III-5
Sementara untuk stabilisasi harga pangan, Menteri Keuangan menetapkan dalam APBN 2010 akan menaikkan jatah raskin dari 13 kg menjadi 15 kg dengan harga yang tidak
berubah. Pemerintah juga akan mengubah subsidi pupuk, stabilisasi minyak goreng dan gula. Upaya menstabilkan harga-harga menjadi prioritas utama pemerintah, mengingat tekanan
harga komoditas di pasar internasional dan tekanan terhadap masyarakat yang cukup tinggi. Prioritas lain adalah pembenahan infrastruktur jalan tol di 21 ruas serta revitalisasi pabrik
gula yang merupakan program prioritas departemen industri. Kebijakan-kebijakan yang diprioritaskan ditujukan untuk menjawab tantangan dinamika dalam perekonomian
Indonesia.
3.1.3 Ekonomi Jawa Barat
Berdasarkan perkembangan internal dan dinamika ekonomi global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini, perkembangan ekonomi Jawa Barat tetap dihadapkan pada
berbagai tantangan yang memerlukan respon secara komprehensif melalui aksi nyata, yang
mencakup : Pertama, meningkatkan pertumbuhan ekonomi disertai dengan keseimbangan
yang lebih baik dari sumber pertumbuhan dengan investasi dan ekspor non-minyak dan gas. Ketimpangan ekonomi ditunjukkan oleh adanya kabupatenkota dimana laju pertumbuhan
ekonominya lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap kabupatenkota di Jawa Barat. Kabupatenkota yang secara rata-rata undergrowth tersebut adalah kabupaten
yang bercirikan pertanian, sebaliknya kabupatenkota dengan pertumbuhan ekonomi sama dan di atas rata-rata adalah yang bercirikan industri dan jasa. Dengan demikian, kegiatan
ekonomi daerah harus ditata hingga diantara lapangan usaha yang berkembang saling memenuhi yang optimal agar tidak menambah beban masalah terhadap kondisi makro
ekonomi yang pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan Provinsi Jawa Barat. Keterhubungan ekonomi antara lingkungan perkotaan dan perdesaan mendapatkan
perhatian kebijakan dalam kerangka saling memperkuat potensi ekonomi.
Kedua, penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Keadaan lapangan pekerjaan akan menentukan proses pemulihan perekonomian Jawa Barat yang pada akhirnya dapat menekan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Masyarakat
yang tidak memiliki pekerjaan tidak dapat menikmati pemulihan ekonomi, karena mereka tidak memiliki pendapatan untuk dibelanjakan. Karena itu, lapangan kerja bukan hanya
merupakan mesin penggerak pembaruan ekonomi, tetapi juga sebuah hasil dari proses pemulihan ekonomi. Begitu pentingnya masalah kemiskinan dan pengangguran, sehingga
Gubernur mempunyai komitmen untuk menciptakan lapangan kerja yang dapat menyerap
III-6
1 juta tenaga kerja baru pada tahun 2014, melalui berbagai perluasan peluang kerja multi sektor baik formal maupun non formal.
Tingkat pengangguran masih cukup tinggi di kabupaten dan kota yang mencerminkan bahwa kegiatan ekonomi yang berkembang di setiap kabupatenkota kemampuannya belum
optimal dalam mendayagunakan angkatan kerja lokal, atau sebaliknya angkatan kerja lokal tersebut memiliki kemampuan yang lemah untuk mengakses peluang kerja yang tersedia.
Dengan demikian, permasalahan mendasar terkait dengan lapangan kerja adalah relatif masih rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan sebagian masyarakat Jawa Barat. Di
pihak lain, perkembangan lapangan usaha baru, baik yang digerakan oleh investasi maupuan kebijakan pembangunan, pada gilirannya menuntut kualitas SDM yang memadai. Bila kualitas
SDM tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, hasilnya adalah pengangguran yang akan menjadi salah satu sumber timbulnya kemiskinan.
Ketiga, menciptakan iklim investasi yang kondusif mengingat investasi merupakan
salah satu penggerak kegiatan ekonomi daerah. Berdirinya perusahaan-perusahaan baru melalui investasi domestik maupun asing sangat berpotensi untuk mendayagunakan
angkatan kerja lokal dan meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi dengan lapangan usaha lainnya, ditempuh melalui berbagai aktivitas promosi investasi dan perbaikan-perbaikan
layanan dengan orientasi biaya murah dan cepat dalam menopang investasi.
Keempat,
meningkatkan kuantitas dan
kualitas infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan terutama dalam upaya meningkatkan perekonomian suatu
wilayah. Dengan adanya infrastruktur dapat mempermudah aktivitas ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan produktivitas serta outputpendapatan. Infrastruktur ekonomi
merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan menunjang proses produksi dan distribusi meliputi public utilities telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas, public works jalan,
bendungan dan saluran irigasi dan drainase serta sektor transportasi jalan kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang. Infrastruktur sangat dibutuhkan karena
mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, karena infrastruktur tersebut dapat menyokong banyak aspek ekonomi dan
kegiatan sosial. Infrastruktur diperlukan pula untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah secara bertahap dan mengurangi keberadaan wilayah-wilayah yang terisolasi.
Kelima, meningkatkan daya saing ekspor. Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor
tekstil yang besar secara nasional, dengan diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat terancam banyak yang bangkrut dan tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka
pengangguran diperkirakan mancapai 40.000 buruh. Namun pada tanggal 14 Januari 2010
III-7
Atase Perekonomian China mewakili Pusat Perdagangan Luar Negeri China melakukan pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan Industri Jabar. Dalam diskusi tersebut di
paparkan oleh Gubernur Jawa Barat bahwa persoalan manufaktur khususnya tekstil di Jawa Barat adalah yang paling terkena imbasnya dengan diberlakukannya pasar bebas. China
merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai bentuk investasi China di bidang manufaktur di Indonesia. Untuk itu diperlukan kesiapan untuk meningkatkan transfer
modal, transfer teknologi, transfer manajemen, perluasan jaringan pasar dalam menghadapi intervensi China di Jawa Barat.
Merespon keinginan China dalam pembentukan dan diberlakukannya kerjasama ekonomi regional seperti ASEAN Free Trade Area AFTA dan ASEAN-China Free Trade Area
ACFTA serta yang lebih luas lagi Asia Pacific Economic Cooperation APEC, menuntut peningkatan daya saing produk Jawa Barat yang harus dicapai melalui peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha, perbaikan kualitas dan standarisasi produk. Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh pangsa pasar, para
pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai pasokan Supply Chain ManagementSCM yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasok
secara vertikal ke dalam usaha bersama berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses dan produk yang bersifat spesifik untuk setiap rantai pasok. Kemampuan suatu rantai
pasokan itu dalam menyikapi permintaan konsumen menyangkut mutu, harga, dan pelayanan. Kunci daya saing produk antar rantai pasok adalah efisiensi pada setiap segmen
rantai pasokan dan keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi setiap pelaku dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Untuk
menciptakan hal tersebut diperlukan selain integrasi vertikal antar segmen rantai pasok juga integrasi horizontal antar pelaku dalam satu segmen, dan di antara para usaha intermediasi
seperti distributor, pedagang pengumpul di dalam satu rantai pasokan yang sama. Peran serta yang bersifat sinergis ini perlu ditopang oleh KADIN dan asosiasi-asosiasinya dalam
mekanisme kerja yang saling menopang dalam menciptakan dinamika ekonomi Jawa Barat ke depan.
Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakatswasta. Tidak hanya pemerintah
daerah, tetapi juga perusahaan swasta, organisasi-organisasi masyarakat, dan warga lokal serta perguruan tinggi yang harus didorong untuk berpartisipasi secara positif dalam
pembangunan daerah berdasarkan saling kerjasama yang memungkinkan setiap entitas untuk menampilkan kemampuannya dalam spirit kompetitif dan unggul yang mampu tampil
dalam kancah perekonomian global.
III-8
Kondisi saat ini menghendaki pergeseran peranan masyarakat yang lebih besar daripada pemerintah. Dengan demikian, reformasi total menuntut perlunya segera
melaksanakan rekonstruksi kelembagaan pemerintahan publik berdasarkan prinsip good governance yang ditopang oleh spirit good corporate governance dengan tiga karakteristik
utama, yaitu: kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi. Demokratisasi kebijakan pembangunan dan pencegahan KKN melalui good governance sangat bermanfaat untuk
meminimalkan biaya ekonomi tinggi high-cost economy dan distorsi pasar monopoli dan monopsoni akibat kesalahan kebijakan, dengan demikian, perekonomian akan lebih efisien
dan pertumbuhan kegiatan bisnis berdasarkan pada keunggulan kompetitif riilnya, bukan karena proteksi atau dukungan pemerintah dan kemampuan untuk mengkondisikan
manajemen usaha dalam good corporate governance pada setiap unit usaha di Jawa Barat.
Ketujuh, membangun fondasi yang lebih kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Pembangunan regional, baik perkotaan maupun pedesaan, tidak lagi dapat didasarkan pada pembangunan ekonomi semata, akan tetapi harus didasarkan pada
pembangunan yang berkelanjutan dengan memenuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara sosial, didukung oleh kelembagaan yang memadai, dan menjaga kelestarian lingkungan
hidup. Dengan demikian, proses yang ditempuh adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh distribusi pendapatan yang lebih merata dan menurunnya kemiskinan,
peningkatan kualitas SDM, kualitas kelembagaan dan lingkungan, menempatkan posisi perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan yang mampu menggerakkan
dinamika perekonomian desa yang lebih meningkat secara fungsional. Dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tersebut,
maka salah satu arah kebijakan pembangunan daerah ditujukan untuk mewujudkan luasan kawasan lindung sebesar 45 dari luas total wilayah Jawa Barat 3.647.392 ha yang tersebar
di seluruh kabupaten dan kota. Keberadaan kawasan lindung tersebut tercakup dalam Rencana Tata Ruang RTR wilayah Jawa Barat yang harus menjadi acuan dan pedoman
dalam pemanfaatan ruang bagi seluruh pemangku kepentingan mengingat keberhasilan dari suatu RTR akan dapat terlaksana apabila didukung oleh seluruh pihak, tidak saja pemerintah
tetapi juga masyarakat. Dan pengembangan kawasan-kawasan budidaya secara fisik tata ruang ditekankan untuk memahami persyaratan-persyaratan ekosistem lingkungan budidaya.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang kuat juga perlu didukung kelembagaan yang memadai, terutama yang terkait dengan: 1 Konsistensi antara regulasi dengan
implementasinya di lapangan; 2 Peraturan Daerah Perda yang mendukung pembangunan ekonomi; 3 Pelayanan publik yang maksimal; 4 Koordinasi dan sinergitas seluruh pihak
yang terkait OPD, perguruan tinggi, swasta; 5 Budaya silih asuh, silih asih, dan silih asah
III-9
yang menunjukan keeratan emosional, kepedulian, berbagi, saling mengingatkan, saling membantu, saling memperkuat. Filosofis tersebut merupakan kekuatan modal sosial yang
akan mampu memecahkan permasalahan dan mendorong produktivitas, dengan tidak mengenyampingkan adanya realitas keterbukaan pasar yang semakin meningkat; globalisasi
ekonomi dan semangat liberalisasi yang harus diterima dalam kehidupan ekonomi sehari- hari.
Usaha kecil dan menengah UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Jawa Barat. Sebagai gambaran, meskipun kontribusi UKM saat ini sangat kecil,
yaitu hanya 30-35 terhadap perekonomian nasional dan dalam ekspor nonmigas hanya 15, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 dalam jumlah badan usaha di Indonesia
serta mempunyai andil 99,6 dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian,
pemerintah daerah akan terus mengoptimalkan perkembangan sektor UKM untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan dalam pendekatannya harus sangat mempertimbangkan aspek
sosial kultural ekonomi yang berkembang dalam sistem sosial di perkotaan dan di perdesaan. Pada saat bersamaan, dinamika ekonomi nasional dan global pun memberikan
peluang yang cukup menjanjikan di tahun 2011 khususnya untuk Jawa Barat. Inflasi diproyeksikan tetap seperti tahun 2010, yaitu sebesar 4,0-6,0 Tabel 3.2 dan Gambar 3.1.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan meningkat di tahun 2010 dan 2011, masing-masing dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 4,1-5,1 dan 5,2-6,6,
sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia dan nasional pasca krisis global yang terjadi sepanjang tahun 2008 hingga 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 tersebut
didukung, antara lain: adanya investasi Pembentukan Modal Tetap BrutoPMTB yang diperkirakan mencapai sekitar Rp.131,578 trilyun, meningkatnya kapasitas ekonomi Jabar
dan penyerapan tenaga kerja, serta pemanfaatan liberalisasi perdagangan di Asia secara cerdas.
III-10
Tabel. 3.2. Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Barat 2010-2011
No Proyeksi
Indonesia Jawa Barat
2010 2011
2010 2011
1. PDRB harga konstan
trilyun rupiah Pertumbuhan Ekonomi
Sektor Pertanian Sektor Industri
Sektor PHR 5,5 - 5,6
4,5 - 5,5A 3,3 - 3,5
4,2 - 4,3 4,0 - 4,1
6,0 – 6,3 5,0 – 6,0A
3,4 – 3,5 5,0 – 5,4
4,2 – 4,8 315
4,1 – 5,1 2,8 – 3,62
5,3 – 6,34 4,8 – 6,17
331.411 5 – 6
3,0 – 4,0 5,8 – 6,8
6,0 – 7,0 2.
Inflasi 4,0 - 6,0
6,0 -7 ,0
A
4,0 – 6,0 5,1 – 6,1
A
6,0 – 7,0 4,0 – 6,0
3. Investasi PMTB harga
berlaku trilyun rupiah Laju Pertumbuhan
7,2-7,3 7,9 – 10,9
118.788 11.85
131.578 10.77
4. Penyerapan Tenaga Kerja
TKT Pengangguran Laju Penyerapan TK
7,6 7,3-7,4
17.065.691 1,6
17.606.782 3,07
Catatan: Versi RPJMN
A
Versi Bank Indonesia
Target RKPD 2010
Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 – 2008, masih didominasi oleh sektor sekunder, tersier dan yang terakhir primer Tabel 3.3. Total Nilai
Tambah Bruto NTB dari sektor sekunder pada tahun 2008 mencapai Rp. 306,91 trilyun atau meningkat 14,54 dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor tersier mengalami peningkatan
sebesar 16,67 yaitu dari Rp. 182,75 trilyun di tahun 2007 menjadi Rp. 213,21 trilyun pada tahun 2008 sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 8,43 atau dari Rp. 75,90 trilyun
pada tahun 2007 menjadi Rp. 82,30 trilyun. Kontribusi sektor sekunder mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2007 sebesar 50,88 dan tahun 2008 sebesar 50,95, begitu pula untuk
sektor tersier mengalami kenaikan dari 34,70 pada tahun 2007 menjadi 35,39 pada tahun 2008. Sedangkan untuk sektor primer mengalami penurunan dari 14,41 tahun 2007
menjadi 13,66 pada tahun 2008. Ada Kecenderungan pada tahun 2011, revitalisasi peningkatan potensi ekonomi akan
tetap berlangsung pada sektor industri pengolahan, property dan real estate, berbagai layanan jasa dan secara perlahan pertumbuhan pada beberapa lingkungan usaha pertanian
agraris.
III-11
Tabel 3.3. Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku
dan Peranan NTB setiap Sektor dalam Perekonomian Jawa Barat Tahun 2007 – 2009
NO LAPANGAN USAHA
2007 2008
2009 Trilyun
Trilyun Trilyun
I Primer
75.9 14.41