuhan Ekonomi
5 – 6 per tahun 2
Daya Beli Masyarakat Rp. 625.000,- - Rp 630.000,-
3 Laju Pertumbuhan Investasi Pembentukan
Modal Tetap BrutoPMTB atas dasar harga berlaku
10-12 4
Indeks Gini 0,19-0,20
5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
55-56
MISI KETIGA : Meningkatkan Ketersediaan Dan Kualitas Infrastruktur Wilayah
1 Tingkat Kemantapan Jalan
91-92 2
Intensitas Tanam Padi 194-198
3 Rasio elektrifikasi perdesaan
100 4
Rasio elektrifikasi rumah tangga 67-69
5 Cakupan pelayanan persampahan perkotaan
57-62 6
Cakupan pelayanan air bersih perkotaan 50-55
7 Cakupan pelayanan air limbah domestik
perkotaan 56-61
MISI KEEMPAT : Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan
1 Laju Pertumbuhan Penduduk LPP
1,7-1,8 2
Tingkat status mutu sungai utama dan waduk besar
status mutu cemar sedang 3
Jumlah hari dengan kualitas udara perkotaan katagori baik
27-30 hari baiktahun 4
Capaian luas kawasan lindung terhadap luas Jawa Barat
30-31 5
Jumlah penerapan energi alternatif Meningkatnya diversifikasi energi dari
mikro hidro, biofuel biokerosin serta bio gas
MISI KELIMA : Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi
1 Skala kepuasan masyarakat skala 1-4
2 -
Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Perijinan
2 Skala Komunikasi Organisasi skala 1-7
4 3
Jumlah angka kriminalitas Menurunnya angka kriminalitas
4 Jumlah kasus korupsi
Menurunnya jumlah kasus korupsi 5
Tingkat partisipasi pemilih 75-78
III-25
Berdasarkan target mid-term Indikator indikator kinerja pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2011 secara akumulatif, indikator komposit IPM dapat mengalami peningkatan
yang signifikan sehingga peluang terhadap pencapaian IPM pada tahun 2013 sebesar 77,20 dengan komponen pembentuk IPM tersebut yaitu Indeks Pendidikan 88,23, Indeks
Kesehatan 77,21 dan Indeks Daya Beli 66,10 dapat terealisir.
3.3. Analisis dan Perkiraan Sumber-Sumber Pendanaan Pembangunan